Arion sedang duduk menunggu Alena diruang tamu, sudah hampir setengah jam tapi wanita itu belum juga muncul.
"Alenaaa!!"Tepat disaat itu, istrinya turun. Terlihat anggun dengan dress sutra yang melekat ditubuhnya. Tanpa berkedip Arion menatap Alena dari atas kepala hingga ujung kakinya. Sempurna! Kata itu lah yang mungkin tepat digunakan untuk menggambarkan penampilan Alena pada malam ini."Maaf, aku membuatmu lama menunggu." ucap wanita itu, dengan suara yang lembut.Arion mengerjapkan mata. "Tidak masalah, ayo kita berangkat sekarang!" Ucap Arion, setelah kesadaran nya kembali terkumpul.Arion membukakan pintu mobil untuk Alena, yang membuat wanita tersebut sedikit merasa tersanjung.Malam ini Arion memutuskan untuk pergi tanpa sopir nya. Karena ia tak mau jika harus bersandiwara sepanjang perjalanan mereka menuju rumah ibunya, dan berpura-pura menjadi sepasang pengantin baru yang bahagia."Aku suka dress yang kau pakai!" Ucap Arion yang terdengar seperti orang salah tingkah."Apa ini terlihat bagus?""Iya, kau terlihat cantik dengan baju itu.""Cantik??" Tanya Alena dengan wajah tersipu.Arion berdeham, menahan malu karena telah bicara terlalu jujur. "Ma —maksudku, dress mu yang cantik!" Arion bersusah payah menyembunyikan debaran didada nya yang rasanya berdebar seribu kali lebih cepat dari biasa. Ia melirik ke arah Alena sekilas, memperhatikan reaksi yang diberikan wanita itu.Untung nya Alena, hanya mengangguk dan tak memperpanjang masalah tersebut.Selama sisa perjalanan, mereka tak banyak berbicara, Alena sibuk menatap keluar jendela begitupun Arion yang fokus dengan jalanan di depannya.Beruntung, setelah ketegangan panjang itu, mobil Arion mulai memasuki area perumahan ibunya. Pria itu sedikit bernapas lega karena akhirnya, sebentar lagi ia akan tiba dirumah ibunya."Apa kita sudah sampai?" Tanya Alena ketika mobil yang ia tumpangi berhenti disebuah rumah besar dengan desain klasik yang minimalis."Iya, ayo turun!""Apa tidak apa-apa jika kita datang tanpa membawa sesuatu?""Aku sudah membeli buket bunga dan juga buah kesukaan ibuku." Ucap Arion sambil membuka bagasi belakang mobilnya. Tangan nya mengeluarkan sebuah buket bunga besar berisikan bunga aster, dan juga buah melon dengan ukuran raksasa. Rasanya baru kali ini Alena melihat buah melon sebesar itu.Arion menggandeng tangan Alena dengan lembut dan menuntun wanita itu untuk berjalan dibelakang nya.***Maria sedang duduk diruang tamu, menunggu dengan cemas kedatangan putranya. Wajah nya terlihat sumringah begitu melihat Arion melangkah masuk kedalam, dan yang lebih membahagiakan lagi, anaknya tidak datang sendiri melainkan bersama seorang wanita yang sangat cantik dan terlihat anggun."Sayang!" Seru wanita paruh baya itu, namun bukan untuk Arion, melainkan wanita dibelakang nya, Alena."Ma!" Arion mendengus kesal, melihat perhatian ibunya yang lebih tercurah kepada Alena ketimbang dirinya.Alena sedikit terkejut mendapatkan pelukan yang mendadak dari ibu mertuanya. Namun dengan lembut Alena membalas pelukan itu dan juga tersenyum ramah padanya.Sedangkan Arion terlihat memasang wajah cemberut yang dibuat-buat. Alena tanpa sadar melihat reaksi suaminya yang terlihat seperti anak kecil. Ternyata Arion bisa juga bersikap kekanakan seperti itu."Maaf ya, mama terlalu senang melihat kau datang bersama wanita ke rumah ini.""Perkenalkan, ini Alena. Istriku!"Maria sepertinya terkejut sekali karena Arion, memperkenalkan Alena bukan sebagai kekasih melainkan sudah menjadi istri dari putranya."Istri??" Tanya Maria berusaha memastikan pendengaran nya masih berfungsi normal. "Kalian sudah menikah?""Iya, Ma, kami sudah menikah kemarin." ujar Arion dengan santainya. Pelan-pelan ia memperhatikan reaksi ibunya."Teganya kau, kenapa nggak bilang sama mama. Kalau mama tau mama pasti bisa bikin pesta yang meriah buat kalian.""Alena, tidak ingin ada pesta. Lagipula aku ingin memberikan kejutan untuk mama." Ucap Arion mencari alasan. Syukurlah ibunya tidak marah atau bereaksi dengan berlebihan."Kapan kalian saling mengenal? Kenapa mama tidak tahu kalau kamu punya teman wanita secantik ini?""Ma, apa mama ingat? gadis yang dulu menyelamatkan ku? Saat kebakaran resort, 7 tahun yang lalu? Alena adalah gadis itu.""Oh, astaga, benarkah??" Tanya Maria, kini menatap wajah menantunya dengan mata berbinar. "Aku belum sempat mengucapkan terimakasih dulu. Terimakasih sayang, karena kau telah menyelamatkan putraku.""I —iya ma, sama-sama, aku hanya melakukan, apa yang seharusnya kulakukan.""Tapi, bagaimana kalian bisa bertemu kembali? Apa kalian sudah lama saling berhubungan?""Aku bertemu Alena disebuah restoran saat sedang makan siang." papar Arion dengan singkat kepada ibunya."Ma, kapan kita makan? Arion sudah lapar!" sambung pria itu, berusaha mengalihkan perhatian ibunya agar tak bertanya panjang lebar lagi."Oh, maaf, mama sampai lupa. Ayo kita ke meja makan."Mereka bertiga pun berjalan beriringan menuju meja makan yang dimaksud oleh Maria. Di atas meja sudah terhidang banyak sekali makanan lezat yang membuat Alena terkesiap, rasanya perut nya meronta ingin segera mencoba semua makanan itu.Maria terlihat bahagia sekali, sejak tadi wanita itu tidak berhenti mengisi lauk ke piring Alena. Menantunya itu hingga tak bisa bernapas karena terlalu kekenyangan.Diam-diam Arion tersenyum melihat kedekatan ibunya dan juga Alena. Sudah lama sekali rasanya tak melihat ibunya sebahagia ini. Dan Alena, wanita itu memperlakukan ibunya dengan sangat baik.Selesai makan, mereka pindah ke ruang keluarga. Maria dan Alena terlihat sedang duduk dan mengobrol mengenai hal-hal yang disukai Arion. Sambil menikmati potongan buah melon yang tadi dibawa Arion.Sedangkan suami Alena itu terlihat sibuk berbicara ditelepon, entah dengan siapa. Tapi sepertinya itu pembicaraan yang serius."Alena, ayo kita pulang!""Kenapa buru-buru sekali?" Tanya Maria yang sepertinya merasa sedih harus berpisah dengan menantu barunya."Aku ada pekerjaan mendesak, maaf ma, aku akan datang lagi nanti."Dengan berat hati Maria melepaskan kepergian putra dan menantu nya. Tapi disisi lain dia bahagia setidaknya dia tahu kini putranya sudah menikah dan tidak akan kesepian lagi.Aretha terlihat sibuk mondar-mandir di dalam kamar nya, belakangan ini ia terus kepikiran mengenai wanita yang telah mencuri kekasih hatinya. Selama ini dia sudah menaruh hati pada Arion, bahkan jauh sejak mereka masih sama-sama berada dibangku kuliah. Wanita itu memuja ketampanan Arion, pesona laki-laki itu dan juga kekayaan nya yang berlimpah membuat Aretha terobsesi setengah mati pada Arion.Aku akan mendapatkan mu, bagaimana pun caranya!! Tekad Aretha sudah bulat, ia rela mengambil jalan apapun asal bisa memiliki Arion, termasuk menjadi perusak rumah tangga orang.Saat itu ponselnya berdering dan terlihat nama Clara disana. Dengan malas Aretha mengangkat telepon itu. "Ada apa?" Tanya nya dengan nada sedikit ketus."Kau tidak datang, ke pesta Nino?""Malas!""Ayolah, aku sendiran. Siapa tahu nanti Arion muncul juga, secara mereka kan bersahabat."Ia sejenak merenung kan kata-kata Clara, gadis itu ada benarnya juga. Akhirnya Aretha pun setuju untuk pergi ke pesta Nino. Dengan harap
Arion telah sampai di area parkir club malam, yang tadi disebutkan oleh Nino, sahabatnya. Tanpa ragu ia langsung masuk kedalam ruangan gelap dengan lampu disko yang berkedap kedip itu. Suara musik yang memekakkan telinga seolah tak mengganggu nya, awangnya telah berada entah dimana. memikirkan Sandra yang akan menikah atau mungkin Alena yang tadi terlihat sedih saat menuruni mobilnya. Ia duduk disembarang meja kosong, mengusap kasar wajahnya. Hingga sebuah tepukan dipundaknya mengalihkan sedikit perhatian nya. "Eh, pengantin baru! katanya nggak mau dateng." goda Nino sahabat nya itu.yang tiba-tiba sudah muncul dibelakang nya. "Berisik lo!" jawab Arion dengan nada ketus. Nino lantas meledek wajah sahabat nya itu yang terlihat sangat kusut. Dan dengan sengaja atau tidak Nino malah membahas Alena, "Yon, apa lu nggak takut jatuh cinta beneran sama Alena? secara dia cantik banget gitu." tanya Nino sambil menyengir kuda. "Jangan sembarang ngomong lo, ya! Nggak mungkin lah, gue jatuh cin
Karena akan merepotkan jika harus membawa tubuh Arion ke kamar mereka dilantai atas, akhirnya Alena meminta Juan dan Toni yang baru saja bangun, untuk memindahkan tubuh Arion ke kamar tamu di lantai satu. Mereka pun meletakkan tubuh Arion dengan hati-hati di atas ranjang. Dan setelah nya bergegas pergi, meninggalkan Alena yang kini duduk di tepi ranjang sambil mengamati wajah tampan suaminya.Tak lama, Ia bangun dan berjalan ke arah lemari untuk mengambil selimut dan menggunakan nya untuk menutupi tubuh Arion.Bekas lipstik tadi, apa telah terjadi sesuatu diantara mereka? Apakah mereka minum bersama malam ini? Tapi, bukan kah Arion tidak menyukai gadis itu? Pikiran Alena kini berkecamuk dengan banyak nya pertanyaan.Ia kembali teringat percakapan nya kemarin malam bersama Arion. "Alena, apa kau ingat wanita yang makan siang dengan ku waktu itu?" Tanya Arion tiba-tiba, ketika mereka sedang bersiap untuk tidur. "Ummm, Ya, Aku ingat, wanita yang memaki ku tempo hari itu, kan?" Tanya Al
Alena menutup pintu dibelakang nya, pandangan nya terhalang air mata, yang sejak tadi ditahan nya. Cairan bening itu, akhirnya jatuh juga, mengalir dari sudut mata, membasahi pipi Alena.Alena terisak, sambil menaiki anak tangga, menuju kamarnya. "Arion benar, aku harusnya tak perlu repot-repot mengganti bajunya yang basah. Harusnya ku biarkan saja dia!" Gumam Alena pada dirinya sendiri.Sementara itu Arion merasakan kepalanya berdenyut-denyut, sakit sekali seakan ada beban berton-ton yang menghimpit kepalanya. Rasa mual diperutnya juga semakin memperparah keadaan, ia lantas menyalahkan dirinya yang dengan ceroboh minum àlkohol terlalu banyak, tadi malam.Ia menengok ke atas nakas yang tadi ditunjuk Alena, ia melihat secangkir teh disana. Dengan tertatih Arion mengambil cangkir itu, meminum isinya secara bertahap. Teh Jahe itu lumayan menghilangkan mual diperutnya. Dan rasanya juga enak, baru pertama kali Bu Nana membuat kan nya minuman seperti ini, biasanya dia hanya memberikan minu
Saat mendengar kabar bahwa Alena menghilang, Arion merasakan kepanikan yang melanda hatinya. Tanpa ragu, ia segera memutar arah mobilnya menuju rumah lama Alena yang telah dikirimkan oleh Ivan ke ponselnya. Perjalanan menuju rumah itu dipenuhi dengan kegelisahan dan kecemasan. Arion tidak bisa membayangkan apa yang mungkin terjadi pada Alena."Sudah kubilang, hati-hati! Tapi sekarang dia malah hilang!" racau Arion sepanjang perjalanan. Ketika sampai di tujuan, Arion langsung menemui Ivan dan mencecar pria tersebut dengan berbagai pertanyaan. "Bagaimana Alena bisa hilang? Apa kau tidak menjaganya?"Ivan, dengan rasa bersalah yang terpancar dari matanya, hanya bisa menundukkan kepala dan meminta maaf kepada majikannya itu. "Saya minta maaf, Tuan. Tadi Nyonya bilang untuk menunggu saja di mobil. Saya sudah menolak, namun Nyonya Alena tetap bersikeras. Katanya, ia hanya akan mengambil sesuatu sebentar. Jadi, dengan patuh, saya menunggu di dalam mobil. Lalu, tiba-tiba saya mendengar teriak
Arion merasa jengah dan cemas saat menunggu, hatinya berdebar-debar setiap detik yang berlalu. Hingga siang ini belum juga ada kabar mengenai keberadaan Alena. Dia tidak bisa berdiam diri lagi, tidak bisa menunggu lebih lama. Nyawa Alena bisa saja dalam bahaya, dan Arion merasa beban itu semakin menekannya.Dengan tekad yang kuat, Arion memutuskan untuk mengambil inisiatif sendiri. Dia tidak bisa lagi bergantung pada proses yang lambat dan berbelit-belit. Arion memberikan instruksi kepada Nino, sahabatnya itu, untuk menyisir setiap sudut daerah tempat tinggal Alena. Dia berharap ada orang yang tahu tentang keberadaan Bu Maya, ibu Alena. Nino mengangguk dengan penuh semangat..Sementara itu, Arion sendiri memutuskan untuk mencari di tempat-tempat perjudian terdekat. Dia tahu bahwa ada beberapa orang yang mungkin memiliki informasi penting di sana. Dalam hatinya, dia berdoa agar dia bisa menemukan petunjuk yang akan membawanya kepada Alena.Nino memulai usahanya dengan bertanya kepada
Alena mengerjapkan matanya, merasakan perih di bagian sudut bibirnya. Wanita itu mengerang kesakitan begitu berusaha menggerakkan rahangnya.Pandangannya yang gelap perlahan mulai terbuka. Dia mencoba mengingat kejadian yang menimpanya sebelum ia pingsan.Alena bergidik ngeri teringat kondisinya saat ini. Kedua tangan nya terikat, begitu juga dengan kaki-kaki nya. Percakapannya dengan pria tua tadi kembali berputar di memori otaknya."Apakah ini masih hari yang sama? Atau aku sudah terjebak berhari-hari di sini?" Alena mengedarkan pandangan ke sepenjuru ruangan yang diselimuti kegelapan. Aroma alkohol dan sesuatu yang tajam seperti bau logam tercium dari ruangan tersebut, membuat Alena merasa mual dan sedikit pusing. Bajunya terasa lembab, karena keringat yang sejak tadi membasahi seluruh tubuh dan juga wajah nya. Dengan sisa tenaga, ia berusaha menggerakkan kedua tangannya yang terikat ke belakang tubuhnya. Sia-sia! Tangannya hanya semakin sakit akibat bergesekan dengan permukaan ta
Arion berdiri didepan bangunan tua yang cukup besar. Bangunan tersebut memiliki dua lantai serta dikelilingi oleh dinding setinggi hampir dua meter yang sebagian sudah mulai hancur.Dengan gerbang besar berkarat sebagai pintu masuknya. Arion bisa melihat ada bangunan lain dibelakang nya, pria itu berpendapat mungkin dulunya tempat ini dibagi menjadi beberapa area. Jika dilihat dari mesin bordir dan juga mesin jahit berkarat yang teronggok didepan bangunan. Seperti nya dahulu tempat ini merupakan sebuah pabrik garmen atau mungkin gudang penyimpanan.Cat bangunan nya sudah banyak mengelupas, sebagian dinding nya sudah hancur dan juga ditumbuhi lumut. Jendela-jendela besar yang berada di sepanjang dinding sudah banyak yang pecah dan hanya meninggalkan kerangka nya saja.Suasana malam yang hening, menambah ketegangan yang kini ia rasakan. Arion sengaja memarkir mobil nya beberapa meter dari alamat yang diberikan oleh pria misterius yang ia temui di tempat perjudian tadi.Waktu di jam tang