"Om... Aku nggak mau di unboxing ya..."
Kalimat itu yang pertama kali terucap dari mulut Acha saat Arsen baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Mendengar kalimat itu, Arsen tertawa dengan keras. "Kok om ketawa? Emang ada yang lucu?" tanya gadis cantik yang baru saja menjadi istri dari Arsen. "Ya, kamu ngapain ngomong kayak gitu?" "Ya kan, kita ini sudah menikah. Om itu suami, aku itu istrinya om. Kalau udah suami istri kan, si istri bakalan di unboxing suaminya." "Ya terus?" sahut Arsen dengan malas. "Ya, terus kan aku masih perawan dan masih kuliah. Nanti kalau aku di-unboxing sama om, terus perut aku jadi besar gimana? Nanti semua teman-temanku bakalan tau kalau aku sudah menikah." Arsen masih diam mendengarkan kalimat yang keluar dari Acha. “Jadi…” Acha menaruh sebuah guling di tengah-tengah ranjang mereka. “Untuk mencegah hal itu terjadi, Om nggak boleh melewati batas ini ya.” Arsen tertawa melihat kelakuan dari istrinya itu. "Baiklah. Saya tidak akan unboxing kamu dulu kalau gitu. Udah ya, kamu nggak capek ngomong panjang lebar kayak gitu?" potong Arsen sebelum Acha melanjutkan kicauannya. Acha mengangguk. "Iya, aku capek, Om. Aku haus, mau minum. " ujarnya pelan. Arsen mendengus kecil, kemudian berjalan ke arah kulkas mini dan mengambilkan sebotol air mineral untuk istrinya. "Sudah, Om. Terimakasih banyak," ucap Acha sambil menyodorkan botol air mineral yang masih tersisa itu kepada Arsen. "Yasudah, ayo tidur. Saya lelah sekali hari ini," ajak pria itu dengan tegas. Arsen lalu meletakkan botol yang diberikan istrinya tadi di atas nakas, tak lupa pula mematikan lampu kamar dan hanya menghidupkan lampu tidur yang berada di sisi tempat tidur mereka. Lalu selanjutnya pria itu masuk ke dalam selimut dan merebahkan dirinya di samping sang istri, kemudian menutup kedua matanya. Acha menatap ke arah Arsen. Dipikir-pikir lagi, ini adalah malam pertama Acha tidur tanpa sang ibu. Sekalipun sudah besar, ia memang masih ditemani oleh sang ibu. Masalahnya, untuk pertama kalinya ia tidur bersama dengan orang lain yang bukan ibunya. Acha menghela nafasnya, agak ragu juga. Namun pada akhirnya ia pun mencoba memanggil Arsen. "Om... " panggil Acha pelan. "Hmm.." gumam pria itu dengan malas. "Om, aku nggak bisa tidur." "Hmm..." "Om.. Aku nggak bisa tidur,” ujar gadis itu pelan. "Pejamkan matanya biar gampang tidurnya." "Udah, aku tetap nggak bisa tidur, Om." "Ya sudah, coba kamu hitung domba. " "Oke, Om… " jawab Acha. Gadis itu mulai menghitung domba supaya bisa tertidur. "1 anak domba, 2 anak domba, 3 anak domba, 4 anak domba, 5 anak domba, 99 anak domba, 110 anak domba... 200 anak domba.. 390 anak domba.. 499 anak domba.." Hingga saat menghitung yang ke 500 anak domba, gadis itu masih belum bisa tidur juga. Matanya semakin terang dan melotot, seakan-akan tengah mencari domba yang lain di depan matanya. "Om..." "Apa lagi?" gumam Arsen. "Udah 500 anak dombanya.." "Terus?" "Dombanya sudah habis, Om. Gimana dong?" "Ya, Tuhan, Acha... Saya ngantuk sekali ini, besok saya harus meeting pagi," ujar pria itu kesal kepada istri kecilnya, matanya bahkan sudah terbuka lebar sekarang. "Tapi dombanya habis. Udah pada pergi semua, " jawab Acha tanpa merasa bersalah. "Terus saya harus gimana?" sentak Arsen frustasi. Acha yang terkejut karena sedikit dibentak, hanya bisa memeluk bantalnya dan berkata dengan sedih. “Mama nggak pernah bentak-bentak aku. Mama selalu peluk aku setiap kali mau tidur…” Arsen menghela nafas panjang, kemudian memindahkan guling yang berada ditengah mereka dan membuangnya ke sisi bagian belakang tubuhnya, dan membuka tangannya dan menyuruh istrinya mendekat. "Sini, peluk saya biar bisa tidur." ucap pria itu pelan. Sepasang mata Acha membelalak terkejut. Ia memang selalu dipeluk sang ibu setiap kali akan tidur, namun sekarang yang menawarinya justru pria yang sudah menjadi suaminya itu. Bagaimana ini? Karena tidak adanya jawaban dari Acha, Arsen kemudian merapatkan tubuhnya, dan melingkarkan lengannya. “Sudah, sekarang ayo tidur…” Acha terdiam kaku. Ia bisa merasakan nafas hangat dari suaminya itu. “Jangan tegang gitu. Cepat tidur, besok kamu ada kelas, kan?” Berkali-kali Acha mengerjapkan kedua matanya. Kali ini usapan lembut Arsen di kepalanya mampu membuatnya sedikit lebih tenang. Acha yang juga merasa mulai mengantuk akhirnya menutup kedua matanya perlahan. Tubuhnya mulai rileks, dan sebelum benar-benar tertidur, ia berbisik pelan, “Terima kasih, Om Arsen…”Pagi hari yang begitu cerah, terlihat awan putih yang bergerak di atas langit.Matahari pun memancarkan sinarnya yang sangat terang, hingga menembus ke dalam kamar pasangan pengantin baru. Suhu ruangan yang semakin dingin tidak juga membangunkan keduanya. Acha yang menggumam pelan merasa sedikit terusik karena cahaya matahari, semakin mendekat ke arah Arsen dan menaruh kepalanya di atas tubuh pria itu tanpa disadarinya. Arsen yang merasa ada beban berat yang menimpa dadanya dan pelukan di pinggangnya, seketika terbangun. Dilihatnya Acha tengah tertidur di atas dadanya dengan bibir yang sedikit terbuka. Pria itu hanya membiarkannya tanpa ingin membangunkan gadis itu sama sekali, raut wajahnya terlihat dingin tanpa ekspresi. Ia hanya menunggu Acha segera bangun. Tangan Acha semakin merambat ke seluruh tubuh pria itu, hingga membuat Arsen mengeram kesal. Bisa bisanya sang istri menyentuhnya tanpa sadar!Sentuhan tangan Acha semakin turun, hingga ia merasakan ada benda lunak yang di t
Iris cokelat itu memindai seluruh tubuhnya mengecek penampilannya yang sudah rapih dengan mengenakan dress berwarna merah yang kontras dengan kulitnya yang bening. Arsen yang baru saja kembali masuk ke dalam kamar, usai menghubungi Asistennya di balkon kamar, melihat gadis itu yang tampak berputar-putar di depan cermin. “Mau berapa lama lagi kamu bertingkah centil seperti itu?“ Arsen menyindir gadis itu, membuat Acha mendengus kesal menatap tajam ke arah pria itu. “Bukan urusan, Om! Acha juga nggak nyuruh Om lihatin Acha lagi ngapain!“ Pria itu menggelengkan kepala, merasa geli akan tingkah gadis yang sudah menjadi istrinya tersebut. Arsen bahkan bingung, apa yang dilihat oleh orangtuanya hingga membiarkannya untuk menikah dengan gadis muda yang tidak cocok disandingkan dengannya. “Kenapa? Om lagi menghina Acha di dalam hati, kan?“ Omel gadis itu lagi, hidungnya kembang kempis. “Kamu sakit, ya?“ sahut Arsen sinis. “Maksud Om apa? Om mau bilang Acha sakit jiwa, gitu?“ Emosi
Setelah sarapan, Acha mengikuti Arsen yang berjalan di depannya dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku. Acha terlihat begitu kesal karena pria itu tidak menawarkan bantuan untuk membawakan koper miliknya. Arsen dengan santainya melewati Acha tanpa berniat membantu sama sekali, sekalipun dia mengetahui bahwa sang istri tengah kesusahan. Sampai di depan lift, Acha segera masuk ke dalam kotak besi itu dan berdiri di samping Arsen yang menatap lurus ke depan. Pria itu menyunggingkan senyuman tipis saat melirik istrinya yang komat kamit tidak jelas. Ting! Suara dentingan lift pun berbunyi dan pintu akhirnya terbuka. Liam, asisten pribadi Arsen yang sudah menunggu di depan lift segera membantu Acha, sang Nyonya Muda untuk membawakan kopernya. “Terima kasih, Om. Om memang pengertian sekali tidak seperti Om jelek yang satu itu!” sindir Acha lalu mendengus kesal sembari melirik Arsen yang tampak biasa saja. Liam hanya tersenyum canggung. Ia takut salah berbicara, ditambah lagi
“Selamat datang sayang.” Suara ceria seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan pasangan suami istri itu. Lia, ibu kandung dari Arsen memeluk Acha yang tersenyum canggung, karena untuk pertama kalinya dia memasuki mansion besar itu dengan statusnya sebagai istri dari Arsen. Hanung yang berdiri di samping istrinya, mengusap kepala Acha dengan lembut.“Selamat datang nak,” ucap Hanung setelah Acha menyalami tangannya dengan sopan.“Ayo masuk, kalian berdua pasti sudah sangat lelah,” ajak Lia. Wanita paruh baya itu pun menggandeng lengan Acha dan membawa gadis itu memasuki mansion, sementara Arsen dengan raut wajahnya yang datar mengikuti kedua wanita itu berjalan bersama Hanung sambil sesekali berbicara. “Langsung ke kamar aja yuk, biar Acha bisa langsung istirahat,” kata Lia. Keempatnya pun segera memasuki lift menuju kamar Arsen di lantai 2. Sesampainya di depan kamar, Lia pun membuka pintu kamar tersebut. Baru saja masuk ke dalam, Acha merasa ruangan itu sangat monoton. Kama
“Papa, kok bisa-bisanya ngusulin perjodohan ini, sih? Gak bisa lah, aku gak setuju!" teriak Acha dengan keras.Sebuah perjodohan tak terduga telah diatur untuk Acha, seorang gadis berumur 21 tahun, dengan Arsen, seorang CEO berumur 33 tahun. Pria yang lebih cocok menjadi pamannya sendiri! Bagaimana mungkin papanya tega melakukan ini?"Sayang, jangan teriak-teriak dong! Papa bisa budek nih!" Nathan menutup telinganya, ia terlihat kesal pada putri kesayangannya itu. Ia kemudian menarik nafas sejenak. “Papa nggak punya pilihan lain, Acha. Kakak kamu sudah punya pacar dan akan segera menikah. Mau ditaruh dimana wajah papa kalau keluarga Artanto mendengar perjodohannya tidak akan terjadi?"Acha terlihat sangat kesal. “Tapi, Pa, Acha nggak mau menikah muda. Papa kan tau Acha masih kuliah. Gimana kalau orang-orang tau kalau Acha sudah menikah? Apalagi Om Arsen juga sudah tua, Pa. Batalin aja perjodohannya, ya?“ pinta Acha. Wajahnya terlihat memelas. Nathan menarik nafas dalam. Pria itu sem
“Lepaskan aku, Om! Aku tidak menginginkan pernikahan ini!” Acha memohon agar Arsen membebaskannya dari rencana pernikahan yang sebentar lagi akan dimulai.“Jangan bertingkah konyol Acha, jika kamu tidak ingin mempermalukan orang tuamu! Aku tidak main-main dengan ucapanku ini.” Arsen memberi penekanan di setiap kata-katanya. “Tapi aku tidak mau nikah sama Om.”“Sayangnya, orang tuamu dan juga keluarga besarku sudah sepakat mengenai perjodohan ini. Dan kamu tidak berhak untuk menolakku, sekarang ikut denganku masuk ke dalam!” Sentak Arsen, pria jangkung itu menarik tangan Acha untuk kembali masuk ke dalam gereja.“Lepasin dulu tanganku, aku bisa jalan sendiri, Om!” Acha berontak, mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Arsen. Arsen tidak menjawab, ia hanya terus mengeratkan genggamannya. “Aku tidak akan kabur lagi, memangnya Om tidak melihat gaunku berat seperti ini?”Namun tak ada jawaban dari pria itu. Acha merasa sangat kesal, dan dia juga marah. Tapi tak bisa berbuat apa-ap
“Kamu sudah siap untuk ritual malam pertama kita?” Tanya Arsen kepada sang istri. Acha memutar bola matanya, merasa kesal dengan pertanyaan itu. “Nggak lucu, Om,” jawabnya dengan ketus.“Ternyata kalau lagi marah seperti ini, lucu juga. Kamu tenang saja, aku tidak akan bermain kasar kok.” Lagi, Arsen sepertinya sangat senang menggoda Acha. “Bisa diam tidak?” Bentak Acha, hilang sudah kesabarannya. Acha tidak peduli jika yang dilakukan itu akan membuat Arsen murka, tapi Acha tidak bisa menahan kesal dan marahnya lagi. Sejak tadi pria itu terus saja membuatnya kesal.Arsen hanya tersenyum tipis menanggapi kemarahan istrinya itu. Tak berapa lama, mobil yang membawa mereka berdua memasuki halaman parkir sebuah hotel mewah.“Selamat datang, Tuan dan Nyonya.” Sapa pelayan hotel dengan ramah pada Arsen dan Acha.Pelayan mengantarkan pasangan baru itu ke kamar mereka.“Silakan menikmati bulan madunya, Tuan dan Nyonya. Jika perlu sesuatu, silakan hubungi kami.” Sang pelayan membungkukkan t