Tatapan Nanar Arumi tertuju pada Daniel, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan menusuk hati. Mustahil juga ia menjawab jujur atas apa yang telah terjadi semalam tadi.
“Sa-sakit mas, tolong lepaskan aku,” pinta Arumi memekik kesakitan dalam tangisnya. Daniel melepaskan cengkraman tangan sampai Arumi terjatuh dan tersungkur ke bawah lantai. Tapi gadis cantik itu berusaha untuk bangun dan menjelaskan kembali. “Mas, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, aku bisa menjelaskan jika aku..” Belum sempat Arumi menuntaskan perkataan dan memohon di bawah kaki calon suami yang sangat ia cintai. Namun alih-alih Daniel mau mendengar dia seolah tidak ingin menggubris. Yang ada dia sangat jijik saat melihat tanda-tanda merah serta penampilan Arumi yang terlihat sangat berantakan. Daniel menatap dan memasang wajah sedih penuh kecewa pada pak Harun, jika dirinya tidak bisa melanjutkan lagi rencana pernikahannya dengan Arumi dengan alasan Arumi yang tidak suci lagi. “Om, Tante kalian lihat sendiri bagaimana putri kalian membuat aku malu? Sepertinya lebih baik rencana pernikahan aku dan Arumi di batalkan saja.” Tegas Daniel tanpa ragu. Semua orang terkejut, terutama Arumi karena bagaimana bisa pernikahan yang sudah siap, beberapa hari lagi harus kandas begitu saja. Sebisa mungkin Arumi membujuk Daniel, agar memikirkan lagi semua impian yang telah mereka ukir dan rancang bersama setelah merajut tali kasih dua tahun. “Mas aku mohon, tolong pikirkan lagi kita sudah menyiapkan pernikahan sampai titik ini, bagaimana bisa kamu ingin membatalkannya?” Arumi berusaha membujuk. Ia berharap Daniel hanya sedang marah sesaat saja. Namun perkataan-perkataan menohok terlontar di bibir Daniel terdengar pedas dan menyakitkan hati Arumi. Dengan suara yang keras dan sangat lantang, Daniel mengatakan jika dia tidak Sudi menikahi wanita yang sudah kotor dan tanpa sungkan lagi pria itu meminta kompensasi pada Pak Harun, karena menurutnya Arumi lah yang bersalah telah mengkhianati dia. Pak Harun tersentak kaget, saat Daniel benar-benar serius membatalkan pernikahan yang telah di sepakati oleh mereka. Sebagai seorang ayah, Harun menatap tajam Arumi dengan perasaan marah dan kecewa. Hingga pria paruh baya itu tidak bisa lagi menahan emosi, dan melayangkan tangan kanannya tepat mendarat di pipi kanan Arumi. Plak! “Memalukan! Putri macam apa kau Arumi. Berani mencoreng nama ayah dan keluarga mu,” Hardik Pak Harun, dia benar-benar tidak bisa lagi mentolerir kesalahan putrinya yang begitu fatal. Arumi menggelengkan kepala seraya menyeka air mata. Dan menyanggah semua tuduhan yang di lontarkan padanya. “Ayah, maaf. Sungguh aku tidak bermaksud untuk mengkhianati atau membuat keluarga kita malu. Semalam Rania juga mengantarkan ku untuk beristirahat ke kamar mas Daniel, tapi entah kenapa aku malah masuk ke kamar yang salah.” Sesal Arumi, berharap semua orang percaya. Mendengar namanya di sebut, Rania tak terima lalu ia membela diri di depan semua orang. Jika dia tidak tahu apa-apa. “Ka Arumi, maksudmu apa? Jangan kamu menyeret aku dengan kesalahan mu itu,” bentak Rania kesal, memasang wajah polos penuh kekecewaan. Hati Arumi seolah tertusuk ribuan belati, saat ia merasa terpojok di depan semua. Malah adik tirinya juga tidak ingin membantu menjelaskan. Membuat ia semakin sedih. “Aku tidak menyalahkanmu Rania, hanya saja tolong jelaskan pada mas Daniel dan ayah jika aku semalam..” Belum tuntas Arumi menjelaskan. Lagi dan lagi Daniel kembali memotong perkataan Arumi, karena dia merasa sangat muak dan marah. “Cukup Arumi, kau tidak perlu membela diri lagi. Atau pun menyalahkan orang lain untuk menutupi perbuatan nakal mu, mulai hari ini kita putus aku tidak ingin mempunyai seorang istri yang tidak bisa menjaga kehormatannya dan rencana pernikahan kita batal,” Tegas Daniel menatap jijik penampilan Arumi dari bawah kaki sampai ke ujung kepala yang sangat berantakan. Perkataan Daniel seperti sebuah petir yang menggelegar, membuat semua tercengang terutama Arumi. “Tidak mas, ku mohon dengarkan penjelasanku,” Arumi berusaha memohon, wajah cantiknya memelas berharap Daniel hanya emosi sesaat saja. Bagaimana bisa ia membayangkan saat orang-orang akan memandangnya dan keluarga, jika sampai rencana pernikahan mereka batal, setelah sembilan puluh persen sudah siap. Pak Harun menggelengkan kepala, sebagai pengusaha yang baru kembali merintis bisnisnya lagi. Pria paruh baya itu benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana nanti image buruk keluarganya akan menjadi bulan-bulan para rekan bisnis, kerabat serta semua orang. Membuat ia terpaksa mengambil sebuah keputusan yang berat untuk menyelesaikan masalah saat ini. Dengan memberi sebuah penawaran pada Daniel. Jika pernikahan itu harus tetap di langsung dengan pengantin wanitanya di ganti oleh putri tirinya. Bahkan dia berjanji akan memberikan sebagian saham atas nama Rania sebagai kado pernikahan mereka. Tentu saja Daniel dan Rania terkejut, saat mendengar keputusan Pak Harun. Mereka saling menatap dan tersenyum tipis penuh arti. Berbeda dengan Arumi, spontan ia memprotes keputusan sang ayah. Saat hari bahagianya harus di berikan pada Rania. “Ayah! Apa yang ayah katakan? Bagaimana bisa posisiku di ganti oleh Rania,” Arumi tak terima, karena cintanya pada Daniel begitu besar. “Diam kamu, ini semua tidak akan pernah terjadi jika bukan karena kesalahan mu, sebelum membuat malu lebih jauh lagi lebih baik kamu pergi dari rumah ini,” usir Pak Harun menunjuk ke arah pintu, dengan penuh rasa kecewa dan amarah yang menyelimuti dirinya. Arumi menangis, selain Daniel yang tidak mempercayai dia bahkan ayahnya sendiri, kini sudah berubah membuat ia tak punya alasan untuk tetap bertahan di rumah. “Ayah mengusirku? Baik, jika itu membuat ayah tenang. Maafkan aku,” Arumi menggelengkan kepala dan tak habis pikir lalu berlari keluar seraya menyeka air mata yang tak henti-hentinya mengalir deras. Setelah putrinya benar-benar menghilang dari pandangan, seketika jantung Pak Harun terasa sakit sampai hampir terjatuh. “Ayah! Ayah kenapa?” Rania dan ibunya segera menghampiri, ibu dan anak itu terlihat seolah-olah cemas dan panik begitu juga dengan Daniel. Mereka segera membawa pria paruh baya itu ke rumah sakit. Setelah Arumi benar-benar pergi. Hujan deras mengguyur, kedua kaki Arumi terus berjalan dan melangkah meskipun tanpa arah dan tujuan kemana ia harus pergi. Dengan hanya membawa satu stel pakaian yang hanya di pakai saat ini. Satu-satunya orang yang menjadi tempat berlindung, sang ayah kini lebih banyak berubah setelah memiliki keluarga baru. Pikiran Arumi benar-benar kacau, hatinya meradang. Mengingat dirinya sudah tak suci lagi. Dan di usir dari rumah sendiri membuatnya tak bisa menahan kekecewaan atas nestapa yang menimpa. Seketika tubuh Arumi melemas dan terjatuh tepat di bawah tanah. “Kenapa? Kenapa semuanya harus menjadi seperti ini?”Satu jam sudah Arumi berjalan tanpa arah tujuan di tengah hujan badai dan kilatan petir mengiringi, alam pun seolah ikut menangisi kesedihannya saat ini. Wanita cantik itu benar-benar sangat bingung ke mana harus dia pergi atau hanya sekedar berkeluh kesah, setelah sang kekasih dan ayah yang selalu ia sayangi tidak percaya dan tidak peduli atas penjelasannya. “Semuanya sudah hancur, aku benci dengan semua ini,” teriak Arumi menatap langit dengan wajah yang mendongak, seluruh tubuhnya basah kuyup. Melihat dari atas ke bawah trotoar jalan sana cukup tinggi membuat Arumi gelap pikiran dan mata. Mengakhiri hidup saat ini adalah jalan tepat menurutnya, kehilangan kesucian, kekasih yang tak percaya dan ayah yang tak peduli lagi membuat ia sudah tak punya alasan lagi untuk menata masa depan. “Mah, maafin Arumi,” Arumi memejam kedua mata seraya melentangkan kedua tangannya, selangkah demi selangkah ia berdiri di atas besi penyangga jalan. Terdengar suara seruan beberapa orang di bawah s
Batas kesabaran Arumi sudah habis, saat ia di tuduh dan di pandang rendah oleh pria di depannya. Sampai melepas infus yang menempel di tangan lalu beranjak dari atas brankar dan berjalan dengan langkah terhuyung. Dewa terkejut, apa lagi saat Arumi hampir terjatuh karena masih merasa pusing dan lemas karena demam terkena hujan kemarin. Beruntung Dewangga spontan meraih dan menahan pinggang ramping Arumi, tatapan mereka berdua tak sengaja bertemu dan saling memandang, sampai merasakan nafas hangat satu sama lain tubuh mereka menempel tak menyisakan ruang. Suasana di ruangan itu hening dan sangat canggung. Jantung Arumi berdegup sangat kencang, beberapa kali ia menelan Saliva saat melihat dekat dan lebih jelas lagi wajah pria yang telah mengambil hal berharga dalam dirinya. Mengingat tuduhan dan kata-kata menyakitkan tadi, membuat Arumi segera melepaskan lengan Dewa dan segera menjaga jarak. “Jangan menyentuh ku!” Bentak Arumi. Dewa menyeringai sembari menggelengkan
Arumi masih duduk termenung, dia terlihat bingung kemana lagi dia harus pergi. Melihat ada telepon di meja samping membuat ia meraih dan mencobanya untuk menelpon ke rumah. Berharap sang ayah hanya marah dan emosi sesaat saja. Namun setelah sambungan telepon terhubung tidak ada jawaban, membuat air mata Arumi kembali menetes. "Sepertinya ayah benar-benar marah pada ku," lirihnya. Setelah beberapa menit Dewa berpikir, dengan berat hati lelaki tampan itu akhirnya mengambil keputusan dan menatap wajah wanita yang sudah merawat dan mendidiknya sampai saat ini. "Nenek, aku setuju dengan mu, aku akan menikahinya." Ungkap Dewa dengan kedua tangan yang terkepal. Senyuman bahagia terpancar di wajah nyonya Rima, saat mendengar jawaban cucu kesayangannya. "Keputusan yang tepat Dewa, selain untuk meredam skandal mu. Nenek juga tidak ingin jika sampai kedua pamanmu menatap posisi mu. Sekarang bicarakan dengannya baik-baik, sisanya biar nenek yang mengatur pernikahan kalian," imbuhnya.
Jantung Arumi berdegup sangat kencang, saat menginjakkan kedua kakinya di gedung pesta pernikahan. Wanita cantik itu terlihat menelan saliva-nya beberapa kali. Saat melihat sosok pria mengenakan Tuxedo hitamnya duduk menunggu dirinya untuk melangsungkan janji suci yang akan mereka langsungkan. Nyonya Rima menyambut hangat kedatangan Arumi, dia memperlakukan gadis itu dengan sangat baik sebagai cucu mantunya. "Arumi kau sangat cantik sekali, kemarilah Dewa sudah menunggu mu," sanjung nyonya Rima mengulurkan tangan. Arumi yang sempat ragu dalam hati. Tanpa banyak berpikir lagi perlahan ia mendekat dan duduk tepat di samping Dewa. Seketika Dewa melirik, penampilan Arumi saat ini memang sangat cantik dan anggun sebagai mempelai pengantin wanita. Tapi karena Arumi bukan wanita yang dia cintai membuat ekspresi wajahnya datar dan dingin. Arumi menghela nafas berat, saat acara pernikahannya di mulai yang hanya di hadiri oleh saudara serta kerabat dekat Dewangga saja. Sumpah dan janji
"Tentu saja tuan Dewa, anda tidak perlu khawatir, karena aku juga sebenarnya tidak menginginkan pernikahan ini," Arumi tersenyum getir dengan bibir merahnya yang terlihat gemetar. Dewa menyunggingkan senyum smrik, setelah mendengar perkataan Arumi. Membuat ia bernafas lega, dia mengingatkan Arumi harus sadar diri dan tidak berpikir lebih tentang pernikahan mereka yang sampai kapan pun tidak akan pernah ada rasa cinta. Tanpa banyak bicara lagi Dewa beranjak dari atas tempat duduknya, lalu dia sengaja tidur di sofa karena tidak ingin tidur satu ranjang dengan Arumi. Arumi yang masih duduk termenung tak sengaja dia melihat akun media sosial mantan kekasihnya Daniel yang saat ini pamer kemesraan dengan adik tiri dengan gambar caption sebuah cicin couple. Hal itu membuat Arumi sedikit Heran, karena bagaimana bisa Daniel dan Rania bisa sedekat itu padahal mereka baru putus beberapa hari itu pun karena kesalahan satu malam bersama Dewa. Melihat Arumi yang masih duduk termenung, membu
"Dewa! Ada apa dengan mu? Kenapa terlihat tidak senang, apa ada perkataan nenek yang salah?" satu pertanyaan nyonya Rima memecah keheningan di meja makan yang hanya ada suara sendok dan garpu saling beradu dan berdenting. Dewa tersentak dalam pemikirannya, lalu dia menyanggah karena tidak ingin membuat sang nenek kecewa. "Tidak, apa pun yang nenek perintah itu pasti terbaik untuk Dewa." Mendengar jawaban yang membuat hatinya puas, nyonya Rima tersenyum bahagia lalu melirik ke arah Arumi. Yang sedang makan dengan tatapan mata kosong. "Bagus, Dewa. Nenek sangat bangga karena kamu sekarang sudah mulai berpikir dengan dewasa. Oh iya, Arumi semoga kamu betah dan bahagia tinggal di rumah ini sebagai istri Dewa jika ada hal yang kamu inginkan katakan saja pada para pelayan di sini," Nyonya Rima mengingatkan. Arumi yang masih belum terbiasa dengan lingkungan rumah keluarga Wijaya membuat hati dan pikirannya, seolah tidak ada di sana. Yang ada di dalam hatinya ia berharap ayahnya bis
Arumi menatap sedih penuh kekecewaan saat melihat sikap kasar ibu tirinya, yang seolah membatasi untuk bertemu dengan sang ayah, namun ia tidak menyerah begitu saja. "Bu, aku ini juga putri ayah, dan berhak tahu keadaannya sekarang," Tegas Arumi terkekeh lalu mencoba masuk ke dalam ruang rawat. Namun Marisa dengan kasar menghalangi bahkan mendorong putri sambung yang sangat dia benci sampai akhirnya terjatuh ke bawah lantai. BRUUUKKK! "Aakkkh sakit," Arumi merintih saat tubuhnya tersungkur ke bawah lantai. Seketika Rania menahan tawa dengan menutup mulutnya, saat melihat Arumi jatuh kesakitan membuat wanita bertubuh sintal itu mencoba untuk mengingatkan ibunya. "Ya ampun, ka Arumi. Maafkan ibu mungkin ibu sedang marah," celetuk Rania dengan sikap manipulatif-nya. Arumi mengelengkan kepala saat ia di perlakukan kasar, lalu berusaha untuk berdiri kembali. Entah itu cuma perasaannya saja atau memang ini adalah sikap asli ibu sambungnya. Padahal sejak awal ayahnya meni
Siang berganti malam, setelah supir pribadi keluarga Wijaya membukakan pintu mobil untuk Arumi. Arumi berjalan dengan langkah pelan tubuhnya terasa melayang dan tatapan matanya pun terlihat sangat kosong. Mengingat hari ini banyak orang membuatnya sangat kecewa. Tidak di ijinkan bertemu dengan sang ayah, dan di pecat secara mendadak oleh bosnya membuat Arumi sangat terpukul dan sedih. Nyonya Rima yang sedang menyulam di atas sofa, wanita tua itu beranjak dari tempat duduknya lalu segera menyapa Arumi yang baru saja pulang dengan langkah yang lesu. "Arumi! kamu sudah pulang nak? di mana Dewa?" Satu pertanyaan dari nyonya Rima seraya mengedarkan pandangannya ke belakang Arumi, Arumi terbuyar dari lamunannya lalu gadis cantik itu spontan menjawab seraya menyeka air mata yang terus mengalir membasahi pipinya. "I-iya nek, maaf kalau aku pulang terlalu malam," sesal Arumi dengan nada tergagap. Melihat wajah Arumi yang sembab kening nyonya Rima berkerut, dia sangat penasaran a
Nyonya Retha menatap tajam Dewa, dia tidak pernah menyangka jika putranya begitu lancang melawan dirinya. Padahal selama ini selalu patuh dan selalu memprioritaskan dirinya. "Dewa! jangan membantah ibu, apa yang ibu pilihkan itu yang terbaik untuk mu," Bentaknya. Dewa yang saat ini tengah merasakan kekacauan di dalam hatinya, kini dia memilih untuk pergi keluar tanpa menghiraukan lagi perintah yang sudah membuatnya sangat muak. "Dewa! tunggu, ibu belum selesai berbicara," panggil nyonya Retha dengan nada tinggi dan menatap tajam pada putra sulungnya. Saat perkataan tidak di gubris. Nyonya Rima yang baru keluar dari kamarnya, wanita tua itu di dampingi kedua pelayan lalu menghampiri Margaretha dan menegurnya karena menurutnya sikapnya terlalu berlebihan. "Retha! lebih baik kamu jangan selalu menekan Dewa, bagaimana pun juga dia sudah dewasa dan tahu kebahagiaan untuk dirinya sendiri," Protes Nyonya Rima menatap kesal putrinya. Margaretha mendelik, dia merasa jika dirinya
Suster Rini mencoba untuk melihat sosok pria yang ada di dalam foto yang di pegang oleh Excel, terlihat sangat tampan dan gagah. "Pria ini kenapa terasa tidak asing ya?" gumam Suster Rini sembari memutar kedua bola matanya. Excel menatap suster Rini, lalu jagoan kecil itu bertanya karena penasaran. "Suster!" panggil Excel dengan nada gemasnya. Seketika suster Rini terbuyar dari lamunannya, lalu duduk dan jongkok. "Iya ada apa Excel?" sahut suster Rini sembari mengelus kepala jagoan kecil itu. "Suster kenal tidak sama om tampan ini? ko bisa ada di lemari mommy ya?" tanya Excel penasaran. Suster Rini tersenyum lalu dia menjawab, jika tidak mengenal pria itu akan tetapi wanita itu sedikit mulai menatap jelas foto sang pria dengan wajah Excel yang memiliki kemiripan. "Suster gak tahu anak manis, tapi nanti akan coba suster cari tahu ya, sekarang makan dulu biar cepat besar dan nanti bisa cari dady gimana?" bujuk suster Rini sembari menyodorkan makanan di atas sendok. Excel
"Cukup Laura! berhenti berteriak di depan ku!" Dewa menghardik Laura, di saat kekasih di masa kecilnya itu terus menuntut untuk menikah membuatnya semakin emosi sampai memegang kepala yang masih terasa sakit dan pusing karena pengaruh alkohol yang belum sepenuhnya hilang. Laura tergugu, baru kali ini dia melihat ekspresi Dewa yang sangat marah. Padahal selama mereka pacaran dulu tidak pernah membentak membuat wanita berprofesi sebagai model itu semakin tidak tenang. "Tidak bisa! jangan menyuruh aku untuk diam, kesabaran aku sudah habis mas. Aku kembali hanya untuk kami demi meneruskan impian masa depan kita," Ungkap Laura dengan keinginannya. Semakin di desak Dewa semakin emosi, apa lagi dia yang tidak suka di atur oleh seorang wanita membuatnya terpaksa mengucapkan peringatan untuk uang kedua kalinya di saat mereka berdua beradu argument. "Berhenti! atau aku tidak akan mengijinkan mu menemui ku di mana pun berada," Ancam Dewa terlihat serius. Seketika Laura terdiam dan
Arumi tercengang, saat melihat dan mendengar pertanyaan cinta Adrian yang membuatnya tak habis pikir dan sulit untuk di percaya, karena selama ini sosok lelaki yang ada di depannya itu telah ia anggap sebagai Kaka senior tidak lebih dari itu. "Arumi! apa kamu mendengar ku?" Adrian memegang erat tangan Arumi, sembari menatap dalam tanpa berkedip sedikit pun. Keduanya saling menatap satu sama lain, terutama Adrian, seolah tak ingin melepaskan pandanganya walaupun sebentar saja. Berbeda hal dengan Arumi. Wanita cantik itu berusaha memalingkan wajah ke samping. Rasanya begitu berat untuk menjawab tapi ia memberanikan diri walaupun tidak tahu jawabannya akan di terima atau tidak oleh Adrian. Setelah menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya pelan, Arumi memberikan sebuah jawaban. "Mas Adrian! kamu adalah pria baik, rasanya sangat cocok jika mencari seorang gadis di luar sana yang masih single, tidak seperti aku." Lirih Arumi yang merasa sangat insecure. Namun yang jelas dalam
Adrian tidak yakin saat mendengar perkataan Arumi, yang sudah tidak peduli lagi pada Dewa. Karena terdengar dari nada suaranya yang penuh dengan keterpaksaan. "Benarkah seperti itu? apa kamu tidak marah melihat berita skandal tentang mereka?" Adrian memastikan kembali. Arumi rasanya sangat sesak setiap kali ada orang yang membahas tentang Dewa, yang sudah pelan dia lupakan meskipun ada luka hati yang sangat sulit untuk dia sembuhkan. "Cukup tuan, tolong jangan bahas tentang mereka lagi," Pinta Arumi dengan nada sedikit tinggi. Untuk yang pertama kalinya, Adrian sangat terkejut saat melihat Arumi sampai marah dan terlihat sangat serius. "Baiklah, maafkan aku. Aku tidak akan membahas tentang dia lagi," Sesal Adrian. Arumi tidak banyak bicara lagi, satu panggilan dari baby sisternya membuat dia begitu antusias, karena pasti jagoan kecilnya yang ingin menelpon. Setelah menjaga jarak di saat mengangkat telepon dari Excel, Arumi terlihat sangat senang mengingat beberapa jam y
Dewa menghela nafas jengah, saat Laura terus menuntut agar segera menikahinya. Tak ingin banyak bicara lelaki tampan itu pun keluar dari kamar tanpa bicara lagi. "Mas Dewa! tunggu," Laura tidak terima di tinggal begitu saja. Dia berjalan mengikuti Dewangga. Hingga terlihat beberapa kelompok paparazi yang sudah sigap mencari bahan berita terutama seorang Dewa, selain di kenal sebagai CEO muda yang tengah jadi perbincangan hangat di khalayak umum. Terutama sejak berita sang istri pergi. Dewa terkejut, saat melihat para wartawan itu menghadang dirinya dengan beberapa bidik kamera, dan mereka juga melontarkan beberapa pertanyaan padanya. "Tuan Dewa! kenapa anda dan nona keluar dari ruangan kamar yang sama? jangan bilang kalian berdua sudah merajut tali kasih kembali?" celetuk salah satu wartawan tanpa ragu. "Iya benar, apa kalian sudah bersama lagi? lalu bagaimana dengan nona Arumi?" sambung karyawan lainnya. Dewa semakin kesal saat melihat dan mendengar pertanyaan para war
Pertanyaan Adrian membuat Arumi sedikit tidak nyaman, karena bagi Arumi yang dia pikirkan saat ini hanyalah putra kesayangannya dengan karier. "Arumi! Apa kamu mendengar ku?" Adrian memastikan kembali sembari menatap wanita yang sudah dia idamkan dari samping. "Iya mas, aku mendengarnya untuk saat ini aku belum memikirkan hal itu. Selain mengejar karier, aku juga ingin membantu ayah merebut perusahaanya kembali dari Daniel," Jelas Arumi dengan nada santai dan terus berusaha menghindari tatapan Adrian yang terus membidik ke arahnya. Ekspresi wajah Adrian terlihat sangat kecewa tapi dia tidak ingin terlihat kesal oleh Arumi. Dan berusaha tetap menjadi orang yang bijak. "Tidak baik terlalu lama terlarut masa lalu, belajarlah membuka hati untuk pria lain, dan Arumi apakah kamu tahu jika aku .." Adrian belum tuntas mengungkapkan perasaannya. Dia terkejut saat mendapati Arumi sudah tertidur saja. Membuat Adrian menggelengkan kepala dan tak habis pikir. Entah harus sampai kapan dia bers
Suara music menusuk gendang telinga dan lampu disco terlihat kerlap-kerlip menyilaukan kedua pasang manik mata yang menatapnya. Suasana bar terlihat meriah. Para pria dan wanita kelas atas di sana terlihat begitu menikmati dugem seolah melampiaskan masalah yang ada dalan hati dan pikiran, termasuk Dewangga dia di paksa untuk ikut bergabung dengan mereka. Tomy dan Edgar yang membawa pasangan, sesekali meledek Dewa yang saat ini berbeda seperti dulu. "Hey! Tuan Dewa, mari kita bersenang-senang sekarang kekasih lama mu bukankah sudah kembali, ayo jangan sia-siakan kesempatan ini, dugem sampai pagi," seru kedua pria yang sesekali meneguk anggur merah. Dewa yang sudah mulai merasakan efek alkohol kepalanya terasa berat, pandangannya bahkan sudah mulai memburam. Bahkan kakinya tak sengaja menyandung meja yang ada di sana dan hampir terjatuh. BRUK!"Mas Dewa! Apa kamu tidak apa-apa?" Tanya Laura sembari memegang lengan Dewa. Laura tak ingin melewatkan kesempatan emas, untuk membuat Dew
Keesokan harinya, cahaya matahari menyinari gordeng menembus celah-celah jendela. Arumi yang sudah bersiap pergi menemui Adrian mulai mengecek beberapa dokumen desainnya karena tidak mau jika sampai ketinggalan. Excel yang baru saja bangun yang surat rapih mengenakan seragam TK, jagoan kecil itu terlihat begitu antusias saat melihat mommy-nya sudah bersiap untuk pergi, membuatnya sedikit sedih. "Mommy! Mommy mau pelgi lagi?" Tanya Excel dengan nada lagi cadelnya. Arumi menjeda aktivitasnya sejenak, lalu ia meraih dan mendudukkan jagoan kecilnya lalu menjawab pertanyaan. "Iya sayang, mommy pergi kerja dulu ke luar kota, Excel di sini dengan suster Rini dan ingat tidak boleh nakal, okey?" Bujuk Arumi yang berusaha mengingatkan. Excel terdiam, bibir mungilnya mengerucut saat mendengar nasehat mommy yang sangat dia sayangi. Karena sering di tinggal jagoan kecil itu tidak seperti biasanya merengek minta ikut. "Momy, udah Janji mommy temui Excel sama dady jadi kapan?" Arumi ter