Zea tertegun mendengar ucapan yang terlontar dari mulut lelaki itu. Seketika seluruh tubuhnya melemah dan darah-darah yang mengalir seakan berhenti kian pekat. Zea menatap Zayyan tak percaya, seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Air mata yang sedari tadi dia tahan, luruh begitu saja, air mata ketakutan dan kerapuhan. Padahal hatinya sudah berbunga-bunga karena dipertemukan kembali dengan lelaki ini. Akan tetapi, siapa yang menyangka jika yang dia dapatkan adalah sesuatu yang membuat darahnya mendesir. "Aku ingin merawat anak-anakku," sambungnya kemudian. "Jangan ambil mereka, Kak!" mohon Zea. Wanita itu tak bisa bayangkan, seperti apa hidupnya tanpa si kembar. Sebab, ketiga anak itu yang membuatnya bertahan hingga kini. "Mereka juga anakku, aku memiliki hak atas mereka. Dan kau, kau hanya seorang ibu yang melahirkan mereka. Aku akan bayar uang ganti rugi yang kau keluarkan selama melahirkan dan merawat mereka," jawab Zayyan dengan enteng. Lelaki itu masih beranggapan jika uang b
Zea menyadarkan kepalanya di pintu mobil dengan tatapan yang tertuju di luar jendela. Sayup-sayup angin yang masuk melambaikan rambut sebahunya. Apalagi kaca mobil memang sengaja tidak ditutup. "Zea," panggil Zavier mengenggam tangan wanita itu. Zea menoleh dan tersenyum pada lelaki yang sudah banyak menolongnya itu. "Kenapa?" tanyanya. "Jangan melamun, nanti kemasukan bagaimana?" celetuk Zavier terkekeh. Zea bangkit, lalu duduk dengan tegap sembari menarik napasnya sedalam mungkin. "Memikirkan tawaran kak Zayyan?" tebak Zavier. Zea membalas dengan anggukan kepala. Jujur saja dia terkejut ketika Zayyan memintanya untuk menikah dengan lelaki itu. Bukankah selama ini Zayyan sangat membencinya, lalu kenapa tiba-tiba saja lelaki itu memberikan tawaran yang tidak akan bisa Zea terima? "Apa kau masih mencintai kak Zayyan?" tanya Zavier penuh selidik. Zea malah bingung, terlihat wanita itu beberapa kali menelan salivanya. Wajahnya tampak gugup dan juga merona. Zea tak bisa berbohong,
"Mau ke mana Grace?" gumam Leigh yang tidak sengaja melihat istrinya itu masuk ke dalam mobil. "Nyonya seperti terlihat buru-buru, Tuan," ujar Riley. "Ikuti dia, Rey!" titah Leigh. "Baik, Tuan," jawab Riley menancapkan gas mobilnya. Beberapa hari ini gerak-gerik Grace memang sangat mencurigakan. Wanita itu seperti pencuri yang terlihat mengendap-endap dan penuh ketakutan. Sebenarnya apa yang disembunyikan oleh Grace? Kenapa dia terlihat sangat takut? "Rey, selama ini aku memang telah lengah tidak memintamu menyelidiki kematian istriku. Entah kenapa, setelah puluhan tahun aku bath menyadari hal ini? Aku yakin jika Jane bukan mati karena penyakit, pasti ada sesuatu yang terjadi padanya saat aku perjalanan bisnis ke Jerman. Tolong selidiki, Rey! Walau ini sudah berlalu cukup lama!" perintah Leigh pada asistennya itu. "Iya, Tuan," jawab Riley mengangguk seraya masih fokus menyetir. Pria berusia itu menarik napas sedalam mungkin. Kenangannya bersama almarhum sang istri masih saja te
Zea terduduk melamun di kamarnya. Pertemuan singkatnya dengan Zayyan tadi benar-benar membuat hatinya seketika goyah. Kembali pada lelaki itu? Ah, rasanya tak pernah terbayangkan dalam hidup Zea. Bahkan tujuan dia datang ke Indonesia bukanlah untuk membuat hubungan mereka kembali, dia benar-benar hanya ingin bertemu sang ayah minta maaf pada lelaki yang sudah dia tinggalkan tersebut. "Ayah, aku harus bagaimana?" Jika berbicara tentang perasaan, tentu Zea senang jika akhirnya bisa menikah dengan Zayyan. Namun, lagi-lagi tak ada egois yang bisa dia simpan. Halangannya masih tetap sama yaitu Zevanya. Sang kakak, masih seperti dulu mengancam dan terus mengancam dirinya. Jika dulu, Zea terkesan tak peduli walau akhirnya tetap pergi. Namun, berbeda dengan Sekarang. Ada anak-anak yang harus dia lindungi. Apalagi Zea tahu seberapa nekad sang kakak jika menginginkan sesuatu yang benar-benar dia incar. "Aku takut, Ayah," ucapnya. Zea pejamkan mata sejenak. "Aku mencintai lelaki itu. Tapi, ba
"Brengsek!" pekik Leigh memukul kuat jok mobil. "Jadi, selama ini yang membunuh Jane adalah Grace?" Rahang lelaki tua itu mengeras seketika. Bahkan urat-urat lehernya terlihat begitu jelas. "Benar, Tuan. Semua juga atas rencana kedua orang tua Anda, Tuan," jelas Riley. "Rencana kedua orang tuaku?" Leigh menatap asistennya tak percaya. "Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan, memang ayah Anda yang sudah meminta nyonya Grace untuk terlibat pembunuhan atas kematian nyonya Jane, Tuan," tukas Riley lagi menjelaskan. Pupil mata Leigh seperti hendak keluar dari kelopak matanya. Ada marah serta kebencian yang terlihat jelas dari netra tajamnya. Dia berusaha mengontrol diri agar mampu mengendalikannya emosi. Sebab, jika amarahnya sudah meledak. Maka dia akan berubah menjadi manusia paling kegam di muka bumi ini. Tak pernah dia sangka jika orang tua yang begitu dirinya hormati dan sayangi, adalah penyebab dari segala penderitaannya. "Tangkap wanita iblis itu. Jangan biarkan lolos!" tita
"Menikahlah denganku, Zea!" pinta Zayyan dengan tatapan mata yang serius. "Mari kita rawat anak-anak kita bersama," ujarnya. Zea masih diam dan sesekali menelan saliva dengan susah payah. Keputusan yang saat ini belum bisa Zea ambil. Entah apa yang membuat dirinya begitu berat menerima lamaran Zayyan. "Kak." Lidah Zea terasa kelu. "Apa kau menolakku lagi, Zea?" tanya Zayyan. "Seharusnya aku membencimu karena kau sudah meninggalkan aku tanpa berpamitan. Tapi, kenapa aku tidak bisa membencimu? Karena aku mencintaimu, sangat!" jelasnya kemudian. Lelaki itu menatap iris mata coklat Zea yang selalu membuat dadanya berdebar. Pesona wanita ini selalu tak bisa membuat dirinya berpaling sama sekali. Zea menunduk dengan jari-jemari yang saling meremas satu sama lain. Keringat dingin membasahi dahinya. Sementara Zayyan tersenyum kecut. Sudah dia duga, wanita ini sama sekali tak berubah dan masih enggan menatap dirinya. Apa yang kurang dari Zayyan? Dia begitu tampan dan juga kaya raya. Zayya
Kejuaraan nasional OPL musim semi telah tiba. Tak ada yang bisa Zavier dan Sean lakukan untuk mencegah si kembar ikut bertanding. Sebab, mereka berdua tidak mau membunuh mimpi anak-anak Zea. Walaupun ada perasaan takut yang sedikit demi sedikit terkikis karena Zayyan tidak mungkin menyakiti anak-anaknya sendiri. Begitu juga dengan Zea yang tampak tak tenang. Setelah penolakannya pada Zayyan saat itu. Lelaki tersebut benar-benar menghilang dan tak pernah lagi datang memberi kabar. Zea berjongkok menatap ketiga anaknya. Mau tak mau dia harus ikut ke Tiongkok dan menemani si kembar untuk ikut pertandingan. "Kalian semangat ya, doa Mommy selalu menyertai!" ucapnya mengecup satu persatu kening ketiga bocah kembar itu. "Mommy jangan sedih lagi!" Jari-jemari mungil Ziva mengusap pipi lembut sang ibu. "Terima kasih, Sayang." Zea memeluk anaknya dengan perasaan hancur. Merasa bersalah karena tidak bisa menyediakan kebahagiaan yang sesungguhnya untuk mereka. "Maafkan Mommy." Zavier dan Se
"Apa yang kau lakukan, Leigh?!" teriak Grace berusaha memberontak ketika para anak buah sang suami malah memasung dirinya seperti pencuri. "Apa yang aku lakukan?" Leigh tertawa mengejek.Lelaki paruh baya yang masih tampan meski sudah berusia itu, berjalan menghampiri istrinya. Tak dia sangka wanita yang dikira baik seperti Grace, ternyata adalah duri yang menusuk-nusuk hatinya hingga mengeluarkan banyak darah. "Kau pikir aku tidak tahu bahwa kaulah yang membunuh Jane!" DegSeketika tubuh Grace bergetar hebat dengan wajah pucat tanpa darah. Wanita itu berusaha menyangkal dengan beberapa kali menggelengkan kepalanya, seolah tak mau mengakui semua perbuatannya. "B-bag-aimana ka-u bisa tahu?" tanya Grace gugup. Tak lupa wajah ketakutan terlihat jelas dari ekspresinya. Sebab dia tahu sekejam apa lelaki yang berstatus suaminya itu. "Kau lupa siapa aku?" Leigh mengangkat dagu istrinya itu. "Katakan padaku, apa kau bekerjasama dengan kedua orang tuaku?" tanyanya. Grace terdiam seraya m