Share

Bab 3

“Kamu sudah siap untuk ritual malam pertama kita?” Tanya Arsen kepada sang istri.

Acha memutar bola matanya, merasa kesal dengan pertanyaan itu. “Nggak lucu, Om,” jawabnya dengan ketus.

“Ternyata kalau lagi marah seperti ini, lucu juga. Kamu tenang saja, aku tidak akan bermain kasar kok.” Lagi, Arsen sepertinya sangat senang menggoda Acha.

“Bisa diam tidak?” Bentak Acha, hilang sudah kesabarannya.

Acha tidak peduli jika yang dilakukan itu akan membuat Arsen murka, tapi Acha tidak bisa menahan kesal dan marahnya lagi. Sejak tadi pria itu terus saja membuatnya kesal.

Arsen hanya tersenyum tipis menanggapi kemarahan istrinya itu.

Tak berapa lama, mobil yang membawa mereka berdua memasuki halaman parkir sebuah hotel mewah.

“Selamat datang, Tuan dan Nyonya.” Sapa pelayan hotel dengan ramah pada Arsen dan Acha.

Pelayan mengantarkan pasangan baru itu ke kamar mereka.

“Silakan menikmati bulan madunya, Tuan dan Nyonya. Jika perlu sesuatu, silakan hubungi kami.” Sang pelayan membungkukkan tubuhnya, kemudian berlalu pergi.

Tinggallah mereka berdua, dengan situasi yang sangat kaku. Acha sangat membenci situasi ini, ia terus saja merutuki dirinya sendiri yang gagal kabur di hari pernikahannya.

“Apakah kau akan berdiri sampai pagi di sana?” Pertanyaan Arsen membuyarkan Acha dari lamunannya.

Dengan ragu-ragu, Acha memilih untuk duduk di sofa panjang yang ada di kamar hotel itu, dia merasa sangat lelah karena harus menggunakan gaun yang lumayan berat.

Pikiran Acha berkecamuk, membayangkan hal-hal yang sama sekali tidak pernah terlintas sedikitpun di benaknya. Melewati malam pertama pernikahan, dengan seorang pria yang usianya terpaut jauh di atasnya.

“Ya Tuhan, apa yang akan terjadi padaku selanjutnya? Aku sungguh-sungguh tidak menerima pernikahan ini, apa yang akan dilakukan oleh Om Arsen?”

Arsen yang melihat kekhawatiran di dalam ekspresi Acha, kemudian berkata, “Pergilah ke kamar mandi lebih dulu.”

Acha tak banyak bicara, sejujurnya dia juga merasa sangat tidak nyaman dengan gaun yang dikenakannya itu. Ia segera melesat ke kamar mandi, untuk membersihkan tubuhnya dan juga mengganti pakaian itu dengan baju tidur biasa. Namun, ia baru menyadari sesuatu.

“Astaga! Aku mau ganti dengan baju apa? Di sini hanya tersisa handuk ini, mana mungkin aku keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk saja. Kenapa aku bisa lupa membawa baju ganti? Bodoh, aku benar-benar bodoh.” Lagi-lagi, Acha merutuki kesialan yang menimpa dirinya.

Acha bingung harus berbuat apa, dia tidak mungkin keluar tanpa mengenakan pakaian. Sementara gaun sudah terlepas dan kondisinya sudah basah, dia juga tidak mungkin keluar dengan hanya menggunakan handuk itu saja.

“Bisa-bisa, Om Arsen akan berpikir bahwa aku sengaja melakukan ini jika keluar hanya menggunakan handuk saja,” gumam Acha, bingung dan juga marah serta kesal pada dirinya sendiri.

Sementara di luar kamar mandi, berulang kali Arsen melihat ke arah pintu kamar mandi. Sudah lebih dari 10 menit, tapi Acha belum juga keluar dari sana.

“Apa saja yang sedang dilakukan oleh gadis itu? Kenapa dia lama sekali?”

Karena merasa terlalu lama menunggu Acha keluar dari kamar mandi, Arsen memutuskan untuk mengetuk pintunya saja.

Tok….tok….tok….

Acha terlonjak kaget, mendengar ketukan pintu dari luar.

“Ya…. Sebentar!” Teriaknya dari dalam kamar mandi.

“Kamu ngapain saja sih di dalam? Kenapa lama sekali? Cepat keluar!” Seru Arsen dari depan pintu kamar mandi.

Kebingungan nampak terlihat dari wajah Acha, dia sudah memakai handuk kimono itu. Tapi dia tidak punya keberanian untuk keluar, dan memperlihatkan kepada Arsen apa yang Acha pakai.

“Acha…. Sudah belum?” Arsen kembali berteriak.

Tidak ada pilihan lain, mau tidak mau Acha harus keluar meski dia harus menahan malu di hadapan Arsen. Karena tidak mungkin juga, Acha meminta tolong kepada Arsen untuk mengambilkan baju ganti untuknya.

Cklek…

Perlahan, pintu kamar mandi pun dibuka oleh Acha. Ia menyembulkan kepalanya. Sementara tubuhnya masih tertutup oleh pintu kamar mandi yang terbuka hanya separuh.

“Kenapa kamu masih di dalam? Cepat keluar sana,” ucap Arsen merasa heran, melihat Acha yang hanya menyembulkan kepalanya saja.

Acha tidak menjawab, dia merapatkan handuknya supaya tidak ada celah yang terbuka. Dengan muka yang memerah, Acha memberanikan diri untuk keluar dari sana.

“Permisi, Om. Aku mau lewat,” ucap Acha dengan suara pelan.

Sementara Arsen kini terlihat mati-matian menahan dirinya sendiri. “Kenapa gadis itu hanya mengenakan handuk saja, sih?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status