Satu jam sudah Arumi berjalan tanpa arah tujuan di tengah hujan badai dan kilatan petir mengiringi, alam pun seolah ikut menangisi kesedihannya saat ini.
Wanita cantik itu benar-benar sangat bingung ke mana harus dia pergi atau hanya sekedar berkeluh kesah, setelah sang kekasih dan ayah yang selalu ia sayangi tidak percaya dan tidak peduli atas penjelasannya. “Semuanya sudah hancur, aku benci dengan semua ini,” teriak Arumi menatap langit dengan wajah yang mendongak, seluruh tubuhnya basah kuyup. Melihat dari atas ke bawah trotoar jalan sana cukup tinggi membuat Arumi gelap pikiran dan mata. Mengakhiri hidup saat ini adalah jalan tepat menurutnya, kehilangan kesucian, kekasih yang tak percaya dan ayah yang tak peduli lagi membuat ia sudah tak punya alasan lagi untuk menata masa depan. “Mah, maafin Arumi,” Arumi memejam kedua mata seraya melentangkan kedua tangannya, selangkah demi selangkah ia berdiri di atas besi penyangga jalan. Terdengar suara seruan beberapa orang di bawah sana memanggil, agar Arumi tidak berbuat nekad melompat ke bawah. Sayangnya gadis itu tidak peduli, kesedihan dan kepedihan dalam hati membuat tekadnya sudah bulat. “Hey nona turun!” teriak histeris semua orang di sana. Terlihat sebuah mobil bentley hitam berhenti tepat di dekat kerumunan orang-orang yang berusaha mengingat Arumi di atas sana. Kedua orang pria terlihat turun dari kendaraan roda empat mewah itu, sang asisten yang baru melihat sosok Arumi dengan jelas membuat ia antusias dan segera memberitahukan pada sang tuan, jika wanita nekad itu ternyata gadis yang mereka cari. Kedua alis tebal Dewangga mengerut, ia menatap tajam lalu berjalan mendekati dan benar saja. Sosok wanita yang ada di atas sana memang gadis yang semalam bersamanya. Arumi yang sudah tak ragu, ia melangkah hingga akhirnya menjatuhkan diri dan semua orang di sana menjerit histeris. Namun dengan sigapnya Dewangga menghampiri dan menangkap dengan kedua lengan kekarnya. Arumi yang tak merasakan sakit apa pun pada tubuhnya perlahan ia membuka pelan kedua pelupuk matanya dan.. Jantungnya seperti berhenti berdetak, saat melihat pria yang ada di depannya ternyata pria yang semalam telah bersamanya, membuat emosi Arumi kembali tersulut. “Ka-kau, cepat lepaskan aku...” Arumi meronta dengan nada suara serak pelan hampir tak terdengar, saat berusaha melepaskan diri, namun rasa pusing di kepalanya kian menyerang hingga membuat tubuhnya lemas dan kedinginan sampai kehilangan kesadaran diri. Semua orang di sana bernafas lega, saat Dewangga datang tepat waktu dan berhasil menyelamatkan Arumi. Beberapa kali lelaki tampan itu mencoba membangunkan, namun tidak ada sahutan membuat dia benar-benar kesal dan terpaksa membawa Arumi ke rumah sakit. “Merepotkan sekali!” decih nya. Beberapa jam berlalu, matahari mulai tenggelam langit orange pun terlihat jelas dalam suasana senja sore itu. Arumi yang masih terbaring lemas di atas brankar, wajah cantiknya masih terlihat pucat. Suara bising beberapa alat medis yang berada di sekitar dan yang menempel di tangannya perlahan membuat ia terbangun. “A-aku di mana?” Arumi bertanya-tanya dalam hati, keningnya berkerut saat melihat punggung tegap seorang pria yang terlihat tidak asing. Terdengar samar keduanya tengah membicarakan topik pembicaraan tentang sebuah skandal serius yang harus segera di selesaikan sebelum membuat saham perusahaan menjadi anjlok dan meninggalkan image buruk. Saat Arumi berusaha untuk bangun, Rudi sang asisten yang tak sengaja melihat dia segera memberitahukan sang tuan. Jika nona yang mereka cari telah siuman dari demamnya. Spontan Dewangga memutar badan, dan melirik ke arah Arumi. Tatapan mereka berdua saling bertemu. Arumi menelan saliva saat ia bertemu pria menyebalkan tadi pagi. Tanpa ada orang yang ingin mendengar kan, Dewangga memberikan perintah pada Rudi agar segera keluar. Rudi mengangguk patuh menghormati perintah sang tuan dan segera keluar dari ruangan rawat VIP kelas satu itu. Suasana hening dan canggung menyelimuti di ruang rawat . Arumi menggeser tubuh, ia sengaja menjauh dan menjaga jarak dengan kedua tangan yang menyilang di dada dan tanpa sungkan mengingatkan. “Berhenti, jangan mendekat. Sebenarnya kamu ini siapa? Dan apa yang kamu inginkan? Kenapa kamu membawa ku ke sini padahal biarkan saja mati,” cecar Arumi, seraya meneteskan air mata. Dewangga menyunggingkan senyum tipis, saat Arumi melontarkan beberapa pertanyaan padanya. Yang membuat ia menepuk tangan sebagai ungkapan rasa kagum atas akting yang Arumi lakukan. Prok...prok... Tepukan tangan Dewangga membuat dahi Arumi berkerut dan menatap penuh keheranan. “Akting mu ternyata cukup bagus juga nona Arumi, jadi ini tujuan utama mu kenapa kemarin menolak tawaran sejumlah uang dari ku? CK sungguh wanita yang tamak,” sindir Dewangga menatap remeh Arumi, dengan sikap dingin. Dia semakin yakin jika wanita yang ada di depannya memang sengaja menjebaknya agar mereka tidur bersama dan meminta sebuah kompensasi sebagai seorang istri. Arumi menggelengkan kepala, sungguh ia benar-benar tidak mengerti apa maksud dari ucapan lawan bicaranya. Membuat ia tak tahan dan tak terima atas tuduhan yang tak berdasar. “Cukup tuan, aku tidak mengenalmu. Mengenai kejadian kemarin malam aku benar-benar tidak sengaja salah masuk kamar mu. Untuk apa aku menjebak mu? Kita tidak saling mengenal bisakah kamu memiliki sedikit perasaan setelah merenggut kehormatan ku setidaknya jaga ucapan mu!” Arumi menegur dan menepis keras semua tuduhan Dewangga terhadapnya. Kata-kata Arumi menjadi sebuah tamparan keras untuk Dewa, tapi lelaki berusia tiga puluh tahun berprofesi sebagai CEO perusahaan properti yang saat ini tengah naik daun dan menjadi sorotan berita media bisnis tetap pada keyakinan yang ada dalam hati, jika Arumi sama seperti wanita lain berusaha untuk menargetkannya dengan tujuan tertentu. “Benarkah seperti itu? Aku tidak percaya kau tidak mengenalku. Lagi pula wanita yang ada di club malam apa lagi jika bukan wanita nakal?” Arumi menghela nafas jengah, entah dengan cara apa lagi dia menjelaskan pada Dewa, jika apa yang telah terjadi di antara mereka benar-benar sebuah ketidaksengajaan. Tapi sayangnya ia sudah terlalu lelah atas apa yang menimpanya. Di putuskan oleh kekasih dan di usir oleh ayahnya masih menjadi luka dalam hati malah sekarang di tuduh oleh Dewa. Membuat ia kesal dan sedikit Frustasi. “Cukup! Tuan, tolong keluar di sini,” usir Arumi seraya mengarahkan jari telunjuknya ke arah pintu. Dewa mendengus kesal, baru pertama kali ada seorang wanita yang berani apa lagi sampai mengusirnya keluar yang sudah jelas dia telah membantu. “Kamu mengusir ku?” Arumi tersenyum getir, saat Dewa melontar balik pertanyaan lalu ia membalas lagi. “Iya, memangnya kenapa? Kamu pria menyebalkan. Jika tidak ingin keluar maka biar aku yang pergi.”Batas kesabaran Arumi sudah habis, saat ia di tuduh dan di pandang rendah oleh pria di depannya. Sampai melepas infus yang menempel di tangan lalu beranjak dari atas brankar dan berjalan dengan langkah terhuyung. Dewa terkejut, apa lagi saat Arumi hampir terjatuh karena masih merasa pusing dan lemas karena demam terkena hujan kemarin. Beruntung Dewangga spontan meraih dan menahan pinggang ramping Arumi, tatapan mereka berdua tak sengaja bertemu dan saling memandang, sampai merasakan nafas hangat satu sama lain tubuh mereka menempel tak menyisakan ruang. Suasana di ruangan itu hening dan sangat canggung. Jantung Arumi berdegup sangat kencang, beberapa kali ia menelan Saliva saat melihat dekat dan lebih jelas lagi wajah pria yang telah mengambil hal berharga dalam dirinya. Mengingat tuduhan dan kata-kata menyakitkan tadi, membuat Arumi segera melepaskan lengan Dewa dan segera menjaga jarak. “Jangan menyentuh ku!” Bentak Arumi. Dewa menyeringai sembari menggelengkan
Arumi masih duduk termenung, dia terlihat bingung kemana lagi dia harus pergi. Melihat ada telepon di meja samping membuat ia meraih dan mencobanya untuk menelpon ke rumah. Berharap sang ayah hanya marah dan emosi sesaat saja. Namun setelah sambungan telepon terhubung tidak ada jawaban, membuat air mata Arumi kembali menetes. "Sepertinya ayah benar-benar marah pada ku," lirihnya. Setelah beberapa menit Dewa berpikir, dengan berat hati lelaki tampan itu akhirnya mengambil keputusan dan menatap wajah wanita yang sudah merawat dan mendidiknya sampai saat ini. "Nenek, aku setuju dengan mu, aku akan menikahinya." Ungkap Dewa dengan kedua tangan yang terkepal. Senyuman bahagia terpancar di wajah nyonya Rima, saat mendengar jawaban cucu kesayangannya."Keputusan yang tepat Dewa, selain untuk meredam skandal mu. Nenek juga tidak ingin jika sampai kedua pamanmu menatap posisi mu. Sekarang bicarakan dengannya baik-baik, sisanya biar nenek yang mengatur pernikahan kalian," imbuhnya. Ketika D
Suara lengguhan terlontar dari bibir merah Arumi, saat ia merasakan sentuhan hangat dari seorang pria, yang terlihat samar di kedua manik mata bening coklatnya.Kedua jemari lentik sang gadis yang baru genap berusia dua puluh satu tahunan itu, spontan menahan dada bidang menjeda aktifitas sang pria yang tidak bisa dia hindari lagi.“Hentikan!” Arumi memohon dengan suara serak parau dan netra berkabut saat kesadaran dirinya perlahan mulai menghilang berharap sang pria mengabulkan permintaannya.Namun nihil bukannya berhenti, pria itu malah semakin menuntaskan hasrat yang menyelimuti dirinya saat ini.Buliran air mata membasahi wajah Arumi. Saat merasakan hal yang sangat berharga dalam dirinya telah hilang di tengah-tengah ketidakberdayaannya. Beberapa kali Arumi berusaha meronta, namun tenaganya tak sebanding dengan sang pria. Hingga membuat pandangannya yang jelas perlahan menjadi buram dan..Suara desahan dan erangan memenuhi kamar hotel dalam suasana pencahayaan temaram saat kedua
Tatapan Nanar Arumi tertuju pada Daniel, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan menusuk hati. Mustahil juga ia menjawab jujur atas apa yang telah terjadi semalam tadi. “Sa-sakit mas, tolong lepaskan aku,” pinta Arumi memekik kesakitan dalam tangisnya. Daniel melepaskan cengkraman tangan sampai Arumi terjatuh dan tersungkur ke bawah lantai. Tapi gadis cantik itu berusaha untuk bangun dan menjelaskan kembali. “Mas, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, aku bisa menjelaskan jika aku..” Belum sempat Arumi menuntaskan perkataan dan memohon di bawah kaki calon suami yang sangat ia cintai. Namun alih-alih Daniel mau mendengar dia seolah tidak ingin menggubris. Yang ada dia sangat jijik saat melihat tanda-tanda merah serta penampilan Arumi yang terlihat sangat berantakan. Daniel menatap dan memasang wajah sedih penuh kecewa pada pak Harun, jika dirinya tidak bisa melanjutkan lagi rencana pernikahannya dengan Arumi dengan alasan Arumi yang tidak suci lagi. “Om, Tante kalian lihat se
Arumi masih duduk termenung, dia terlihat bingung kemana lagi dia harus pergi. Melihat ada telepon di meja samping membuat ia meraih dan mencobanya untuk menelpon ke rumah. Berharap sang ayah hanya marah dan emosi sesaat saja. Namun setelah sambungan telepon terhubung tidak ada jawaban, membuat air mata Arumi kembali menetes. "Sepertinya ayah benar-benar marah pada ku," lirihnya. Setelah beberapa menit Dewa berpikir, dengan berat hati lelaki tampan itu akhirnya mengambil keputusan dan menatap wajah wanita yang sudah merawat dan mendidiknya sampai saat ini. "Nenek, aku setuju dengan mu, aku akan menikahinya." Ungkap Dewa dengan kedua tangan yang terkepal. Senyuman bahagia terpancar di wajah nyonya Rima, saat mendengar jawaban cucu kesayangannya."Keputusan yang tepat Dewa, selain untuk meredam skandal mu. Nenek juga tidak ingin jika sampai kedua pamanmu menatap posisi mu. Sekarang bicarakan dengannya baik-baik, sisanya biar nenek yang mengatur pernikahan kalian," imbuhnya. Ketika D
Batas kesabaran Arumi sudah habis, saat ia di tuduh dan di pandang rendah oleh pria di depannya. Sampai melepas infus yang menempel di tangan lalu beranjak dari atas brankar dan berjalan dengan langkah terhuyung. Dewa terkejut, apa lagi saat Arumi hampir terjatuh karena masih merasa pusing dan lemas karena demam terkena hujan kemarin. Beruntung Dewangga spontan meraih dan menahan pinggang ramping Arumi, tatapan mereka berdua tak sengaja bertemu dan saling memandang, sampai merasakan nafas hangat satu sama lain tubuh mereka menempel tak menyisakan ruang. Suasana di ruangan itu hening dan sangat canggung. Jantung Arumi berdegup sangat kencang, beberapa kali ia menelan Saliva saat melihat dekat dan lebih jelas lagi wajah pria yang telah mengambil hal berharga dalam dirinya. Mengingat tuduhan dan kata-kata menyakitkan tadi, membuat Arumi segera melepaskan lengan Dewa dan segera menjaga jarak. “Jangan menyentuh ku!” Bentak Arumi. Dewa menyeringai sembari menggelengkan
Satu jam sudah Arumi berjalan tanpa arah tujuan di tengah hujan badai dan kilatan petir mengiringi, alam pun seolah ikut menangisi kesedihannya saat ini. Wanita cantik itu benar-benar sangat bingung ke mana harus dia pergi atau hanya sekedar berkeluh kesah, setelah sang kekasih dan ayah yang selalu ia sayangi tidak percaya dan tidak peduli atas penjelasannya. “Semuanya sudah hancur, aku benci dengan semua ini,” teriak Arumi menatap langit dengan wajah yang mendongak, seluruh tubuhnya basah kuyup. Melihat dari atas ke bawah trotoar jalan sana cukup tinggi membuat Arumi gelap pikiran dan mata. Mengakhiri hidup saat ini adalah jalan tepat menurutnya, kehilangan kesucian, kekasih yang tak percaya dan ayah yang tak peduli lagi membuat ia sudah tak punya alasan lagi untuk menata masa depan. “Mah, maafin Arumi,” Arumi memejam kedua mata seraya melentangkan kedua tangannya, selangkah demi selangkah ia berdiri di atas besi penyangga jalan. Terdengar suara seruan beberapa orang di bawah s
Tatapan Nanar Arumi tertuju pada Daniel, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan menusuk hati. Mustahil juga ia menjawab jujur atas apa yang telah terjadi semalam tadi. “Sa-sakit mas, tolong lepaskan aku,” pinta Arumi memekik kesakitan dalam tangisnya. Daniel melepaskan cengkraman tangan sampai Arumi terjatuh dan tersungkur ke bawah lantai. Tapi gadis cantik itu berusaha untuk bangun dan menjelaskan kembali. “Mas, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, aku bisa menjelaskan jika aku..” Belum sempat Arumi menuntaskan perkataan dan memohon di bawah kaki calon suami yang sangat ia cintai. Namun alih-alih Daniel mau mendengar dia seolah tidak ingin menggubris. Yang ada dia sangat jijik saat melihat tanda-tanda merah serta penampilan Arumi yang terlihat sangat berantakan. Daniel menatap dan memasang wajah sedih penuh kecewa pada pak Harun, jika dirinya tidak bisa melanjutkan lagi rencana pernikahannya dengan Arumi dengan alasan Arumi yang tidak suci lagi. “Om, Tante kalian lihat se
Suara lengguhan terlontar dari bibir merah Arumi, saat ia merasakan sentuhan hangat dari seorang pria, yang terlihat samar di kedua manik mata bening coklatnya.Kedua jemari lentik sang gadis yang baru genap berusia dua puluh satu tahunan itu, spontan menahan dada bidang menjeda aktifitas sang pria yang tidak bisa dia hindari lagi.“Hentikan!” Arumi memohon dengan suara serak parau dan netra berkabut saat kesadaran dirinya perlahan mulai menghilang berharap sang pria mengabulkan permintaannya.Namun nihil bukannya berhenti, pria itu malah semakin menuntaskan hasrat yang menyelimuti dirinya saat ini.Buliran air mata membasahi wajah Arumi. Saat merasakan hal yang sangat berharga dalam dirinya telah hilang di tengah-tengah ketidakberdayaannya. Beberapa kali Arumi berusaha meronta, namun tenaganya tak sebanding dengan sang pria. Hingga membuat pandangannya yang jelas perlahan menjadi buram dan..Suara desahan dan erangan memenuhi kamar hotel dalam suasana pencahayaan temaram saat kedua