Share

Bab 5 - Cemburu

"Haidar …” ucap Andini.

“Iya aku Haidar.” Tanpa meminta persetujuan dari gadis itu, Haidar memeluk Andini. “Kamu apa kabar? sudah lama aku ingin sekali bertemu sama kamu, tapi aku nggak punya waktu. Aku tidak menyangka bisa bertemu sama kamu di sini.” 

Andini berontak kemudian sedikit mendorong Haidar agar ia bisa lepas dari pelukannya, “aku baik-baik saja.” 

“Ngomong-ngomong kamu kenapa ada di sini? bukannya kata ibu kamu, kamu itu udah nikah.” Haidar penasaran. 

“Iya, aku memang sudah menikah,” imbuhnya. 

“Lah terus dimana suami kamu? kenapa suami kamu membiarkan kamu ujan-ujanan di jam malam seperti ini? Atau jangan-jangan suami kamu tidak memperlakukanmu dengan baik? kamu menikah karena dijodohkan, sama Bapak kamu?’’ Haidar bertanya-tanya kemudian menajamkan pandangannya di area mata Andini. “Sebagai sahabat kamu dari kecil aku sudah tahu kondisi wajah kamu seperti ini itu pasti habis nangis, iya kan?” 

“Enggak, kok!” Andini berusaha sebaik mungkin agar sahabatnya itu tidak curiga. 

“Kamu jangan bohong Andini!” 

“Haidar, aku sudah menikah dan aku bahagia dengan pernikahanku, kamu tidak usah repot-repot mengkhawatirkan urusanku lagi. Toh aku sebelumnya sudah minta bantuan kamu, tapi kamu tidak peduli, persahabatan kita cukup sampai disini.” 

Haidar mengernyitkan kening, ia bingung karena orang tuanya tidak pernah menceritakan apapun tentang kedatangan Andini, “Hei maksud kamu apa, kenapa kamu malah mutusin persahabatan kita?” 

Andini kemudian melepas jas milik Haidar dan memberikanya kepada sahabatnya itu, kemudian kembali berjalan kaki. Sesekali ia menatap kearah langit hingga air hujan itu bisa menetes di wajahnya. Terbersit dalam benaknya penghinaan yang telah diucapkan oleh kedua orang tua Haidar. 

Andini dan Haidar adalah sahabat sejak kecil, rumah mereka awalnya berdekatan. Keduanya sekolah pergi dan pulang bersama hingga SMP. Namun, semenjak ayah Haidar menjadi pegawai negeri sipil, mereka pindah ke ruang yang lebih bagus dan jauh dari Andini. Tahun demi tahun berlalu hubungan Andini dan Haidar masih baik-baik saja, tapi semenjak Haidar punya perusahaan sendiri Andini semakin sulit menghubunginya. 

Beberapa bulan yang lalu, Andini sempat meminjam uang kepada Haidar lewat kedua orang tuanya. Namun, bukannya di pinjami uang, Andini malah di usir dan hina. “Dasar cewek matre, orang miskin, di kira Haidar itu bank, main pinjam uang sebanyak itu. Jangan pernah datang lagi ke rumah ini, jangan pernah berharap kamu bisa pinjam uang dan memanfaatkan anak saya. Pergi sejauh mungkin dan jangan pernah kembali lagi!” Begitulah Ibu Haidar meluapkan emosinya. 

Ucapan itu terus saja terngiang di telinganya, padahal Andini tidak memaksa. Ia sudah cukup menahan rasa malu kala itu karena sudah buntu mau pinjam uang kepada siapa lagi. Hingga akhirnya ia harus menerima perjodohan dengan Alyas, seorang pria yang menampakkan wujud bagaikan malaikat di depan kedua orang tuanya.

‘Kenapa aku harus bertemu lagi dengan Haidar? sudah cukup hinaan dari Ibunya,’ Andini membatin. 

“Andini, tunggu!” teriak Haidar. 

Andini tidak menghiraukan panggilan dari sahabatnya itu, ia tetap melanjutkan perjalanannya tanpa mau menoleh lagi ke belakang. Namun, Haidar tidak mau menyerah, sahabat Andini itu terus mengejar Andini dan mencegahnya dengan merentangkan kedua tangan. 

“Jangan pergi! tidak masalah kamu tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari aku, tapi aku tidak mau meninggalkan kamu sendirian di pinggir jalan. Ini sudah malam, ayo naik ke mobil aku, aku akan antarkan kamu kemanapun kamu mau.” jelas Haidar menarik tangan Andini dan membawanya menuju ke mobil. 

“Tunggu!” seru seorang pria yang tidak lain adalah Alyas. 

Haidar dan Andini terkejut mendengar suara itu, keduanya pun menoleh ke arah sumber suara dan membulatkan kedua matanya. 

‘Mas Alyas,’ gumam Andini.

“Anda siapa?” tanya Haidar. 

Alyas menyeringai lebar, “lepaskan genggaman tangan kamu dari tangan Andini!” 

“Emangnya kenapa? Apa urusan kamu sama kami berdua?” Haidar bener dibuat kesal karena Alyas terlihat menyebalkan. 

“Lepasin nggak!” teriak Alyas. 

Andini berusaha menggerakkan pergelangan tangannya, tapi Haidar semakin menggenggam tangannya erat. “Lepasin tanganku, Haidar!” 

“Tidak akan,” jawab Haidar. 

“Kamu mau tahu, kenapa saya meminta kamu melepaskan tangan Andini?” 

“Iya, saya mau tau.” Haidar penasaran. 

Alyas tersenyum simpul, kemudian berjalan perlahan mendekat ke arah Andini. Keduanya saling berhadapan satu sama lain, dan beradu tatap tepat di hadapan Haidar yang masih menggenggam tangan Andini. 

“Kamu mau apa?” tanya Haidar ada sedikit rasa takut.

Alyas tidak menghiraukan pertanyaan dari Haidar, pria tampan dan mempesona itu mengelus pipi Andini. Baik Alyas dan Andini sama-sama merasakan degupan jantung yang sudah tidak beraturan, kemudian tanpa basa basi lagi Alyas mengecup lembut bibir tipis Andini dengan lembut. Waktu seolah berhenti, baik itu bagi Haidar, Andini dan juga Alyas. Ketiga merasakan perasaan yang menyesakkan dada

‘Entah kenapa walaupun saya sudah berjanji akan terus mencintai Bunga, tapi saya tidak rela melihat kamu disentuh oleh pria lain? saya ingin buktikan bahwa kamu adalah milik saya, Andini hanya milik Alyas seorang.’ Batin Alyas. 

‘Raga ini ingin sekali mendorongmu, Mas! tapi perasaanku melarangnya. Aku merasa jadi wanita murahan yang haus akan sentuhan,’ batin Andini dengan linangan air mata. 

“Hei …, apa kamu sudah gila!” 

Bug!

Haidar menarik tubuh Alyas agar terlepas dari Andini, kemudian memukul wajahnya dengan keras.

“Jaga batasan kamu, ya!” teriak Haidar. “Dia itu sahabat saya, kami sudah bertahun-tahun berteman, dia itu wanita baik-baik dan terhormat.” 

“Cih …, kamu cuma sahabat Andini, kan?” Alyas terkekeh sambil mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya menggunakan ujung sikut. “Ingat ucapan saya baik-baik, walaupun kamu sahabat Andini kamu tidak berhak menyentuhnya, haram kamu menyentuh dia. Yang boleh menyentuh Andini hanya suaminya saja, yaitu saya sendiri.” 

Haidar tersenyum sambil menyeringai, “Jangan bercanda kamu, nggak mungkin Andini menikah sama orang brengsek seperti kamu. Mulut kamu saja bau alkohol, Jangan pernah bermimpi jadi suaminya Andini.” 

Haidar naik pitam dan hendak memukul Alyas untuk kedua kalinya, tapi Andini merentangkan tangan di depan Alyas. “Jangan memukulnya lagi, Haidar!”

“Kenapa Andini?” Haidar keheranan melihat wajah sahabatnya yang berderaian air mata. 

“Please jangan memukul suami aku lagi,” imbuhnya. 

“Oh, jadi yang diucapin sama pria brengsek itu adalah benar?” tanya Haidar kecewa, berharap Andini hanya bercanda. 

“Dia benar-benar suami aku,” jawab Andini. 

Setelah itu Alyas menggenggam tangan Andini dan membawanya menuju ke arah mobil yang terparkir di bahu jalan, sebelum benar-benar pergi. Alyas kembali menoleh dan menatap wajah Haidar yang nampak kecewa. “Carilah pasangan yang single, ingat, ya! Andini adalah istri saya dan selamanya akan menjadi istri saya. By …”

Andini langsung menoleh ke arah Alyas, ia merasakan sesuatu yang aneh dalam hatinya. 

Andini dan Alyas meninggalkan Haidar yang masih terpaku di bahu jalan, setelah itu menjalankan mobil dan pergi. 

Brum …

Andini dan Alyas duduk di bagian depan mobil, tidak ada percakapan apapun. Keduanya salah tingkah bingung harus berbuat apa. Untuk menghangatkan suasana, Alyas menyalakan radio dan muncul sebuah lagu. 

‘Aku jatuh cinta kepada dirinya

Sungguh-sungguh cinta oh apa adanya.’ 

Seketika Al kaget dan mencari saluran radio lain, dan muncul lagu lain yang masih berhubungan dengan dua orang sedang jatuh cinta. 

‘Kenapa semua saluran radio lagunya seperti ini, apa nggak ada lagu yang lain?’ gerutu Alyas mematikan radionya kesal. 

Andini menoleh ke arah Alyas dan sedikit tersenyum melihat suaminya yang salah tingkah. “Lagu-lagunya bagus kok, Mas!” 

“Iya itu bagi kamu, tapi tidak bagi saya.” Imbuhnya menoleh ke arah Andini. 

Seketika Alyas melihat tubuh Andini menggigil, ia pun menghentikan mobil ke bahu jalan. 

“Kenapa berhenti, Mas?” 

“Buka pakaian kamu!” 

Andini menatap tajam Alyas merasa kesal, “jangan pernah berpikir setelah kamu mendapatkan ciuman pertama aku, kamu bisa mendapatkan tubuh aku ya, M

as.” 

Alyas menggelengkan kepalanya, “jangan banyak bicara, buka pakaian kamu sekarang juga!” 

To be continued 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status