Share

Bagian 112

Penulis: Nay Azzikra
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-06 18:37:15

Wanita yang masih memakai kerudung besar dengan bunga melati masih menghias di kepalanya memalingkan muka dan tertawa malu.

"Jangan bersedih terus. Karena kamu akan melewatkan banyak kesempatan untuk tertawa bahagia," ujar Agunng lagi. Kini, telapak tangannya telah berpindah ke ujung kepala yang tertutup khimar.

Anti merasakan sebuah belaian lembut yang terasa menentramkan.

"Ayo, jawab! Mau sedih lagi apa tidak?" tanya Agung dengan wajah yang ia dekatkan pada muka Anti.

Hati lelaki bertubuh tegap itu merasa berdebar-debar sebenarnya. Namun, demi menghibur Anti, ia berusaha membuang jauh rasa gugup yang menguasai dada.

Anti hanya menjawab dengan gelengan kepala. Lalu, ia tersenyum.

"Ayo, kita keluar. Gak enak sama keluarga kamu. Maaf tadi aku terbawa suasana," ajak Anti dan bersiap beranjak.

Namun, lengannya dicekal Agung. "Mau sampai kapan panggil kamu?" tanya Agung lirih. Nadanya ia buat manja. "Coba tanya samaPak Ustadz, boleh tidak, sama suami panggil kamu," tambahnya lagi.

"Em, be
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Rema Melani
kok aku yg deg deg an ya,... wkwkwwk....
goodnovel comment avatar
Bunda Widi
ikut senyum senyum Thor .... ...
goodnovel comment avatar
Mom L_Dza
mereka jatuh cinta dengan orang yang tepat.. rasanya nano-nano
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Lima Belas Ribu   Bagaian 113

    Matahari semakin berjalan ke arah barat. Sinarnya kekuningan, menentramkan hati siapapun yang melihat. Angin sore berhembus pelan, menambah suasana yang cerah semakin terasa damai.“Sudah siap?” Agung bertanya pada istrinya yang tengah mematut diri di depan cermin.“Sudah,” jawab Anti seraya menoleh, menyunggingkan senyum termanisnya.Hari pertama menjadi suami istri, mereka sudah berencana untuk menginap di rumah Agung. Permintaan yang Agung inginkan sebenarnya. Sekaligus ingin mengenalkan sang istri pada tempat tinggalnya selama ini. Hal yang sejatinya konyol, karena pada umumnya, seorang wanita sudah tahu tempat tinggal sang suami sejak sebelum pernikahan terjadi. Akan tetapi, Anti yang memang sangat membatasi diri terhadap Agung, hal tersebut tidak menjadi sebuah hal yang penting untuk tahu bagaiamana kondisi rumah calon pendamping hidupnya.“Kenapa?” Anti bertanya heran, saat melihat pria yang memakai kaus berkerah serta lengan pendek berwarna navi masih berdiri di ruangan kamar

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-06
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 114

    Sepanjang perjalanan mereka terdiam. Motor melaju dengan kecepatan sedang. Angin sore berhembus menerpa wajah keduanya. Akan tetapi, Agung sama sekali tidak merasakan indahnya suasana pengantin baru di sore itu. Hatinya kesal oleh sebab sikap dingin dan kaku sang istri.Tiba-tiba motor berhenti., membuat Anti terhenyak.“Kenapa?” Spontan turun dari motor, ibu sambung Felish bertanya.“Kamu mau jatuh? Berpegangan bisa, ‘kan?” tanya Agung dengan sorot mata kesal.“Motornya ‘kan, berjalan pelan. Jadi, aku tidak mungkin jatuh,” kilah Anti.“Ok, naiklah!” sahut Agung ketus. Membuat Anti bertanya heran, mengapa suaminya berubah.Lagi, sepanjang jalan, mereka hanya saling diam. Hingga sampai di depan rumah mungil di komplek perumahan.Agung masuk lebih dulu tanpa mengajak Anti. Wanita yang memakai khimar besar itu hanya mengikuti dari belakang masih dengan perasaan heran.Pintu terbuka. Sang pemilik rumah sudah lebih dulu melenggang masuk ke dalam kamar. Anti masih mengikuti dari belakang, m

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-06
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 115

    "Kenapa masih di sini?" tanya Agung kaget saat membalikkan badan."Kamu marah?" tanya Anti balik."Marah untuk apa? Untuk yang mana?" Agung balik bertanya kembali."Karena sikapku tadi siang," jawab Anti lirih. Jari jemarinya memainkan ujung khimar yang ia kenakan.Agung tak langsung menjawab. Meletangkan tubuh menghadap langit langit rumah. "Menurutmu?" sahut Agung lirih."Iya, menurut aku kamu marah," sambung Anti.Agung kembali menggerakkan badan. Kali ini, pria itu duduk menyandarkan tubuh pada tembok. "Salahkah aku bila menuntut hal yang seperti tadi sore? Apakah aku masih berdosa bila melakukan hal itu?" ucapnya.Giliran Anti yang diam. "Tidak salah. Hanya saja, aku merasa belum terbiasa. Dan juga, aku merasa sudah tua. Tidak pantas untuk seperti itu," jawab Anti lirih."Lalu, untuk apa kita menikah? Apakah menurut kamu, menikah itu hanya mengucapkan ijab qabul saja? Terus, dulu waktu kamu menikah, kamu ngapain aja?" tanya Agung beruntung dengan nada kesal.“Dulu itu beda dengan

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-09
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 116

    Agung terhenyak dengan ancaman yang diberikan sang istri. Perlahan ia membalikkan tubuh. Dan saat sudah terlentang, yang ia lihat pertama kali adalah Anti yang sudah melepap hijab dan terlihat cantik dengan riasan penuhnya. Sejenak Agung terpana, menyaksikan untuk pertama kalinya wanita yang ia nikahi tadi pagi dalam keadaan berias.Dalam hati mengagumi kepiawaian Anti memoles wajah. Ia sama sekali tidak mengira, wajah yang terbiasa polos tanpa make up tiba-tiba berubah.“Mau pulang naik apa?” tanya Agung lirih. Kekesalannya sedikit mencair saat melihat usaha Anti untuk merayunya.“Jalan kaki juga bisa,” jawab Anti sekenanya.“Enggak takut?” tanya Agung lagi.“Orang sedang galau mana takut,” sahut Anti.“Kamu galau kenapa? Yang harusnya galau itu aku,” celetuk Agung.“Aku jadi tamu di sini, tapi aku dicuekin,”“Kamu yang kaku kayak kanebo kering,”“Ya dikasih air biar gak kaku,” canda Anti.“Itu bisa bercanda. Kenapa tadi siang gak mau?” protes Agung.Anti menunduk. Rasa gugupnya perl

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-09
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 117

    Adzan Shubuh sayup terdengar, Anti menggeliat. Terasa erat dekapan tubuh Agung. Dirinya langsung beranjak bangun dan memberishkan diri di kamar mandi.“Aku bisa melakukan ini ternyata,” gumamnya seorang diri.Bukan sebuah hal yang mudah untuk ia lakukan. Karena ada sebuah rasa trauma dan membenci diri saat mengingat sesuatu hal yang berhubungan dengan ranjang sepsang suami istri. Malam yang ia anggap menakutkan, telah terlewati dengan penuh kebahagiaan. Bersama Agung, Anti melupakan apa itu rasa malu.Guyuran air yang dingin yang membasahi seluruh tubuh, tidak ia rasakan, hingga sebuah ketukan dari luar membuyarkan segala yang sedang ia pikirkan dan ia nikmati. Wanita tanpa sehelai benangpun di dalam kamar mandi mematikan kran agar tidak bunyi.“Siapa?” tanya Anti pada seseorang yang mengetuk pintu.“Suami kamu.” Suara Agung terdengar dari luar.“Astaghfirullah!” Anti baru tersadar, hanya ada dia dan Agung di rumah itu. “Iya, kenapa?” tanyanya lagi.“Buka pintunya!” perintah Agung.“M

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-09
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 118

    “Rambut kamu terlalu panjang. Bolehkah aku memotongnya?” tanya Agung.“Kenapa harus dipotong?” Anti bertanya heran.“Biar kalau keramas cepat kering. Kamu akan mencuci mahkotamu setiap hari karena sekarang kita sudah menikah,” canda Agung membuat Anti tersipu malu.“Aku mau buat teh hangat dulu,” ujar Anti mengalihkan pembicaraan.“Buat apa?” tanya Agung heran.“Ya, buat minum. Masa buat keramas,” sungut Anti. Agung tertawa mendengar istrinya sudah mau melemparkan kalimat candaan.“Gak usah buat minuman. Kita tiduran aja, nanti keramas lagi,” ucapnya manja.“Otaknya kotor melulu,” tukas Anti kesal.Sepasang suami istri itu terus menerus berbincang. Sesekali Anti seperti ngambek karena kata-kata yang diucapkan Agung. Namun, pria itu tetap saja melakukannya. Ia tahu, Anti sebenarnya memiliki rasa trauma. Ia pun sadar, dirinya menjadi bagian dari rasa trauma dan rendah diri itu. Bayangan perilakunya di masa lalu yang suka mengolok-olok ibu kandung Nadia saat bersama, seakan menjadi sebua

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-09
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 119

    “Pelan-pelan makannya, nanti keselek,” ujar Agung memperingatkan Anti.Wanita yang telah resmi menjadi istrinya itu mendongak sebentar dengan menampakkan wajah malu.“Tidak usah malu, aku ini suami kamu. Aku hanya tidak mau kamu tersedak. Kenapa? Lapar, ya? Emang habis kerja apa, sih, kok sampai lapar gitu?” tanya Agung menggoda. Reflek, Anti memukul lengan suaminya. Agung tertawa jahat, lalu terbatuk.“Minumlah!” ucap Anti seraya menyodorkan segelas air putih. “Jangan mengejek orang, atau, kamu kena karmanya seperti saat ini,” lanjutnya seraya mengumpulkan nasi di atas piring.“Rambutnya basah, tadi pagi habis ngapain, sih?” goda Agung setelah batuknya reda.“Oh, aku habis melayani bandot tua. Luar biasa dia, menyiksa aku yang baru genap dua puluh empat jam menjadi istri,” balas Anti kesal. Agung tertawa lagi. Bahagia ia rasa dalam hati, karena wanita yang selalu ia sebut sebagai kanebo kering, kini bisa mencairkan suasana.“Tapi kamu suka, ‘kan sama permainan bandot tua yang kamu ma

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 120

    “Setiap orang yang kenal kamu pasti tahu-la, An, apa yang menimpa dan apa yang kamu inginkan dulu,” sahut Fira. Dari nada dan isi bicaranya, Anti paham kalau Fira masih memendam rasa tidak sukanya.“Terima kasih, kalau masih ingat sesuatu yang aku sendiri sudah lupa,” jawab Anti singkat.“Udah? Gitu aja? Kayak bukan Anti yang dulu,” sahut Fira seraya tersenyum sinis lagi.“Ya, aku inginnya jawab seperti itu. Terus, kamu maunya aku jawab bagaimana?” Pertanyaan balik dari Anti membuat Fira menelan salivanya.Sementara dari tempat duduk yang berbeda, Agung terlihat jengah dengan sikap istri rekan kerjanya terhadap Anti. Namun, dirinya berpikir, alangkah tidak etis apabila menegur secara langsung. Pria itu berharap, suami Fira-lah yang akan melakukannya. Namun, lelaki bernama Aji itu, justru mendukung dalam hati, apa yang dilakukan istrinya. Terlihat jelas dari sorot mata, kalau dia sangat membenci Anti.“Bahagia dengan pernikahannya, Gung?” tanya Aji mengalihkan pembicaraan, sekaligus me

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-12

Bab terbaru

  • Istri Lima Belas Ribu   Ending

    Part 11 POV Dania (Ending) Lelah hati tatkala harus menghadapi banyak hal. Akhirnya aku menyerah pada keadaan. Aku tidak akan memaksakan takdir apapun sekarang. Selalu bertemu dengan orang-orang yang membuat hati ini sakit hati, membuatku semakin sadar kalau hanya keluarga Laura saja yang baik padaku. Melihat penghianatan Nindi dan juga sikap Cika yang masih dingin dan membenciku, membuat hati ini sudah memutuskan. Aku akan menghilang dari hidup orang-orang yang mengenalku. Untuk apa mempedulikan Cika yang sangat membenciku? Baginya, Ines adalah ibunya. Setelah Nindi keluar dari rumah, Laura menelpon malam-malam dan menangis. Ia mengatakan kalau pacarnya ternyata selingkuh dan dia seorang diri. Laura menanyakan perkembangan hubunganku dengan Cika, dan aku menjawab apa adanya. “Cika tidak akan pernah bisa menerimaku. Itu kenyataannya,” jawabku sudah pasrah dengan keadaan. “Dania, aku minta maaf, bisakah kamu kembali kesini? Hidup bersamaku dan aku menarik semua ucapanku kemarin,” p

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 10

    Part 10Tiga hari tinggal bersama, dia tetap masih diam. Makananku tetap disiapkan, tetapi menunggu aku keluar untuk makan sendiri. Dia sama sekali tidak seperti dulu yang memanggilku, menyiapkan baju ganti dan segala keperluanku. Akhirnya, pagi ini kuberanikan diri untuk mengajaknya berbicara.“Apa aku akan diusir seperti Nindi?” tanyaku pelan. Dia yang lagi-lagi berkutat dengan laptop--mengangkat wajah.“Pilihlah mana dari milikku yang akan kamu ambil, Cika! Sisanya, bila kamu tidak mau, maka akan kujual. Kamu bisa gunakan untuk keperluan hidupmu. Itu jika kamu mau,” jawabnya tanpa ekspresi ramah.Aku memainkan jari jemariku. Bingung hendak menjawab apa. Ponselnya berdering dan dia langsung mengangkatnya. Aku masih berdiri mendengarkan dia berbicara dengan orang yang kukira ada di luar negeri.Meski sudah lama tidak pernah belajar bahasa asing lagi, tetapi aku tahu apa arti dari ucapan yang disampaikan seseorang dari seberang telepon sana. Speaker ponsel yang dihidupkan membuatku bi

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 9

    Part 9“Mbak Dania, aku minta maaf, Mbak, aku akui memang salah dan aku akan meminta dia untuk keluar dari rumah Mbak Dania asalkan Mbak Dania masih mengizinkan aku untuk tetap di sini. Aku akan menjaga Cika, Mbak, aku janji,” kata Nindi sambil bersimpuh dan memegang kaki dia.“Aku sudah tidak butuh siapapun lagi, Nindi. Aku akan membiarkan orang-orang yang hanya memanfaatkanku dan juga orang-orang yang tidak menyukaiku untuk pergi dari hidupku. Aku tidak akan memaksakan takdir bahagia bersamaku, jadi, kamu tidak perlu bersimpuh meminta, karena aku sudah akan menghapusmu dari daftar orang-orang yang kukenal,” jawab dia santai.Seketika aku memandang wajah cantik itu. Ada sebuah perasaan terluka di sana. Jika dia benar-benar tidak mau lagi mengurusku, maka, siapa yang akan mengurusku lagi? Tiba-tiba saja ketakutan besar menguasai hati.Wajah itu, dia tidak mau melihat padaku. Padahal, aku berharap itu.Nindi masih bersimpuh sambil menangis.“Dimana mobilku, Nindi?” tanya dia datar.“Ee

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 8

    Part 8POV CikaAku memilih masuk dan duduk di atas hamparan pasir meski terik matahari terasa sangat menyengat di kulit. Benar-benar bingung hendak minta tolong dan mengadu pada siapa, maka kuputuskan untuk menangis seorang diri.“Ya Allah, kirimkan bantuan untukku. Ya Allah, ampuni aku jika aku selama ini nakal dan banyak dosa. Ya Allah, aku janji, jika aku mendapatkan pertolongan untuk masalahku ini, aku akan kembali sholat seperti saat di pondok dulu. Jika ada orang yang menolongku, maka aku akan menjadikannya sahabat,” ucapku sambil menangis.Lama aku berada dalam posisi ini, hingga leher terasa pegal, lalu aku mengangkat kepala. Saat menoleh, ternyata ada seseorang yang duduk di sebelahku dan dia melakukan hal yang sama.Menatapku.Deg.Jantungku berpacu lebih cepat tatkala mendengar orang itu memanggil namaku. Dia sosok yang kurindu, tetapi juga kubenci.“Kenapa kamu berpanas-panasan sendirian di sini?” ucapnya sambil berteriak.Aku diam, enggan menjawab. Teringat olehku Nindi

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 7

    Part 7POV DaniaAku menatap tubuh Nyonya dan Tuan yang terbujur kaku di rumah sakit dengan darah bersimbah di sekujur tubuh mereka–dengan hati yang sangat hancur.Baru sebentar kembali bekerja bersama mereka yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri, tetapi harus merasakan sakitnya kehilangan. Nyonya dan Tuan tewas dalam kecelakaan tunggal. Mobil yang mereka tumpangi menabrak sebuah pohon dan nyawa mereka langsung hilang di tempat itu juga.Tak tahu lagi harus berusaha tegar seperti apa. Karena mereka berdua adalah keluarga yang kumiliki saat ini dan kenapa takdir selalu tidak berpihak padaku?Mayat Nyonya dan Tuan dimakamkan dua hari kemudian setelah berbagai prosesi keagamaan mereka berdua berlangsung. Kini, saat semua pelayat pergi, aku hanya berdua saja dengan anak semata wayang Nyonya yang berusia dua puluh tahun.“Aku akan melanjutkan kuliah di negara sebelah. Kamu jika masih mau di sini, maka harus mencari pekerjaan lain. Karena aku sudah tidak bisa membayarmu. Rumahku aka

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 6

    Part 6POV CIKAAku menatap rumah besar itu, mungkin untuk yang terakhir kalinya. Meski keberadaanku tidak diakui di sini, tetapi nyatanya, belasan tahun diriku hidup di sana.Walaupun tanpa kenangan indah, tetapi aku bisa melakukan apapun di rumah itu. Kini, aku harus melangkah pergi untuk yang terakhir kalinya. Hati benar-benar sadar, jika memang diri ini tiada lagi diharapkan oleh mereka. Kehadiranku di rumah itu hanya untuk mengukir kisah sedih.Hari ini aku pergi dengan naik taksi. Pulangnya, memilih berjalan menyusuri jalanan komplek perumahan elit yang semuanya memiliki pagar yang tinggi. Sengaja memilih berjalan kaki, hanya sekadar ingin menikmati rasa yang sangat menyesakkan dalam dada ini. Rencananya, nanti akan pulang dengan naik bus. Di dekat gerbang perumahan ini ada sebuah halte.Langkah kaki ini berjalan lambat. Aku sadar kini aku sudah benar-benar sendiri, dan sebentar lagi, bisa saja harus tiba-tiba hidup dengan sosok yangtidak kukenal sama sekali. Aku Cika, harus ber

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 5

    Part 5Sebuah ketukan di luar pintu kamar membuat Cika beranjak dari tempat tidurnya. Ia yang sudah setengah mengantuk terpaksa bangun untuk menemui orang yang sudah pasti itu Nindi. Dengan memicingkan mata, Cika menatap perempuan yang masih lajang itu yang sudah siap dengan koper besar.“Mbak Nindi mau pergi?” Seketika mata Cika yang semula setengah mengantuk terbuka sempurna.“Iya,” jawab Nindi singkat dan ragu.Napas Cika mulai narik turun. Antara takut dan kaget.“Mbak Nindi, aku sama siapa di sini?” tanya Cika mulai menampakkan ketakutannya.“Sudah saatnya kamu belajar hidup mandiri , Cika. Tidak mungkin aku akan terus bersama dengan kamu. Ibu kamu saja sudah pergi. Dan keluarga kamu saja sudah tidak memperdulikan keberadaanmu lagi. Masa aku yang bukan siapa-siapa kamu harus bertahan di sini? Aku punya impian untuk menikah, aku punya keluarga yang harus aku rawat. Jadi, aku akan pergi sekarang dan mulai saat ini, kamu hidup di sini sendiri,” jelas Cika.“Mbak Nindi, tidak bisakah

  • Istri Lima Belas Ribu   Dania Part 4

    Part 4 Cika merasa sangat kesepian dengan hidup yang dijalani saat ini. Bingung karena setiap hari yang dilakukan hanyalah makan dan tidur saja. Hendak keluar untuk sekadar mencari kesenangan bersama teman-temannya pun susah dilakukan karena rumah yang ditempatinya saat ini cukup jauh dengan rumah kawan semasa ia sekolah. Bermain ponsel juga membuat kepalanya pusing. Nindi juga lebih banyak menghabiskan waktu di kantor. Jika malam minggu tiba, gadis yang sudah dewasa itu akan keluar bersama dengan sang kekasih dan pulang jika sudah dini hari saat Cika sudah terlelap dalam mimpi. Dua bulan sudah dilalui Cika hidup seorang diri di rumah besar peninggalan Dania. Di suatu pagi, Cika yang baru saja bangun menemui Nindi yang tengah sarapan pagi. Dengan langkah berat dan kepala tertunduk berjalan pelan menghampiri Nindi yang sedang sarapan. “Kenapa?” tanya Nindi saat Cika sudah sampai di hadapannya. “Pembantu yang katanya mau datang itu, apa tidak ada kabarnya?” tanya Cika ragu. Sikap ke

  • Istri Lima Belas Ribu   Dania Part 3

    Part 3Langit mulai gelap. Tidak ada bintang satupun di sana. Aku mulai menoleh ke kanan dan kiri mencari sebuah tumpangan yang bisa membawaku pulang. Entah pulang kemana. Dalam keadaan bimbang, aku membuka ponsel. Ternyata Rindi menelpon banyak ke nomorku. Ia juga berkirim pesan. Aku membukanya, tetapi hanya di bagian akhir yang kubaca.[Kamu kemana saja?][Kenapa belum pulang?][Cika, balas pesanku!][Cika, kamu kemana? Cepat pulang]Aku takut, tetapi tidak mungkin aku mengatakan kalau saat ini sedang di bandara. Akhirnya, aku memilih mencari taksi dengan berjalan keluar bandara. Tidak ada tempat lagi untuk pulang selain rumah Dania dan aku berharap Rindi sedang menungguku di sana. Aku sangat takut.Seketika bernapas lega saat kulihat Rindi tengah menungguku dengan cemas. “Dari mana saja kamu?” tanyanya cemas dengan wajah marah.Kali ini aku tidak akan melawannya. Dia satu-satunya orang yang masih peduli berada di sisiku. Aku diam sambil memainkan ujung kuku.“Cika, kamu dari mana?”

DMCA.com Protection Status