Marsya Anastasya terpaksa dijodohkan Pak Bowo kepada CEO yang bernama Reval Adrian Altezza. Sang Ayah terlilit hutang dengan Reval. Mau tidak mau Marsya harus menikah hari itu juga dengan lelaki yang baru saja dikenalnya. Namun, setelah malam pertama, Reval merasa kecewa terhadap Marsya dan Pak Bowo. Ternyata wanita yang sudah menjadi istrinya, tidak sesuai dengan apa yang sudah dibicarakan oleh Pak Bowo. Apa yang akan dilakukan Reval kepada Marsya dan Pak Bowo?
View MoreSore hari, Marsya baru pulang dari kerjanya. Tiba-tiba saja Marsya langsung disuruh oleh Pak Bowo untuk membersihkan diri dan berganti pakaian yang bagus. Dia akan dijodohkan kepada Reval Adrian Altezza, tanpa sepengetahuan sang anak.
"Kita mau ke mana, Pak?" tanya Marsya setelah berganti pakaian.
"Sudah kamu tidak usah banyak tanya. Pokoknya Bapak jamin, kamu pasti bahagia." Pak bowo merangkul Marsya sambil berjalan keluar rumah.
"Kita cuma berdua, Pak, kenapa Ibu tidak diajak?" Marsya menoleh ke belakang.
"Bawel ya, kamu! Dari tadi bicara terus. Sudah, ayo, naik! Kita tidak boleh terlambat." Pak Bowo mendorong paksa Marsya agar masuk ke dalam mobil.
"Ingat, ya. Di sana kamu jangan banyak bicara. Awas kalau kamu bertingkah! Kamu harus menuruti apa yang diinginkan oleh tuan Reval," perintah Pak Bowo setelah berada di dalam mobil online, "jalan, Pak," pinta Pak Bowo kepada supir.
"Maksud, Bapak apa? Tuan Reval, tuan Reval siapa sih, Pak?" Bingung Marsya dengan ucapan Pak Bowo.
"Bapak mau menjodohkan kamu sama tuan Reval. Kamu harus menikah dengan dia."
"Apa! Tidak, pokoknya Marsya tidak mau. Marsya mau turun! Bapak kok, tega sih, sama anak sendiri."
"Bisa diam tidak kamu!" Satu tangan Pak Bowo terangkat ke atas seperti posisi akan menampar Marsya.
Akhirnya, Marsya menunduk tidak bisa berbuat apa-apa.
"Kamu seharusnya senang karena kamu akan menikah dengan orang kaya. Kamu tidak akan kekurangan apa pun setelah menikah dengan tuan Reval," ucap Pak Bowo, "Oh, iya, Bapak mau tanya, kamu masih perawan, 'kan? Awas kalau kamu tidak perawan. Tuan Reval menginginkan wanita perawan," bisik Pak Bowo.
Marsya mengangguk pelan seteleh mendengar perkataan Pak Bowo. "Jadi Bapak mau menjual Marsya sama lelaki itu?"
"Siapa yang menjual kamu. Ini sudah perjanjian Bapak sama tuan Reval," ujar Pak Bowo.
"Perjanjian! Perjanjian kalau, Bapak tidak bisa bayar hutang?" Marsya langsung bisa menebak ke arah situ.
"Iya!" Pak Bowo hanya menjawab singkat.
"Kenapa, Bapak tega? 'kan, Bapak yang punya hutang sama lelaki itu. Kenapa Marsya yang kena imbasnya," protes Marsya.
"Sudahlah jangan banyak ngomong kamu. Ingat, pokoknya di sana kamu harus diam. Jangan banyak bicara, apalagi membantah sama tuan Reval."
"Memangnya kenapa?" tanya Marsya.
"Pakai nanya lagi! Pokoknya jangan membantah! Kamu harus menuruti apa keinginan tuan Reval," bentak Pak Bowo.
"Iya, Pak."
***
Marsya dan Pak Bowo sudah berada di kediaman Reval. Mereka terpesona melihat kemegahan rumah Reval. Rumah bagaikan istana, dihiasi ornamen-ornamen mahal.
"Silakan duduk. Saya akan panggilkan tuan Reval sebentar," ucap asisten rumah tangga.
Marysa dan Pak Bowo duduk di sofa. Mereka menunggu Reval sambil kedua mata mereka melihat-lihat sekitar. Lagi-lagi mereka mengagumi isi rumah Reval.
Ketika Marsya sedang melihat lurus ke depan. Dia melihat Reval sedang berjalan ke arahnya ditemani asisten pribadi. Matanya membulat di saat melihat ketampanan dan kegagahan sang CEO.
Tidak lama kemudian Reval duduk di sofa berseberangan dengan Pak Bowo dan Marsya. "Jadi ini anak Anda?" Reval menatap tajam wajah Marsya.
"Iya, betul, Tuan. Marsya anak saya. Tenang saja, Tuan. Anak saya masih di segel, pokoknya seratus persen perawan. Betul, 'kan Marsya!" Pak Bowo mengusap bahu Marsya.
"Iya," jawab Marsya lalu menunduk.
"Apa jaminannya kalau dia masih perawan?" Reval menatap Marsya.
"Saya jamin, Tuan. Bahkan pacaran pun dia belum pernah." Pak Bowo menepuk-nepuk pundak Marsya.
Sementara Marsya hanya bisa menunduk ketika mendengar ucapan Pak Bowo.
"Oke, kita langsung saja. Saya akan menikahi anak Anda sekarang," kata Reval lalu melihat jam tangannya, "panggil Pak Penghulu ke sini." Reval melihat ke arah asistennya.
Marsya yang sedang menunduk langsung mengangkat kepalanya dan menatap Reval.
"Kenapa kamu melihatku seperti itu! Kamu tidak mau menikah denganku?" Reval merasa kesal melihat reaksi Marsya.
"Tidak kok, Tuan. Saya cuma itu ... em, harus menikah sekarang ya, Tuan?" Marsya garuk-garuk kepala yang tidak gatal.
"Marsya, kamu jangan bicara seperti itu." Pak Bowo mencolek pinggang Nabila.
"Memangnya aku mau menikahimu tahun depan! Ya, sekaranglah!" kesal Reval.
Pak Penghulu sudah berada bersama mereka.
"Sudah langsung mulai saja, tunggu apa lagi," perintah Reval kepada Pak Penghulu.
"Baik, Tuan," ucap Pak Penghulu.
Ijab kabul pun dimulai. Mau tidak mau Marysa menuruti semuanya. Dia tidak mau Pak Bowo marah begitu juga dengan Reval.
***
Marsya dan Reval sudah berada di dalam kamar Reval. Marsya memperhatikan kamar Reval yang begitu luas dan mewah. Luas kamar sang suami tidak seluas rumah Marsya. Sementara Reval baru selesai mandi dan masih menggunakan handuk.
"Tidak usah norak kaya begitu. Sana ganti baju! Kamu mau tidur kaya begitu." Reval duduk di tepi ranjang.
"Iya, Tuan." Marsya berjalan ke arah lemari baju lalu membukanya. "Mana baju tidurnya? Kenapa begini semua." Marsya bingung harus memakai baju yang mana.
"Kenapa lama sekali kamu cuma ganti baju doang juga!" teriak Reval.
"Iya maaf, Tuan. Bajunya kenapa begini semua, Tuan?" Marsya memilih baju.
"Sudah pakai saja. Aku hitung sampai tiga, kalau tidak aku akan telanjangi kamu!"
"Iya, Tuan." Marsya mengambil lingerie berwarna pink.
Marsya sudah berada di hadapan Reval dengan wajah merah merona. Sesekali tangannya menutupi bagian dada lalu menutupi bagian bawah. Sementara sang suami sedang menatap Marsya penuh napsu.
Marsya langsung menaiki kasur lalu menutupi badannya menggunakan selimut. Dia kemudian memperhatikan Reval yang sedang berdiri hanya menggunakan handuk saja. Tidak bisa dipungkiri Marsya terpana melihat tubuh Reval.
Reval pun berjalan sambil menatap Marsya. Kedua matanya menatap tajam mata Marysa. Tidak lama kemudian Reval malah melepaskan handuk yang dipakainya begitu saja dan dibiarkan tergeletak di lantai. Dia berjalan pelan ke arah Marsya.
"Aaaah ...." Spontan saja Marsya menutupi wajahnya menggunakan selimut.
Reval sudah berada di samping Marsya. "Buka selimut kamu, ngapain sembunyi di balik selimut. Ayo, buka!"
"Jangan, Tuan. Saya ... saya belum siap, Tuan." Marsya menahan selimutnya agar tidak dibuka oleh Reval.
"Kamu sekarang istriku, jadi aku berhak melakukan apa pun sama kamu." Reval membuka paksa selimut Marsya.
Mata Marsya langsung terpejam ketika Reval membuka selimut. Reval pun tidak tinggal diam, dia melancarkan aksinya. Bibir Marsya langsung dicium oleh Reval.
Tidak peduli Marysa berontak atau tidak. Yang terpenting malam ini dia mengeluarkan hasratnya. Pun dengan Marsya dia pasrah karena bagaimanapun juga, dia sudah menjadi istri sah dari Reval.
"Bangun kamu!" Reval mendorong Marsya setelah selesai bercinta. "Ayo, bangun! Dasar pembohong! Kamu mau menipuku, hah!" Reval membangunkan Marsya secara paksa.
"Menipu apa, Tuan?" Marsya bingung dengan ucapan Reval.
"Jangan sok, pura-pura kamu! Sok polos! Sialan, berengsek! Ayo, angkat kaki kamu dari rumah ini. Aku mau buat perhitungan dengan Bapakmu!" geram Reval
"Tapi salah saya apa, Tuan? Kenapa, Tuan mau mengusir saya?" Marsya masih bingung dengan sikap Reval.
"Kamu sudah tidak perawan berengsek!"
"Saya mohon maafkan saya. Jangan masukkan saya ke penjara. Saya mohon Tuan. Saya mengakui saya telah bersalah kepada Marsya. Saya ... Saya benar-benar minta maaf." Pak Bowo mengangkat kedua tangannya memohon sambil menundukkan kepalanya. Reval menyunggingkan senyumnya sambil memperhatikan Pak Bowo. "Minta maaf? Aku tidak salah dengar! Anda jangan minta maaf kepadaku, tetapi kepada Marsya anakmu!" jerit Reval, "Sekarang Anda minta maaf setelah semuanya sudah terbongkar. Ke mana saja Anda selama ini? Bahkan Anda masih memanfaatkan Marysa dan akan menjadikan mantan istriku sebagai wanita malam. Dan sekarang Anda berkata menyesal. Dasar manusia tidak tahu diri. Jika Marsya tidak mengenal teman Anda, Anda tidak mungkin melakukan hal ini. Oke, tunggu saja. Dalam waktu satu kali dua puluh empat jam Anda dan teman Anda akan masuk ke penjara!" desis Reval.Pak Bowo bangun dari duduknya lalu menghampiri Reval. "Tuan saya mohon jangan penjarakan saya. Saya mohon, Tuan!" Pak
Marsya tiba-tiba berteriak dan menangis histeris. Jantungnya berdetak tidak karuan dan tubuhnya bergetar hebat. Reval merasa bingung melihat Marsya. "Sayang kamu kenapa?" Reval memegangi tubuh Marsya sambil memperhatikan wajah sang mantan istri dengan penuh khawatir. "Orang itu ... orang itu ada lagi." Marsya berucap dengan terbata dan menangis lalu menyembunyikan wajahnya di dada Reval. Reval mengerutkan keninnya sambil berpikir lalu memperhatikan Pak Bowo dan teman pemilik rumah bordil yang sedang berjalan. "Tuan Reval." Pak Bowo menundukkan kepalanya setelah berada di depan Reval. Namun, dia merasa bingung melihat Marsya sedang menangis. "Ada ... ada apa dengan anak saya?" tanya Pak Bowo lalu menoleh kepada pemilik rumah bordil. Sang pemilik rumah bordil pun merasa bingung sambil mengerutkan keningnya.
"Sudah tahu Marsya masih mencintaiku. Kenapa kamu memaksanya?" kesal Reval, "asal kamu tahu, Garvin. Sebenarnya aku malas menemuimu, tetapi demi mengembalikan cincin ini aku terpaksa menemuimu. Aku tidak mau kamu berpikiran kalau Marsya masih menyimpan cincin pemberianmu. Hanya cincin pemberian dariku yang akan melingkar di jari manisnya." Reval mencondongkan badannya ke arah Garvin. Garvin menyunggingkan senyumnya. "Oke, sekali lagi aku mengaku kalah. Harusnya kamu berterima kasih kepadaku. Kalau malam itu bukan aku yang menemui Marsya. Marsya tidak akan selamat. Dia mungkin sudah dijamah dan ditiduri oleh pria hidung belang. Apa lagi penampilan Marsya saat itu sangat cantik dan seksi. Siapa yang tidak akan tergoda melihat ...." Garvin malah membayangkan penampilan Marsya lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Sialan! Kamu sedang membayangkan apa, hah?" Reval bangun dari duduknya. "Tuan Reval. Su
Marsya dan Reval sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Marsya. Mereka duduk berpelukan dan saling tersenyum. Reval tidak henti-hentinya menciumi kening sang mantan istri. "Senang sekali melihat mereka bahagia. Aku harap kalian berdua tidak akan terpisahkan." Farhan sekilas menoleh ke kaca spion sambil berbicara dalam hati. "Kamu kalau ada apa-apa cerita sama aku, ya. Kalau ada orang yang menekanmu jangan diam saja." Reval memeluk Marsya sambil tangan kanannya mengelus rambut Marsya. "Iya, Reval. Sekali lagi terima kasih, ya. Kamu sudah menolongku," ucap Marsya, "emm, tapi ...." Marsya tidak melanjutkan kata-katanya. "Kenapa?" tanya Reval khawatir. "Aku takut pulang, Reval. Bapak mau ...." "Sudah kamu pulang saja, tidak apa-apa kamu aman," ucap Reval lalu mencium kening Marsya. "Aman?" tanya Marsy
"Kita tunggu di sini saja. Aku ingin menunggu Marsya." Reval duduk di kursi. "Baik, Tuan." Farhan ikut duduk di samping Reval. Beberapa menit kemudian Garvin berjalan sambil menarik tangan Marsya. Dia melewati Reval dan Farhan yang sedang duduk dan sama sekali dia tidak menyadari adanya mereka. "Marsya!" Reval bangun dari duduknya. "Kenapa dia membawa Marsya seperti itu?" kesal Reval, "Kita ikuti dia! Awas saja kalau dia macam-macam!" Reval berjalan mengikuti Garvin secara pelan agar Garvin tidak mengetahuinya. "Hati-hati Tuan jangan sampai Mr. Garvin tahu kita mengikutinya." "Hhhmmm." Reval berjalan sambil memicingkan matanya. Reval kemudian berhenti dan memperhatikan Garvin yang sudah berada di depan mobil. "Berengsek! Kasar sekali dia!" Reval mengepalkan tangannya lalu melangkah. "Tuan ... jangan gegabah. Kita lihat saja dulu. Kita
"Honey, sepertinya mantan suamimu sedang cemburu." Garvin menatap tajam Reval sambil berbisik kepada Marsya. "Reval?" kaget Marsya lalu matanya mencari keberadaan sang mantan suami. "Kita temui dia." Garvin meraih tangan Marsya lalu menggenggam jari jemari Marsya. "Buat apa?" Marsya menahan langkahnya dan berusaha melepaskan tangannya dari Garvin. "Sudah kita temui dia!" Garvin tetap berjalan membawa Marsya. Marsya ingin sekali menolak. Dia tidak ingin membuat sang mantan suami sakit hati melihat dirinya bersama Garvin. "Reval maafkan aku, aku tidak mau seperti ini." Marsya berbicara dalam hati sambil mengikuti Garvin. "Hai, Reval," sapa Garvin setelah berada di hadapan Reval. Reval menundukkan kepalanya lalu menatap Marsya. "Tahan, Reval jangan memperlihatkan kemarahan dan kecemburuan di mata bule berengsek ini!" batin Reval. "Asisten Farhan," sapa Garvin. Mr. Garvin." Farhan menundu
"Ibu sebenarnya sudah menyadarinya. Cuma Ibu ingin kamu yang bercerita sama Ibu. Kalau Ibu yang bertanya duluan kamu tidak akan mungkin menjawab jujur," kata Bu Tasya "Iya, Bu. Marsya belum siap bercerita sama Ibu. Cuma Marysa juga tidak mungkin pendam sendiri. Apa lagi bapak sudah ikut campur dan malah memaksa Marsya untuk merayu Mr. Garvin. Marsya tidak mau, Bu. Merayu salah tidak merayu pun salah," ucap Marsya lalu menghela napas pelan."Kamu minta tolong sama tuan Reval. Kamu putuskan hubunganmu dengan Mr. Garvin. Kamu, 'kan tidak mencintai Mr. Garvin. Kamu tuh cintanya sama tuan Reval. Iya, 'kan?" Marysa mengangguk lalu tersenyum. "tapi Marsya bingung, Bu. Marysa tidak mungkin memutuskan hubungan Marsya dengan Mr. Garvin. Ini sudah pilihan Marsya. Mr. Garvin memberikan pilihan yang aneh sama seperti Bapak," kesal Marsya. "Aneh bagaimana maksudnya?" tanya Bu Tasya. Marsya kemudian menceritakan awal mula dia harus menjadi pacar M
Reval sudah berada di ruangan rapat. Kedua matanya langsung menatap tajam ke arah Garvin yang sedang duduk di meja sebelah kiri. Tatapannya bagaikan elang yang akan memangsa buruannya. "Kamu tidak akan lama bersama Marsya. Lihat saja Garvin. Kamu boleh sombong di hadapanku untuk saat ini dan kesombonganmu tidak akan lama." Reval berbicara dalam hati sambil mengepalkan kedua tangannya. "Tuan Reval! Silakan dimulai," bisik Karin. "Hhhmm." Reval hanya berdeham dan tatapannya masih kepada Garvin. Garvin pun malah membalasnya menatap Reval sambil tersenyum. "Ada yang sedang terbakar cemburu sepertinya," batin Garvin. Sementara Farhan hanya bisa menghela napas pelan. Dia kemudian memperhatikan Reval dan menggelengkan kepalanya kepada sang CEO. Reval pun mengerti melihat Farhan seperti itu. Dia kemudian menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. Keadaannya sudah bisa terkontrol dan Reval memulai rapatnya. ***
Marsya membelalakkan matanya ketika secara tiba-tiba Reval langsung bertanya ke inti permasalahan. Dia meremas-remas tangannya sendiri. Tenggorokannya seakan tercekat dan dia tidak berani menatap Reval. "Kenapa diam saja? Ayo, jawab, Marsya!" Reval menatap tajam wajah Marsya yang sedang menunduk.Dada Reval kembang kempis dan dirinya benar-benar emosi. Namun, sebisa mungkin dia menahan emosinya di hadapan Marsya. Sementara Farhan memperhatikan Marsya secara seksama. Dia pun ingin bertanya, tetapi dia tidak ingin ikut campur. "Marsya!" panggil Reval lalu menggelengkan kepalanya, "Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. Makanya kamu seperti ini, ada yang mengancammu, 'kan?" tanya Reval mengintimidasi. Marsya langsung mengangkat kepalanya mendengar pertanyaan sang mantan suami. "Tidak ada. Siapa yang mengancamku? Itu memang keinginanku. Waktu kamu pergi, di situ aku berpikir. Sepertinya aku salah jika harus dekat kembali denganmu. Aku t
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments