Iris cokelat itu memindai seluruh tubuhnya mengecek penampilannya yang sudah rapih dengan mengenakan dress berwarna merah yang kontras dengan kulitnya yang bening. Arsen yang baru saja kembali masuk ke dalam kamar, usai menghubungi Asistennya di balkon kamar, melihat gadis itu yang tampak berputar-putar di depan cermin.
“Mau berapa lama lagi kamu bertingkah centil seperti itu?“ Arsen menyindir gadis itu, membuat Acha mendengus kesal menatap tajam ke arah pria itu. “Bukan urusan, Om! Acha juga nggak nyuruh Om lihatin Acha lagi ngapain!“ Pria itu menggelengkan kepala, merasa geli akan tingkah gadis yang sudah menjadi istrinya tersebut. Arsen bahkan bingung, apa yang dilihat oleh orangtuanya hingga membiarkannya untuk menikah dengan gadis muda yang tidak cocok disandingkan dengannya. “Kenapa? Om lagi menghina Acha di dalam hati, kan?“ Omel gadis itu lagi, hidungnya kembang kempis. “Kamu sakit, ya?“ sahut Arsen sinis. “Maksud Om apa? Om mau bilang Acha sakit jiwa, gitu?“ Emosi gadis itu meledak-ledak, membuat Arsen semakin ingin menggodanya. “Lah, yang bilang kamu gila, siapa? Saya kan cuma nanya kamu sakit atau tidak. Salah saya dimana?“ Melihat wajah angkuh pria itu, tangan Acha yang terkepal terangkat ke atas seakan-akan tengah meninju pria yang sedang duduk di atas ranjang. Pria itu malah terkekeh geli, menurutnya Acha terlihat begitu aneh. “Berani-beraninya Om ketawain Acha? Maksud Om Arsen apa? Om senang kan lihat Acha jadi istri tertindas?“ “Coba lihat diri kamu, kamu itu lagi ngapain? Kamu mau memukul saya dengan kepalan tangan kamu yang sekecil itu?“ Pria itu tersenyum sinis, mengejek Acha yang tidak ada apa apanya di matanya. Acha semakin kesal, muncul keyakinan di dalam hatinya untuk segera membalas kejahatan pria itu padanya. Seperti ada bohlam menyala di atas kepalanya saat ia menemukan cara untuk membalas perbuatan pria itu. Sebuah senyuman miring terlihat jelas di bibirnya, membuat dahi Arsen mengernyit curiga. “Kenapa kamu? Kesambet?“ ejek Arsen. Acha mendengus sinis mendengar ejekan pria itu, perlahan ia melangkah menuju tempat tidur, tempat pria itu duduk. Hal itu membuat Arsen merasa was was, takut jika Acha melakukan hal di luar nalar manusia. Hanya sepersekian detik, suara ringisan terdengar dari bibir Arsen saat istrinya itu menggigit lengannya sedikit kuat. “Lepas, Acha! Kamu kanibal, ya?“ Arsen bersikap biasa saja, membiarkan gadis itu melampiaskan kemarahannya di tubuh pria itu. Melihat suaminya tidak menjerit sama sekali, gadis itu semakin kuat menancapkan giginya hingga Arsen seketika mendorong kepala Acha agar menjauh darinya. “Awww.. Sakit tau, main dorong-dorong aja!!“ geram Acha, tangannya mengelus kepalanya yang terhuyung ke belakang. “Siapa suruh kamu menggigit saya? Kamu rabies, ya??“ “Om kira aku anjing gila!“ “Kamu merasa jadi anjing gila?“ Arsen mendengus sinis, ia mengusap lengannya yang menimbulkan bekas gigitan. Mata Acha menangkap adanya hasil karya terbaiknya di lengan pria itu, matanya berbinar cerah, bibirnya melengkung sempurna. Arsen yang melihat gadis itu tampak senang dan tidak merasa bersalah sama sekali, menoyor keningnya dan membuat Acha kembali meringis. “Om apa-apaan, sih??!!“ Seru Acha tidak terima, nada suaranya meninggi. Tangannya mengelus keningnya dengan lembut. “Baru gitu aja langsung teriak, gimana kalau saya lakukan malam pertama kita? Yang ada budek saya dengar kamu teriak.“ “Om sudah melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga pada Acha. Om harus tanggung jawab!“ Gadis itu berdiri sembari berkacak pinggang. Arsen menghembuskan nafas kesal, “Sejak kapan saya melakukan KDRT? Saya cuma mendorong wajah kamu, biar menjauh dari lengan saya. Kalau dipikir-pikir saya yang harusnya melaporkan kamu karena sudah menganiaya saya.“ Mendengar ucapan pria itu, hati Acha goyah seketika. Dia mulai menyadari bahwa tadi sempat menggigit lengan suaminya hingga meninggalkan jejak gigitan. “Gimana ini?“ gumam gadis itu di dalam hati, tampak panik. Sudut bibir Arsen naik seketika, melihat raut wajah Acha yang mulai cemas. “Gimana? Masih mau bilang saya yang KDRT?“ sindir pria itu. Acha kelabakan, jantungnya berdetak kencang, namun ia berusaha untuk tetap melawan. “Enak aja Om ngomong gitu! Itu tadi Acha nggak sengaja, karena Om yang mulai duluan,” protes Acha tidak terima. “Saya tidak merasa mulai duluan--” “Tapi, Om ketawain Acha tadi!“ Acha memotong ucapan pria itu. “Kalau saya tertawa, salahnya di bagian mana? Tidak ada yang salah, kan? Semua orang berhak untuk tertawa.“ Acha mulai bingung, “Ya, pokoknya Om tadi ketawain Acha. Acha tuh nggak suka kalau ada yang ketawa di depan Acha.“ “Dasar aneh! Dimana-mana orang kalau ketawa itu, ya terserah dia. Emangnya ada hukumnya yang mengatakan seseorang tidak boleh tertawa di depan orang lain?“ Pria itu tidak habis pikir, sepertinya ada yang salah di otak Acha. “Ya, pokoknya nggak boleh! Udah ah, Om bikin Acha kesal terus, Acha lapar mau makan dulu sebelum berangkat ke kampus!“ Gadis itu segera berjalan menuju nakas dan mencoba menghubungi room service untuk membawakan sarapan. Arsen yang masih duduk di tepi ranjang menggedikkan bahunya, pria itu membiarkan sang istri untuk memesankan sarapan untuk mereka berdua. Sembari menunggu, pria itu beranjak dari ranjang menuju sofa untuk mengemas barang barang pribadi mereka dan memasukkannya ke dalam koper. ***Setelah sarapan, Acha mengikuti Arsen yang berjalan di depannya dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku. Acha terlihat begitu kesal karena pria itu tidak menawarkan bantuan untuk membawakan koper miliknya. Arsen dengan santainya melewati Acha tanpa berniat membantu sama sekali, sekalipun dia mengetahui bahwa sang istri tengah kesusahan. Sampai di depan lift, Acha segera masuk ke dalam kotak besi itu dan berdiri di samping Arsen yang menatap lurus ke depan. Pria itu menyunggingkan senyuman tipis saat melirik istrinya yang komat kamit tidak jelas. Ting! Suara dentingan lift pun berbunyi dan pintu akhirnya terbuka. Liam, asisten pribadi Arsen yang sudah menunggu di depan lift segera membantu Acha, sang Nyonya Muda untuk membawakan kopernya. “Terima kasih, Om. Om memang pengertian sekali tidak seperti Om jelek yang satu itu!” sindir Acha lalu mendengus kesal sembari melirik Arsen yang tampak biasa saja. Liam hanya tersenyum canggung. Ia takut salah berbicara, ditambah lagi
“Selamat datang sayang.” Suara ceria seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan pasangan suami istri itu. Lia, ibu kandung dari Arsen memeluk Acha yang tersenyum canggung, karena untuk pertama kalinya dia memasuki mansion besar itu dengan statusnya sebagai istri dari Arsen. Hanung yang berdiri di samping istrinya, mengusap kepala Acha dengan lembut.“Selamat datang nak,” ucap Hanung setelah Acha menyalami tangannya dengan sopan.“Ayo masuk, kalian berdua pasti sudah sangat lelah,” ajak Lia. Wanita paruh baya itu pun menggandeng lengan Acha dan membawa gadis itu memasuki mansion, sementara Arsen dengan raut wajahnya yang datar mengikuti kedua wanita itu berjalan bersama Hanung sambil sesekali berbicara. “Langsung ke kamar aja yuk, biar Acha bisa langsung istirahat,” kata Lia. Keempatnya pun segera memasuki lift menuju kamar Arsen di lantai 2. Sesampainya di depan kamar, Lia pun membuka pintu kamar tersebut. Baru saja masuk ke dalam, Acha merasa ruangan itu sangat monoton. Kama
“Papa, kok bisa-bisanya ngusulin perjodohan ini, sih? Gak bisa lah, aku gak setuju!" teriak Acha dengan keras.Sebuah perjodohan tak terduga telah diatur untuk Acha, seorang gadis berumur 21 tahun, dengan Arsen, seorang CEO berumur 33 tahun. Pria yang lebih cocok menjadi pamannya sendiri! Bagaimana mungkin papanya tega melakukan ini?"Sayang, jangan teriak-teriak dong! Papa bisa budek nih!" Nathan menutup telinganya, ia terlihat kesal pada putri kesayangannya itu. Ia kemudian menarik nafas sejenak. “Papa nggak punya pilihan lain, Acha. Kakak kamu sudah punya pacar dan akan segera menikah. Mau ditaruh dimana wajah papa kalau keluarga Artanto mendengar perjodohannya tidak akan terjadi?"Acha terlihat sangat kesal. “Tapi, Pa, Acha nggak mau menikah muda. Papa kan tau Acha masih kuliah. Gimana kalau orang-orang tau kalau Acha sudah menikah? Apalagi Om Arsen juga sudah tua, Pa. Batalin aja perjodohannya, ya?“ pinta Acha. Wajahnya terlihat memelas. Nathan menarik nafas dalam. Pria itu sem
“Lepaskan aku, Om! Aku tidak menginginkan pernikahan ini!” Acha memohon agar Arsen membebaskannya dari rencana pernikahan yang sebentar lagi akan dimulai.“Jangan bertingkah konyol Acha, jika kamu tidak ingin mempermalukan orang tuamu! Aku tidak main-main dengan ucapanku ini.” Arsen memberi penekanan di setiap kata-katanya. “Tapi aku tidak mau nikah sama Om.”“Sayangnya, orang tuamu dan juga keluarga besarku sudah sepakat mengenai perjodohan ini. Dan kamu tidak berhak untuk menolakku, sekarang ikut denganku masuk ke dalam!” Sentak Arsen, pria jangkung itu menarik tangan Acha untuk kembali masuk ke dalam gereja.“Lepasin dulu tanganku, aku bisa jalan sendiri, Om!” Acha berontak, mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Arsen. Arsen tidak menjawab, ia hanya terus mengeratkan genggamannya. “Aku tidak akan kabur lagi, memangnya Om tidak melihat gaunku berat seperti ini?”Namun tak ada jawaban dari pria itu. Acha merasa sangat kesal, dan dia juga marah. Tapi tak bisa berbuat apa-ap
“Kamu sudah siap untuk ritual malam pertama kita?” Tanya Arsen kepada sang istri. Acha memutar bola matanya, merasa kesal dengan pertanyaan itu. “Nggak lucu, Om,” jawabnya dengan ketus.“Ternyata kalau lagi marah seperti ini, lucu juga. Kamu tenang saja, aku tidak akan bermain kasar kok.” Lagi, Arsen sepertinya sangat senang menggoda Acha. “Bisa diam tidak?” Bentak Acha, hilang sudah kesabarannya. Acha tidak peduli jika yang dilakukan itu akan membuat Arsen murka, tapi Acha tidak bisa menahan kesal dan marahnya lagi. Sejak tadi pria itu terus saja membuatnya kesal.Arsen hanya tersenyum tipis menanggapi kemarahan istrinya itu. Tak berapa lama, mobil yang membawa mereka berdua memasuki halaman parkir sebuah hotel mewah.“Selamat datang, Tuan dan Nyonya.” Sapa pelayan hotel dengan ramah pada Arsen dan Acha.Pelayan mengantarkan pasangan baru itu ke kamar mereka.“Silakan menikmati bulan madunya, Tuan dan Nyonya. Jika perlu sesuatu, silakan hubungi kami.” Sang pelayan membungkukkan t
"Om... Aku nggak mau di unboxing ya..." Kalimat itu yang pertama kali terucap dari mulut Acha saat Arsen baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Mendengar kalimat itu, Arsen tertawa dengan keras."Kok om ketawa? Emang ada yang lucu?" tanya gadis cantik yang baru saja menjadi istri dari Arsen. "Ya, kamu ngapain ngomong kayak gitu?""Ya kan, kita ini sudah menikah. Om itu suami, aku itu istrinya om. Kalau udah suami istri kan, si istri bakalan di unboxing suaminya.""Ya terus?" sahut Arsen dengan malas. "Ya, terus kan aku masih perawan dan masih kuliah. Nanti kalau aku di-unboxing sama om, terus perut aku jadi besar gimana? Nanti semua teman-temanku bakalan tau kalau aku sudah menikah."Arsen masih diam mendengarkan kalimat yang keluar dari Acha. “Jadi…” Acha menaruh sebuah guling di tengah-tengah ranjang mereka. “Untuk mencegah hal itu terjadi, Om nggak boleh melewati batas ini ya.”Arsen tertawa melihat kelakuan dari istrinya itu. "Baiklah. Saya tidak akan unboxing kamu dulu
Pagi hari yang begitu cerah, terlihat awan putih yang bergerak di atas langit.Matahari pun memancarkan sinarnya yang sangat terang, hingga menembus ke dalam kamar pasangan pengantin baru. Suhu ruangan yang semakin dingin tidak juga membangunkan keduanya. Acha yang menggumam pelan merasa sedikit terusik karena cahaya matahari, semakin mendekat ke arah Arsen dan menaruh kepalanya di atas tubuh pria itu tanpa disadarinya. Arsen yang merasa ada beban berat yang menimpa dadanya dan pelukan di pinggangnya, seketika terbangun. Dilihatnya Acha tengah tertidur di atas dadanya dengan bibir yang sedikit terbuka. Pria itu hanya membiarkannya tanpa ingin membangunkan gadis itu sama sekali, raut wajahnya terlihat dingin tanpa ekspresi. Ia hanya menunggu Acha segera bangun. Tangan Acha semakin merambat ke seluruh tubuh pria itu, hingga membuat Arsen mengeram kesal. Bisa bisanya sang istri menyentuhnya tanpa sadar!Sentuhan tangan Acha semakin turun, hingga ia merasakan ada benda lunak yang di t