"Kau ingatlah Alena, tidak ada yang tahu perihal pernikahan kontrak ini selain kita, Fariz, dan Nino! Jadi, jaga sikapmu, bahkan di depan para pelayanku!" Bisik Arion di telinga Alena, ketika mobil yang mereka naiki telah memasuki pelataran rumah mewah milik Arion.
"Iya, Arion, aku mengerti."Pasangan pengantin baru itu berjalan bergandengan tangan. Tampak begitu serasi dan bahagia.Alena terlihat cantik dan memukau dengan gaun pengantin berwarna putih gading dengan aksen renda di beberapa bagian. Bagian belakang gaun dibuat terbuka dan transparan dari bagian pundak hingga sebatas pinggangnya, menampilkan punggung mulus milik Alena yang seputih pualam itu. Rambut cokelatnya digelung dengan gaya updo klasik yang menambah kesan elegan pada dirinya.Kedatangan Alena begitu disambut hangat oleh para pekerja di rumah Arion. Seorang wanita paruh baya dengan menggunakan setelan berwarna hitam tersenyum lembut ke arah Alena. "Selamat datang Nyonya, perkenalkan saya Nana. Kepala pelayan di sini." Wanita bernama Nana itu menjabat hangat tangan Alena.Alena tersenyum ramah dan menganggukkan kepalanya. "Halo, namaku Alena.""Alena, perkenalkan ini semua pekerja yang ada di rumahku. Selain Bu Nana, di sana ada Rianti, Sarah, dan Issa. Mereka semua pelayan yang akan membantu pekerjaan Bu Nana menjaga kebersihan rumah dan menyiapkan makanan. Lalu sopir itu namanya Ivan, dia yang akan mengantarmu kemana saja selama aku tidak ada. Namun, ingat, kau hanya boleh keluar rumah atas izinku. Yang di sana itu bernama Satya, tukang kebun di sini. Biasanya ia hanya datang seminggu dua kali untuk merapikan kebun. Dan dua pria yang bertubuh kekar itu adalah Toni dan Juan. Mereka adalah orang yang bertugas menjaga keamanan di rumah ini." Ucap Arion memperkenalkan para pekerja kepada istrinya.Alena kembali tersenyum ramah, menatap semua orang yang saat ini berdiri di sana, untuk menyambut kedatangannya."Terima kasih kalian telah mau repot-repot menyambut kedatanganku. Aku harap ke depannya kita bisa saling membantu."Setelah perkenalan singkat itu, Arion menarik tangan Alena dan mengajak wanita tersebut menaiki tangga menuju lantai dua, di mana kamar Arion berada.Sesampainya di dalam kamar, Arion langsung melepaskan tuksedo dan juga dasi kupu-kupu yang sejak tadi terasa mencekiknya. Sedangkan Alena hanya berdiri di ambang pintu seperti orang bodoh, mengamati pria itu yang mulai membuka kancing kemejanya satu per satu."Masuklah, tutup pintunya! Apa kau tak ingin berganti baju?" Tanya Arion yang dengan santai berjalan bertelanjang dada ke arah walk-in closet di sebelahnya. Kemejanya telah terhempas di atas ranjang menjadi tumpukan kain bersama dengan tuksedo yang tadi ia kenakan.Alena menelan ludah dengan kasar. Bisa-bisanya ia lupa membawa baju ganti tadi. "A-aku... lupa membawa baju," Ucap Alena yang tiba-tiba merasa gugup, melihat dada bidang milik suaminya itu."Aku sudah meminta Fariz membelikan beberapa pakaian untukmu kemarin. Kau lihatlah sendiri di dalam sana." Ucap Arion yang kini telah berganti baju dengan kaos polos berwarna putih.Mendengar hal itu, Alena sedikit bernapas lega, karena tadi ia sempat berpikir ia akan memakai gaun pengantin yang panas itu seharian. Beruntung Arion cukup pengertian dan mempersiapkan segalanya.Alena perlahan melangkah masuk kedalam walk in closet, dengan hati-hati ia memilih beberapa pakaian wanita yang tergantung disisi kirinya. Sebuah dress sepanjang lutut berwarna navy dengan motif bunga Daisy yang terlihat nyaman, menarik perhatian nya.Wanita itu mengeluarkan dress tersebut. ia memutuskan akan mengenakan nya. Namun, kali ini ia kembali dibuat bingung lantaran gaun pengantinnya tiba-tiba sulit untuk dibuka. Selain tangan nya yang kesulitan untuk menjangkau, seperti nya resleting gaun itu tersangkut, hingga tidak bisa bergerak.Sudah hampir 10 menit ia berada di walk-in closet, tapi resleting itu hanya bergerak sedikit. Arion yang merasa curiga setengah berteriak memanggil Alena."Alena?? Apa kau tidur di dalam sana? Cepat keluar, aku ingin bicara."Alena mendengus kesal, putus asa dengan gaun pengantin nya yang sejak tadi tak juga mau terlepas. Akhirnya dengan langkah berat ia keluar masih dengan menggunakan gaun pengantinnya.Arion melongo melihat penampilan istrinya yang ternyata belum juga berganti pakaian. "Apa yang kau lakukan dari tadi di dalam sana? Apa kau begitu menyukai gaun itu, hingga tidak mau melepas nya?"Wajah Alena memerah menahan malu. "Bu—bukan seperti itu. A-aku kesulitan membuka resletingnya." jawab wanita itu sambil menyembunyikan wajahnya.Arion berdecak, dan bangkit dari duduk nya dan berjalan ke arah Alena. Tanpa ragu, Arion memutar tubuh wanita itu hingga kini posisi Alena membelakangi nya. Tangan Arion dengan lembut menyentuh resleting yang ternyata tersangkut dengan kain dari gaun tersebut. Ia berusaha dengan hati-hati untuk membebaskan resleting yang tersangkut itu.Saat resleting akhirnya terbuka, Alena merasakan sedikit kelegaan. Namun, saat ia melihat reaksi Arion yang terpantul dari cermin di hadapannya, wajahnya memerah, dan ia merasa malu. Gaun pengantin itu memang terbuka, Namun juga ikut menampilkan punggung mulus Alena yang tak tertutupi oleh sehelai benangpun.Arion, yang terkejut dengan pemandangan didepannya, berusaha menahan jemari tangan nya agar tidak mengusap punggung Alena. ia menelan ludah dengan kasar. Berusaha menahan diri agar tidak memperlihatkan kekagumannya. Namun, dalam hatinya, ia tak bisa menyangkal betapa cantiknya Alena dengan punggung yang terbuka itu."Harusnya kau minta tolong, bukannya diam saja seperti tadi!" Ucap Arion berusaha mengalihkan pikirannya. Ia lantas memilih menyingkir untuk menenangkan dirinya sendiri."I— iya, terima kasih." Ucap Alena sedikit tergugup karena malu dengan kejadian ini . Wanita itu pun kembali masuk ke dalam walk-in closet. Alena memegangi dadanya nya yang berdebar dan berusaha untuk mengatur napas nya.Tak butuh waktu lama, Alena sudah selesai mengganti pakaiannya. Sebelum keluar, ia mematut dirinya di depan cermin besar dalam walk-in closet tersebut. Memastikan tidak ada yang salah dari tampilannya.Begitu keluar, ternyata Arion sudah menunggu nya sambil duduk di tepi ranjang, sambil memeriksa benda pipih hitam yang sejak tadi tak berhenti berdenting."Apa yang ingin kau bicarakan?" Tanya Alena, yang saat ini berdiri dihadapan Arion.Arion menyerahkan sebuah kertas kecil yang diletakkan di atas nakas. Yang ternyata adalah sebuah bukti transfer bank. Nominal yang tertera di sana bukan jumlah yang sedikit. Alena memperhatikan nama penerima yang tertulis di sana, Dina Estrella."Ini....""Kemarin aku sudah menyuruh Fariz melunasi hutang ibumu." Ucap Arion menjawab pertanyaan yang tersirat di wajah Alena."Oh, astaga, terima kasih banyak, Arion." Ujar Alena dengan tulus. Ia benar-benar tidak menyangka jika ternyata Arion akan bertindak cepat."Tidak masalah, aku hanya tak ingin ada orang yang mencari-cari mu nanti. Aku juga sudah menyewa beberapa orang untuk mencari ibumu."Raut wajah Alena mendadak berubah dingin. "Aku rasa tidak perlu. Biarkan saja, dia yang memilih pergi. Ibuku juga tidak peduli padaku. Jika dia memang memikirkan aku, tak mungkin ia tega meninggalkan aku menanggung semua hutangnya. Apalagi ia sendiri sudah mendengar ancaman dari Bu Dina waktu itu."Arion terlihat merenung sejenak. "Apa kau yakin, tidak ingin mencari tahu keberadaan ibumu?"Alena menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Sejak dulu, hubunganku dengan ibuku tidak terlalu baik, Arion. Aku tidak tahu kenapa, tapi sepertinya ia sangat membenciku.”"Aku mengerti, tapi tak ada orang tua yang benar-benar membenci anaknya. Mungkin jika ada kesempatan, kau bisa bertanya langsung pada ibumu. Apa alasan di balik sikapnya selama ini."Alena sekali lagi mengangguk, mendengarkan ucapan Arion. Tak disangka, pria yang memiliki segalanya ini ternyata cukup bijaksana dalam menilai sesuatu. Satu hal lagi yang baru Alena ketahui, selain sikap Arion yang selalu terkesan dingin dan acuh.Kini ganti, Arion yang menatap wanita yang baru beberapa jam lalu resmi menjadi istrinya. Wanita yang telah menyelamatkan hidupnya. Ingatannya mendadak kembali pada kejadian sore hari itu….Tujuh tahun yang lalu, saat Arion diajak oleh ayah dan ibunya pergi berlibur ke sebuah resort di dekat pantai, sebuah insiden mengerikan terjadi. Arion, yang saat itu masih berusia 17 tahun, merasa bosan setelah dua hari terjebak di resort itu bersama kedua orangtuanya.Sore itu, dia lebih memilih menghabiskan waktu untuk berbaring di kamar mewah yang merupakan fasilitas yang diberikan oleh resort tersebut, daripada harus berpanas-panasan di luar menikmati cahaya matahari sore di tepi pantai.Sore itu, Arion ditemani alunan musik yang terhubung melalui earphone-nya sambil membaca buku kesukaannya. Hampir satu jam Arion melakukan hal tersebut, sebelum akhirnya ia jatuh tertidur karena kelelahan, dengan earphone yang masih menyangkut di telinganya.Sialnya, saat itu terjadi korsleting listrik yang disebabkan hubungan arus pendek. Tak ada yang menyadari kebakaran itu, sebab kebanyakan tamu sedang bersantai, menikmati pemandangan langit yang perlahan memeluk senja. Sensor pendeteksi asap y
Alena sedang menikmati secangkir teh ditaman belakang rumah Arion, ia sudah berhenti bekerja, setelah resmi menjadi istri Arion. Jadi pagi ini ia memutuskan untuk bersantai sambil menikmati pemandangan taman bunga dihadapannya. Hal yang jarang sekali bisa ia rasakan. Karena selama ini ibunya selalu menuntut Alena untuk berkerja dan menghasilkan banyak uang. Setelah kepergian ibunya, dihari yang sama dengan kedatangan Bu Dina waktu itu. Alena merasa hidupnya terasa lebih ringan. Ia tahu itu adalah hal yang salah, tapi selama ini juga ibunya tidak pernah menyayangi nya dan juga menghargai semua yang telah diusahakan Alena. Suara ponsel nya yang berdering, mengalihkan perhatian Alena pada benda berwarna hitam tersebut. Tertulis nama Arion sebagai nama pemanggil disana."Ada apa Arion?". "Alena, aku ingin kau bersiap. Nanti malam aku akan mengajakmu bertemu dengan ibuku.""Kita akan pergi nanti malam. Tapi kau meminta ku bersiap sejak sekarang?" Tanya Alena, yang merasa sikap suaminya s
Arion sedang duduk menunggu Alena diruang tamu, sudah hampir setengah jam tapi wanita itu belum juga muncul. "Alenaaa!!" Tepat disaat itu, istrinya turun. Terlihat anggun dengan dress sutra yang melekat ditubuhnya. Tanpa berkedip Arion menatap Alena dari atas kepala hingga ujung kakinya. Sempurna! Kata itu lah yang mungkin tepat digunakan untuk menggambarkan penampilan Alena pada malam ini. "Maaf, aku membuatmu lama menunggu." ucap wanita itu, dengan suara yang lembut.Arion mengerjapkan mata. "Tidak masalah, ayo kita berangkat sekarang!" Ucap Arion, setelah kesadaran nya kembali terkumpul. Arion membukakan pintu mobil untuk Alena, yang membuat wanita tersebut sedikit merasa tersanjung. Malam ini Arion memutuskan untuk pergi tanpa sopir nya. Karena ia tak mau jika harus bersandiwara sepanjang perjalanan mereka menuju rumah ibunya, dan berpura-pura menjadi sepasang pengantin baru yang bahagia. "Aku suka dress yang kau pakai!" Ucap Arion yang terdengar seperti orang salah tingkah.
Aretha terlihat sibuk mondar-mandir di dalam kamar nya, belakangan ini ia terus kepikiran mengenai wanita yang telah mencuri kekasih hatinya. Selama ini dia sudah menaruh hati pada Arion, bahkan jauh sejak mereka masih sama-sama berada dibangku kuliah. Wanita itu memuja ketampanan Arion, pesona laki-laki itu dan juga kekayaan nya yang berlimpah membuat Aretha terobsesi setengah mati pada Arion.Aku akan mendapatkan mu, bagaimana pun caranya!! Tekad Aretha sudah bulat, ia rela mengambil jalan apapun asal bisa memiliki Arion, termasuk menjadi perusak rumah tangga orang.Saat itu ponselnya berdering dan terlihat nama Clara disana. Dengan malas Aretha mengangkat telepon itu. "Ada apa?" Tanya nya dengan nada sedikit ketus."Kau tidak datang, ke pesta Nino?""Malas!""Ayolah, aku sendiran. Siapa tahu nanti Arion muncul juga, secara mereka kan bersahabat."Ia sejenak merenung kan kata-kata Clara, gadis itu ada benarnya juga. Akhirnya Aretha pun setuju untuk pergi ke pesta Nino. Dengan harap
Arion telah sampai di area parkir club malam, yang tadi disebutkan oleh Nino, sahabatnya. Tanpa ragu ia langsung masuk kedalam ruangan gelap dengan lampu disko yang berkedap kedip itu. Suara musik yang memekakkan telinga seolah tak mengganggu nya, awangnya telah berada entah dimana. memikirkan Sandra yang akan menikah atau mungkin Alena yang tadi terlihat sedih saat menuruni mobilnya. Ia duduk disembarang meja kosong, mengusap kasar wajahnya. Hingga sebuah tepukan dipundaknya mengalihkan sedikit perhatian nya. "Eh, pengantin baru! katanya nggak mau dateng." goda Nino sahabat nya itu.yang tiba-tiba sudah muncul dibelakang nya. "Berisik lo!" jawab Arion dengan nada ketus. Nino lantas meledek wajah sahabat nya itu yang terlihat sangat kusut. Dan dengan sengaja atau tidak Nino malah membahas Alena, "Yon, apa lu nggak takut jatuh cinta beneran sama Alena? secara dia cantik banget gitu." tanya Nino sambil menyengir kuda. "Jangan sembarang ngomong lo, ya! Nggak mungkin lah, gue jatuh cin
Karena akan merepotkan jika harus membawa tubuh Arion ke kamar mereka dilantai atas, akhirnya Alena meminta Juan dan Toni yang baru saja bangun, untuk memindahkan tubuh Arion ke kamar tamu di lantai satu. Mereka pun meletakkan tubuh Arion dengan hati-hati di atas ranjang. Dan setelah nya bergegas pergi, meninggalkan Alena yang kini duduk di tepi ranjang sambil mengamati wajah tampan suaminya.Tak lama, Ia bangun dan berjalan ke arah lemari untuk mengambil selimut dan menggunakan nya untuk menutupi tubuh Arion.Bekas lipstik tadi, apa telah terjadi sesuatu diantara mereka? Apakah mereka minum bersama malam ini? Tapi, bukan kah Arion tidak menyukai gadis itu? Pikiran Alena kini berkecamuk dengan banyak nya pertanyaan.Ia kembali teringat percakapan nya kemarin malam bersama Arion. "Alena, apa kau ingat wanita yang makan siang dengan ku waktu itu?" Tanya Arion tiba-tiba, ketika mereka sedang bersiap untuk tidur. "Ummm, Ya, Aku ingat, wanita yang memaki ku tempo hari itu, kan?" Tanya Al
Alena menutup pintu dibelakang nya, pandangan nya terhalang air mata, yang sejak tadi ditahan nya. Cairan bening itu, akhirnya jatuh juga, mengalir dari sudut mata, membasahi pipi Alena.Alena terisak, sambil menaiki anak tangga, menuju kamarnya. "Arion benar, aku harusnya tak perlu repot-repot mengganti bajunya yang basah. Harusnya ku biarkan saja dia!" Gumam Alena pada dirinya sendiri.Sementara itu Arion merasakan kepalanya berdenyut-denyut, sakit sekali seakan ada beban berton-ton yang menghimpit kepalanya. Rasa mual diperutnya juga semakin memperparah keadaan, ia lantas menyalahkan dirinya yang dengan ceroboh minum àlkohol terlalu banyak, tadi malam.Ia menengok ke atas nakas yang tadi ditunjuk Alena, ia melihat secangkir teh disana. Dengan tertatih Arion mengambil cangkir itu, meminum isinya secara bertahap. Teh Jahe itu lumayan menghilangkan mual diperutnya. Dan rasanya juga enak, baru pertama kali Bu Nana membuat kan nya minuman seperti ini, biasanya dia hanya memberikan minu
Saat mendengar kabar bahwa Alena menghilang, Arion merasakan kepanikan yang melanda hatinya. Tanpa ragu, ia segera memutar arah mobilnya menuju rumah lama Alena yang telah dikirimkan oleh Ivan ke ponselnya. Perjalanan menuju rumah itu dipenuhi dengan kegelisahan dan kecemasan. Arion tidak bisa membayangkan apa yang mungkin terjadi pada Alena."Sudah kubilang, hati-hati! Tapi sekarang dia malah hilang!" racau Arion sepanjang perjalanan. Ketika sampai di tujuan, Arion langsung menemui Ivan dan mencecar pria tersebut dengan berbagai pertanyaan. "Bagaimana Alena bisa hilang? Apa kau tidak menjaganya?"Ivan, dengan rasa bersalah yang terpancar dari matanya, hanya bisa menundukkan kepala dan meminta maaf kepada majikannya itu. "Saya minta maaf, Tuan. Tadi Nyonya bilang untuk menunggu saja di mobil. Saya sudah menolak, namun Nyonya Alena tetap bersikeras. Katanya, ia hanya akan mengambil sesuatu sebentar. Jadi, dengan patuh, saya menunggu di dalam mobil. Lalu, tiba-tiba saya mendengar teriak