Beranda / Romansa / Istri Kedua yang Tersakiti / BAB 26 - Suara dari Kegelapan (1)

Share

BAB 26 - Suara dari Kegelapan (1)

Penulis: R.D. Skypigeon
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Malam harinya, suasana di kediaman keluarga Baskara terasa mencekam. Ruang tamu yang biasanya sepi kini dipenuhi oleh anggota keluarga dan beberapa staf keamanan. Wajah-wajah cemas terpancar dari setiap orang yang hadir.

"Bagaimana bisa ini terjadi?" suara Siska Baskara, ibu Novita memecah keheningan. Matanya sembab, jelas menunjukkan bahwa ia telah menangis semalaman.

Bambang, yang duduk di sofa dengan kepala tertunduk, hanya bisa menggeleng lemah. "Aku... aku tidak tahu, Bu."

"Kau bilang kau akan menjaganya!" Roni Baskara berdiri, suaranya meninggi. "Lalu sekarang di mana dia? Di mana Jelita?"

"Ayah, tolong tenang," Novita angkat bicara, meski wajahnya juga tampak pucat. "Kita semua di sini sama khawatirnya. Tapi kita harus tetap tenang untuk bisa berpikir jernih."

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 27 - Suara dari Kegelapan (2)

    "Siapa ini?" tanya Bambang menjawab telepon dari nomor tak dikenal itu, ia berusaha terdengar tegas meski jantungnya berdegup kencang.Tawa kecil terdengar dari speaker telepon genggam Bambang. "Oh, aku yakin kau sudah bisa menebak siapa aku, Tuan Bambang. Aku orang yang saat ini sedang menjaga 'tamu spesial' kalian."Wajah Bambang memucat. "Di mana Jelita? Apa yang kau lakukan padanya?""Tenanglah," jawab suara itu santai. "Istrimu dan calon pewaris Baskara Group aman... untuk saat ini. Kurasa…"Novita, yang duduk di sebelah Bambang, mengepalkan tangannya erat. Matanya menatap tajam ke arah ponsel seolah-olah bisa menembus dan melihat si penelepon."Apa maumu?" tanya Roni, yang kini berdiri di belakang Bambang.

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 28 - Jejak dalam Kegelapan

    "Siapa ini?" tanya Bambang menjawab telepon dari nomor tak dikenal itu, ia berusaha terdengar tegas meski jantungnya berdegup kencang.Tawa kecil terdengar dari speaker telepon genggam Bambang. "Oh, aku yakin kau sudah bisa menebak siapa aku, Tuan Bambang. Aku orang yang saat ini sedang menjaga 'tamu spesial' kalian."Wajah Bambang memucat. "Di mana Jelita? Apa yang kau lakukan padanya?""Tenanglah," jawab suara itu santai. "Istrimu dan calon pewaris Baskara Group aman... untuk saat ini. Kurasa…"Novita, yang duduk di sebelah Bambang, mengepalkan tangannya erat. Matanya menatap tajam ke arah ponsel seolah-olah bisa menembus dan melihat si penelepon."Apa maumu?" tanya Roni, yang kini berdiri di belakang Bambang.

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 29 - Misi Penyelamatan

    "Kami ikut," ujar Faris tegas, diikuti anggukan Bambang dan Novita."Ini bisa berbahaya," peringat komandan polisi."Kami tidak akan tinggal diam melihat calon penerus Baskara yang sedang diculik," Novita berkata dengan nada final. "Kami ikut."Melihat tekad di mata mereka, komandan polisi akhirnya mengangguk. "Baiklah, tapi kalian harus mengikuti instruksi dari kami."***Sementara itu, di sebuah gudang tua di pinggiran kota...Jelita membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa berat dan pandangannya kabur. Butuh beberapa saat baginya untuk menyadari di mana ia berada. Tangannya diikat ke belakang di kursi yang ia duduki."Ah, akhirnya

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 30 - Seorang Pahlawan

    Suasana mencekam masih menyelimuti area di sekitar gudang tua. Jelita berdiri gemetar, pistol masih menempel di pelipisnya. Penculik bertubuh besar itu terus berteriak, memperingatkan polisi untuk tidak mendekat. Faris, yang sejak tadi mengamati situasi dari dalam mobil, tiba-tiba mendapat sebuah ide. Ia berbisik pada Bambang dan Novita, "Aku punya rencana. Tapi ini berisiko." "Apa pun itu, lakukan!" Bambang menjawab dengan suara tertahan. "Kita harus menyelamatkan Jelita!" Faris mengangguk, lalu perlahan membuka pintu mobil. Seorang petugas keamanan mencoba menahannya, tapi Novita mengisyaratkan untuk membiarkannya pergi. "Hei!" Faris berteriak, melangkah ke depan dengan tangan terangkat. "Aku temannya Jelita. Biarkan aku bicara denganmu!" Penculik itu mengalihkan pandangannya ke arah Faris, matanya menyipit curiga. "Jangan mendekat! Atau kubunuh dia!" Faris terus melangkah perlahan, suaranya tenang meski jantungnya berdegup kencang. "Aku tidak bersenjata. Lihat, tanganku terang

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 31 - Misi Penyelamatan Selesai

    Paramedis bergegas menghampiri Faris, memberikan pertolongan pertama pada lukanya. Sementara itu, polisi membawa si penculik ke mobil tahanan.Ketika cahaya lampu mobil polisi menerangi wajah si penculik, Bambang terkesiap. "Tunggu... aku mengenalnya!"Novita menoleh cepat. "Siapa dia, Bang?"Bambang menatap si penculik dengan campuran kemarahan dan ketidakpercayaan. "Dia... Gunawan Wijaya. Pesaing lama Baskara Group. Dulu dia nyaris berhasil mengambil alih perusahaan kita, tapi gagal di detik-detik terakhir."Jelita, yang masih gemetar dalam pelukan Bambang, mengangkat wajahnya. "Jadi... semua ini karena dendam bisnis?"Bambang mengangguk pelan. "Sepertinya begitu. Tapi kenapa harus melibatkanmu, Jelita? Kenapa harus membahayakan bayiku?"Si penculik, Gunawan, tertawa getir dari dalam mobil polisi. "Karena itu satu-satunya cara untuk menghancurkan kalian, Baskara! Mengambil penerus kalian, menghancurkan masa depan Baskara Group!"Novita melangkah maju, m

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 32 - Pernyataan Cinta

    Sinar mentari pagi menembus tirai jendela rumah sakit, menerangi ruangan tempat Jelita dirawat. Suasana tenang, kontras dengan kekacauan yang mereka alami semalam. Jelita berbaring di ranjang, sementara Faris duduk di kursi roda di sampingnya. Keduanya tampak lelah, namun ada kelegaan yang terpancar dari wajah mereka."Bagaimana keadaanmu, Jel?" tanya Faris, memecah keheningan.Jelita tersenyum lemah. "Baik. Dokter bilang bayiku juga baik-baik saja. Syukurlah." Ia menatap pundak Faris yang dibalut perban. "Kau sendiri? Masih sakit?"Faris menggeleng. "Tidak seberapa. Aku lebih khawatir padamu."Hening sejenak. Faris tampak gelisah, seolah ada sesuatu yang ingin ia katakan namun ragu."Jel," akhirnya Faris bersuara. "Ada... ada yang ingin kukatakan padamu."Jelita menoleh, menatap Faris dengan penasaran. "Apa itu?"Faris menarik napas dalam. "Mungkin ini bukan saat yang tepat. Tapi setelah apa yang terjadi semalam, aku sadar bahwa hidup ini singkat. Ada ha

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 33 - Kepulangan Jelita

    Keesokan harinya, sinar mentari pagi kembali menerangi kamar rumah sakit tempat Jelita dirawat. Suasana terasa lebih ringan dibandingkan hari sebelumnya.Dokter baru saja selesai memeriksa kondisi Jelita dan memberikan kabar gembira bahwa ia sudah diperbolehkan pulang.Novita, yang sejak pagi sudah berada di rumah sakit untuk menjemput Jelita, tersenyum ringan mendengar kabar tersebut. Ia segera membantu Jelita bersiap-siap, sementara Bambang mengurus administrasi rumah sakit."Syukurlah kamu sudah boleh pulang, Jel," ucap Novita sambil membantu Jelita mengemasi barang-barangnya. "Kau tahu kan, kami semua sangat khawatir."Jelita menunduk. "Terima kasih, Mbak Novi. Maaf sudah membuat kalian cemas."Saat mereka sedang bersiap-siap, Faris muncul di pintu kamar. "Kudengar kau sudah boleh pulang, Jel?" tanyanya dengan senyum lega.Jelita mengangguk. "Iya, Kak. Dokter bilang kondisiku dan bayiku sudah stabil."Novita menatap Faris, kemudian beralih ke Jelita.

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 34 - Hadiah yang Terlupakan

    "Jel, aku baru ingat sesuatu," ujar Faris tiba-tiba, memecah keheningan di taman belakang rumah keluarga Baskara.Jelita menoleh, menatap Faris dengan pandangan bertanya. "Apa itu, Kak?"Faris tersenyum misterius. "Tunggu sebentar ya." Ia bangkit dari kursinya dan berjalan masuk ke dalam rumah, meninggalkan Jelita yang kebingungan.Beberapa saat kemudian, Faris kembali dengan sebuah bingkisan di tangannya. "Ini," katanya sambil menyerahkan bingkisan itu kepada Jelita. "Sebenarnya aku membawa ini saat... yah, saat insiden itu terjadi."Jelita menerima bingkisan itu dengan ragu-ragu. "Apa ini, Kak?""Bukalah," jawab Faris, senyum masih tersungging di wajahnya.Dengan hati-hati, Jelita membuka bingkisan itu. Matanya melebar saat melihat isinya. "Ini...""Baju couple untuk kamu dan bayimu," Faris menjelaskan. "Bergambar gajah lucu. Kamu masih menyukai gajah kan?"Jelita mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. "Tentu saja masih, Kak. Tapi... bagaimana kak

Bab terbaru

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 139 - Epilog

    Pagi itu, matahari bersinar hangat menyambut hari kepulangan Raditya dari rumah sakit. Kediaman Baskara yang biasanya tenang kini dipenuhi kesibukan. Bi Inah sejak subuh sudah berkutat di dapur, menyiapkan bubur ayam special dan sup jagung kesukaan Radit. Aroma masakan menguar memenuhi setiap sudut rumah, menciptakan suasana hangat yang menenangkan. Tak lupa, Jelita juga sudah menyiapkan pancake kesukaan Radit. Jelita mondar-mandir merapikan kamar Radit untuk yang kesekian kalinya, memastikan semuanya sempurna untuk kepulangan putra sulungnya. Ayu yang baru bangun tidur menggeliat dalam gendongannya, tangan mungilnya menggapai-gapai udara kosong. "Sebentar ya, Sayang," Jelita mencium pipi tembem putrinya. "Kakak Radit sebentar lagi pulang." Pak Abdul yang sejak tadi berdiri di teras depan akhirnya berseru, "Mobilnya sudah masuk halaman!" Jelita merasakan jantungnya berdebar kencang. Ini adalah momen yang sudah ia tunggu-tunggu - bukan hanya kepulangan Radit dari rumah sakit, tapi

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 138 - Penyatuan Hati

    Suasana di ruang ICU malam itu semakin hangat dengan kedatangan Ayah dan Ibu Novita. Roni yang baru saja tiba langsung menghampiri ranjang tempat cucunya berbaring. Wajahnya yang biasanya tegas kini diliputi kekhawatiran melihat kondisi Raditya."Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan cucuku?" tanya Roni dengan suara bergetar, tangannya menggenggam tangan Radit yang masih terpasang selang infus.Novita, yang berdiri di samping ayahnya, mengusap air mata sebelum menjelaskan, "Radit mengalami pendarahan internal, Yah. Dia butuh transfusi darah darurat..." Ia berhenti sejenak, matanya melirik ke arah Jelita yang masih menggendong Ayu. "Dan... dan Jelita yang menyelamatkannya."Roni mengangkat wajahnya, menatap sosok yang selama ini ia tentang kehadirannya karena takut jika ia merebut Raditya. Jelita berdiri dengan tenang, sesekali menimang Ayu yang mulai mengantuk dalam gendongannya. Ada sesuatu yang berbeda dalam pandangan Roni kali ini - sebuah pengakuan tak terucap atas kemuliaan hati per

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 137 - Ikatan Darah

    Malam semakin larut di rumah sakit kota. Suara langkah tergesa terdengar di koridor ICU, diiringi tangisan bayi yang sesekali pecah."Jelita!" Ibu Jelita bergegas menghampiri putrinya yang baru keluar dari ruang ICU. Di gendongannya, Ayu menggeliat tak nyaman, seolah merasakan ketegangan di sekitarnya. "Bagaimana keadaan Radit?""Masih koma, Bu," Jelita mengusap air matanya. "Tapi dokter bilang transfusi darahnya berhasil."Ayah Jelita yang berjalan di belakang mereka mengedarkan pandangan, mendapati Bambang dan Novita berdiri tak jauh dari situ. Ada ketegangan sesaat di udara, sebelum akhirnya Novita melangkah maju."Hendra, Ratna," sapanya dengan suara bergetar. "Terima kasih sudah datang.""Bagaimana tidak datang?" Ibu Jelita menjawab lembut. "Raditya tetap cucu kami."Ayu yang berada dalam gendongan Ibu Jelita mulai rewel, tangannya menggapai-gapai ke arah Jelita."Sini, Sayang," Jelita mengambil alih Ayu, menimangnya pelan. "Anak Ibu jangan nangis ya..."Bambang menatap putri kec

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 136 - Setetes Darah

    "Hubungi Jelita." Suara Novita terdengar lantang meskipun ia sedang lemah.Bambang mengangguk. Ia segera menelepon Jelita untuk memberi tahu kabar tentang Raditya.“Halo, Jel.” Suara Bambang terdengar serak.“Ya, Bang? Ada apa? Kenapa suaranya terdengar serak? Abang sakit?” Suara Jelita terdengar kebingungan.“Raditya… Radit kecelakaan, Jel.” Suara Bambang tersenggal oleh tangisnya.“Apa? Bagaimana bisa? Kondisinya bagaimana?” Jelita terdengar khawatir.“Sekarang masih koma. Cepatlah datang ke rumah sakit pusat kota. Kumohon.” Suara Bambang memohon.“Baik, Bang. Aku akan segera ke sana. Tunggu aku.” Jelita segera bergegas dan bersiap. Ibunya yang tampak bingung bertanya mengapa Jelita sangat terburu-buru. Jelita hanya menjelaskan sekilas bahwa Raditya mengalami kecelakaan dan membutuhkan dirinya.“Bu, aku titip Ayu. Nanti aku akan telepon Ibu untuk mengabarkan kondisi Raditya.” Ujar Jelita sambil mengenakan sepatu.“Baiklah, Nak. Hati-hati di jalan. Segera kabari Ibu dan Ayah.” ucap

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 135 - Detik-detik yang Mengubah Segalanya

    Siang itu, langit Jakarta tampak mendung. Novita melirik jam tangannya sambil menyandarkan tubuh pada mobil yang ia parkir di seberang sekolah TK Raditya. Sudah hampir pukul sebelas, sebentar lagi bel pulang akan berbunyi. Hari ini ia memutuskan untuk menjemput Raditya sendiri, memberikan kejutan untuk putra kesayangannya itu."Pak Abdul sedang tidak enak badan, tapi nggak apa-apa," gumamnya pada diri sendiri. "Sekali-sekali aku yang jemput Radit sendirian."Tak lama kemudian, bel sekolah berbunyi nyaring. Para orang tua yang sudah menunggu di depan gerbang mulai bersiap menyambut anak-anak mereka. Satu per satu, murid-murid TK itu berhamburan keluar dengan tas ransel kecil mereka."Mama!" suara familiar itu membuat Novita menoleh.Di sana, Raditya berdiri di depan gerba

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 134 - Rindu Harus Dipendam

    Sore itu, Jelita duduk di teras rumahnya sambil memandangi Ayu yang tertidur pulas di box bayi dan menikmati secangkir teh. Sudah dua bulan berlalu sejak terakhir kali Bambang menginjakkan kaki di rumah ini. Meski demikian, setiap awal bulan, rekening Jelita selalu terisi dengan nominal yang bahkan lebih besar dari biasanya.Tiba-tiba teleponnya berdering. Muncul nama Bi Inah di layarnya. Jelita segera mengangkat telepon dari Bi Inah."Non," Suara Bi Inah terdengar di ujung sana. "Apa kabar? Non Jelita dan Non Ayu sehat kan?."Jelita tersenyum lemah. "Alhamdulillah sehat, Bi. Bi Inah ada kabar baru dari Radit?"Bi Inah berbicara sambil mengirimkan beberapa foto terbaru. "Ini Non, kemarin Tuan Radit ikut lomba mewarnai di sekolahnya. Dapat juara dua."

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 133 - Rahasia Jelita

    Malam semakin larut di kediaman keluarga Jelita. Ayu sudah tertidur pulas setelah mendapatkan ASI-nya. Faris sudah pamit pulang sejam yang lalu, meski dengan berat hati dan berulang kali menawarkan bantuan jika dibutuhkan. Di ruang keluarga yang temaram, Ibu Jelita duduk di samping putrinya yang masih tampak gelisah."Jelita," panggil Ibu Jelita lembut. "Sebenarnya ada apa? Ibu tahu ada yang kamu sembunyikan dari kami."Jelita menggeleng pelan, matanya masih sembab. "Mungkin hanya salah paham, Bu.""Feeling seorang ibu tidak pernah salah, Nak," Ibu Jelita menggenggam tangan putrinya. "Ibu lihat caramu memandang Raditya setiap kali Ibu berkunjung ke rumah Mbak Novita. Ada kerinduan yang dalam di matamu. Dan tadi, Mbak Novita marah-marah seperti itu... pasti ada sesuatu yang tidak Ibu ketahui."

  • Istri Kedua yang Tersakiti   BAB 132 - Janji

    Setelah memarkir mobil di garasi rumahnya, Bambang menghela napas panjang. Ia tahu, perdebatan dengan Novita belum selesai. Benar saja, begitu memasuki ruang keluarga, istrinya langsung menghempaskan diri di sofa dan menatapnya dengan mata yang masih menyala-nyala."Kamu tahu apa yang paling menyakitkan, Bang?" Novita memulai dengan suara bergetar. "Bukan karena kamu sering ke sana. Bukan karena kamu memanjakan mereka dengan berbagai barang. Tapi karena kamu merasa perlu berbohong padaku."Bambang duduk di sofa single di hadapan Novita, mengusap wajahnya yang letih. "Nov, aku...""Setiap kali kamu bilang ada meeting di luar kantor, sebenarnya kamu ke sana kan?" potong Novita. "Kenapa harus bohong? Apa karena kamu tahu yang kamu lakukan itu berlebihan?""Aku membawakan me

  • Istri Kedua yang Tersakiti    BAB 131 - Bara Api

    Suasana semakin mencekam di depan rumah Jelita. Beberapa tetangga mulai bermunculan dari rumah mereka, berbisik-bisik menyaksikan drama yang tengah berlangsung. Pak Karyo, tetangga sebelah, bahkan sudah berdiri di depan pagarnya dengan wajah prihatin."Novita, sudah cukup!" Bambang akhirnya membentak, sesuatu yang belum pernah ia lakukan pada istrinya selama belasan tahun pernikahan mereka. "Kita pulang sekarang!""Kau berani membentakku sekarang?" Novita tertawa getir, matanya masih menatap tajam ke arah Jelita yang berdiri gemetar di belakang Faris. "Demi perempuan ini?"Ayah Jelita, melangkah maju. "Mbak Novita, saya mohon... ini bukan tempat yang tepat untuk menyelesaikan masalah keluarga. Tetangga-tetangga sudah mulai berkumpul.""Biar saja!" Novita menjerit histeris. "Biar semua orang tahu kalau anak kalian adalah perusak rumah tangga orang!""Cukup!" kali ini Ibu Jelita yang angkat bicara, suaranya bergetar menahan amarah. "Mbak No

DMCA.com Protection Status