Tatapan Nanar Arumi tertuju pada Daniel, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan menusuk hati. Mustahil juga ia menjawab jujur atas apa yang telah terjadi semalam tadi.
“Sa-sakit mas, tolong lepaskan aku,” pinta Arumi memekik kesakitan dalam tangisnya. Daniel melepaskan cengkraman tangan sampai Arumi terjatuh dan tersungkur ke bawah lantai. Tapi gadis cantik itu berusaha untuk bangun dan menjelaskan kembali. “Mas, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, aku bisa menjelaskan jika aku..” Belum sempat Arumi menuntaskan perkataan dan memohon di bawah kaki calon suami yang sangat ia cintai. Namun alih-alih Daniel mau mendengar dia seolah tidak ingin menggubris. Yang ada dia sangat jijik saat melihat tanda-tanda merah serta penampilan Arumi yang terlihat sangat berantakan. Daniel menatap dan memasang wajah sedih penuh kecewa pada pak Harun, jika dirinya tidak bisa melanjutkan lagi rencana pernikahannya dengan Arumi dengan alasan Arumi yang tidak suci lagi. “Om, Tante kalian lihat sendiri bagaimana putri kalian membuat aku malu? Sepertinya lebih baik rencana pernikahan aku dan Arumi di batalkan saja.” Tegas Daniel tanpa ragu. Semua orang terkejut, terutama Arumi karena bagaimana bisa pernikahan yang sudah siap, beberapa hari lagi harus kandas begitu saja. Sebisa mungkin Arumi membujuk Daniel, agar memikirkan lagi semua impian yang telah mereka ukir dan rancang bersama setelah merajut tali kasih dua tahun. “Mas aku mohon, tolong pikirkan lagi kita sudah menyiapkan pernikahan sampai titik ini, bagaimana bisa kamu ingin membatalkannya?” Arumi berusaha membujuk. Ia berharap Daniel hanya sedang marah sesaat saja. Namun perkataan-perkataan menohok terlontar di bibir Daniel terdengar pedas dan menyakitkan hati Arumi. Dengan suara yang keras dan sangat lantang, Daniel mengatakan jika dia tidak Sudi menikahi wanita yang sudah kotor dan tanpa sungkan lagi pria itu meminta kompensasi pada Pak Harun, karena menurutnya Arumi lah yang bersalah telah mengkhianati dia. Pak Harun tersentak kaget, saat Daniel benar-benar serius membatalkan pernikahan yang telah di sepakati oleh mereka. Sebagai seorang ayah, Harun menatap tajam Arumi dengan perasaan marah dan kecewa. Hingga pria paruh baya itu tidak bisa lagi menahan emosi, dan melayangkan tangan kanannya tepat mendarat di pipi kanan Arumi. Plak! “Memalukan! Putri macam apa kau Arumi. Berani mencoreng nama ayah dan keluarga mu,” Hardik Pak Harun, dia benar-benar tidak bisa lagi mentolerir kesalahan putrinya yang begitu fatal. Arumi menggelengkan kepala seraya menyeka air mata. Dan menyanggah semua tuduhan yang di lontarkan padanya. “Ayah, maaf. Sungguh aku tidak bermaksud untuk mengkhianati atau membuat keluarga kita malu. Semalam Rania juga mengantarkan ku untuk beristirahat ke kamar mas Daniel, tapi entah kenapa aku malah masuk ke kamar yang salah.” Sesal Arumi, berharap semua orang percaya. Mendengar namanya di sebut, Rania tak terima lalu ia membela diri di depan semua orang. Jika dia tidak tahu apa-apa. “Ka Arumi, maksudmu apa? Jangan kamu menyeret aku dengan kesalahan mu itu,” bentak Rania kesal, memasang wajah polos penuh kekecewaan. Hati Arumi seolah tertusuk ribuan belati, saat ia merasa terpojok di depan semua. Malah adik tirinya juga tidak ingin membantu menjelaskan. Membuat ia semakin sedih. “Aku tidak menyalahkanmu Rania, hanya saja tolong jelaskan pada mas Daniel dan ayah jika aku semalam..” Belum tuntas Arumi menjelaskan. Lagi dan lagi Daniel kembali memotong perkataan Arumi, karena dia merasa sangat muak dan marah. “Cukup Arumi, kau tidak perlu membela diri lagi. Atau pun menyalahkan orang lain untuk menutupi perbuatan nakal mu, mulai hari ini kita putus aku tidak ingin mempunyai seorang istri yang tidak bisa menjaga kehormatannya dan rencana pernikahan kita batal,” Tegas Daniel menatap jijik penampilan Arumi dari bawah kaki sampai ke ujung kepala yang sangat berantakan. Perkataan Daniel seperti sebuah petir yang menggelegar, membuat semua tercengang terutama Arumi. “Tidak mas, ku mohon dengarkan penjelasanku,” Arumi berusaha memohon, wajah cantiknya memelas berharap Daniel hanya emosi sesaat saja. Bagaimana bisa ia membayangkan saat orang-orang akan memandangnya dan keluarga, jika sampai rencana pernikahan mereka batal, setelah sembilan puluh persen sudah siap. Pak Harun menggelengkan kepala, sebagai pengusaha yang baru kembali merintis bisnisnya lagi. Pria paruh baya itu benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana nanti image buruk keluarganya akan menjadi bulan-bulan para rekan bisnis, kerabat serta semua orang. Membuat ia terpaksa mengambil sebuah keputusan yang berat untuk menyelesaikan masalah saat ini. Dengan memberi sebuah penawaran pada Daniel. Jika pernikahan itu harus tetap di langsung dengan pengantin wanitanya di ganti oleh putri tirinya. Bahkan dia berjanji akan memberikan sebagian saham atas nama Rania sebagai kado pernikahan mereka. Tentu saja Daniel dan Rania terkejut, saat mendengar keputusan Pak Harun. Mereka saling menatap dan tersenyum tipis penuh arti. Berbeda dengan Arumi, spontan ia memprotes keputusan sang ayah. Saat hari bahagianya harus di berikan pada Rania. “Ayah! Apa yang ayah katakan? Bagaimana bisa posisiku di ganti oleh Rania,” Arumi tak terima, karena cintanya pada Daniel begitu besar. “Diam kamu, ini semua tidak akan pernah terjadi jika bukan karena kesalahan mu, sebelum membuat malu lebih jauh lagi lebih baik kamu pergi dari rumah ini,” usir Pak Harun menunjuk ke arah pintu, dengan penuh rasa kecewa dan amarah yang menyelimuti dirinya. Arumi menangis, selain Daniel yang tidak mempercayai dia bahkan ayahnya sendiri, kini sudah berubah membuat ia tak punya alasan untuk tetap bertahan di rumah. “Ayah mengusirku? Baik, jika itu membuat ayah tenang. Maafkan aku,” Arumi menggelengkan kepala dan tak habis pikir lalu berlari keluar seraya menyeka air mata yang tak henti-hentinya mengalir deras. Setelah putrinya benar-benar menghilang dari pandangan, seketika jantung Pak Harun terasa sakit sampai hampir terjatuh. “Ayah! Ayah kenapa?” Rania dan ibunya segera menghampiri, ibu dan anak itu terlihat seolah-olah cemas dan panik begitu juga dengan Daniel. Mereka segera membawa pria paruh baya itu ke rumah sakit. Setelah Arumi benar-benar pergi. Hujan deras mengguyur, kedua kaki Arumi terus berjalan dan melangkah meskipun tanpa arah dan tujuan kemana ia harus pergi. Dengan hanya membawa satu stel pakaian yang hanya di pakai saat ini. Satu-satunya orang yang menjadi tempat berlindung, sang ayah kini lebih banyak berubah setelah memiliki keluarga baru. Pikiran Arumi benar-benar kacau, hatinya meradang. Mengingat dirinya sudah tak suci lagi. Dan di usir dari rumah sendiri membuatnya tak bisa menahan kekecewaan atas nestapa yang menimpa. Seketika tubuh Arumi melemas dan terjatuh tepat di bawah tanah. “Kenapa? Kenapa semuanya harus menjadi seperti ini?”Satu jam sudah Arumi berjalan tanpa arah tujuan di tengah hujan badai dan kilatan petir mengiringi, alam pun seolah ikut menangisi kesedihannya saat ini. Wanita cantik itu benar-benar sangat bingung ke mana harus dia pergi atau hanya sekedar berkeluh kesah, setelah sang kekasih dan ayah yang selalu ia sayangi tidak percaya dan tidak peduli atas penjelasannya. “Semuanya sudah hancur, aku benci dengan semua ini,” teriak Arumi menatap langit dengan wajah yang mendongak, seluruh tubuhnya basah kuyup. Melihat dari atas ke bawah trotoar jalan sana cukup tinggi membuat Arumi gelap pikiran dan mata. Mengakhiri hidup saat ini adalah jalan tepat menurutnya, kehilangan kesucian, kekasih yang tak percaya dan ayah yang tak peduli lagi membuat ia sudah tak punya alasan lagi untuk menata masa depan. “Mah, maafin Arumi,” Arumi memejam kedua mata seraya melentangkan kedua tangannya, selangkah demi selangkah ia berdiri di atas besi penyangga jalan. Terdengar suara seruan beberapa orang di bawah s
Batas kesabaran Arumi sudah habis, saat ia di tuduh dan di pandang rendah oleh pria di depannya. Sampai melepas infus yang menempel di tangan lalu beranjak dari atas brankar dan berjalan dengan langkah terhuyung. Dewa terkejut, apa lagi saat Arumi hampir terjatuh karena masih merasa pusing dan lemas karena demam terkena hujan kemarin. Beruntung Dewangga spontan meraih dan menahan pinggang ramping Arumi, tatapan mereka berdua tak sengaja bertemu dan saling memandang, sampai merasakan nafas hangat satu sama lain tubuh mereka menempel tak menyisakan ruang. Suasana di ruangan itu hening dan sangat canggung. Jantung Arumi berdegup sangat kencang, beberapa kali ia menelan Saliva saat melihat dekat dan lebih jelas lagi wajah pria yang telah mengambil hal berharga dalam dirinya. Mengingat tuduhan dan kata-kata menyakitkan tadi, membuat Arumi segera melepaskan lengan Dewa dan segera menjaga jarak. “Jangan menyentuh ku!” Bentak Arumi. Dewa menyeringai sembari menggelengkan
Arumi masih duduk termenung, dia terlihat bingung kemana lagi dia harus pergi. Melihat ada telepon di meja samping membuat ia meraih dan mencobanya untuk menelpon ke rumah. Berharap sang ayah hanya marah dan emosi sesaat saja. Namun setelah sambungan telepon terhubung tidak ada jawaban, membuat air mata Arumi kembali menetes. "Sepertinya ayah benar-benar marah pada ku," lirihnya. Setelah beberapa menit Dewa berpikir, dengan berat hati lelaki tampan itu akhirnya mengambil keputusan dan menatap wajah wanita yang sudah merawat dan mendidiknya sampai saat ini. "Nenek, aku setuju dengan mu, aku akan menikahinya." Ungkap Dewa dengan kedua tangan yang terkepal. Senyuman bahagia terpancar di wajah nyonya Rima, saat mendengar jawaban cucu kesayangannya."Keputusan yang tepat Dewa, selain untuk meredam skandal mu. Nenek juga tidak ingin jika sampai kedua pamanmu menatap posisi mu. Sekarang bicarakan dengannya baik-baik, sisanya biar nenek yang mengatur pernikahan kalian," imbuhnya. Ketika D
Suara lengguhan terlontar dari bibir merah Arumi, saat ia merasakan sentuhan hangat dari seorang pria, yang terlihat samar di kedua manik mata bening coklatnya.Kedua jemari lentik sang gadis yang baru genap berusia dua puluh satu tahunan itu, spontan menahan dada bidang menjeda aktifitas sang pria yang tidak bisa dia hindari lagi.“Hentikan!” Arumi memohon dengan suara serak parau dan netra berkabut saat kesadaran dirinya perlahan mulai menghilang berharap sang pria mengabulkan permintaannya.Namun nihil bukannya berhenti, pria itu malah semakin menuntaskan hasrat yang menyelimuti dirinya saat ini.Buliran air mata membasahi wajah Arumi. Saat merasakan hal yang sangat berharga dalam dirinya telah hilang di tengah-tengah ketidakberdayaannya. Beberapa kali Arumi berusaha meronta, namun tenaganya tak sebanding dengan sang pria. Hingga membuat pandangannya yang jelas perlahan menjadi buram dan..Suara desahan dan erangan memenuhi kamar hotel dalam suasana pencahayaan temaram saat kedua
Arumi masih duduk termenung, dia terlihat bingung kemana lagi dia harus pergi. Melihat ada telepon di meja samping membuat ia meraih dan mencobanya untuk menelpon ke rumah. Berharap sang ayah hanya marah dan emosi sesaat saja. Namun setelah sambungan telepon terhubung tidak ada jawaban, membuat air mata Arumi kembali menetes. "Sepertinya ayah benar-benar marah pada ku," lirihnya. Setelah beberapa menit Dewa berpikir, dengan berat hati lelaki tampan itu akhirnya mengambil keputusan dan menatap wajah wanita yang sudah merawat dan mendidiknya sampai saat ini. "Nenek, aku setuju dengan mu, aku akan menikahinya." Ungkap Dewa dengan kedua tangan yang terkepal. Senyuman bahagia terpancar di wajah nyonya Rima, saat mendengar jawaban cucu kesayangannya."Keputusan yang tepat Dewa, selain untuk meredam skandal mu. Nenek juga tidak ingin jika sampai kedua pamanmu menatap posisi mu. Sekarang bicarakan dengannya baik-baik, sisanya biar nenek yang mengatur pernikahan kalian," imbuhnya. Ketika D
Batas kesabaran Arumi sudah habis, saat ia di tuduh dan di pandang rendah oleh pria di depannya. Sampai melepas infus yang menempel di tangan lalu beranjak dari atas brankar dan berjalan dengan langkah terhuyung. Dewa terkejut, apa lagi saat Arumi hampir terjatuh karena masih merasa pusing dan lemas karena demam terkena hujan kemarin. Beruntung Dewangga spontan meraih dan menahan pinggang ramping Arumi, tatapan mereka berdua tak sengaja bertemu dan saling memandang, sampai merasakan nafas hangat satu sama lain tubuh mereka menempel tak menyisakan ruang. Suasana di ruangan itu hening dan sangat canggung. Jantung Arumi berdegup sangat kencang, beberapa kali ia menelan Saliva saat melihat dekat dan lebih jelas lagi wajah pria yang telah mengambil hal berharga dalam dirinya. Mengingat tuduhan dan kata-kata menyakitkan tadi, membuat Arumi segera melepaskan lengan Dewa dan segera menjaga jarak. “Jangan menyentuh ku!” Bentak Arumi. Dewa menyeringai sembari menggelengkan
Satu jam sudah Arumi berjalan tanpa arah tujuan di tengah hujan badai dan kilatan petir mengiringi, alam pun seolah ikut menangisi kesedihannya saat ini. Wanita cantik itu benar-benar sangat bingung ke mana harus dia pergi atau hanya sekedar berkeluh kesah, setelah sang kekasih dan ayah yang selalu ia sayangi tidak percaya dan tidak peduli atas penjelasannya. “Semuanya sudah hancur, aku benci dengan semua ini,” teriak Arumi menatap langit dengan wajah yang mendongak, seluruh tubuhnya basah kuyup. Melihat dari atas ke bawah trotoar jalan sana cukup tinggi membuat Arumi gelap pikiran dan mata. Mengakhiri hidup saat ini adalah jalan tepat menurutnya, kehilangan kesucian, kekasih yang tak percaya dan ayah yang tak peduli lagi membuat ia sudah tak punya alasan lagi untuk menata masa depan. “Mah, maafin Arumi,” Arumi memejam kedua mata seraya melentangkan kedua tangannya, selangkah demi selangkah ia berdiri di atas besi penyangga jalan. Terdengar suara seruan beberapa orang di bawah s
Tatapan Nanar Arumi tertuju pada Daniel, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan menusuk hati. Mustahil juga ia menjawab jujur atas apa yang telah terjadi semalam tadi. “Sa-sakit mas, tolong lepaskan aku,” pinta Arumi memekik kesakitan dalam tangisnya. Daniel melepaskan cengkraman tangan sampai Arumi terjatuh dan tersungkur ke bawah lantai. Tapi gadis cantik itu berusaha untuk bangun dan menjelaskan kembali. “Mas, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, aku bisa menjelaskan jika aku..” Belum sempat Arumi menuntaskan perkataan dan memohon di bawah kaki calon suami yang sangat ia cintai. Namun alih-alih Daniel mau mendengar dia seolah tidak ingin menggubris. Yang ada dia sangat jijik saat melihat tanda-tanda merah serta penampilan Arumi yang terlihat sangat berantakan. Daniel menatap dan memasang wajah sedih penuh kecewa pada pak Harun, jika dirinya tidak bisa melanjutkan lagi rencana pernikahannya dengan Arumi dengan alasan Arumi yang tidak suci lagi. “Om, Tante kalian lihat se
Suara lengguhan terlontar dari bibir merah Arumi, saat ia merasakan sentuhan hangat dari seorang pria, yang terlihat samar di kedua manik mata bening coklatnya.Kedua jemari lentik sang gadis yang baru genap berusia dua puluh satu tahunan itu, spontan menahan dada bidang menjeda aktifitas sang pria yang tidak bisa dia hindari lagi.“Hentikan!” Arumi memohon dengan suara serak parau dan netra berkabut saat kesadaran dirinya perlahan mulai menghilang berharap sang pria mengabulkan permintaannya.Namun nihil bukannya berhenti, pria itu malah semakin menuntaskan hasrat yang menyelimuti dirinya saat ini.Buliran air mata membasahi wajah Arumi. Saat merasakan hal yang sangat berharga dalam dirinya telah hilang di tengah-tengah ketidakberdayaannya. Beberapa kali Arumi berusaha meronta, namun tenaganya tak sebanding dengan sang pria. Hingga membuat pandangannya yang jelas perlahan menjadi buram dan..Suara desahan dan erangan memenuhi kamar hotel dalam suasana pencahayaan temaram saat kedua