Share

Bagian 18

Mereka saling diam. Mulut Iyan terasa berat untuk ia buka kembali. Tubuhnya pun ikut mematung. Terasa kaku untuk digerakkan. Seperti itulah gambaran seseorang yang menahan malu.

“Rumi, ambilkan cepat!” Suara Aira terdengar berteriak dari luar.

Mereka bermain di halaman sehingga suaranya terdengar dari ruang tamu.

“Aku sudah lelah, Aira. Kamu saja yang ambil, ya? Gantian, aku yang jagain masak-masakannya. Kaki aku pegel," jawab Rumi terdengar kesal.

“Kamu aja ah yang ambil. Udah cepet sana. Keburu mau dimasak daunnya,” teriak Aira keras.

Iyan melihat ke luar dari sela kaca jendela yang retak.

“Seperti itulah setiap harinya, Mas Iyan. Saya mau menasehati Aira tidak berani. Karena dia kelihatannya keras dan susah dibilangin. Saya merasa karena kami ini keluarga yang tidak mampu, keluarga miskin jadi ya menyuruh Rumi untuk selalu mengalah. Tapi, lama-lama saya kasihan sama anak saya. Mau menyuruh Aira pulang, tidak tega karena pulangnya jauh. Mas Iyan kalau ke sini juga langsung pergi se
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Bunda Widi
Naudzubillah, ada to orang tua macam Iyan... kalau begitu terus, aira bakalan ga punya teman dengan segala sifatnya itu
goodnovel comment avatar
Siti Cheasyach
akibat kelewatan dimanja n dinomor satukan..... salah didikan dr orang tua n ibunya iyan... masih gk sadar jg anaknya begitu
goodnovel comment avatar
ardy75
msh blm sadar diri si iyan laki" otak primitif..!! manusia merk apa si iyan..?? jd laki" pecundang tdk mampu menyadari segala akibat dr otak primitif nya,membuat aira makin teraniaya dgn karakter yg sdh tertanam..iyan iyan laki" sampah..!!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status