Aretha terlihat sibuk mondar-mandir di dalam kamar nya, belakangan ini ia terus kepikiran mengenai wanita yang telah mencuri kekasih hatinya.
Selama ini dia sudah menaruh hati pada Arion, bahkan jauh sejak mereka masih sama-sama berada dibangku kuliah. Wanita itu memuja ketampanan Arion, pesona laki-laki itu dan juga kekayaan nya yang berlimpah membuat Aretha terobsesi setengah mati pada Arion.Aku akan mendapatkan mu, bagaimana pun caranya!! Tekad Aretha sudah bulat, ia rela mengambil jalan apapun asal bisa memiliki Arion, termasuk menjadi perusak rumah tangga orang.Saat itu ponselnya berdering dan terlihat nama Clara disana. Dengan malas Aretha mengangkat telepon itu."Ada apa?" Tanya nya dengan nada sedikit ketus."Kau tidak datang, ke pesta Nino?""Malas!""Ayolah, aku sendiran. Siapa tahu nanti Arion muncul juga, secara mereka kan bersahabat."Ia sejenak merenung kan kata-kata Clara, gadis itu ada benarnya juga. Akhirnya Aretha pun setuju untuk pergi ke pesta Nino. Dengan harapan ia bisa berjumpa dengan Arion.Aretha memilih gaun malam diatas lutut, berwarna hitam yang terbuat dari bahan chiffon. Ia memoles wajah nya dengan make-up yang terlihat natural. Tak ketinggalan sepasang heels hitam berukuran 10cm dan juga sebuah tas tangan yang senada dengan pakaian yang ia kenakan.Ia berdiri didepan cermin, memperhatikan pantulan dirinya. Setelah merasa puas, Aretha mengambil kunci BMW S-class miliknya. Dan melajukan mobil cantik itu ke jalanan menuju club malam tempat Nino menggelar pesta.Aretha mengikuti petunjuk arah di ponsel nya, sesuai dengan alamat yang diberikan Clara tadi. Setelah satu jam lebih berputar-putar, akhirnya Aretha pun tiba di club malam bernama 'Fancy' tersebut.Suasana dalam club malam tersebut terlihat meriah, dengan lampu kerlap-kerlip dan juga dentuman musik EDM yang dimainkan oleh seorang Disc Jockey. Beberapa orang terlihat sedang asyik menari dilantai dansa. Aretha berjalan kesana kemari mencari Clara. Suasana yang gelap dan lampu yang berkedip-kedip membuatnya kesulitan untuk melihat.Aretha sempat terkejut ketika seseorang menepuk pundaknya. Ternyata itu Clara, gadis itu tampak memukau dengan gaun malam yang ia kenakan. Clara mengarahkan Aretha, untuk menuju meja yang telah disiapkan."Apa ada tanda-tanda Arion?" Tanya Aretha penuh harap."Kayaknya, belum deh. Mungkin nanti."Aretha terlihat kecewa, padahal ia sudah berdandan secantik ini hanya untuk bertemu Arion. Tapi ternyata pria itu tak juga kelihatan batang hidungnya.Dengan kesal, Aretha memilih untuk duduk sendirian di mejanya. Sementara Clara asyik berjoget bersama para tamu lain nya.Sesekali Nino, si penyelanggara pesta, menghampiri nya mengajak Aretha untuk ikut menari bersama yang lain. Namun wanita itu masih enggan untuk beranjak dari mejanya.***Selama perjalanan pulang, Arion dan Alena tak banyak bicara, Alena sibuk memandang keluar jendela, sedangkan Arion sibuk dengan pikiran nya.Pria itu senang, karena ibunya terlihat bahagia melihat kehadiran Alena. Namun, ia juga bingung bagaimana jika waktu kontrak mereka habis. Ibunya pasti akan sedih dengan perpisahan mereka.Arion membuang napas kasar dan mengusap wajahnya. Ini semua akibat kebodohan nya, tidak berpikir hingga kesana. Yang ia pikirkan saat itu ialah menjaga kesehatan ibunya dan membuat ibunya bahagia.Tiba-tiba ponsel milik Arion bergetar, panggilan dari Nino sahabat nya."Ada apa?" Tanyanya dingin tanpa basa-basi."Hei, pengantin baru!! Sombong banget nih, mentang-mentang istrinya cantik. Jadi nggak pernah ngumpul lagi sama gue!""Berisik!! Ada apa? Gue lagi dijalan."Nino menyampaikan maksud nya, mengundang Arion untuk datang ke pesta nya. Namun dengan mantap Arion menolak ajakan sahabat nya. Suasana hati nya sedang kurang bagus saat ini. Ia malas bertemu dengan banyak orang. Apalagi disaat pesta seperti ini, selalu saja ada wanita yang berusaha menempeli nya.Arion kembali fokus pada jalanan, sesekali ia menengok ke arah Alena, wanita itu masih saja fokus memandang keluar jendela."Apa yang sebenarnya kau lihat daritadi?" Tanya Arion yang mulai penasaran kenapa Alena tak juga memalingkan pandangan nya."Tidak ada, aku hanya merasa canggung berada disini bersamamu. Jadi aku mencoba mengalihkan pikiran ku dengan melihat pemandangan diluar sana..""Maaf, jika aku membuat mu canggung. Tapi kau bisa bersikap biasa saja terhadap ku. Anggap saja kita teman, bagaimana?"Alena menganggukkan kepalanya. Perlahan ia berusaha untuk bersikap santai. Kini ia tak lagi berdiam diri, sesekali ia membuka pembicaraan dengan menanyakan hal-hal random yang menurut Arion terdengar aneh.Saat dilampu merah, Arion kembali mengecek ponselnya. Dia membuka sosial media nya untuk menghilangkan jenuh sebab menunggu lampu merah yang terasa sangat lama. Apalagi disebelahnya, Alena sedang mengoceh tak jelas, membicarakan apa saja yang menurut nya tak penting.Ia meng-scroll layar dari benda pipih tersebut dan sesaat ekspresi wajahnya berubah. Rahangnya mengetat dan urat dileher nya tampak menonjol, jelas ia sedang menahan marah saat ini.Kembali ia membaca berita yang muncul di sosial media nya. Dan ekspresi nya semakin kentara bahwa ada sesuatu yang menyulut emosinya."Ada apa? Apa kau sakit?" Tanya Alena yang terlihat khawatir dengan perubahan Arion, "Arion??" Panggil wanita itu sekali lagi.Namun, Arion masih fokus membaca kolom komentar dari postingan yang mengabarkan pernikahan Sandra dengan seorang pengusaha sukses asal Italia. Hatinya terasa teriris, selama ini ia menunggu lama agar Sandra bisa kembali padanya. Namun kabar pernikahan ini seakan membuktikan kebodohan nya sekali lagi."Apa kau bisa diam, Alena!!" Bentak Arion tiba-tiba pada Alena yang sejak tadi terus bertanya apa ada yang salah dengan nya.Wanita itu tertunduk lesu, ia tak menyangka Arion akan bereaksi seperti itu. "Maaf ..." Ucapnya lirih.Dan sepanjang perjalanan itu Alena kembali terdiam, begitu pun Arion yang sibuk mengumpat dalam hatinya. Karena tanpa sengaja ia malah membentak Alena.Ketika akhirnya mobil mereka tiba dirumah. Arion memarkir mobil seperti biasa, tapi ia tak lantas turun. Perasaan bersalah kepada Alena menahan nya."Alena ...." Panggil nya lembut pada wanita itu.Alena tak menjawab, ia hanya menoleh, menatap dengan tatapan mata yang sendu. Melihat hal itu Arion semakin merasa bersalah, padahal wanita itu hanya khawatir padanya."Aku minta maaf, aku tak bermaksud membentak mu, aku hanya ....""Tidak apa, Arion. Aku tahu mungkin aku yang terlalu melampaui batas. Aku lupa status ku hanya seorang istri kontrak."Arion menatap Alena, ia tahu wanita itu sakit hati. Dan kata-kata yang baru saja keluar dari mulutnya membuat perasaan bersalah itu semakin besar. "Kalau begitu, turunlah! Aku masih ada urusan." Entah mengapa malah kalimat itu yang keluar dari mulutnya saat ini. Sedangkan, Alena, wanita itu dengan patuh turun dari mobil Rolls-Royce berwarna hitam yang tadi membawa dirinya.Arion memutar balik kendaraan nya, niatnya untuk memeriksa pekerjaan kantor nya dirumah telah urung, dan saat ini ia dalam perjalanan ke tempat Nino. Mungkin minum beberapa gelas alkohol dapat meringankan kerja otaknya. Yang mendadak jadi lambat sejak kabar pernikahan Sandra.Arion telah sampai di area parkir club malam, yang tadi disebutkan oleh Nino, sahabatnya. Tanpa ragu ia langsung masuk kedalam ruangan gelap dengan lampu disko yang berkedap kedip itu. Suara musik yang memekakkan telinga seolah tak mengganggu nya, awangnya telah berada entah dimana. memikirkan Sandra yang akan menikah atau mungkin Alena yang tadi terlihat sedih saat menuruni mobilnya. Ia duduk disembarang meja kosong, mengusap kasar wajahnya. Hingga sebuah tepukan dipundaknya mengalihkan sedikit perhatian nya. "Eh, pengantin baru! katanya nggak mau dateng." goda Nino sahabat nya itu.yang tiba-tiba sudah muncul dibelakang nya. "Berisik lo!" jawab Arion dengan nada ketus. Nino lantas meledek wajah sahabat nya itu yang terlihat sangat kusut. Dan dengan sengaja atau tidak Nino malah membahas Alena, "Yon, apa lu nggak takut jatuh cinta beneran sama Alena? secara dia cantik banget gitu." tanya Nino sambil menyengir kuda. "Jangan sembarang ngomong lo, ya! Nggak mungkin lah, gue jatuh cin
Karena akan merepotkan jika harus membawa tubuh Arion ke kamar mereka dilantai atas, akhirnya Alena meminta Juan dan Toni yang baru saja bangun, untuk memindahkan tubuh Arion ke kamar tamu di lantai satu. Mereka pun meletakkan tubuh Arion dengan hati-hati di atas ranjang. Dan setelah nya bergegas pergi, meninggalkan Alena yang kini duduk di tepi ranjang sambil mengamati wajah tampan suaminya.Tak lama, Ia bangun dan berjalan ke arah lemari untuk mengambil selimut dan menggunakan nya untuk menutupi tubuh Arion.Bekas lipstik tadi, apa telah terjadi sesuatu diantara mereka? Apakah mereka minum bersama malam ini? Tapi, bukan kah Arion tidak menyukai gadis itu? Pikiran Alena kini berkecamuk dengan banyak nya pertanyaan.Ia kembali teringat percakapan nya kemarin malam bersama Arion. "Alena, apa kau ingat wanita yang makan siang dengan ku waktu itu?" Tanya Arion tiba-tiba, ketika mereka sedang bersiap untuk tidur. "Ummm, Ya, Aku ingat, wanita yang memaki ku tempo hari itu, kan?" Tanya Al
Alena menutup pintu dibelakang nya, pandangan nya terhalang air mata, yang sejak tadi ditahan nya. Cairan bening itu, akhirnya jatuh juga, mengalir dari sudut mata, membasahi pipi Alena.Alena terisak, sambil menaiki anak tangga, menuju kamarnya. "Arion benar, aku harusnya tak perlu repot-repot mengganti bajunya yang basah. Harusnya ku biarkan saja dia!" Gumam Alena pada dirinya sendiri.Sementara itu Arion merasakan kepalanya berdenyut-denyut, sakit sekali seakan ada beban berton-ton yang menghimpit kepalanya. Rasa mual diperutnya juga semakin memperparah keadaan, ia lantas menyalahkan dirinya yang dengan ceroboh minum àlkohol terlalu banyak, tadi malam.Ia menengok ke atas nakas yang tadi ditunjuk Alena, ia melihat secangkir teh disana. Dengan tertatih Arion mengambil cangkir itu, meminum isinya secara bertahap. Teh Jahe itu lumayan menghilangkan mual diperutnya. Dan rasanya juga enak, baru pertama kali Bu Nana membuat kan nya minuman seperti ini, biasanya dia hanya memberikan minu
Saat mendengar kabar bahwa Alena menghilang, Arion merasakan kepanikan yang melanda hatinya. Tanpa ragu, ia segera memutar arah mobilnya menuju rumah lama Alena yang telah dikirimkan oleh Ivan ke ponselnya. Perjalanan menuju rumah itu dipenuhi dengan kegelisahan dan kecemasan. Arion tidak bisa membayangkan apa yang mungkin terjadi pada Alena."Sudah kubilang, hati-hati! Tapi sekarang dia malah hilang!" racau Arion sepanjang perjalanan. Ketika sampai di tujuan, Arion langsung menemui Ivan dan mencecar pria tersebut dengan berbagai pertanyaan. "Bagaimana Alena bisa hilang? Apa kau tidak menjaganya?"Ivan, dengan rasa bersalah yang terpancar dari matanya, hanya bisa menundukkan kepala dan meminta maaf kepada majikannya itu. "Saya minta maaf, Tuan. Tadi Nyonya bilang untuk menunggu saja di mobil. Saya sudah menolak, namun Nyonya Alena tetap bersikeras. Katanya, ia hanya akan mengambil sesuatu sebentar. Jadi, dengan patuh, saya menunggu di dalam mobil. Lalu, tiba-tiba saya mendengar teriak
Arion merasa jengah dan cemas saat menunggu, hatinya berdebar-debar setiap detik yang berlalu. Hingga siang ini belum juga ada kabar mengenai keberadaan Alena. Dia tidak bisa berdiam diri lagi, tidak bisa menunggu lebih lama. Nyawa Alena bisa saja dalam bahaya, dan Arion merasa beban itu semakin menekannya.Dengan tekad yang kuat, Arion memutuskan untuk mengambil inisiatif sendiri. Dia tidak bisa lagi bergantung pada proses yang lambat dan berbelit-belit. Arion memberikan instruksi kepada Nino, sahabatnya itu, untuk menyisir setiap sudut daerah tempat tinggal Alena. Dia berharap ada orang yang tahu tentang keberadaan Bu Maya, ibu Alena. Nino mengangguk dengan penuh semangat..Sementara itu, Arion sendiri memutuskan untuk mencari di tempat-tempat perjudian terdekat. Dia tahu bahwa ada beberapa orang yang mungkin memiliki informasi penting di sana. Dalam hatinya, dia berdoa agar dia bisa menemukan petunjuk yang akan membawanya kepada Alena.Nino memulai usahanya dengan bertanya kepada
Alena mengerjapkan matanya, merasakan perih di bagian sudut bibirnya. Wanita itu mengerang kesakitan begitu berusaha menggerakkan rahangnya.Pandangannya yang gelap perlahan mulai terbuka. Dia mencoba mengingat kejadian yang menimpanya sebelum ia pingsan.Alena bergidik ngeri teringat kondisinya saat ini. Kedua tangan nya terikat, begitu juga dengan kaki-kaki nya. Percakapannya dengan pria tua tadi kembali berputar di memori otaknya."Apakah ini masih hari yang sama? Atau aku sudah terjebak berhari-hari di sini?" Alena mengedarkan pandangan ke sepenjuru ruangan yang diselimuti kegelapan. Aroma alkohol dan sesuatu yang tajam seperti bau logam tercium dari ruangan tersebut, membuat Alena merasa mual dan sedikit pusing. Bajunya terasa lembab, karena keringat yang sejak tadi membasahi seluruh tubuh dan juga wajah nya. Dengan sisa tenaga, ia berusaha menggerakkan kedua tangannya yang terikat ke belakang tubuhnya. Sia-sia! Tangannya hanya semakin sakit akibat bergesekan dengan permukaan ta
Arion berdiri didepan bangunan tua yang cukup besar. Bangunan tersebut memiliki dua lantai serta dikelilingi oleh dinding setinggi hampir dua meter yang sebagian sudah mulai hancur.Dengan gerbang besar berkarat sebagai pintu masuknya. Arion bisa melihat ada bangunan lain dibelakang nya, pria itu berpendapat mungkin dulunya tempat ini dibagi menjadi beberapa area. Jika dilihat dari mesin bordir dan juga mesin jahit berkarat yang teronggok didepan bangunan. Seperti nya dahulu tempat ini merupakan sebuah pabrik garmen atau mungkin gudang penyimpanan.Cat bangunan nya sudah banyak mengelupas, sebagian dinding nya sudah hancur dan juga ditumbuhi lumut. Jendela-jendela besar yang berada di sepanjang dinding sudah banyak yang pecah dan hanya meninggalkan kerangka nya saja.Suasana malam yang hening, menambah ketegangan yang kini ia rasakan. Arion sengaja memarkir mobil nya beberapa meter dari alamat yang diberikan oleh pria misterius yang ia temui di tempat perjudian tadi.Waktu di jam tang
Alena terbangun ketika tubuhnya di lempar dengan kasar ke atas kasur. Ia mengernyit, merasakan pusing di kepala nya. Namun, ia tetap bertahan dalam posisinya sampai para pria yang tadi membawa nya, pergi. Tak lama terdengar suara pintu yang kembali ditutup. Setelah memastikan kondisi nya aman, perlahan ia berusaha duduk. Sambil memegangi kepalanya yang masih terasa sakit. Wanita tersebut mengedarkan pandangan nya, berusaha mengamati keadaan disekitarnya saat ini.Alena duduk diatas kasur usang, didalam ruangan kecil yang terlihat suram dan juga lembab. Aroma rokok bercampur alkohol memenuhi indra penciuman nya. Ruangan itu kosong, selain kasur usang yang diduduki nya hanya ada sebuah kursi kayu tua dan juga sebuah meja kecil, dimana terdapat dua botol minuman beralkohol yang belum dibuka.Samar-samar Alena mendengar suara pria yang bercakap-cakap dari balik pintu."Sementara aku menikmati tubuh wanita itu, kalian pergilah juga untuk bersenang -senang!" Ucap pria dengan suara berat."T