Share

Part 2. Rencana yang Ditolak 

“Melahirkan anak untuk Ibu?” Sinar mengeluarkan suaranya dengan bergetar. 

Tatapannya tak lepas dari wajah cantik Talita. Otaknya terasa tak bisa diajak bekerja sama untuk mengurai segala macam penawaran Talita. Melahirkan anak untuk orang lain? Bagaimana mungkin? 

“Menjadi ibu pengganti, sewa rahim, atau apa pun itu sebutannya.” Talita kembali bersuara. “Dengan cara bayi tabung.”  

Sinar kali ini merasakan jantungnya berdetak tak karuan. Kerja sama macam apa yang sedang ditawarkan oleh Talita kepadanya? Dia bahkan belum menikah dan belum memiliki anak. Dia belum tahu bagaimana rasanya hamil dan melahirkan. Lalu sekarang tiba-tiba seseorang menawar rahimnya dengan imbalan pengobatan adiknya. 

Tidak! Sinar tidak bisa melakukannya. Dia tahu kondisinya sekarang ada dalam masa ‘kritis’ dan membutuhkan bantuan, tetapi bukan jenis bantuan dengan harga semahal itu.

Sinar menggeleng. “Maaf, Bu. Saya tidak bisa melakukannya.” Sinar menolak cepat. 

Dia menatap Talita dengan tegas menunjukkan kesungguhannya. Masih ada cara lain yang lebih baik untuk mendapatkan uang dibandingkan dengan melakukan sesuatu di luar nuraninya. 

“Kenapa kamu menolak di saat kamu tahu kondisi adikmu semakin melemah dan membutuhkan pertolongan?” Talita berucap lugas tanpa basa-basi. “Saya sudah mendengar semuanya dari Arkana dan kamu membutuhkan biaya cukup banyak untuk mengulur waktu agar adikmu bisa bertahan.” 

Kebimbangan lantas menyerang pikiran Sinar dan terlihat dalam tatapan matanya. Dia tampak tidak fokus. Talita menyeringai ketika dia merasa berhasil memengaruhi Sinar. 

“Sinar, seharusnya kamu lebih bijak dalam mengambil keputusan. Dia adalah adikmu satu-satunya, ‘kan? Dibandingkan dengan penyakitnya yang sekarang menggerogoti tubuhnya, penawaran saya cukup mudah untuk kamu lakukan.” 

Perempuan kaya seperti Talita ini pastilah akan sangat mudah mengorek informasi yang dibutuhkan. Terlebih lagi dokter yang menangani adik Sinar adalah orang yang dekat dengannya. Sinar menutup bibirnya rapat. Segala ucapan yang dilontarkan oleh Talita adalah sebuah kebenaran. 

Akan tetapi, tidak benar kalau dia harus melakukan ‘pekerjaan’ tersebut demi uang. Jika orang tuanya masih hidup, mereka juga pasti akan melarangnya. 

“Apa tidak ada pekerjaan lain yang bisa saya lakukan selain itu, Bu?” tanya Sinar dengan suara bergetar, “saya memiliki pendidikan baik dan lulus dari universitas.” 

“Kesempatan tidak datang dua kali, Sinar.” Talita tidak memberikan jawaban kepada Sinar atas pertanyaannya. “Kamu harus pahami satu hal, pengobatan adikmu tidak hanya cukup 500 juta. Kamu bahkan membutuhkan dua kali lipatnya. Sebelum saya memberikan penawaran itu, saya sudah bertanya banyak kepada Arkana.” 

“Apa Dokter Arkana yang memberikan ide ini?” Sinar tiba-tiba saja memicingkan matanya. Jika jawabannya iya, dia benar-benar tidak terima. 

“Tidak. Saya datang menemuimu atas inisiatif sendiri. Jadi, pikirkan. Ya, atau tidak. Setelah kita keluar dari rumah sakit ini, maka semua penawaran itu sudah tidak berarti lagi.” 

Demi Tuhan, Sinar tampak begitu bimbang dengan keputusan yang akan diambilnya. Biaya pengobatan adiknya semakin lama semakin meningkat sejalan dengan kondisinya yang memburuk. Jika dua kali lipat dari biaya operasi, itu artinya dia harus memiliki 1 milyar. 

Ingat! 1 milyar bukan jumlah yang sedikit dan bahkan dia tidak akan mampu mengumpulkan uang sebanyak itu selama hidupnya. 

Talita tidak tampak tergesa ketika menunggu keputusan Sinar. Dia dengan tenang memberikan waktu kepada gadis itu untuk berpikir. Talita seolah paham jika Sinar akan menerima penawarannya. 

Benar saja, setelah berpikir beberapa saat, Sinar akhirnya kembali bertanya tentang sewa rahim. “Bagaimana efek samping ketika saya melakukan itu?” Sinar buta tentang masalah ibu pengganti. “Saya belum menikah dan belum pernah memiliki anak.” 

“Tidak ada efek samping. Jika memang kamu bersedia, kita akan bertemu dengan dokter agar dokter bisa menjelaskan lebih lanjut.” 

Demi Tuhan, Sinar masih enggan menerima penawaran tak masuk akal tersebut. Namun, dia juga tak kuasa jika harus melihat adiknya meregang nyawa. Dia adalah seorang kakak, bukankah sudah sewajarnya kalau dia harus berkorban? 

Ragu, Sinar mengangguk. “Bisa kita bertemu dengan dokter untuk menjelaskan tentang itu, Bu?” 

“Dengan senang hati. Ayo, kita temui dokter sekarang.” 

Sinar berjalan di belakang Talita dengan keraguan menggantung di setiap langkah kakinya. Segala pertanyaan muncul di dalam kepalanya dengan berisiknya. Bahkan ketika dia masuk ke dalam ruangan dokter pun, dia hanya mendengarkan penjelasan dokter tersebut dengan seksama. Intinya, itu tidak melibatkan hubungan badan atau apa pun. 

“Bagaimana, Sinar? Keputusan ada di tanganmu. Kalau memang kamu menyayangi adikmu, maka harusnya kamu bersedia bekerja sama dengan saya.” Talita mengatakan itu ketika mereka sudah keluar dari ruangan dokter. 

Tangan Sinar membulat kencang dan mengangguk kecil penuh keraguan. “Ya, saya bersedia membantu Ibu. Tapi, saya meminta agar Ibu tidak mengingkari janji Ibu. Ibu akan menanggung semua biaya pengobatan adik saya.” 

“Saya pantang mengingkari janji yang sudah saya buat.” Talita lagi-lagi menarik sudut bibirnya. “Sekarang, ikutlah bersama saya. Kita akan menyelesaikan perjanjian itu hari ini juga.” 

Sinar merasa tidak memiliki pilihan lain ketika dia terdesak dengan kebutuhan yang begitu besar. Banyak orang di luar sana yang melakukan apa pun demi keluarga yang dicintainya. Dia sekarang sedang melakukannya. 

Lantas satu jam setelah itu, Sinar dan Talita sudah berada di sebuah rumah mewah. Sinar hanya seperti patung hidup yang bersedia dibawa ke sana-kemari oleh orang yang baru dikenalnya. Ketakutan dan kebimbangan bercampur menjadi satu di dalam hatinya.  

“Duduklah.” Talita mempersilakan Sinar duduk di sofa mewah ruang tamu setelah masuk ke dalam rumah besar tersebut. Talita masuk lebih dalam sebelum keluar kembali bersama dengan seorang lelaki yang Sinar yakin itu adalah suaminya. 

Sinar mengetahui nama lelaki itu adalah Praba setelah mereka berkenalan secara singkat. Lantas Talita bersuara untuk membagi hasil dari rencananya kepada sang suami. 

“Ada hal yang ingin aku bicarakan kepada Mas.” Talita mengawali obrolan. “Ini tentang anak.” Rahang Praba seketika tampak menguat. Namun, tidak ada tanggapan apa pun yang keluar dari mulutnya. 

“Mas, kita tahu aku nggak bisa hamil karena kondisi rahimku yang tidak kuat. Aku tadi bertemu lagi dengan dr. Wahyu dan dia memberikan opsi lain agar kita bisa memiliki anak.” Talita tersenyum. “Yaitu dengan cara meminjam rahim seseorang.”

“Apa?” Praba tampak menunjukkan keterkejutannya. “Kamu gila?” Ekspresi lelaki itu kaku luar biasa. 

“Aku serius, Mas. Dan itulah kenapa ada Sinar di sini. Dia yang akan meminjamkan rahimnya untuk kita. Dia bersedia hamil anak kita.” Talita memasang senyum penuh arti. 

Hal itu berbeda dengan Praba yang tampak menahan amarah. Lelaki itu bahkan menatap Sinar dan Talita bergantian dengan penuh emosi. Praba pasti tidak pernah menyangka kalau istrinya akan memiliki ide sejauh ini untuk mendapatkan anak. 

“Mas … ini adalah jalan satu-satunya ….”

“Tidak!” jawab Praba tegas, “saya tidak akan melakukan tindakan bodoh seperti itu dengan alasan apa pun.”

*** 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status