Setelah mengetahui kamar masing-masing, Naura, Sufia, Arya, dan Natasya pun makan siang bersama di restoran hotel. Mereka mengobrol macam-macam, di antaranya tentang bisnis di Kalimantan, dan tak ketinggalan ... yakni tentang perkembangan bayi-bayi, baik Arga maupun Syirisy.Setelah kegiatan makan selesai, Natasya pun bangkit dari duduknya. "Kami pamit dulu, Semua. In syaa Allah besok kita makan malam di rumahku.""Ah, iya, Nak Tasya. Hati-hati di jalan," sahut Sufia sembari ikut bangkit."Bang Ardian ke sini jam berapa, Kak?" tanya Naura memastikan kepada Tasya.Arya melirik sang wanita dengan tatapan tak suka. "Dia bilang, ba'da dzuhur berangkatnya. Artinya sekitar jam 6 atau jam 7 malam gitu nyampenya," jawab Natasya."Oh, oke ...." Naura mengangguk."Ya udah semua. Aku pergi dulu. Kalau ada keperluan apa gitu, hubungi aja. Assalamualaikum." Natasya pun berbalik sembari menggendong putri kecilnya menuju ke luar restoran.Semua orang menjawab salamnya dengan serentak."Ayo kita kem
"Kamu denger duluu ...," sela Natasya seraya menghela napas panjang seakan bosan dengan sikap Naura yang mengomel tidak keruan."Hmm." Naura hanya bergumam. Ia lalu diam hendak menyimak apa yang akan rivalnya itu sampaikan."Ada karyawan yang kecelakaan kerja. Kena luka bakar yang parah." "Astaghfirullah ...," lirih Naura kaget."Makanya Ardian sekarang mesti mengurusnya dulu. Besok dia ke sini sekalian mengantar orang itu dirujuk ke rumah sakit kota," lanjut Natasya.Naura merasa sedikit menyesal karena dia sudah marah kepada suaminya yang batal datang hari ini. "Oke, Kak. Aku tunggu Bang Ardian besok.""Hmm. Kalo gitu udah dulu. Assalamualaikum."Naura lalu menjawab salam dari Tasya. Sambungan telepon pun terputus.Naura kemudian membuka aplikasi perpesanan WA.[Barusan Kak Tasya ngasih kabar kalau Abang lagi ngurusin karyawan yang kecelakaan. Maafin aku udah marah sama Abang ya. Oke, Bang. Aku tunggu kedatangan Abang besok yaaa. Aku kangeeeen banget!] [Emoticon cium]Seperti sebel
"Masih jam tujuh pagi ini. Bukannya katanya dari sana ke sini, 5 sampai 6 jam? Jadi, jam berapa Bang Ardian berangkat dari sana?" Kedua alis tebal pria tampan itu bertautan satu sama lain.Naura seakan baru tersadar ketika Arya menanyakan tentang hal itu. 'Eh, iya juga ya.' "Hmm ... Bang Ar nggak ada bilang tadi," jawabnya lirih."Kasihan Ardian. Artinya dini hari dia berangkat dari sana. Jangan-jangan nggak tidur dia semalaman," sela Sufia menebak."Ini katanya masih di rumah sakit kota, ngurusin karyawannya itu," imbuh Naura.Mereka pun kembali menikmati sarapan di meja restoran tersebut. Belum lama ketiga orang dewasa itu menghabiskan makanannya, tiba-tiba terdengar suara dering ponsel lagi. "Siapa?" tanya Sufia kepada Naura.Ya, itu gawai Naura yang kembali berbunyi. "Kak Tasya," jawab Naura. Wanita itu pun mengangkat panggilan dari rivalnya. "Assalamualaikum, Kak."Arya hanya melirik sesekali ke arah Naura yang sedang bercakap dengan Natasya di sana. Ia juga sudah selesai denga
Seketika saja, kedua mata Naura membulat. Hatinya membuncah bahagia. "Wa–alaikumus sallam ... A–Abang ...," lirih terbata suaranya memanggil. Naura mencabut puting susunya dari mulut Arga yang sudah mulai nyenyak dan merapikan pakaiannya.Lelaki yang baru saja datang itu tak lain adalah Ardian, suami yang sangat ia nanti dan begitu dirindukannya.Terukir senyuman lebar dari bibir Ardian. Meskipun ia tampak lelah, tetapi senyuman itu tetap terlihat tulus. "Apa kabar, kalian?" Ardian mengecup pelan kening bayi kecil yang kini sudah terlelap di pembaringan."Alhamdulillah, kami baik-baik, Bang," sahut Naura sembari beringsut dan bangkit, duduk di ranjang itu.Ardian tampak memandang putranya dengan begitu lekat. Ia sangat rindu kepada Argantara. Lelaki tampan itu membelai sayang rambut tipis si bayi kecil dengan penuh kasih sayang.Tanpa terasa, bibir Naura terus tersenyum melihat ke arah wajah yang begitu ia rindukan itu. "Abang baru nyampe?" tanyanya berbasa-basi.Ardian mengangkat pan
"Dek, Arya cuma bilang dia minta masakin sama kamu," tukas Ardian menjelaskan sembari menatap lekat ke arah sang istri muda. Ia juga heran dengan Naura yang seakan tengah melantur dan tidak fokus terhadap pertanyaan Arya.Dahi Naura terlihat mengernyit kencang. Ia berusaha mencerna maksud suaminya."Yaaa, kalau nggak mau masakin aku juga nggak apa-apa. Nggak perlu ngegas juga," ucap Arya cuek. Ia lanjut mengunyah makanannya."Kamu kenapa, Nak? Memangnya kamu pikir Arya bicara apa tadi?" tanya Sufia heran.Bola mata Naura berlari ke sana kemari. Ia juga bingung mengapa pendengaran dan pikirannya jadi ke mana-mana. Sungguh, dia tadi menyangka kalau Arya membicarakan masa lalu mereka berdua di hadapan semua orang dan tentu saja dia mau membantahnya."Hmm, aku udah kenyang. Makasih banyak Tasya dan Bik Jum udah masak makanan yang enak banget siang ini. Tadi aku benar-benar lapar karena dari tadi malam belum sempat menyentuh makanan apa pun," tutur Ardian mengalihkan bahasan. Lelaki itu m
Akan tetapi, dua detik kemudian ponselnya berdering. Itu nomor Ardian lagi. Namun, itu sebuah panggilan video, bukan suara."Tuuuh, lo liat! Ardian tidur dan dia memang lagi sakit ... biar lo percaya ...." Suara Natasya terdengar lirih dan geram sambil men-zoom gambar di kamera ponsel itu mengarah ke pembaringan Ardian. Lelaki itu terlihat meringkuk di dalam selimut. Sepertinya Tasya mengambil video dari luar kamarnya. Memang ia sengaja mengambil gambar dari jarak jauh agar jangan sampai Ardian terganggu karena mendengar suaranya yang sedang bicara dengan Naura.Naura menekan kedua rahangnya dengan keras. "Sudah, 'kan? Lo udah percaya sama gue sekarang? Sorry, ini bikin lo kecewa. Bye!" Kembali Natasya memutuskan sambungan telepon mereka."Aaaaaarrrgh ...!!!" Naura melempar ponselnya ke tempat tidur.Dengan gerakan cepat wanita itu mengambil kimono lingerie-nya, lantas mengenakannya. Kemudian ia melangkah lebar keluar kamar dan menggedor kamar Arga.Brak! Brak! Brak!Tidak butuh wak
"Ma–Mama ...?" lirih Naura masih tampak terperanjat dengan kedatangan sang ibu. Tiba-tiba Arga menangis kencang. Bayi lelaki itu terkejut dengan suara keras dari Sufia. "Ya Allah, Nauraaa! Aryaaa! Kenapa kalian melakukan perbuatan setan ini ...?!" pekik Sufia lagi. Arya tampak bingung sekaligus kelabakan karena di depan ada Sufia yang marah-marah, dan di sebelahnya Arga yang terus menangis kencang. Sementara dirinya masih dalam keadaan naked di balik selimut bersama Naura. "Mama Naura, i–ini nggak seperti yang Mama Naura pikirkan," ujar Arya gugup. Ia meraih celananya yang terserak di sana, dan dengan terburu-buru ia berusaha mengenakannya lagi. "Nauraaa ... Mama nggak nyangka bisa kejadian hal seperti ini lagiii? Otak kalian ke mana?!!" bentak Sufia dengan linangan air mata serta tatapan yang nanar. Arya yang sudah mengenakan kembali celananya, dengan cepat mendatangi Arga, lantas meraih bayi kecil itu. "Cup cup cup, diam, Sayang ...." Naura tertunduk dalam sembari terus
"Ayo, Bun!" seru Ardian kepada Natasya yang ada di belakangnya.Natasya menghela napas lelah. Ia melajukan langkah menyusul sang suami yang sudah berada di lift hotel.Ya, Ardian terbangun pukul setengah 12 malam. Ia baru teringat kalau malam ini dirinya mesti bersama Naura. Ia khawatir kalau Naura kecewa kalau ia tidak datang. Karena jatah Naura berada di kota itu tinggal dua malam saja. Malam ini, dan malam besok. Tentu saja lelaki itu merasa bersalah jika sampai tidak menunaikan kewajibannya. Padahal sudah jauh-jauh Naura berangkat ke kota Pontianak.Sementara Natasya, tadinya ia telah menjelaskan kepada sang suami kalau ia sudah menelepon Naura. Akan tetapi, Ardian yang masih sakit itu tetap berkeras mau mendatangi istri mudanya karena rasa tanggungjawab. Tadinya Natasya marah karena Ardian keras kepala. Namun, akhirnya ia kasihan melihat sang suami yang lemas karena sudah sakit, mesti ditambah pula berdebat dengannya. Akhirnya Natasya mengizinkan sang suami pergi dengan syarat