Share

Bab 4 - Andini Menangis

Setelah membuka pintunya, Andini mengernyitkan dahinya. Perlahan mata terpejam tanpa disadari, melihat suaminya sendiri datang ke hotel membawa wanita lain, dalam keadaan mabuk. Yang lebih menyakitkan hati, wanita itu bukan Bunga, istri pertamanya Alyas. 

“Maksud kamu apa, Mas?” tanya Andini. 

Alyas cuma senyum-senyum aja, kadang dia menoleh ke arah wanita yang ada disampingnya. Kemudian menyingkirkan tubuh Andini dari ambang pintu karena menghalangi jalan. “Minggir…,” katanya. 

“Hei, jangan buat aku marah, ya!” teriak Andini merasa tidak dihargai. 

Wanita yang bersama dengan Alyas adalah Elisa, sahabatnya sejak kecil. Wanita itu mengenakan pakaian terbuka yang layaknya wanita penghibur. Elisa tahu benar sifat dan rahasia Alyas, maka dari itu ia menganggap Andini hanya orang lain. Tanpa meminta persetujuan Andini, dengan percaya dirinya Elisa membaringkan tubuh Alyas di atas kasur.

Andini yang emosional lalu menarik rambut Elisa, “Hei, kamu siapa? Beraninya kamu menyentuh suamiku.” 

Tak mau kalah dari Andini, Elisa menghempaskan tangan Andini dan menunjuk wajahnya, dengan wajah marah dan berapi-api. “Harusnya aku yang nanya, kamu siapa?” 

“Aku istrinya Mas Alyas.” Andini mengusap dada merasa tidak percaya.

Elisa tertawa geli, mendengar kepercayaan dirinya dari Andini. “Heh… kamu hanya istri yang dikontrak oleh Al selama 6 bulan, setelah itu kamu akan diceraikan. Jadi jangan pernah menyombongkan diri di depanku.” 

Deg

Andini benar-benar merasa kecewa, ia menoleh ke arah ranjang di mana suaminya sedang terlentang dalam keadaan setengah sadar. Alyas pernah mengatakan bahwa tidak ada orang lain yang tahu tentang masalah pernikahan kontraknya, tetapi mengapa sekarang ada orang lain yang mengetahuinya. Gadis berambut panjang itu memegang tangannya, rasanya dia ingin sekali memukul wajahnya dengan keras. 

“Sudahlah, jangan menatap kami berdua seperti itu.” Ucap Elisa yang duduk di tepi kasur sambil mengelus wajah Alyas. “Kamu bisa tidur di lantai sambil menyaksikan kemesraan kita berdua.” Elisa kembali tertawa melihat wajah Andini yang berkerut.

Tidak percaya dengan ucapan Elisa, Andini pun berjalan dan membangunkan Alyas. 

“Mas, bangun! Jelaskan siapa wanita ini?” tanya Andini menarik tangan Alyas agar berjauhan dengan Elisa. 

Alyas yang dalam keadaan setengah sadar tersenyum melihat penampilan Andini yang terlihat begitu berbeda dari biasanya, tubuh Andini yang sedikit terbuka di bagian dada membuat penampilannya seketika terpantik. “Kau terlihat sangat berbeda, ternyata Ibu benar-benar telah berhasil membuatmu menjadi seorang wanita yang sangat cantik dan berbeda.” 

Alyas mendekat ke arah Andini sedangkan Andini melangkah mundur dan berhenti di dinding kamar hotel, ia merasa Alyas melakukan hal seperti itu karena kehilangan kesadaran. Wajah keduanya bertatapan begitu dekat, hingga Andini bisa mencium aroma wiski dari mulut yang begitu menyengat. 

“Jangan menyentuhku seperti ini, Mas!” Andini emosional.

“Kamu benar-benar terlihat cantik saat sedang marah,” kata Alyas. 

“Jaga batasanmu, Mas! Aku tidak mau menyentuhmu dalam keadaan mabuk seperti ini.” Andini mendorong Alyas hingga pria berusia 30 tahun itu mundur beberapa langkah saja hingga hampir terjatuh, beruntung ada Elisa di belakangnya hingga Alyas tidak terjatuh. “Aku hanya butuh jawaban siapa wanita penghibur yang kamu bawa ini?” Teriak Andini merasa frustrasi. 

“Elisa…,” lirih Alyas menatap Elisa yang sedang memegang tubuhnya. 

Elisa tersenyum simpul melihat wajah Alyas begitu dekat. 'Aku satu-satunya wanita yang selalu ada untukmu, Al. Baik itu dulu sebelum ada Bunga dan sekarang setelah Bunga tiada, kamu akan selamanya bergantung padaku.' Elisa membatin. 

“Terima kasih, Sa.” Alyas mencoba berdiri tegak tanpa bantuan dari siapapun, setelah itu menoleh ke arah Andini. “Kamu ingin tahu siapa wanita yang aku bawa ini?” 

"Ya," jawab Andini. 

Kemudian Alyas menoleh ke arah Elisa, ia menatap wajah manisnya itu kemudian mendekat dan mengecup bibir Elisa tepat di hadapan Andini. 

“Kamu benar-benar gila, Mas! Kamu adalah laki-laki brengsek yang pernah aku kenal sepanjang hidup. Dasar bajingan, dasar binatang kau, Mas! A …." Andini berteriak sambil mengacak-acak rambutnya sendiri kemudian melemparkan benda-benda yang ada di atas anak-anak ke arah Alyas dan Elisa. Setelah itu Andini meninggalkan hotel dengan amarah yang membuncah.

Melihat Andini yang marah dan bersedih membuat Alyas merasa bersalah, ia ingin mengejar. Namun, Elisa menahannya. 

“Jangan kejar dia,” ucap Elisa. 

“Tapi aku harus mengejarnya.” 

“Kenapa Al? Sebaiknya kamu tidak usah peduli padanya.” 

“Di luar sedang turun hujan, aku tidak bisa membiarkan dia pergi sendirian, dia orang baru di Jakarta, aku takut dia kesasar dan hilang, jika terjadi sesuatu padanya, aku yang akan di salahkan sama ibu.” 

“Kamu bahkan membiarkanku sendirian di sini?” Elisa benar-benar tidak rela jika pria yang ia sukai sejak kecil mengejar wanita lain meskipun itu istrinya.

“Kamu berada di tempat yang aman, Sa.” jawab Alyas sambil bersiap-siap untuk berangkat. 

“Baiklah, aku akan membiarkanmu pergi asal kamu mau menjawab pertanyaanku dulu.” 

Alyas mendekat ke arah Elisa dan menatapnya, “Pertanyaan apa?” 

“Kenapa baru sekarang kamu menciumku?” 

Alyas tersenyum simpul, “Oh itu, maaf kalau aku udah bikin kamu baper, aki cium bibir kamu agar Andini nggak terlalu berharap aku jadi suaminya. Sehingga saat perceraian nanti tiba dia tidak akan pernah baper seperti keadaan kamu sekarang. Ayolah Sa, aku minta maaf ya! Kamu pasti mengerti.” jelas Alyas, setelah itu meninggalkan Elisa sendiri. 

Elisa memegang tangan, mata berkaca-kaca dan emosional. Dirinya sangat berharap sekali Alyas mempunyai perasaan lebih dari seorang sahabat terhadapnya. Namun, lagi-lagi ia harus menelan pil pahit karena punya perasaan mencintai tanpa dicintai. 

***

Duar…

Mendengar suara petir menyambar di cakrawala, Andini berjalan di bahu jalan dalam keadaan hujan deras, mengenakan gaun yang bagian depannya terbuka. Ia melipat tangannya erat-erat di perutnya karena badannya menggigil kedinginan. Gadis itu benar-benar dibuat hancur oleh seorang pria yang tidak memiliki perasaan seperti Alyas, yang sudah mempermainkan pernikahan anaknya. 

'Ayah, Ibu, bolehkah aku pulang? 'aku merasa sudah tidak mampu lagi menyembunyikan perasaan sakit ini.' Batin Andini menurunkan air mata di bawah derasnya air hujan. 

Sejak kecil ia sudah mendapatkan banyak kasih sayang dari ayah dan ibunya, baru kali ini Andini mendapatkan ketidakadilan dalam hidupnya. Andini melihat ada halte bis, ia pun duduk dan mengambil ponsel dari tasnya. Gadis berambut panjang itu berniat akan menghubungi kedua orangtuanya untuk menjemputnya dari rumah Alyas. Namun, pada saat ia hendak menelepon, ponselnya berdering ada panggilan masuk dari sang ayah. 

Andini menarik napas dalam-dalam, mencoba tersenyum dalam tangisannya. 

“Halo assalamualaikum, Nak?” tanya sang ayah. 

“Waalaikumsalam, Ayah. Ada apa? "Tumben malam-malam belum tidur." 

“Ayah cuma mau ngasih tahu sama kamu, sekarang rumah udah balik lagi atas nama Ayah. Ibu kamu sudah bisa tidur nyenyak karena tidak memikirkan hutang ke bank lagi, semua ini berkat kamu, Nak! Terima kasih karena sudah menerima jodohnya.” Jelas sang ayah dengan suara yang bergetar. 

Andini kembali berderai air mata, satu sisi ia sangat senang mendengar kebahagiaan orang tuanya. Di sisi lain, ada sesuatu dalam hati yang menggairahkan yang ingin Ia ungkapkan. 

'Apa jadinya kalau Ayah dan Ibu tahu, apa yang terjadi pada diriku ini?' Batin Andini menggigit bibir bawahnya agar tak terdengar sedang menangis. 

“Nak, kamu baik-baik saja, kan? Kamu bahagia menikah dengan Pak Alyas, kan?” 

“Mas Alyas memperlakukan aku seperti ratu, Ayah tenang saja! yang penting sekarang menjaga Ibu dengan baik, jangan sampai sakitnya kambuh lagi. Maaf aku tidak bisa mengurus Ibu lagi.” 

“Insyaallah, Nak.” 

“Ya udah kalau gitu, Andini dulu yang tutup telponnya, Mas Alyas udah manggil aku.” 

“Iya Nak, Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.” Andini menutup ponselnya kemudian tangisannya pecah di tengah hujan yang semakin deras. Ia kemudian mengelus-elus dada, agar sedikit lebih tenang. 

Menit kemudian..

Tid ...

Suara klakson mobil mengejutkan Andini, berharap itu adalah Alyas yang datang dan ingin meminta maaf. Andini terus menundukkan wajahnya, menunggu balasan baik dari pria tersebut. 

Seorang pria turun dari mobil dan membuka payung berwarna kuning, pria itu datang langsung memasang jas di tubuh Andini juga memayunginya. “Apa yang kamu lakukan di sini, Andini?” katanya.

Sontak wajah Andini terhenyak karena suara pria itu bukanlah suara suami, melainkan suara pria lain. Ia pun mendongakkan wajahnya sambil menganga. 

“Haidar….” 

Haidar tersenyum menatap Andini, “iya ini aku, Haidar,” imbuhnya. 

Sementara itu di tempat lain yang tidak begitu jauh dari posisi Andini, tampak ada mobil Mercedes Benz berwarna hitam berhenti di bahu jalan. Di dalamnya ada seorang pria yang tak lain adalah Alyas, pria itu duduk di depan stir mobil dengan tangan kiri memegang botol minuman keras. Melihat Andini dan pria lain tampak begitu akrab membuat Alyas merasa kesal hingga botol yang dipegangnya hancur, seketikad hingga darah menetes dari telapak tangan tanpa jeda. 

'Apa yang terjadi pada diriku, kenapa aku merasa kesal melihat Andini bersama pria lain?' batinnya. 

Bersambung 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status