Batas kesabaran Arumi sudah habis, saat ia di tuduh dan di pandang rendah oleh pria di depannya. Sampai melepas infus yang menempel di tangan lalu beranjak dari atas brankar dan berjalan dengan langkah terhuyung.
Dewa terkejut, apa lagi saat Arumi hampir terjatuh karena masih merasa pusing dan lemas karena demam terkena hujan kemarin. Beruntung Dewangga spontan meraih dan menahan pinggang ramping Arumi, tatapan mereka berdua tak sengaja bertemu dan saling memandang, sampai merasakan nafas hangat satu sama lain tubuh mereka menempel tak menyisakan ruang. Suasana di ruangan itu hening dan sangat canggung. Jantung Arumi berdegup sangat kencang, beberapa kali ia menelan Saliva saat melihat dekat dan lebih jelas lagi wajah pria yang telah mengambil hal berharga dalam dirinya. Mengingat tuduhan dan kata-kata menyakitkan tadi, membuat Arumi segera melepaskan lengan Dewa dan segera menjaga jarak. “Jangan menyentuh ku!” Bentak Arumi. Dewa menyeringai sembari menggelengkan kepala, dia benar-benar tak habis pikir ketika melihat sikap Arumi. “Menyentuh mu? Nona, kamu begitu naif siapa yang ingin menyentuh, aku hanya ingin membantu mu, seharusnya aku biarkan orang tidak tahu terima kasih terjatuh saja,” ketus Dewa kedua tangannya terkepal dengan rahang mengeras. Ketika mereka berdua sedang berdebat, terlihat seorang wanita tua berusia sekitar enam puluh tahunan berpenampilan elegan dan berwibawa, dia adalah nyonya Rima Wijaya pemilik utama Wijaya Grup. Dia memasuki ruang rawat setelah menerima kabar dari para pengawalnya jika cucu kesayangannya telah berhasil menemukan seorang gadis yang mereka cari. “Dewa!” Panggilnya. Seketika Dewa menoleh ke arah sumber suara, yang berada tepat di belakang. “Nenek, kenapa ke sini?” Bahkan di media sosial dan perbisnisan foto skandal Dewa dan Arumi sudah tersebar luas oleh oknum pesaing bisnis keluarga mereka yang tidak bertanggung jawab. Arumi tertegun, saat melihat seorang nyonya yang terlihat bukan seperti orang biasa membuatnya bertanya-tanya dalam hati siapa wanita tua itu. Tak sengaja mendengar perdebatan antara sang cucu dan Arumi, membuat nyonya Rima sangat kecewa karena sikap Dewa yang dingin dan arogan. Membuat nyonya Rima menghampiri lalu meraih tangan Arumi. Dan tanpa sungkan lagi mengatakan maksud dan niat baik atas nama cucunya. “Gadis cantik, siapa nama mu nak? Anak nakal ini adalah cucu pertama nenek namanya Dewa maaf jika sikapnya keras dan juga semena-mena,” sesal nyonya Rima mewakili atas nama Dewa. Arumi menggelengkan kepala, lalu dia memperkenalkan namanya dan melarang nyonya Rima untuk minta maaf karena dia tidak punya salah padanya. “Aku Arumi nek, senang bisa bertemu nenek. Tidak usah minta maaf. Karena seharusnya orang yang tidak bisa menjaga ucapannya yang harus meminta maaf pada ku,” sindir Arumi menatap kesal pada Dewa. “Hey, kamu menyindir ku?” Dewa kesal. Nyonya Rima segera menegur Dewa, agar bisa menjaga sikap. Terlebih lagi berita di luaran sana semakin liar saat Arumi nyaris saja putus asa. Membuat wanita tua itu tidak ingin mengambil resiko karena ulah sang cucu nama baik keluarga dan perusahaannya yang akan menjadi taruhan besarnya. Meskipun nyonya Rima sangat ragu akan jawaban Arumi, tapi demi meredam spekulasi liar tentang rumor Dewangga sebagai pimpinan perusahaan yang baru. Membuat ia tanpa ragu melamar Arumi untuk sang cucu, agar semua masalah dan pandangan para klien dan kolega bisnisnya tidak semakin memburuk. “Arumi, apa kamu gadis yang bersama Dewa kemarin malam?” Pertanyaan nyonya Rima membuat hati dan perasaan Arumi kembali sedih, apa lagi mengingat rencana pernikahannya bersama sang kekasih harus hancur dan kandas begitu saja. Arumi hanya menjawab dengan sebuah anggukan, tanpa berani mengucapkan satu patah kata pun bibirnya seolah terkunci dan terpukul atas apa yang telah terjadi. Melihat Arumi sosok gadis polos dan baik, nyonya Rima mengatakan tuhan utama kedatangannya. “Arumi, sebagai sesama wanita nenek tahu kamu sangat terpukul atas sikap Dewa. Oleh karena itu sebagai tanggung jawab keluarga Wijaya mau kah kamu menikah dengan Dewa dan menjadi cucu mantu nenek?” Arumi tercengang, terlebih lagi Dewa. Lelaki tampan dan dingin itu seolah seperti tersambar petir di siang hari saat mendengar permintaan sang nenek pada Arumi. “Menikah? Nek, apa yang nenek katakan barusan. Aku menikahi dia itu tidak mungkin. Lagi pula sekarang banyak para wanita licik sengaja menggunakan trik agar bisa menjerat seorang pria demi mendapatkan uang.” Dewangga menolak permintaan neneknya. Bagaimana bisa dia menikahi wanita asing yang tidak dia kenal dan tidak ia cintai, karena baginya kejadian kemarin malam hanya sebuah kecelakaan saja. Lagi-lagi Arumi di buat jengah dengan penolakan Dewa, tak selalu bersikap arogan dan semena-mena. "Maaf tuan, memangnya siapa yang ingin menikah dengan mu? lagi pula aku juga ingin menikah sekali dalam seumur hidup," balas Arumi. Karena tidak ingin berada lama di ruangan itu. Arumi memutuskan untuk pergi. Tapi nyonya Rima tentu saja tidak mengijinkannya, dia membujuk Arumi untuk beristirahat dan menenangkan diri terlebih dahulu. Arumi yang belum tahu harus ke mana dia pulang, terpaksa mematuhi perintah nyonya Rima dan kembali membaringkan diri sejenak seraya berpikir entah apa yang harus ia lakukan setelah sang ayah mengusirnya. Setelah berhasil membujuk Arumi, nyonya Rima dan Dewa keluar ruangan lebih dulu. Mereka berbicara serius tentang lamaran yang dia tawarkan pada Arumi tadi. "Nek, bagaimana nenek melamar wanita itu atas nama ku. Aku tidak ingin menikahi wanita yang tidak aku cintai," Dewa kembali menegaskan. Nyonya Rima di buat kesal oleh cucu yang selalu dia banggakan selama ini, dia berusaha memberi pengertian. Tentang nama baik dan image Dewa sebagai penggantinya di perusahaan. "Dewa! kamu harus ingat sekarang semua orang sedang memandang mu. Skandal tentang mu sudah tersebar terdengar oleh klien dan para kolega kita. Apa lagi sampai Arumi hampir mengakhiri hidupnya, nenek tidak mau kamu di cap sebagai pria tidak bertanggung jawab. Lagi pula usia mu sudah cukup mapan untuk menikah, hanya dengan sebuah pernikahan masalah ini selesai," Nyonya Rima kembali mengingatkan untuk yang kesekian kalinya dengan nada penuh penekanan. Tak hanya itu saja, Nyonya Rima kembali menasehati Dewa. Agar dia melupakan dan tidak berharap lagi pada kekasihnya. Meskipun Dewa tahu, apa yang sang nenek putuskan demi kebaikan dirinya dan keluarga. Tapi lelaki tampan tidak bisa membayangkan jika harus hidup bersama satu atap dengan wanita asing. "Besok Lusa, kamu dan Arumi akan menikah. Lupakan wanita itu. Setelah beberapa tahun ini dia hanya menempel dan memanfaatkan nama besar mu saja, bagaimana bisa nenek membiarkan mu terus menunggu wanita yang tidak memberi kejelasan dan kepastian tentang hubungan dan status kalian!" Dewa masih bergeming saat mencerna semua perkataan neneknya, tidak mungkin juga sebagai pimpinan perusahaan membiarkan Image-nya hancur. "Apakah aku harus benar-benar menikahi wanita itu?"Arumi masih duduk termenung, dia terlihat bingung kemana lagi dia harus pergi. Melihat ada telepon di meja samping membuat ia meraih dan mencobanya untuk menelpon ke rumah. Berharap sang ayah hanya marah dan emosi sesaat saja. Namun setelah sambungan telepon terhubung tidak ada jawaban, membuat air mata Arumi kembali menetes. "Sepertinya ayah benar-benar marah pada ku," lirihnya. Setelah beberapa menit Dewa berpikir, dengan berat hati lelaki tampan itu akhirnya mengambil keputusan dan menatap wajah wanita yang sudah merawat dan mendidiknya sampai saat ini. "Nenek, aku setuju dengan mu, aku akan menikahinya." Ungkap Dewa dengan kedua tangan yang terkepal. Senyuman bahagia terpancar di wajah nyonya Rima, saat mendengar jawaban cucu kesayangannya."Keputusan yang tepat Dewa, selain untuk meredam skandal mu. Nenek juga tidak ingin jika sampai kedua pamanmu menatap posisi mu. Sekarang bicarakan dengannya baik-baik, sisanya biar nenek yang mengatur pernikahan kalian," imbuhnya. Ketika D
Suara lengguhan terlontar dari bibir merah Arumi, saat ia merasakan sentuhan hangat dari seorang pria, yang terlihat samar di kedua manik mata bening coklatnya.Kedua jemari lentik sang gadis yang baru genap berusia dua puluh satu tahunan itu, spontan menahan dada bidang menjeda aktifitas sang pria yang tidak bisa dia hindari lagi.“Hentikan!” Arumi memohon dengan suara serak parau dan netra berkabut saat kesadaran dirinya perlahan mulai menghilang berharap sang pria mengabulkan permintaannya.Namun nihil bukannya berhenti, pria itu malah semakin menuntaskan hasrat yang menyelimuti dirinya saat ini.Buliran air mata membasahi wajah Arumi. Saat merasakan hal yang sangat berharga dalam dirinya telah hilang di tengah-tengah ketidakberdayaannya. Beberapa kali Arumi berusaha meronta, namun tenaganya tak sebanding dengan sang pria. Hingga membuat pandangannya yang jelas perlahan menjadi buram dan..Suara desahan dan erangan memenuhi kamar hotel dalam suasana pencahayaan temaram saat kedua
Tatapan Nanar Arumi tertuju pada Daniel, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan menusuk hati. Mustahil juga ia menjawab jujur atas apa yang telah terjadi semalam tadi. “Sa-sakit mas, tolong lepaskan aku,” pinta Arumi memekik kesakitan dalam tangisnya. Daniel melepaskan cengkraman tangan sampai Arumi terjatuh dan tersungkur ke bawah lantai. Tapi gadis cantik itu berusaha untuk bangun dan menjelaskan kembali. “Mas, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, aku bisa menjelaskan jika aku..” Belum sempat Arumi menuntaskan perkataan dan memohon di bawah kaki calon suami yang sangat ia cintai. Namun alih-alih Daniel mau mendengar dia seolah tidak ingin menggubris. Yang ada dia sangat jijik saat melihat tanda-tanda merah serta penampilan Arumi yang terlihat sangat berantakan. Daniel menatap dan memasang wajah sedih penuh kecewa pada pak Harun, jika dirinya tidak bisa melanjutkan lagi rencana pernikahannya dengan Arumi dengan alasan Arumi yang tidak suci lagi. “Om, Tante kalian lihat se
Satu jam sudah Arumi berjalan tanpa arah tujuan di tengah hujan badai dan kilatan petir mengiringi, alam pun seolah ikut menangisi kesedihannya saat ini. Wanita cantik itu benar-benar sangat bingung ke mana harus dia pergi atau hanya sekedar berkeluh kesah, setelah sang kekasih dan ayah yang selalu ia sayangi tidak percaya dan tidak peduli atas penjelasannya. “Semuanya sudah hancur, aku benci dengan semua ini,” teriak Arumi menatap langit dengan wajah yang mendongak, seluruh tubuhnya basah kuyup. Melihat dari atas ke bawah trotoar jalan sana cukup tinggi membuat Arumi gelap pikiran dan mata. Mengakhiri hidup saat ini adalah jalan tepat menurutnya, kehilangan kesucian, kekasih yang tak percaya dan ayah yang tak peduli lagi membuat ia sudah tak punya alasan lagi untuk menata masa depan. “Mah, maafin Arumi,” Arumi memejam kedua mata seraya melentangkan kedua tangannya, selangkah demi selangkah ia berdiri di atas besi penyangga jalan. Terdengar suara seruan beberapa orang di bawah s
Arumi masih duduk termenung, dia terlihat bingung kemana lagi dia harus pergi. Melihat ada telepon di meja samping membuat ia meraih dan mencobanya untuk menelpon ke rumah. Berharap sang ayah hanya marah dan emosi sesaat saja. Namun setelah sambungan telepon terhubung tidak ada jawaban, membuat air mata Arumi kembali menetes. "Sepertinya ayah benar-benar marah pada ku," lirihnya. Setelah beberapa menit Dewa berpikir, dengan berat hati lelaki tampan itu akhirnya mengambil keputusan dan menatap wajah wanita yang sudah merawat dan mendidiknya sampai saat ini. "Nenek, aku setuju dengan mu, aku akan menikahinya." Ungkap Dewa dengan kedua tangan yang terkepal. Senyuman bahagia terpancar di wajah nyonya Rima, saat mendengar jawaban cucu kesayangannya."Keputusan yang tepat Dewa, selain untuk meredam skandal mu. Nenek juga tidak ingin jika sampai kedua pamanmu menatap posisi mu. Sekarang bicarakan dengannya baik-baik, sisanya biar nenek yang mengatur pernikahan kalian," imbuhnya. Ketika D
Batas kesabaran Arumi sudah habis, saat ia di tuduh dan di pandang rendah oleh pria di depannya. Sampai melepas infus yang menempel di tangan lalu beranjak dari atas brankar dan berjalan dengan langkah terhuyung. Dewa terkejut, apa lagi saat Arumi hampir terjatuh karena masih merasa pusing dan lemas karena demam terkena hujan kemarin. Beruntung Dewangga spontan meraih dan menahan pinggang ramping Arumi, tatapan mereka berdua tak sengaja bertemu dan saling memandang, sampai merasakan nafas hangat satu sama lain tubuh mereka menempel tak menyisakan ruang. Suasana di ruangan itu hening dan sangat canggung. Jantung Arumi berdegup sangat kencang, beberapa kali ia menelan Saliva saat melihat dekat dan lebih jelas lagi wajah pria yang telah mengambil hal berharga dalam dirinya. Mengingat tuduhan dan kata-kata menyakitkan tadi, membuat Arumi segera melepaskan lengan Dewa dan segera menjaga jarak. “Jangan menyentuh ku!” Bentak Arumi. Dewa menyeringai sembari menggelengkan
Satu jam sudah Arumi berjalan tanpa arah tujuan di tengah hujan badai dan kilatan petir mengiringi, alam pun seolah ikut menangisi kesedihannya saat ini. Wanita cantik itu benar-benar sangat bingung ke mana harus dia pergi atau hanya sekedar berkeluh kesah, setelah sang kekasih dan ayah yang selalu ia sayangi tidak percaya dan tidak peduli atas penjelasannya. “Semuanya sudah hancur, aku benci dengan semua ini,” teriak Arumi menatap langit dengan wajah yang mendongak, seluruh tubuhnya basah kuyup. Melihat dari atas ke bawah trotoar jalan sana cukup tinggi membuat Arumi gelap pikiran dan mata. Mengakhiri hidup saat ini adalah jalan tepat menurutnya, kehilangan kesucian, kekasih yang tak percaya dan ayah yang tak peduli lagi membuat ia sudah tak punya alasan lagi untuk menata masa depan. “Mah, maafin Arumi,” Arumi memejam kedua mata seraya melentangkan kedua tangannya, selangkah demi selangkah ia berdiri di atas besi penyangga jalan. Terdengar suara seruan beberapa orang di bawah s
Tatapan Nanar Arumi tertuju pada Daniel, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan menusuk hati. Mustahil juga ia menjawab jujur atas apa yang telah terjadi semalam tadi. “Sa-sakit mas, tolong lepaskan aku,” pinta Arumi memekik kesakitan dalam tangisnya. Daniel melepaskan cengkraman tangan sampai Arumi terjatuh dan tersungkur ke bawah lantai. Tapi gadis cantik itu berusaha untuk bangun dan menjelaskan kembali. “Mas, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, aku bisa menjelaskan jika aku..” Belum sempat Arumi menuntaskan perkataan dan memohon di bawah kaki calon suami yang sangat ia cintai. Namun alih-alih Daniel mau mendengar dia seolah tidak ingin menggubris. Yang ada dia sangat jijik saat melihat tanda-tanda merah serta penampilan Arumi yang terlihat sangat berantakan. Daniel menatap dan memasang wajah sedih penuh kecewa pada pak Harun, jika dirinya tidak bisa melanjutkan lagi rencana pernikahannya dengan Arumi dengan alasan Arumi yang tidak suci lagi. “Om, Tante kalian lihat se
Suara lengguhan terlontar dari bibir merah Arumi, saat ia merasakan sentuhan hangat dari seorang pria, yang terlihat samar di kedua manik mata bening coklatnya.Kedua jemari lentik sang gadis yang baru genap berusia dua puluh satu tahunan itu, spontan menahan dada bidang menjeda aktifitas sang pria yang tidak bisa dia hindari lagi.“Hentikan!” Arumi memohon dengan suara serak parau dan netra berkabut saat kesadaran dirinya perlahan mulai menghilang berharap sang pria mengabulkan permintaannya.Namun nihil bukannya berhenti, pria itu malah semakin menuntaskan hasrat yang menyelimuti dirinya saat ini.Buliran air mata membasahi wajah Arumi. Saat merasakan hal yang sangat berharga dalam dirinya telah hilang di tengah-tengah ketidakberdayaannya. Beberapa kali Arumi berusaha meronta, namun tenaganya tak sebanding dengan sang pria. Hingga membuat pandangannya yang jelas perlahan menjadi buram dan..Suara desahan dan erangan memenuhi kamar hotel dalam suasana pencahayaan temaram saat kedua