Tatapan Nanar Arumi tertuju pada Daniel, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan menusuk hati. Mustahil juga ia menjawab jujur atas apa yang telah terjadi semalam tadi.
“Sa-sakit mas, tolong lepaskan aku,” pinta Arumi memekik kesakitan dalam tangisnya. Daniel melepaskan cengkraman tangan sampai Arumi terjatuh dan tersungkur ke bawah lantai. Tapi gadis cantik itu berusaha untuk bangun dan menjelaskan kembali. “Mas, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, aku bisa menjelaskan jika aku..” Belum sempat Arumi menuntaskan perkataan dan memohon di bawah kaki calon suami yang sangat ia cintai. Namun alih-alih Daniel mau mendengar dia seolah tidak ingin menggubris. Yang ada dia sangat jijik saat melihat tanda-tanda merah serta penampilan Arumi yang terlihat sangat berantakan. Daniel menatap dan memasang wajah sedih penuh kecewa pada pak Harun, jika dirinya tidak bisa melanjutkan lagi rencana pernikahannya dengan Arumi dengan alasan Arumi yang tidak suci lagi. “Om, Tante kalian lihat sendiri bagaimana putri kalian membuat aku malu? Sepertinya lebih baik rencana pernikahan aku dan Arumi di batalkan saja.” Tegas Daniel tanpa ragu. Semua orang terkejut, terutama Arumi karena bagaimana bisa pernikahan yang sudah siap, beberapa hari lagi harus kandas begitu saja. Sebisa mungkin Arumi membujuk Daniel, agar memikirkan lagi semua impian yang telah mereka ukir dan rancang bersama setelah merajut tali kasih dua tahun. “Mas aku mohon, tolong pikirkan lagi kita sudah menyiapkan pernikahan sampai titik ini, bagaimana bisa kamu ingin membatalkannya?” Arumi berusaha membujuk. Ia berharap Daniel hanya sedang marah sesaat saja. Namun perkataan-perkataan menohok terlontar di bibir Daniel terdengar pedas dan menyakitkan hati Arumi. Dengan suara yang keras dan sangat lantang, Daniel mengatakan jika dia tidak Sudi menikahi wanita yang sudah kotor dan tanpa sungkan lagi pria itu meminta kompensasi pada Pak Harun, karena menurutnya Arumi lah yang bersalah telah mengkhianati dia. Pak Harun tersentak kaget, saat Daniel benar-benar serius membatalkan pernikahan yang telah di sepakati oleh mereka. Sebagai seorang ayah, Harun menatap tajam Arumi dengan perasaan marah dan kecewa. Hingga pria paruh baya itu tidak bisa lagi menahan emosi, dan melayangkan tangan kanannya tepat mendarat di pipi kanan Arumi. Plak! “Memalukan! Putri macam apa kau Arumi. Berani mencoreng nama ayah dan keluarga mu,” Hardik Pak Harun, dia benar-benar tidak bisa lagi mentolerir kesalahan putrinya yang begitu fatal. Arumi menggelengkan kepala seraya menyeka air mata. Dan menyanggah semua tuduhan yang di lontarkan padanya. “Ayah, maaf. Sungguh aku tidak bermaksud untuk mengkhianati atau membuat keluarga kita malu. Semalam Rania juga mengantarkan ku untuk beristirahat ke kamar mas Daniel, tapi entah kenapa aku malah masuk ke kamar yang salah.” Sesal Arumi, berharap semua orang percaya. Mendengar namanya di sebut, Rania tak terima lalu ia membela diri di depan semua orang. Jika dia tidak tahu apa-apa. “Ka Arumi, maksudmu apa? Jangan kamu menyeret aku dengan kesalahan mu itu,” bentak Rania kesal, memasang wajah polos penuh kekecewaan. Hati Arumi seolah tertusuk ribuan belati, saat ia merasa terpojok di depan semua. Malah adik tirinya juga tidak ingin membantu menjelaskan. Membuat ia semakin sedih. “Aku tidak menyalahkanmu Rania, hanya saja tolong jelaskan pada mas Daniel dan ayah jika aku semalam..” Belum tuntas Arumi menjelaskan. Lagi dan lagi Daniel kembali memotong perkataan Arumi, karena dia merasa sangat muak dan marah. “Cukup Arumi, kau tidak perlu membela diri lagi. Atau pun menyalahkan orang lain untuk menutupi perbuatan nakal mu, mulai hari ini kita putus aku tidak ingin mempunyai seorang istri yang tidak bisa menjaga kehormatannya dan rencana pernikahan kita batal,” Tegas Daniel menatap jijik penampilan Arumi dari bawah kaki sampai ke ujung kepala yang sangat berantakan. Perkataan Daniel seperti sebuah petir yang menggelegar, membuat semua tercengang terutama Arumi. “Tidak mas, ku mohon dengarkan penjelasanku,” Arumi berusaha memohon, wajah cantiknya memelas berharap Daniel hanya emosi sesaat saja. Bagaimana bisa ia membayangkan saat orang-orang akan memandangnya dan keluarga, jika sampai rencana pernikahan mereka batal, setelah sembilan puluh persen sudah siap. Pak Harun menggelengkan kepala, sebagai pengusaha yang baru kembali merintis bisnisnya lagi. Pria paruh baya itu benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana nanti image buruk keluarganya akan menjadi bulan-bulan para rekan bisnis, kerabat serta semua orang. Membuat ia terpaksa mengambil sebuah keputusan yang berat untuk menyelesaikan masalah saat ini. Dengan memberi sebuah penawaran pada Daniel. Jika pernikahan itu harus tetap di langsung dengan pengantin wanitanya di ganti oleh putri tirinya. Bahkan dia berjanji akan memberikan sebagian saham atas nama Rania sebagai kado pernikahan mereka. Tentu saja Daniel dan Rania terkejut, saat mendengar keputusan Pak Harun. Mereka saling menatap dan tersenyum tipis penuh arti. Berbeda dengan Arumi, spontan ia memprotes keputusan sang ayah. Saat hari bahagianya harus di berikan pada Rania. “Ayah! Apa yang ayah katakan? Bagaimana bisa posisiku di ganti oleh Rania,” Arumi tak terima, karena cintanya pada Daniel begitu besar. “Diam kamu, ini semua tidak akan pernah terjadi jika bukan karena kesalahan mu, sebelum membuat malu lebih jauh lagi lebih baik kamu pergi dari rumah ini,” usir Pak Harun menunjuk ke arah pintu, dengan penuh rasa kecewa dan amarah yang menyelimuti dirinya. Arumi menangis, selain Daniel yang tidak mempercayai dia bahkan ayahnya sendiri, kini sudah berubah membuat ia tak punya alasan untuk tetap bertahan di rumah. “Ayah mengusirku? Baik, jika itu membuat ayah tenang. Maafkan aku,” Arumi menggelengkan kepala dan tak habis pikir lalu berlari keluar seraya menyeka air mata yang tak henti-hentinya mengalir deras. Setelah putrinya benar-benar menghilang dari pandangan, seketika jantung Pak Harun terasa sakit sampai hampir terjatuh. “Ayah! Ayah kenapa?” Rania dan ibunya segera menghampiri, ibu dan anak itu terlihat seolah-olah cemas dan panik begitu juga dengan Daniel. Mereka segera membawa pria paruh baya itu ke rumah sakit. Setelah Arumi benar-benar pergi. Hujan deras mengguyur, kedua kaki Arumi terus berjalan dan melangkah meskipun tanpa arah dan tujuan kemana ia harus pergi. Dengan hanya membawa satu stel pakaian yang hanya di pakai saat ini. Satu-satunya orang yang menjadi tempat berlindung, sang ayah kini lebih banyak berubah setelah memiliki keluarga baru. Pikiran Arumi benar-benar kacau, hatinya meradang. Mengingat dirinya sudah tak suci lagi. Dan di usir dari rumah sendiri membuatnya tak bisa menahan kekecewaan atas nestapa yang menimpa. Seketika tubuh Arumi melemas dan terjatuh tepat di bawah tanah. “Kenapa? Kenapa semuanya harus menjadi seperti ini?”Satu jam sudah Arumi berjalan tanpa arah tujuan di tengah hujan badai dan kilatan petir mengiringi, alam pun seolah ikut menangisi kesedihannya saat ini. Wanita cantik itu benar-benar sangat bingung ke mana harus dia pergi atau hanya sekedar berkeluh kesah, setelah sang kekasih dan ayah yang selalu ia sayangi tidak percaya dan tidak peduli atas penjelasannya. “Semuanya sudah hancur, aku benci dengan semua ini,” teriak Arumi menatap langit dengan wajah yang mendongak, seluruh tubuhnya basah kuyup. Melihat dari atas ke bawah trotoar jalan sana cukup tinggi membuat Arumi gelap pikiran dan mata. Mengakhiri hidup saat ini adalah jalan tepat menurutnya, kehilangan kesucian, kekasih yang tak percaya dan ayah yang tak peduli lagi membuat ia sudah tak punya alasan lagi untuk menata masa depan. “Mah, maafin Arumi,” Arumi memejam kedua mata seraya melentangkan kedua tangannya, selangkah demi selangkah ia berdiri di atas besi penyangga jalan. Terdengar suara seruan beberapa orang di bawah s
Batas kesabaran Arumi sudah habis, saat ia di tuduh dan di pandang rendah oleh pria di depannya. Sampai melepas infus yang menempel di tangan lalu beranjak dari atas brankar dan berjalan dengan langkah terhuyung. Dewa terkejut, apa lagi saat Arumi hampir terjatuh karena masih merasa pusing dan lemas karena demam terkena hujan kemarin. Beruntung Dewangga spontan meraih dan menahan pinggang ramping Arumi, tatapan mereka berdua tak sengaja bertemu dan saling memandang, sampai merasakan nafas hangat satu sama lain tubuh mereka menempel tak menyisakan ruang. Suasana di ruangan itu hening dan sangat canggung. Jantung Arumi berdegup sangat kencang, beberapa kali ia menelan Saliva saat melihat dekat dan lebih jelas lagi wajah pria yang telah mengambil hal berharga dalam dirinya. Mengingat tuduhan dan kata-kata menyakitkan tadi, membuat Arumi segera melepaskan lengan Dewa dan segera menjaga jarak. “Jangan menyentuh ku!” Bentak Arumi. Dewa menyeringai sembari menggelengkan
Arumi masih duduk termenung, dia terlihat bingung kemana lagi dia harus pergi. Melihat ada telepon di meja samping membuat ia meraih dan mencobanya untuk menelpon ke rumah. Berharap sang ayah hanya marah dan emosi sesaat saja. Namun setelah sambungan telepon terhubung tidak ada jawaban, membuat air mata Arumi kembali menetes. "Sepertinya ayah benar-benar marah pada ku," lirihnya. Setelah beberapa menit Dewa berpikir, dengan berat hati lelaki tampan itu akhirnya mengambil keputusan dan menatap wajah wanita yang sudah merawat dan mendidiknya sampai saat ini. "Nenek, aku setuju dengan mu, aku akan menikahinya." Ungkap Dewa dengan kedua tangan yang terkepal. Senyuman bahagia terpancar di wajah nyonya Rima, saat mendengar jawaban cucu kesayangannya. "Keputusan yang tepat Dewa, selain untuk meredam skandal mu. Nenek juga tidak ingin jika sampai kedua pamanmu menatap posisi mu. Sekarang bicarakan dengannya baik-baik, sisanya biar nenek yang mengatur pernikahan kalian," imbuhnya.
Jantung Arumi berdegup sangat kencang, saat menginjakkan kedua kakinya di gedung pesta pernikahan. Wanita cantik itu terlihat menelan saliva-nya beberapa kali. Saat melihat sosok pria mengenakan Tuxedo hitamnya duduk menunggu dirinya untuk melangsungkan janji suci yang akan mereka langsungkan. Nyonya Rima menyambut hangat kedatangan Arumi, dia memperlakukan gadis itu dengan sangat baik sebagai cucu mantunya. "Arumi kau sangat cantik sekali, kemarilah Dewa sudah menunggu mu," sanjung nyonya Rima mengulurkan tangan. Arumi yang sempat ragu dalam hati. Tanpa banyak berpikir lagi perlahan ia mendekat dan duduk tepat di samping Dewa. Seketika Dewa melirik, penampilan Arumi saat ini memang sangat cantik dan anggun sebagai mempelai pengantin wanita. Tapi karena Arumi bukan wanita yang dia cintai membuat ekspresi wajahnya datar dan dingin. Arumi menghela nafas berat, saat acara pernikahannya di mulai yang hanya di hadiri oleh saudara serta kerabat dekat Dewangga saja. Sumpah dan janji
"Tentu saja tuan Dewa, anda tidak perlu khawatir, karena aku juga sebenarnya tidak menginginkan pernikahan ini," Arumi tersenyum getir dengan bibir merahnya yang terlihat gemetar. Dewa menyunggingkan senyum smrik, setelah mendengar perkataan Arumi. Membuat ia bernafas lega, dia mengingatkan Arumi harus sadar diri dan tidak berpikir lebih tentang pernikahan mereka yang sampai kapan pun tidak akan pernah ada rasa cinta. Tanpa banyak bicara lagi Dewa beranjak dari atas tempat duduknya, lalu dia sengaja tidur di sofa karena tidak ingin tidur satu ranjang dengan Arumi. Arumi yang masih duduk termenung tak sengaja dia melihat akun media sosial mantan kekasihnya Daniel yang saat ini pamer kemesraan dengan adik tiri dengan gambar caption sebuah cicin couple. Hal itu membuat Arumi sedikit Heran, karena bagaimana bisa Daniel dan Rania bisa sedekat itu padahal mereka baru putus beberapa hari itu pun karena kesalahan satu malam bersama Dewa. Melihat Arumi yang masih duduk termenung, membu
"Dewa! Ada apa dengan mu? Kenapa terlihat tidak senang, apa ada perkataan nenek yang salah?" satu pertanyaan nyonya Rima memecah keheningan di meja makan yang hanya ada suara sendok dan garpu saling beradu dan berdenting. Dewa tersentak dalam pemikirannya, lalu dia menyanggah karena tidak ingin membuat sang nenek kecewa. "Tidak, apa pun yang nenek perintah itu pasti terbaik untuk Dewa." Mendengar jawaban yang membuat hatinya puas, nyonya Rima tersenyum bahagia lalu melirik ke arah Arumi. Yang sedang makan dengan tatapan mata kosong. "Bagus, Dewa. Nenek sangat bangga karena kamu sekarang sudah mulai berpikir dengan dewasa. Oh iya, Arumi semoga kamu betah dan bahagia tinggal di rumah ini sebagai istri Dewa jika ada hal yang kamu inginkan katakan saja pada para pelayan di sini," Nyonya Rima mengingatkan. Arumi yang masih belum terbiasa dengan lingkungan rumah keluarga Wijaya membuat hati dan pikirannya, seolah tidak ada di sana. Yang ada di dalam hatinya ia berharap ayahnya bis
Arumi menatap sedih penuh kekecewaan saat melihat sikap kasar ibu tirinya, yang seolah membatasi untuk bertemu dengan sang ayah, namun ia tidak menyerah begitu saja. "Bu, aku ini juga putri ayah, dan berhak tahu keadaannya sekarang," Tegas Arumi terkekeh lalu mencoba masuk ke dalam ruang rawat. Namun Marisa dengan kasar menghalangi bahkan mendorong putri sambung yang sangat dia benci sampai akhirnya terjatuh ke bawah lantai. BRUUUKKK! "Aakkkh sakit," Arumi merintih saat tubuhnya tersungkur ke bawah lantai. Seketika Rania menahan tawa dengan menutup mulutnya, saat melihat Arumi jatuh kesakitan membuat wanita bertubuh sintal itu mencoba untuk mengingatkan ibunya. "Ya ampun, ka Arumi. Maafkan ibu mungkin ibu sedang marah," celetuk Rania dengan sikap manipulatif-nya. Arumi mengelengkan kepala saat ia di perlakukan kasar, lalu berusaha untuk berdiri kembali. Entah itu cuma perasaannya saja atau memang ini adalah sikap asli ibu sambungnya. Padahal sejak awal ayahnya meni
Siang berganti malam, setelah supir pribadi keluarga Wijaya membukakan pintu mobil untuk Arumi. Arumi berjalan dengan langkah pelan tubuhnya terasa melayang dan tatapan matanya pun terlihat sangat kosong. Mengingat hari ini banyak orang membuatnya sangat kecewa. Tidak di ijinkan bertemu dengan sang ayah, dan di pecat secara mendadak oleh bosnya membuat Arumi sangat terpukul dan sedih. Nyonya Rima yang sedang menyulam di atas sofa, wanita tua itu beranjak dari tempat duduknya lalu segera menyapa Arumi yang baru saja pulang dengan langkah yang lesu. "Arumi! kamu sudah pulang nak? di mana Dewa?" Satu pertanyaan dari nyonya Rima seraya mengedarkan pandangannya ke belakang Arumi, Arumi terbuyar dari lamunannya lalu gadis cantik itu spontan menjawab seraya menyeka air mata yang terus mengalir membasahi pipinya. "I-iya nek, maaf kalau aku pulang terlalu malam," sesal Arumi dengan nada tergagap. Melihat wajah Arumi yang sembab kening nyonya Rima berkerut, dia sangat penasaran a
Perintah sang ayah yang penuh penekanan membuat Arumi terdiam, ia berjanji jika nanti setelah dia pulang ke rumah keluarga barunya apa yang di inginkan tadi akan dia penuhi. "Ingat Arumi, kamu sudah membuat ayah malu dan kecewa di depan Daniel. Jangan pernah kamu permalukan keluarga kita lagi dengan kamu menikahi seorang pria yang tidak jelas asal usulnya!' Pak Harun kembali menegaskan dengan emosi yang semakin membuncah. Ingin Arumi menjelaskan jika pria yang telah menikah dengannya bukankah pria sembarangan yang ayahnya pikirkan, tapi seandainya jelaskan Arumi tidak yakin ayahnya akan percaya. "Baiklah ayah, aku akan mengatakan semuanya pada mas Dewa," lirih Arumi menghela nafas panjang. Lalu dia keluar dari ruangan perpustakaan ayahnya. Pak Harun sebenarnya ingin segera tahu siapa pria yang begitu berani menikahi putrinya tanpa seijin dirinya. "Bagus memang itu yang harus di lakukan seorang pria!" Marisa dan Rania mengerutkan kedua alisnya, mereka terkejut saat meng
Marisa dan Rania tertawa meledek saat mendengar perkataan Arumi, mereka benar-benar tidak percaya sama sekali malah kedua wanita itu mengatakan jika Arumi terlalu banyak berkhayal. "Arumi, kami tahu kamu itu belum terima di putuskan oleh Daniel tapi plis jangan bicara omong kosong. Lama-lama ayah mu malah akan semakin sakit karena tingkah laku mu lebih baik kamu tidak usah menghadiri acara lamaran Rania saja akan membuat malu saja," Cibir Marisa seraya memutar kedua bola matanya. "Bukan hanya membuat malu mah, tapi yang ada nanti mas Daniel malah akan emosi jika melihat wajah Arumi." Sambung Rania dengan nada sombong. Arumi menatap nanar ibu dan saudari tirinya, dia sangat terkejut dengan perkataan mereka yang begitu menusuk hati padahal selama ini mereka selalu bersikap baik. Tapi hari ini Arumi seperti baru tahu bagaimana sikap asli keduanya. "Ibu, Rania. Kenapa kalian berpikir seperti itu aku datang ke sini ingin memastikan kondisi dan ada beberapa hal penting yang ingi
Keesokan harinya, cahaya matahari bersinar memasuki celah-celah jendela. Arumi yang baru saja bangun perlahan ia turun dari atas ranjang seraya menggeliatkan kedua tangan perlahan menarik nafas dalam-dalam merasakan udara sejuk yang menyempurnakan suasana pagi itu. Arumi mengedarkan pandangan ke seluruh ruang kamar, terlihat sepi mengingat semalam Dewa yang tidak tidur di kamar membuatnya bertanya-tanya apa yang sebenarnya Dewa dan nyonya Rima bicarakan sampai larut malam. "Tumben sekali dia tidak ada? mungkin sudah pergi ke kantor," Arumi yang kemarin sudah meminta ijin untuk pulang ke rumah sang ayah. Membuat ia segera bersiap-siap mandi dan segera pergi ke rumah lama Rasa takut dan malu masih berkecamuk dalam hati, tapi rasa rindu dan cemas pada sang ayah mampu mengalahkan semua rasa bimbang dalam hati Arumi. Hingga membuatnya tetap pada pendiriannya. Satu jam kemudian, setelah Arumi berpenampilan rapih dan cantik. Perlahan menuruni tangga terlihat nyonya Rima tengah mem
Nyonya Rima sengaja meninggalkan Dewa dan Arumi, agar mereka berdua bisa dinner bersama berharap rencananya saat ini akan membuahkan hasil membuat mereka lebih dekat lagi. Dia juga tak lupa mengingatkan sang cucu agar membantunya untuk memperhatikan makanan Arumi sebelum berjalan menaiki tangga. Lelaki tampan itu pun hanya bisa patuh. Suasana di meja makan terasa hening dan canggung, Saat hanya ada mereka berdua yang di temani para pelayan yang berdiri sigap untuk melayani. Arumi terkejut saat melihat kue ulang tahun dan beberapa makanan tersaji di atas meja makan. Meskipun ragu gadis cantik itu mengungkap beberapa hal pada Dewa. "Aku tidak tahu kalau ternyata tuan Dewa hari ini ulang tahun, maaf kalau aku belum bisa memberikan sebuah kado," ucap Arumi memulai topik pembicaraan. Dewa menghela nafas panjang, rasanya dia sangat kecewa karena hari ulang tahunnya kali ini sangatlah berbeda dengan beberapa tahun ke belakang. "Tidak usah banyak berfikir sekarang cepat makan
Daniel terdiam, wajahnya memucat saat mendengar satu pertanyaan yang terlontar dari pak Harun. Dan yang membuatnya terkejut lagi saat melihat wajah Rania terlihat kesal padanya. "A-aku lupa pagi dengan cake kesukaan om, jadi ini beli yang ada saja tidak papa kan?" jelas Daniel yang berusaha menyanggah. Marisa yang baru saja datang membawa nampan yang berisi dua gelas kopi hitam, kini wanita paruh baya itu pun mempersilahkan Daniel untuk duduk. Daniel bernafas lega, dia merasa sangat di baju oleh calon ibu mertuanya. Tak ingin sampai perhatian suaminya teralihkan pada Arumi. Marisa tanpa sungkan mengingatkan tentang persiapan pernikahan putri kesayangannya Rania. "Ayah, Nak Daniel sengaja datang ke sini untuk membahas tentang tanggal pernikahan mereka. Arumi sudah mengkhianatinya jadi ayah lebih baik tidak usah membahas ke sana-ke sini dulu," tegur Marisa terlihat kesal. Pak Harun menghela nafas jengah, sebenarnya dia sangat tahu betul jika Arumi begitu mencintai Daniel da
Sesampainya di dalam mobil, Dewa menatap heran Arumi yang terlihat sangat kesal dan marah membuat lelaki tampan itu bertanya-tanya apa hubungan mereka sebenarnya. Yang jelas Dewa yakin jika mereka bukan hanya sekedar teman. Rasa marah dan kesal dalam hati Arumi berkecamuk menjadi satu, jelas-jelas Daniel membawa cake kesukaannya dan mungkin sengaja di bawakan untuk Rania. Membuat Arumi sedih dan sangat kecewa karena bagaimana bisa baru saja mereka putus belum lama tapi begitu mudahnya Daniel melupakan dirinya. "Apa yang sedang kamu pikirkan nona Arumi? Jangan sampai menggangu kehami-lan mu!" Peringat Dewangga dengan nada ketus. Arumi tersadar dari lamunannya lalu menjawab pertanyaan Dewa. "Aku tidak papa, tuan Dewa tidak perlu cemas. Tidak akan mengganggu kehamilan ku," balas Arumi. "Tentu saja karena itu harus!" tidak ingin banyak berdebat lagi, karena dia tahu bagaimana sikap pria yang ada di sampingnya sangat arogan dan keras kepala hingga lebih memilih untuk diam. Beberapa
"Arumi! Sedang apa kamu di sini?" Satu pertanyaan Daniel membuat Arumi membatu saat mereka tak sengaja berpapasan di toko kue yang sering mereka kunjungi saat dulu masih berpacaran. Melihat sosok Dewa yang ada di samping Arumi, membuat Daniel terkejut karena bagaimana bisa mantan kekasihnya itu bisa bersama dengan seorang pria yang terkenal sebagai pebisnis properti terbesar di seluruh kota. Arumi menatap nanar paper bag cake kesukaannya yang di pegang oleh Daniel bahkan beberapa pertanyaan pun mencuat dalam benaknya. "Untuk siapa cake itu? Aapa dia membelinya buat Karin?" Batin Arumi. "Kenapa tidak jawab, tidak di sangka putus dengan ku. Langsung cari target baru," Sindir Daniel menyeringai sinis. Darah Arumi mendidih saat mendengar kata-kata sinis Daniel yang membuatnya tidak nyaman. Lalu membalas. "Oh, mas Daniel pingin tahu aja ya kenapa aku bisa ada di sini, tapi sayang sekali ini bukan urusan mu, jadi lebih baik menyingkir dan beri aku jalan," balas Arumi kesal. Melihat A
Di kediaman rumah pak Hasan, Marisa terlihat sangat sibuk mempersiapkan pesta lamaran untuk Rania. Bahkan semua menu makanan sengaja dia pilihkan dengan menu khusus untuk calon besannya. Rania terlihat begitu bersemangat saat kedua orang tua Daniel akan datang untuk melamarnya. Rasanya dia sudah tidak sabar lagi. "Bu, semua makanan keluarga mas Daniel harus di siap dengan baik-baik karena aku tidak mau jika mereka berkunjung ke sini merasa tidak buas dengan jamuan kita," Rania mewanti-wanti ibunya. "Rania, tentu saja ibu akan menjamu dengan baik. Secara ini kan pesta lamaran putri kesayangannya ibu jadi jangan khawatir kamu fokus ambil hati ayah dan mertua mu. Agar mereka menyukai dan memberikan banyak saham sebagai kado pernikahan kalian," imbuh Marisa yang begitu bangga. Ketika kedua wanita itu tengah asik membahas persiapan sambutan buat besok, pak Hasan yang baru pulang kerja pria paruh baya itu pun sedikit terkejut saat melihat beberapa hadiah yang sedang di siapkan oleh is
Apa! Maksud mu? Siapa yang merepotkan?" Dewa menatap tajam pada Arumi, seketika Arumi terlihat salah tingkah karena takut bicara dan membuat pria di depannya marah. Sehingga membuat ia segera menyanggah dan mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan di antara mereka berdua. "Tidak, aku tidak bicara itu. Tuan mungkin salah dengar. Bisakah kita segera menyelesaikan perintah nenek," ungkap Arumi yang tak berani menatap wajah Dewa. Dewa berdecak kesal, saat melihat Arumi yang berusaha mengelak padahal jelas-jelas dia mendengar jika berjalan dengan hanya membuat repot. Tak ingin terlalu lama berada di luar lelaki tampan itu berusaha untuk tidak memperdebatkan lagi. Hingga akhirnya mereka berdua masuk ke dalam sebuah butik , yang di hiasi ragam pakaian wanita yang sangat bagus dan kualitas termahal. Kedatangan mereka di sambut hangat oleh para pelayan bahkan sampai manager butik itu sendiri. "Selamat datang Tuan dan nyonya apa ada yang bisa kami bantu?" Ujar sang manager dengan