“Kenapa kau memandangku seperti itu, Cantika? Apa kau mengira aku adalah hantu?” Diana tersenyum tipis memandangi Cantika.
Cantika terus memandang tak percaya kepada Diana yang berdiri di depannya. Ia menatap dari bawah ke atas, memastikan kalau penglihatannya sekarang memanglah tidak salah.“Aku masih hidup, kau lihat sendiri kan kakiku menginjak tanah.” Diana menunjuk kakinya sendiri dan beberapa kali menghentakkan kakinya.“Tapi apa yang terjadi? Bukannya kau sudah mati?” Cantika terus menatap Diana lekat, hatinya masih tak percaya dengan apa yang dilihat sekarang.“Aku sudah mati? Mana mungkin aku mati semudah itu, Cantika!” Diana tertawa keras, suara tawanya bahkan menggema di dalam ruangan itu.“Tapi aku dengar sendiri dari bawahan Andika kalau kau bunuh diri!” ucap Cantika masih tak percaya.“Kematian itu paling mudah dimanipulasi, selama kau memiliki uang disitulah kau memiliki kuasa.” DiAndika baru saja tersadar kalau Cantika tidak berada di sekitar mereka, membuat ia menjadi mencari-cari gadis tersebut di sekeliling tempat yang kemungkinan sang gadis berada di sana.Tak diduga oleh Andika seorang gadis yang mirip dengan Cantika berlari untuk mendekatinya. Padahal kalau Cantika tidak mungkin melakukan itu, gadis tersebut terlalu pemalu untuk berlari mendekatinya dan memeluk di tengah orang banyak.“Ada apa denganmu?” Andika menatap penuh selidik kepada gadis yang berada di depannya.“Aku tadi hampir saja diculik oleh seseorang di sana, tapi tidak tahu siapa.” Gadis itu memeluk Andika dengan erat, ia menunjukkan ke arah gerbang.“Kau Cantika kan?” Andika malah bertanya identitas gadis yang berada di depannya sekarang.“Ya Tuhan, tentu saja aku adalah Cantika! Lantas kalau aku bukan Cantika, lalu siapa lagi?” Cantika mengerutkan dahinya, ekspresi wajahnya terlihat heran dengan perkataan Andika.
“Apa kau sudah gila?” Maura menarik tangannya dengan kuat dari bawah kaki Andika. Gadis itu terus menangis kesakitan, lantaran tangannya terus mengeluarkan darah segar dan belum lagi bagian pecahan kaca menempel di sana.“Aku kan sudah bilang kalau aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan! Salah siapa kau lancang memasuki kamarku dan ingin menurunkan bingkai foto yang sudah tergantung di sana!” Wajah Andika sangat memerah dan terlihat urat lehernya yang menonjol, pertanda kalau ia sangat marah.Maura sangat terkejut mengetahui kalau wajah Andika tak setampan hatinya. Lelaki itu bahkan tak mengedipkan matanya sama sekali saat memperlakukan dirinya dengan kasar, padahal ia adalah seorang gadis yang lemah. Akan tetapi, lelaki tersebut seakan tak mentoleransi kesalahan apapun, walaupun yang bersalah adalah seorang gadis seperti dirinya.“Kau hanya masuk ke kamar ini sekali, bukan berarti kalau aku sudah menerimamu sebagai istr
“Hei kau mendengar apa yang aku katakan? Hello!” Maura mengibaskan tangannya di depan wajah Jeremy, karena sedari tadi lelaki berkacamata itu melamun.“Maaf saya sedikit melamun, mungkin karena terlalu lelah sekali.” Jeremy cepat-cepat menyelesaikan mengobati Cantika palsu. “sudah selesai! Kalau begitu, saya pergi dulu dari sini karena ada urusan pekerjaan.”Jeremy segera pergi meninggalkan Maura seorang diri, ia ingin cepat-cepat meninggalkan gadis tersebut supaya tidak memikirkan hal lain.Maura tersenyum kecut melihat Jeremy yang pergi meninggalkan, ia merasa kalau lelaki itu hanyalah beralasan saja supaya bisa meninggalkannya seorang diri. “Yang satunya galak, satunya lagi malah menyebalkan sekali. Belum juga apa-apa, sudah pergi,” ucap Maura menggerutu seorang diri. Gadis itu memandangi tangannya yang dibalut perban dengan rapi oleh Jeremy, seketika senyuman terukir di bibirnya. Maura terus mengelus perban tersebut. “Tapi
“Aku tidak sadar kalau aku tertidur, tapi kapan, ya?” Maura menggeliatkan tubuhnya, ia menjadi merasa lebih segar saat sudah tertidur.Akan tetapi, terdengar ketukan di pintu pertanda kalau ada seseorang yang ingin masuk kemarin. Membuat gadis itu perlahan turun dari ranjang, menuju ke arah pintu. “Siapa, ya?” Maura membuka pintu perlahan, di sana terlihat wajah Jeremy. Saat melihat Maura, wajah Jeremy terlihat tersipu malu. Lelaki itu beberapa kali berdehem, tetapi tidak kunjung mengatakan apa yang ingin dikatakan sehingga datang kemari. Maura mengerutkan dahinya, ia menatap bingung ke arah lelaki berkacamata di depannya ini. “Ada apa kau kemari?”“Tuan berkata ingin makan malam bersama dengan Anda, Nona. Itulah sebabnya saya datang kemari.” Jeremy memalingkan wajahnya, ia terlihat malu-malu di depan Cantika palsu.Maura yang masih belum sepenuhnya sadar, ia hanya menganggukkan kepalanya.Jeremy terlihat masih tidak ingin pergi dari sana, membuat ia menjadi menatap ke arah lelaki
Andika menatap tajam kepada Maura, akan ingin menelan gadis itu hidup-hidup. “Kau tidak menjawab pertanyaanku tadi, cepat katakan apa yang aku dengar tadi salah ataukah benar?” Andika bertanya dengan menatap tajam orang yang ada di depannya.Maura menjadi memikirkan alasan apa yang ingin dikatakan kepada lelaki berada di depannya ini. Akan tetapi, belum juga ia memikirkan perkataan apa yang ingin keluar dari mulutnya, Jeremy sudah mendekat kepada sang tuan.“Tuan, Anda hanya salah mendengar saja. Karena Nona tidak mengatakan apapun,” sela Jeremy, ia terlihat sangat khawatir dengan Maura.Maura merasa menjadi gadis yang istimewa, diperebutkan oleh dua lelaki tampan di depannya ini. Sehingga ia menjadi terus tersenyum sedari tadi. “Kau kemari. “Andika melambaikan tangannya kepada Maura supaya mendekat kepadanya. Maura malah bingung, ia pun menunjuk dirinya sendiri supaya tidak salah menduga.Sementara Andika, lelak
Maura menatap ketakutan kepada Andika yang menundukkan kepala itu.“Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk melakukan itu, tapi karena aku tersedak jadi tak sengaja memuntahkannya,” ucap Maura dengan tergagap.Jeremy menatap tuannya penuh arti, tetapi ia tidak mendekat satu langkah pun. Menunggu respon apa yang diberikan oleh Andika.Dengan cepat Andika mendongakkan kepalanya menatap gadis di depan. “Kau tidak perlu meminta maaf, karena kau kan tidak sengaja.” Ia menyeka sudut bibir Maura dengan sapu tangan miliknya.“Benarkah?” Mata Maura berbinar, ia terpana dengan ketampanan Andika.“Benar. Tapi bagaimana kau habiskan makanan ini sebagai bentuk permintaan maaf untukku?” Andika memberikan sepiring makanan untuk Maura makan.“Tidak, perutku sangat tidak nyaman sehingga menjadi tidak nafsu makan,” tolak Maura beralasan.“Kau harus makan supaya membuat aku senang,” ucap Andika dengan nada
Maura beberapa kali menahan kentut yang ingin keluar sedari tadi, karena keberadaan Andika ia tak mungkin mengeluarkannya. Sehingga memilih menahan sebaik mungkin. “Aku hanya tidak bisa tidur, jadi ingin tidur di sini.” Andika ingin masuk ke dalam, tetapi Maura malah mencegatnya. “kenapa? Kau tak suka kalau aku tidur di sini?”Maura malah tertawa kecil, “Bukan, hanya saja kamarku sekarang sangat berantakan. Jadi kau tidak usah masuk ke dalam,” bujuknya berusaha supaya Andika tak masuk dalam.Akan tetapi, seketika perut Maura berbunyi dengan keras. Sehingga membuat ia memilih mundur beberapa langkah, supaya Andika tidak mendengar suara perutnya yang berbunyi tak karuan.Kesempatan itulah membuat Andika masuk ke dalam, lelaki tersebut langsung duduk di tepi ranjang milik Cantika.“Kenapa kau langsung masuk saja? Bukankah aku bilang kau tak usah masuk?” Wajah Maura memerah, ia tak dapat menahan diri lantaran melihat
Maura tak dapat menahan lagi untuk mengeluarkan kentutnya, tanpa sengaja ia mengeluarkannya tepat di dalam pelukan Andika.‘Terserahlah, lagi pula salah dia sendiri yang tak melepaskanku.’ Maura bergumam di dalam hati sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan.Pelukan Andika mengendur, membuat Maura segera berlari untuk mengambil obat yang ada di tangan bawahan Diana.“Di mana dia?” Mata Maura menatap setiap sudut ruangan mencari keberadaan bawahan Diana itu. “ketemu!”Bergegas untuk mendekat kepada seseorang yang mengenakan topi untuk menutupi wajahnya. Orang itu mengenakan pakaian pengawal.“Kau kan orangnya?” Maura langsung menengadahkan tangannya untuk meminta obat. Orang itu tanpa mengatakan sepatah kata pun langsung memberikan obat kepada Maura.Maura langsung menyambut obat itu, ia berlari menuju dapur untuk segera meminumnya. Tak mungkin ia meminum di dalam kamar, karena And