“Kamu sudah siap untuk ritual malam pertama kita?” Tanya Arsen kepada sang istri.
Acha memutar bola matanya, merasa kesal dengan pertanyaan itu. “Nggak lucu, Om,” jawabnya dengan ketus. “Ternyata kalau lagi marah seperti ini, lucu juga. Kamu tenang saja, aku tidak akan bermain kasar kok.” Lagi, Arsen sepertinya sangat senang menggoda Acha. “Bisa diam tidak?” Bentak Acha, hilang sudah kesabarannya. Acha tidak peduli jika yang dilakukan itu akan membuat Arsen murka, tapi Acha tidak bisa menahan kesal dan marahnya lagi. Sejak tadi pria itu terus saja membuatnya kesal. Arsen hanya tersenyum tipis menanggapi kemarahan istrinya itu. Tak berapa lama, mobil yang membawa mereka berdua memasuki halaman parkir sebuah hotel mewah. “Selamat datang, Tuan dan Nyonya.” Sapa pelayan hotel dengan ramah pada Arsen dan Acha. Pelayan mengantarkan pasangan baru itu ke kamar mereka. “Silakan menikmati bulan madunya, Tuan dan Nyonya. Jika perlu sesuatu, silakan hubungi kami.” Sang pelayan membungkukkan tubuhnya, kemudian berlalu pergi. Tinggallah mereka berdua, dengan situasi yang sangat kaku. Acha sangat membenci situasi ini, ia terus saja merutuki dirinya sendiri yang gagal kabur di hari pernikahannya. “Apakah kau akan berdiri sampai pagi di sana?” Pertanyaan Arsen membuyarkan Acha dari lamunannya. Dengan ragu-ragu, Acha memilih untuk duduk di sofa panjang yang ada di kamar hotel itu, dia merasa sangat lelah karena harus menggunakan gaun yang lumayan berat. Pikiran Acha berkecamuk, membayangkan hal-hal yang sama sekali tidak pernah terlintas sedikitpun di benaknya. Melewati malam pertama pernikahan, dengan seorang pria yang usianya terpaut jauh di atasnya. “Ya Tuhan, apa yang akan terjadi padaku selanjutnya? Aku sungguh-sungguh tidak menerima pernikahan ini, apa yang akan dilakukan oleh Om Arsen?” Arsen yang melihat kekhawatiran di dalam ekspresi Acha, kemudian berkata, “Pergilah ke kamar mandi lebih dulu.” Acha tak banyak bicara, sejujurnya dia juga merasa sangat tidak nyaman dengan gaun yang dikenakannya itu. Ia segera melesat ke kamar mandi, untuk membersihkan tubuhnya dan juga mengganti pakaian itu dengan baju tidur biasa. Namun, ia baru menyadari sesuatu. “Astaga! Aku mau ganti dengan baju apa? Di sini hanya tersisa handuk ini, mana mungkin aku keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk saja. Kenapa aku bisa lupa membawa baju ganti? Bodoh, aku benar-benar bodoh.” Lagi-lagi, Acha merutuki kesialan yang menimpa dirinya. Acha bingung harus berbuat apa, dia tidak mungkin keluar tanpa mengenakan pakaian. Sementara gaun sudah terlepas dan kondisinya sudah basah, dia juga tidak mungkin keluar dengan hanya menggunakan handuk itu saja. “Bisa-bisa, Om Arsen akan berpikir bahwa aku sengaja melakukan ini jika keluar hanya menggunakan handuk saja,” gumam Acha, bingung dan juga marah serta kesal pada dirinya sendiri. Sementara di luar kamar mandi, berulang kali Arsen melihat ke arah pintu kamar mandi. Sudah lebih dari 10 menit, tapi Acha belum juga keluar dari sana. “Apa saja yang sedang dilakukan oleh gadis itu? Kenapa dia lama sekali?” Karena merasa terlalu lama menunggu Acha keluar dari kamar mandi, Arsen memutuskan untuk mengetuk pintunya saja. Tok….tok….tok…. Acha terlonjak kaget, mendengar ketukan pintu dari luar. “Ya…. Sebentar!” Teriaknya dari dalam kamar mandi. “Kamu ngapain saja sih di dalam? Kenapa lama sekali? Cepat keluar!” Seru Arsen dari depan pintu kamar mandi. Kebingungan nampak terlihat dari wajah Acha, dia sudah memakai handuk kimono itu. Tapi dia tidak punya keberanian untuk keluar, dan memperlihatkan kepada Arsen apa yang Acha pakai. “Acha…. Sudah belum?” Arsen kembali berteriak. Tidak ada pilihan lain, mau tidak mau Acha harus keluar meski dia harus menahan malu di hadapan Arsen. Karena tidak mungkin juga, Acha meminta tolong kepada Arsen untuk mengambilkan baju ganti untuknya. Cklek… Perlahan, pintu kamar mandi pun dibuka oleh Acha. Ia menyembulkan kepalanya. Sementara tubuhnya masih tertutup oleh pintu kamar mandi yang terbuka hanya separuh. “Kenapa kamu masih di dalam? Cepat keluar sana,” ucap Arsen merasa heran, melihat Acha yang hanya menyembulkan kepalanya saja. Acha tidak menjawab, dia merapatkan handuknya supaya tidak ada celah yang terbuka. Dengan muka yang memerah, Acha memberanikan diri untuk keluar dari sana. “Permisi, Om. Aku mau lewat,” ucap Acha dengan suara pelan. Sementara Arsen kini terlihat mati-matian menahan dirinya sendiri. “Kenapa gadis itu hanya mengenakan handuk saja, sih?”"Om... Aku nggak mau di unboxing ya..." Kalimat itu yang pertama kali terucap dari mulut Acha saat Arsen baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Mendengar kalimat itu, Arsen tertawa dengan keras."Kok om ketawa? Emang ada yang lucu?" tanya gadis cantik yang baru saja menjadi istri dari Arsen. "Ya, kamu ngapain ngomong kayak gitu?""Ya kan, kita ini sudah menikah. Om itu suami, aku itu istrinya om. Kalau udah suami istri kan, si istri bakalan di unboxing suaminya.""Ya terus?" sahut Arsen dengan malas. "Ya, terus kan aku masih perawan dan masih kuliah. Nanti kalau aku di-unboxing sama om, terus perut aku jadi besar gimana? Nanti semua teman-temanku bakalan tau kalau aku sudah menikah."Arsen masih diam mendengarkan kalimat yang keluar dari Acha. “Jadi…” Acha menaruh sebuah guling di tengah-tengah ranjang mereka. “Untuk mencegah hal itu terjadi, Om nggak boleh melewati batas ini ya.”Arsen tertawa melihat kelakuan dari istrinya itu. "Baiklah. Saya tidak akan unboxing kamu dulu
Pagi hari yang begitu cerah, terlihat awan putih yang bergerak di atas langit.Matahari pun memancarkan sinarnya yang sangat terang, hingga menembus ke dalam kamar pasangan pengantin baru. Suhu ruangan yang semakin dingin tidak juga membangunkan keduanya. Acha yang menggumam pelan merasa sedikit terusik karena cahaya matahari, semakin mendekat ke arah Arsen dan menaruh kepalanya di atas tubuh pria itu tanpa disadarinya. Arsen yang merasa ada beban berat yang menimpa dadanya dan pelukan di pinggangnya, seketika terbangun. Dilihatnya Acha tengah tertidur di atas dadanya dengan bibir yang sedikit terbuka. Pria itu hanya membiarkannya tanpa ingin membangunkan gadis itu sama sekali, raut wajahnya terlihat dingin tanpa ekspresi. Ia hanya menunggu Acha segera bangun. Tangan Acha semakin merambat ke seluruh tubuh pria itu, hingga membuat Arsen mengeram kesal. Bisa bisanya sang istri menyentuhnya tanpa sadar!Sentuhan tangan Acha semakin turun, hingga ia merasakan ada benda lunak yang di t
Iris cokelat itu memindai seluruh tubuhnya mengecek penampilannya yang sudah rapih dengan mengenakan dress berwarna merah yang kontras dengan kulitnya yang bening. Arsen yang baru saja kembali masuk ke dalam kamar, usai menghubungi Asistennya di balkon kamar, melihat gadis itu yang tampak berputar-putar di depan cermin. “Mau berapa lama lagi kamu bertingkah centil seperti itu?“ Arsen menyindir gadis itu, membuat Acha mendengus kesal menatap tajam ke arah pria itu. “Bukan urusan, Om! Acha juga nggak nyuruh Om lihatin Acha lagi ngapain!“ Pria itu menggelengkan kepala, merasa geli akan tingkah gadis yang sudah menjadi istrinya tersebut. Arsen bahkan bingung, apa yang dilihat oleh orangtuanya hingga membiarkannya untuk menikah dengan gadis muda yang tidak cocok disandingkan dengannya. “Kenapa? Om lagi menghina Acha di dalam hati, kan?“ Omel gadis itu lagi, hidungnya kembang kempis. “Kamu sakit, ya?“ sahut Arsen sinis. “Maksud Om apa? Om mau bilang Acha sakit jiwa, gitu?“ Emosi
Setelah sarapan, Acha mengikuti Arsen yang berjalan di depannya dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku. Acha terlihat begitu kesal karena pria itu tidak menawarkan bantuan untuk membawakan koper miliknya. Arsen dengan santainya melewati Acha tanpa berniat membantu sama sekali, sekalipun dia mengetahui bahwa sang istri tengah kesusahan. Sampai di depan lift, Acha segera masuk ke dalam kotak besi itu dan berdiri di samping Arsen yang menatap lurus ke depan. Pria itu menyunggingkan senyuman tipis saat melirik istrinya yang komat kamit tidak jelas. Ting! Suara dentingan lift pun berbunyi dan pintu akhirnya terbuka. Liam, asisten pribadi Arsen yang sudah menunggu di depan lift segera membantu Acha, sang Nyonya Muda untuk membawakan kopernya. “Terima kasih, Om. Om memang pengertian sekali tidak seperti Om jelek yang satu itu!” sindir Acha lalu mendengus kesal sembari melirik Arsen yang tampak biasa saja. Liam hanya tersenyum canggung. Ia takut salah berbicara, ditambah lagi
“Selamat datang sayang.” Suara ceria seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan pasangan suami istri itu. Lia, ibu kandung dari Arsen memeluk Acha yang tersenyum canggung, karena untuk pertama kalinya dia memasuki mansion besar itu dengan statusnya sebagai istri dari Arsen. Hanung yang berdiri di samping istrinya, mengusap kepala Acha dengan lembut.“Selamat datang nak,” ucap Hanung setelah Acha menyalami tangannya dengan sopan.“Ayo masuk, kalian berdua pasti sudah sangat lelah,” ajak Lia. Wanita paruh baya itu pun menggandeng lengan Acha dan membawa gadis itu memasuki mansion, sementara Arsen dengan raut wajahnya yang datar mengikuti kedua wanita itu berjalan bersama Hanung sambil sesekali berbicara. “Langsung ke kamar aja yuk, biar Acha bisa langsung istirahat,” kata Lia. Keempatnya pun segera memasuki lift menuju kamar Arsen di lantai 2. Sesampainya di depan kamar, Lia pun membuka pintu kamar tersebut. Baru saja masuk ke dalam, Acha merasa ruangan itu sangat monoton. Kama
“Papa, kok bisa-bisanya ngusulin perjodohan ini, sih? Gak bisa lah, aku gak setuju!" teriak Acha dengan keras.Sebuah perjodohan tak terduga telah diatur untuk Acha, seorang gadis berumur 21 tahun, dengan Arsen, seorang CEO berumur 33 tahun. Pria yang lebih cocok menjadi pamannya sendiri! Bagaimana mungkin papanya tega melakukan ini?"Sayang, jangan teriak-teriak dong! Papa bisa budek nih!" Nathan menutup telinganya, ia terlihat kesal pada putri kesayangannya itu. Ia kemudian menarik nafas sejenak. “Papa nggak punya pilihan lain, Acha. Kakak kamu sudah punya pacar dan akan segera menikah. Mau ditaruh dimana wajah papa kalau keluarga Artanto mendengar perjodohannya tidak akan terjadi?"Acha terlihat sangat kesal. “Tapi, Pa, Acha nggak mau menikah muda. Papa kan tau Acha masih kuliah. Gimana kalau orang-orang tau kalau Acha sudah menikah? Apalagi Om Arsen juga sudah tua, Pa. Batalin aja perjodohannya, ya?“ pinta Acha. Wajahnya terlihat memelas. Nathan menarik nafas dalam. Pria itu sem
“Lepaskan aku, Om! Aku tidak menginginkan pernikahan ini!” Acha memohon agar Arsen membebaskannya dari rencana pernikahan yang sebentar lagi akan dimulai.“Jangan bertingkah konyol Acha, jika kamu tidak ingin mempermalukan orang tuamu! Aku tidak main-main dengan ucapanku ini.” Arsen memberi penekanan di setiap kata-katanya. “Tapi aku tidak mau nikah sama Om.”“Sayangnya, orang tuamu dan juga keluarga besarku sudah sepakat mengenai perjodohan ini. Dan kamu tidak berhak untuk menolakku, sekarang ikut denganku masuk ke dalam!” Sentak Arsen, pria jangkung itu menarik tangan Acha untuk kembali masuk ke dalam gereja.“Lepasin dulu tanganku, aku bisa jalan sendiri, Om!” Acha berontak, mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Arsen. Arsen tidak menjawab, ia hanya terus mengeratkan genggamannya. “Aku tidak akan kabur lagi, memangnya Om tidak melihat gaunku berat seperti ini?”Namun tak ada jawaban dari pria itu. Acha merasa sangat kesal, dan dia juga marah. Tapi tak bisa berbuat apa-ap