Share

Bab 6

Iris cokelat itu memindai seluruh tubuhnya mengecek penampilannya yang sudah rapih dengan mengenakan dress berwarna merah yang kontras dengan kulitnya yang bening. Arsen yang baru saja kembali masuk ke dalam kamar, usai menghubungi Asistennya di balkon kamar, melihat gadis itu yang tampak berputar-putar di depan cermin.

“Mau berapa lama lagi kamu bertingkah centil seperti itu?“ Arsen menyindir gadis itu, membuat Acha mendengus kesal menatap tajam ke arah pria itu.

“Bukan urusan, Om! Acha juga nggak nyuruh Om lihatin Acha lagi ngapain!“

Pria itu menggelengkan kepala, merasa geli akan tingkah gadis yang sudah menjadi istrinya tersebut. Arsen bahkan bingung, apa yang dilihat oleh orangtuanya hingga membiarkannya untuk menikah dengan gadis muda yang tidak cocok disandingkan dengannya.

“Kenapa? Om lagi menghina Acha di dalam hati, kan?“ Omel gadis itu lagi, hidungnya kembang kempis.

“Kamu sakit, ya?“ sahut Arsen sinis.

“Maksud Om apa? Om mau bilang Acha sakit jiwa, gitu?“ Emosi gadis itu meledak-ledak, membuat Arsen semakin ingin menggodanya.

“Lah, yang bilang kamu gila, siapa? Saya kan cuma nanya kamu sakit atau tidak. Salah saya dimana?“

Melihat wajah angkuh pria itu, tangan Acha yang terkepal terangkat ke atas seakan-akan tengah meninju pria yang sedang duduk di atas ranjang. Pria itu malah terkekeh geli, menurutnya Acha terlihat begitu aneh.

“Berani-beraninya Om ketawain Acha? Maksud Om Arsen apa? Om senang kan lihat Acha jadi istri tertindas?“

“Coba lihat diri kamu, kamu itu lagi ngapain? Kamu mau memukul saya dengan kepalan tangan kamu yang sekecil itu?“ Pria itu tersenyum sinis, mengejek Acha yang tidak ada apa apanya di matanya.

Acha semakin kesal, muncul keyakinan di dalam hatinya untuk segera membalas kejahatan pria itu padanya. Seperti ada bohlam menyala di atas kepalanya saat ia menemukan cara untuk membalas perbuatan pria itu. Sebuah senyuman miring terlihat jelas di bibirnya, membuat dahi Arsen mengernyit curiga.

“Kenapa kamu? Kesambet?“ ejek Arsen.

Acha mendengus sinis mendengar ejekan pria itu, perlahan ia melangkah menuju tempat tidur, tempat pria itu duduk. Hal itu membuat Arsen merasa was was, takut jika Acha melakukan hal di luar nalar manusia. Hanya sepersekian detik, suara ringisan terdengar dari bibir Arsen saat istrinya itu menggigit lengannya sedikit kuat.

“Lepas, Acha! Kamu kanibal, ya?“ Arsen bersikap biasa saja, membiarkan gadis itu melampiaskan kemarahannya di tubuh pria itu.

Melihat suaminya tidak menjerit sama sekali, gadis itu semakin kuat menancapkan giginya hingga Arsen seketika mendorong kepala Acha agar menjauh darinya.

“Awww.. Sakit tau, main dorong-dorong aja!!“ geram Acha, tangannya mengelus kepalanya yang terhuyung ke belakang.

“Siapa suruh kamu menggigit saya? Kamu rabies, ya??“

“Om kira aku anjing gila!“

“Kamu merasa jadi anjing gila?“ Arsen mendengus sinis, ia mengusap lengannya yang menimbulkan bekas gigitan.

Mata Acha menangkap adanya hasil karya terbaiknya di lengan pria itu, matanya berbinar cerah, bibirnya melengkung sempurna. Arsen yang melihat gadis itu tampak senang dan tidak merasa bersalah sama sekali, menoyor keningnya dan membuat Acha kembali meringis.

“Om apa-apaan, sih??!!“ Seru Acha tidak terima, nada suaranya meninggi. Tangannya mengelus keningnya dengan lembut.

“Baru gitu aja langsung teriak, gimana kalau saya lakukan malam pertama kita? Yang ada budek saya dengar kamu teriak.“

“Om sudah melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga pada Acha. Om harus tanggung jawab!“ Gadis itu berdiri sembari berkacak pinggang.

Arsen menghembuskan nafas kesal, “Sejak kapan saya melakukan KDRT? Saya cuma mendorong wajah kamu, biar menjauh dari lengan saya. Kalau dipikir-pikir saya yang harusnya melaporkan kamu karena sudah menganiaya saya.“

Mendengar ucapan pria itu, hati Acha goyah seketika. Dia mulai menyadari bahwa tadi sempat menggigit lengan suaminya hingga meninggalkan jejak gigitan.

“Gimana ini?“ gumam gadis itu di dalam hati, tampak panik.

Sudut bibir Arsen naik seketika, melihat raut wajah Acha yang mulai cemas. “Gimana? Masih mau bilang saya yang KDRT?“ sindir pria itu.

Acha kelabakan, jantungnya berdetak kencang, namun ia berusaha untuk tetap melawan. “Enak aja Om ngomong gitu! Itu tadi Acha nggak sengaja, karena Om yang mulai duluan,” protes Acha tidak terima.

“Saya tidak merasa mulai duluan--”

“Tapi, Om ketawain Acha tadi!“ Acha memotong ucapan pria itu.

“Kalau saya tertawa, salahnya di bagian mana? Tidak ada yang salah, kan? Semua orang berhak untuk tertawa.“

Acha mulai bingung, “Ya, pokoknya Om tadi ketawain Acha. Acha tuh nggak suka kalau ada yang ketawa di depan Acha.“

“Dasar aneh! Dimana-mana orang kalau ketawa itu, ya terserah dia. Emangnya ada hukumnya yang mengatakan seseorang tidak boleh tertawa di depan orang lain?“ Pria itu tidak habis pikir, sepertinya ada yang salah di otak Acha.

“Ya, pokoknya nggak boleh! Udah ah, Om bikin Acha kesal terus, Acha lapar mau makan dulu sebelum berangkat ke kampus!“ Gadis itu segera berjalan menuju nakas dan mencoba menghubungi room service untuk membawakan sarapan.

Arsen yang masih duduk di tepi ranjang menggedikkan bahunya, pria itu membiarkan sang istri untuk memesankan sarapan untuk mereka berdua. Sembari menunggu, pria itu beranjak dari ranjang menuju sofa untuk mengemas barang barang pribadi mereka dan memasukkannya ke dalam koper.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status