Share

Part 3. Prosedur Rumit

Penulis: Loyce
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-02 19:49:26

“Mas, ini adalah satu-satunya cara agar kita bisa punya anak.” Talita menarik tangan Praba kemudian digenggamnya. “Aku hanya ingin keluarga kita ….”  

“Lupakan!” Praba memutus ucapan Talita. “Saya tidak akan melakukannya.” 

Praba beranjak dari tempat duduknya, melepaskan genggaman tangan Talita dengan kasar sebelum dia pergi dari ruang tamu. Langkah kakinya tegap mengayun dengan pasti. Sinar hanya bisa terpaku di tempatnya dengan menahan napasnya. 

‘Jadi, Talita belum mendiskusikan ini kepada suaminya sebelumnya?’ tanya Sinar di dalam hati. 

Tentu hal wajar ketika suami Talita menolak ide tersebut. Sinar benar-benar merasa hidupnya jungkir balik hanya dalam beberapa jam saja. 

Talita beranjak dari sofa mengejar sang suami. Meninggalkan Sinar yang masih tenggelam dengan pikirannya sendiri. Seorang perempuan paruh baya tiba-tiba saja muncul dengan membawa minuman dan menyuguhkannya di depan Sinar.

“Silakan minumannya, Mbak.” Sinar sempat kaget melihat keberadaan perempuan itu sebelum dia tersenyum dan berterima kasih. 

Ruangan itu hening dan hanya terdengar detik jam. Sinar dibuat bimbang dengan situasi yang memeluknya saat ini. Dia ingin sekali pergi dari rumah Talita, tetapi itu tak sopan tanpa berpamitan dengan sang tuan rumah. 

Jika dia tetap berada di sana, ia merasa tersiksa dengan segala ketidaknyamanan yang dirasakan. Sinar mencoba untuk tenang. Mengatur napasnya sebelum mengambil keputusan. Hampir sepuluh menit Sinar hanya diam menunggu Talita, tetapi perempuan itu tak kunjung kembali menemuinya. Rumah itu terasa begitu sepi dan Sinar memutuskan untuk beranjak. 

Sayangnya, suara pertengkaran dari dalam rumah itu tiba-tiba terdengar di telinganya. 

“Mas bilang apa? Sebuah ambisi? Aku melakukan ini demi keutuhan rumah tangga kita. Aku nggak mau ….” 

“Saya meninggalkanmu karena kita nggak punya anak. Itu kan yang kamu takutkan selama ini?” Praba memutus ucapan Talita dengan dingin. 

Sinar seketika merasakan tubuhnya bergetar. Dia kembali terduduk dengan kepala tertunduk lesu. 

“Kamu tidak perlu khawatir. Saya tidak akan meninggalkanmu. Saya akan tetap di sisimu tanpa, atau dengan anak dalam rumah tangga kita. Sudah puas?” Suara Praba kembali mengalun. 

Sinar yang mendengar perdebatan sepasang suami istri itu hanya bisa mematung di tempat duduknya. Wajahnya menegang dan degupan jantungnya menggila. Jika Sinar bisa menghilang detik itu juga, dia pasti akan melakukannya. Sinar tidak pernah menyangka akan terjebak dalam masalah rumah tangga orang lain seperti ini. 

Sinar tidak mendengar apa pun lagi setelah itu seolah ucapan Praba yang baru saja dimuntahkan itu membuat sebuah ketenangan di hati Talita. Lebih baik dia segera pergi dari rumah ini dan tidak lagi terlibat dengan orang kaya seperti mereka. 

Sinar kembali berdiri dan melongokkan kepalanya untuk mencari siapa pun untuk pamit. Namun, Talita ternyata yang muncul.  

“Sinar, kamu boleh pergi.” Wajah Talita masih tampak memerah karena luapan emosi yang baru saja dikeluarkan. “Saya akan menghubungimu nanti.” 

Sinar mengangguk cepat. Dia juga ingin segera pergi dari rumah tersebut. Bahkan jika dia bisa, Talita tak perlu lagi menghubunginya. Tentang pengobatan adiknya, Sinar tetap akan mengusahakannya. 

“Baik, Bu. Saya permisi sekarang.”

Sinar segera membalikkan badannya agar bisa segera keluar dari rumah besar tersebut. Namun, lagi-lagi, Talita memanggilnya membuat langkah Sinar terhenti. 

“Supir akan mengantarkanmu. Pastikan ponselmu tetap aktif agar saya mudah menghubungimu.” 

Sinar hanya mengangguk sebelum benar-benar keluar dari rumah tersebut. Sebuah mobil hitam sudah menunggunya di depan rumah dan dia segera dipersilakan masuk oleh seorang supir. Hanya karena mengurus ‘perjanjian’ tersebut, dia bahkan lupa dengan adiknya yang tadi ditinggalkan di rumah sakit. 

Beruntung, adiknya tiba di rumah dengan selamat, terlihat dari sebuah chat yang remaja itu kirimkan kepadanya. 

*** 

“Pak … Praba.” Sinar dibuat terkejut pagi ini ketika dia baru saja keluar dari rumahnya dan mendapati Praba berdiri di depan pagar rumahnya. 

Lelaki itu menatap ke arah rumah Sinar dengan wajah dinginnya dan kedua tangannya dijejalkan ke dalam saku celana. Sinar tidak bisa menebak untuk apa lelaki itu datang pagi-pagi sekali karena bahkan semalam saja mereka tidak saling berbicara kecuali ketika mereka berkenalan. 

“Saya perlu bicara sama kamu,” ucap Praba tanpa basa-basi tampak tidak ingin membuang waktunya terlalu lama.  

Sinar gugup, jantungnya berdetak tak karuan ketika dia bisa menatap dengan jelas lelaki itu secara langsung. Praba benar-benar sangat tampan. Tubuhnya tinggi dengan pembawaan yang tenang. Dia pasti pengusaha bertangan dingin. Begitu pikir Sinar. 

“Maaf, Pak. Kalau boleh saya tahu, apa yang ingin Bapak bicarakan kepada saya?” 

“Masuklah!” perintah Praba. 

“Maaf?” 

“Masuklah ke mobil. Kita bicara di dalam. Saya akan sekalian mengantarkanmu ke tempat kerja.” 

Sinar bergeming menatap mobil hitam mewah yang terparkir di depannya dalam keadaan mesin masih menyala. Meneguk ludahnya berkali-kali, tangannya terus meremas tali tas selempangnya. 

Meskipun ragu, Sinar akhirnya menuruti permintaan Praba. Duduk di kursi belakang dan tersenyum kecil kepada sopir yang berada di balik kemudi. Sopir yang sama yang mengantarkannya semalam. Mobil hitam itu lantas meluncur meninggalkan rumah Sinar. 

Duduk bersebelahan dengan Praba benar-benar membuat Sinar merasa dihakimi. Lelaki itu memang belum berbicara, tetapi dia merasakan ketenangan Praba seperti mengintimidasinya. 

“Tolak permintaan Talita untuk melakukan kekonyolan yang ditawarkan kepadamu.” Praba mulai bersuara setelah lima menit dalam keheningan. 

“Saya sudah sempat menolaknya, Pak,” jawab Sinar berterus terang. 

“Lalu pada akhirnya kamu menerimanya.” Praba menanggapi cepat. “Berapa uang yang ditawarkan?” 

Sinar tidak cepat menjawab. Tidakkah Talita menjelaskan kepada Praba tentang perjanjian tersebut? Apa yang akan Sinar terima dan apa yang akan Talita dapatkan dari kesepakatan itu? Seharusnya Talita mengatakan itu kepada Praba sehingga Praba tahu semuanya. Sinar merasa ada yang aneh dengan hubungan suami istri tersebut. 

Talita bahkan tidak mengatakan kepada Praba tentang rencana untuk menyewa rahim sampai suaminya itu terkejut saat mengetahuinya. 

“Berapapun itu, tolak.” Praba kembali bersuara dengan tegas ketika tak kunjung mendapatkan jawaban dari Sinar.   

Sinar menunduk memainkan jari-jarinya yang panjang. Sejujurnya, Sinar juga tidak bersedia melakukan cara ini untuk mendapatkan uang. Namun, dia memikirkan kesehatan adiknya. Semalam dia bahkan tidak bisa tidur karena memikirkan Surya. Dia sungguh takut kehilangan lelaki itu. 

Suasana di dalam mobil tersebut hening untuk beberapa saat ketika Sinar bersuara dengan sedikit bergetar. 

“Saya bersedia bekerja sama dengan Bu Talita karena kami saling membutuhkan, Pak. Tapi, kalau memang Bapak tidak setuju dengan itu, Bapak bicarakan langsung saja kepada Bu Talita.” 

Sinar sengaja tidak mengatakan kesulitan apa yang sedang dihadapinya. Bagi Sinar, kesulitannya tak perlu di share kepada orang yang tidak dikenalnya. Kecuali Talita yang memang sudah mengetahuinya sejak awal. 

“Saya sudah berbicara dengannya.” Praba menjawab dingin. “Dan dia kukuh akan melanjutkan ide gilanya. Itulah kenapa saya menemui kamu agar kamu bisa membantu saya menolak permintaannya.” 

Kali ini Praba menoleh kepada Sinar dan tatapan mereka bertemu. Hanya beberapa detik, tetapi jantung Sinar sudah tidak terkendali rasanya ketika menatap mata hitam milik Praba. Sinar memutus tatapannya lebih dulu. 

“Akan ada prosedur rumit yang akan kamu lakukan dan saya yakin, sebagai seorang perempuan kamu akan dirugikan.”

Sinar meneguk ludahnya susah payah ketika Praba mengatakan hal itu. Dia tak tahu prosedur seperti apa yang akan dilaluinya. Namun, Praba benar. Dia adalah seorang perempuan single. Dia belum pernah menikah. Jika laki-laki yang akan menikahinya nanti tahu jika dia pernah melahirkan, maka sudah pasti, laki-laki itu pasti tidak akan bersedia menerimanya. 

Akan tetapi, Sinar tiba-tiba penasaran dengan prosedur rumit yang Praba katakan. Bukankah dokter sudah menjelaskan panjang lebar tentang sewa rahim tersebut? Lalu prosedur apa yang perlu dilakukan?

Penasaran, Sinar lantas bertanya. “Kalau saya boleh tahu, prosedur seperti apa yang Bapak maksud?” 

“Pernikahan,” ucap Praba terus terang, “Kamu harus menikah sebelum sewa rahim dilakukan, hal itu menyangkut hukum.” 

***  

Bab terkait

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 4. Konsekuensi

    “Pernikahan … menyangkut hukum?” tanya Sinar dengan suara terbata dan bergetar. Kekhawatiran itu merambat masuk ke dalam hatinya. “Kamu tidak tahu? Talita tidak mengatakannya?” tanya Praba balik. Sinar menggeleng cepat. “Bu Talita tidak mengatakan apa pun,” jawab Sinar dengan cepat. Praba tidak lagi menjawab. Memberikan tatapan kepada Sinar agar gadis itu keluar dari mobilnya dan tidak melanjutkan pembahasan tersebut. Sinar masih dihinggapi rasa penasaran di dalam hatinya tentang penjelasan praba, tetapi dia memilih untuk menurut dan keluar dari mobil. Mobil hitam itu segera meluncur pergi dan meninggalkan pertanyaan besar di dalam kepala Sinar. Jika sewa rahim menyangkut tentang hukum, itu artinya hal itu sangat sensitive. Harusnya dia memang tidak perlu meneruskan rencana tidak masuk akal tersebut. Di sepanjang Sinar bekerja, Sinar tidak fokus. Dia bahkan mendapatkan teguran dari chef karena kelalaiannya. “Kamu ini kenapa, Sinar?” tanya Gina saat makan siang. Dia adalah teman

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-02
  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 5. Permainan Dimulai

    “Kamu ini bicara apa sih, Mas?” Talita mencoba menahan garis wajahnya agar tidak terlihat terganggu. “Aku memberimu izin menikah hanya untuk formalitas. Jadi, mari kita kerja sama.”Sinar kali ini sepertinya sudah tidak bisa lagi mengelak. Ya, keputusan memang ada padanya. Dia bisa menolak dan mengurungkan semua ide gila dan dia terbebas. Lantas apakah akan cukup sampai di sana? Tentu saja tidak. Talita bisa saja memilih orang lain untuk menganggantikannya.Lalu dia? Sinar justru yang akan kelimpungan mencari uang untuk sang adik. Sinar memantapkan pilihan dan keputusannya. Apa pun yang terjadi kedepannya nanti, dia sudah siap. Ini adalah keputusan yang akan diambil.Praba berdiri. Menjejalkan tangannya ke dalam saku celananya. “Kalian atur saja kapan saya bisa menikah dengan Sinar.” Kali ini lelaki itu menatap Sinar penuh arti. “Dan saya harap kalian tidak pernah menyesalinya.”Setelah mengatakan itu, Praba pergi begitu saja meninggalkan dua perempuan tersebut di sana. Tidak lagi meno

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-02
  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 6. Desakan Dua belah Pihak

    “Bu Talita bilang, Ibu tidak diizinkan untuk melakukan pekerjaan rumah. Memasak juga tidak boleh.” Setelah semalaman Sinar hanya sanggup tertidur sebentar, dia memutuskan untuk pergi ke dapur dan memulai masak. Sebagai cook helper yang sudah lama digelutinya, memasak adalah salah satu keahlian Sinar. Sinar bahkan memiliki keinginan suatu saat nanti dia mampu memiliki bisnisnya sendiri berupa rumah makan kecil-kecilan. Namun, dia harus menunda segala keinginan itu dan memfokuskan dirinya pada kehidupannya yang tengah dihadapinya. “Bibi nggak perlu khawatir. Masak itu bukan pekerjaan yang sulit.” Sinar tersenyum kecil menatap Bibi. “Bibi di sini saja, dan Bibi bisa bantu saya.” “Tapi, Bu. Saya takut kalau Bu Talita tahu dan marah. Biar saya saja yang masak.” “Tolong buatkan saya kopi.” Suara berat milik Praba itu menghentikan perdebatan Sinar dan Bibi. Mereka menatap secara serentak ke arah yang sama di mana Praba berada. Lelaki itu tampak segar dengan rambut basahnya. Praba dudu

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-18
  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 7. Layaknya Istri Sungguhan

    “Apa maksud Bapak mengatakan itu?” Sinar mundur dengan jantung terasa terguncang mendengar ucapan Praba pagi ini. Sungguh, ini sangat mengejutkan untuknya. Tiba-tiba saja Sinar mengelus perutnya seolah dia tengah melindungi janin yang ada di dalamnya. “Kalau Bapak tidak ingin memiliki anak dengan Bu Talita, kenapa … Bapak pada akhirnya menerima rencana itu?” Sinar sungguh merasa hampir gila karena pasangan tersebut. Ini baru berjalan beberapa hari, tetapi semua sudah seperti benang kusut yang semakin terpaku satu sama lain. “Dan inilah permainannya, Sinar.” Setelah mengatakan itu, Praba lantas pergi meninggalkan rumah satu lantai yang ditempati oleh Sinar itu menggunakan mobilnya. Sinar masih mematung di tempatnya dengan jantung yang masih berdetak dengan kencang. Dia mencoba untuk tidak mempercayai ucapan Praba. Akan tetapi jika dia mengingat bagaimana Praba dan Talita, bagaimana interaksi dua orang tersebut satu sama lain, Sinar merasa segala yang diucapkan oleh Praba adalah sebu

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-19
  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 8. Diantara Kedua Istri

    “Mohon maaf, Pak. Tapi, saya tidak bisa melakukan itu.” Sinar tidak ingin terombang-ambing dalam tekanan yang begitu kuat dari Praba maupun Talita. “Kalau Bapak mau tinggal di sini, silakan. Tapi, saya nggak bersedia berada di satu kamar dengan Bapak.”Sinar sungguh tidak ingin dirinya dijadikan alat untuk pelampiasan amarah pasangan suami istri itu untuk saling serang. Setelah dia memikirkan banyak hal tentang hubungan Praba dan Talita, dia memang merasa jika dua orang itu tidaklah seakur yang dibayangkan. Hubungan mereka tidak harmonis, dan dia tak ingin terseret terlalu jauh.Sayangnya, ucapan Sinar tidak memengaruhi Praba. Dia bukan sedang berdiskusi dengan Sinar, melainkan mengambil keputusannya sendiri.Mengerti situasi, Bibi hendak pergi dari hadapan dua orang yang mengeluarkan aura ketegangan. Namun, langkah Bibi dihentikan oleh suara Praba.“Bibi!” panggilnya dengan suara rendah nan dingin. “Tinggal pilih saja, barang saya yang dipindahkan di kamar Sinar, atau barang Sinar ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-19
  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 9. Saling Melempar Peringatan

    Sinar mendorong tubuh Praba sampai rangkulan lelaki itu terlepas. Dia merasa jengah dengan sikap dua orang kaya yang ada di depannya. Praba bahkan sedikit terkejut ketika Sinar berhasil lepas dari rangkulannya. Sinar yang masih mengetatkan rahangnya itu segera berbicara. “Saya tidak ingin terlibat dengan masalah Ibu dan Bapak. Keberadaan saya di sini sudah cukup jelas. Saya harap, sampai bayi ini lahir, saya bisa hidup dengan tenang.” Sinar menatap Talita dan Praba dengan berani. “Tolong jangan libatkan saya dalam pertengkaran Ibu dan Bapak. Permisi.” Sinar memilih masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya. Dia duduk di pinggiran ranjang dengan tangan saling meremas. Mensugesti dirinya sendiri jika dia mampu melewati semuanya. Posisi dirinya dan Talita seharusnya sama. Sama-sama saling membutuhkan. Di luar ruangan, Praba dan Talita masih saling mengeluarkan aura permusuhan. Namun, seolah enggan untuk berhadapan dengan istrinya lebih jauh lagi, Praba memilih berbalik dan pergi ke k

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-21
  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 10. mangga muda

    “Saya tidak tahu seperti apa hubungan Ibu dan Pak Praba sebelum ini dan saya juga tidak berniat untuk tahu.” Suara Sinar memecah keheningan malam di halaman depan rumah satu lantai yang ditempatinya.“Tapi kalau Ibu berpikir saya begitu senang dengan sikap Pak Praba kepada saya, Ibu salah besar. Terlebih lagi ketika Ibu mengancam saya ingin mengatakan ‘pekerjaan’ saya yang sekarang kepada adik saya. Itu sungguh tidak bisa dibenarkan.”Setelah Sinar mendengar ucapan Talita tentang ancaman Sinar secara terselubung, Sinar sama sekali tidak menanggapi dan dia fokus pada kegiatannya membuat kopi. Setelah makan malam selesai, dia segera meminta kepada Talita untuk bicara berdua.“Dibandingkan dengan saya, Ibu tentu jauh lebih segalanya. Ibu benar, Pak Praba tidak akan mungkin menyukai saya kecuali semua sikapnya itu hanya untuk membuat Ibu marah. Ibu tentu setuju dengan saya, ‘kan?”Talita tidak menanggapi, tetapi tatapannya mengarah lurus pada Sinar dan tampak begitu dingin. Sinar seolah d

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-21
  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 11. Taktik Perang

    Mata Sinar berbinar cerah ketika dia melihat sebuah mangga muda di depannya. Dia bahkan meneguk ludahnya hanya dengan membayangkan menggigit buah itu dan mencecapnya. Tanpa memedulikan keberadaan Praba di rumah ini di pagi hari, Sinar hanya fokus pada buah mangga yang tidak begitu besar tersebut. “Cuma satu, Bi?” tanya Sinar kepada Bibi. “Iya, Bu. Di pasar adanya yang udah matang. Jadi, saya mintakan ke orang desa.” Rumah yang ditempati Sinar adalah rumah pinggiran kota dan bukan berada di perumahan. Itu seperti sebuah desa yang tertata begitu indah. Jadi, kepedulian antara satu sama lain masihlah begitu kental. “Memang nggak papa, Bi?” tanya Sinar lagi. “Nggak papa, Bu. Bahkan kalau Ibu mau lagi, boleh ambil lagi.” Sinar tersenyum lebar mendengar penuturan Bibi. Mangga yang sudah diiris tanpa dikupas itu segera tersaji di depan Sinar. “Saya makan, ya, Bi,” kata Sinar dengan semangat. Mengambil sepotong kecil mangga dan memberinya garam yang ada di piring yang sama. Senyum Sin

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-21

Bab terbaru

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 125. End

    Halaman belakang rumah besar Praba dipenuhi keceriaan yang luar biasa. Askara, Bhumi, dan Cherry berdiri di depan panggangan barbeque sambil sesekali saling menyenggol. Namun, kali ini tidak ada yang mencoba untuk melerainya.Para pekerja juga membantu mereka memanggang banyak makanan. Aroma makanan menguar tiada henti. Begitu nikmat luar biasa. Cherry pergi lebih dulu, lalu duduk dan bergabung dengan kedua orang tuanya.“Makan dulu, Bos.” Begitu katanya kepada sang ayah juga ibunya. “Ayo, Bunda makan dulu. Mengobrol juga butuh tenaga.”Ya, tidak ada yang salah dengan panggilan Cherry karena di sana memang ada Talita. Setelah obrolan Talita dan Sinar saat itu, hubungan dua perempuan itu lambat laun membaik. Mereka menekan ego mereka demi Askara.Begitu juga dengan Praba dan anak-anak mereka. Bhumi dan Cherry bahkan ikut-ikutan memanggil Talita dengan bunda. Jika dalam kondisi yang lalu, Talita pasti akan merasa keberatan, tetapi sekarang tentu berbeda. Dia bahkan merasa memiliki tiga

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 124

    “Sebagai seorang ibu, kita adalah dua orang yang sama-sama menyayangi dan mencintai Askara. Dia memintaku untuk mempertimbangkan agar kita bisa berdamai.”Talita secara pribadi datang ke rumah Sinar dan membicarakan masalah tersebut setelah dia berpikir secara terus menerus. Dia menarik garis ke belakang dan memikirkan tentang masa lalu yang sudah terjadi. Jika dia menyalahkan Sinar sepenuhnya dan menganggap perempuan itu salah, maka itu tidak benar.Sinar dulu juga seorang korban. Dia juga perempuan yang sudah memberikan cintanya dengan penuh kepada Askara. Tidak sekalipun dia merasa terganggu dengan kehadiran putranya tersebut.“Selama ini saya tidak pernah ingin berseteru dengan Ibu secara terus menerus. Hanya saja, Ibu masih menganggap saya adalah orang yang harus Ibu musuhi.” Itu adalah jawaban yang diberikan oleh Sinar. “Melihat bagaimana hubungan kita selama ini, saya yakin itu menjadikan tekanan sendiri bagi Askara. Itulah kenapa dia ingin melihat kita berdamai.”Sinar menging

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 123

    “Abang nggak jadi ke luar negeri, Ma.”Sinar yang sedang membuatkan sandwich untuk Askara itu segera mendongak menatap putranya yang tengah duduk di stole bar. Anggota keluarganya yang lain sedang sibuk sendiri-sendiri dan hanya ada Sinar dan Askara saja di sana.“Abang bicara banyak dengan Bunda. Bunda pun mengerti tentang keinginan Abang. Kalaupun toh nanti misalnya Abang ingin sekolah di sana, itu atas dasar keinginan Abang sendiri. Tapi, sampai sekarang, Abang belum ingin. Abang masih lebih suka di negeri sendiri.”Sinar meletakkan sandwich-nya ke atas piring lalu meletakkan di depan Askara. “Mama senang mendengar itu.” Perempuan itu duduk di samping putranya dan menemani makan.“Abang berharap, Mama dan Bunda bisa berbaikan.”Kalimat itu membuat Sinar segera menoleh ke arah putranya. Tatapan remaja itu penuh pengharapan. Dia tampaknya ingin melihat kedua orang yang disayanginya tidak lagi berselisih paham. Askara tentulah tahu jika sebenarnya yang selalu membuat masalah antara ke

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 122

    Untuk pertama kalinya, Askara menghadiri acara keluarga Talita. Dia berusaha berbaur dengan keluarganya yang menerima Askara dengan sangat baik. Nenek dan kakeknya begitu bahagia melihat cucunya akhirnya datang dan berumpul dengan keluarga.“Nenek senang kamu ada di sini.” Askara menoleh dan mendapati seorang perempuan tua yang tampak masih begitu sehat. Tentu jika bersama dengan nenek dan kakeknya bukan pertama kalinya mereka bertemu, hanya saja dia selalu menolak untuk hadir ketika acara-acara seperti ini dilakukan.“Nenek sudah makan?” tanya Askara mencoba untuk perhatian. “Aku lihat, sejak tadi hanya mondar-mandir ke sana-kemari. Nenek harus menjaga kesehatan.”Perempuan tua itu tersenyum lembut. Menarik tangan Askara, lalu menggenggamnya. “Nenek senang kalau cucu-cucu Nenek berkumpul seperti ini, hati Nenek terasa bahagia sekali.”Askara menatap langit yang mucul sekumpulan bintang-bintang. Indah sekali. Sayangnya ini bukan bulan purnama. Jika bulan purnama, sekarang ibunya pasti

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 121

    Kedua tangan Askara maupun Talita penuh dengan barang belanjaan. Talita benar-benar membeli banyak barang untuk dirinya sendiri dan juga Askara. Setelah keluarga bersama dengan Talita, melepaskan segala beban yang selama ini dirasakan, Askara sedikit luluh dengan sikap ibunya.“Terima kasih. Abang sudah bersedia berjalan-jalan dengan Bunda.”Mereka sudah sampai di rumah dan sama-sama melepas lelah dengan duduk di sofa. Askara segera membaringkan tubuhnya di sofa dan memeluk bantal sofa. Memainkan ponselnya sebentar sebelum meletakkannya kembali.“Kalau ngantuk, naik gih, tidur di kamar.” Talita menepuk kaki Askara, lalu mengelus pelan kaki tersebut.“Aku di sini aja. Jendelanya biarin kebuka aja, Bun. Nggak usah pakai AC.” Askara menutup matanya setelah itu. Dia sepertinya benar-benar lelah luar biasa.Talita membuka jendela-jendela lebar itu agar angin bisa masuk. Membuat Askara menjadi nyaman luar biasa. Lelaki itu segera saja terlelap dalam tidurnya. Jika Askara sudah memutuskan un

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 120

    “Cerita Tante ternyata cukup rumit.” Tanggapan Bastian setelah itu. Menatap Askara setelah itu. “Bagaimana tanggapan lo tentang itu, Askara?”Askara menanggapi santai. “Gue udah pernah cerita itu dari Papa. Nggak beda jauh. Hanya beda sudut pandang.”“Papamu menceritakannya?” Talita mengernyit, lalu dia mengingat sesuatu. “Apa karena saat Bunba minta kamu bertanya tentang waktu itu ….”“Ya.” Askara memotong ucapan ibunya. “Papa sudah cerita semuanya.”“Lalu, apa tanggapanmu?” tanya Bastian lagi. “Menurut gue, ini terlalu rumit.”“Kehidupan orang tua selalu rumit dan gue benci itu.” Askara menarik napasnya panjang. “Bukankah keegoisan mereka sehingga membuat gue harus berada dalam masalah? Harus memilih di antara dua ibu.” Askara tersenyum kecil. “Percayalah, itu sangat menyebalkan.”Akhirnya, Askara mengungkapkan isi hatinya yang terpendam. Sejak kecil dia harus ditarik ke sana-kemari untuk hidup dan tinggal bersama mereka. Dia kesal luar biasa.Ruangan itu seketika hening karena keju

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 119

    “Ma, Abang akan menginap di rumah Bunda,” pamit Askara kepada Sinar. Weekend ini dia ingin mencoba membuka hatinya untuk ‘melihat’ lebih dekat kehidupan yang dijalani oleh Talita. Seperti yang Bastian katakan, dia ingin benar-benar memahami posisi Talita.Dia selama ini selalu marah dan tertekan jika Talita memintanya untuk tinggal bersama dengannya. Baginya, Talita tidak seperti Sinar yang sangat dia sayangi. Sekarang, dia sudah berpikir lebih dingin dan dia ingin menjalani semuanya dengan lebih tenang.“Abang sudah bilang kepada Bunda kalau Abang mau datang?” tanya Nilam. “Biasanya Bunda yang akan menjemput Abang.”“Nanti pulang sekolah langsung diantar supir ke rumah Bunda, Ma. Aku udah bilang sama Bunda juga.”Sinar diam tak segera menanggapi karena dia merasa Askara sudah mulai terbuka dengan Talita. Ada rasa takut, tetapi dia juga tidak bisa menghentikan.“Ya sudah. Abang hati-hati. Kalau ada apa-apa langsung bilang ke Mama.” Sinar mengelus pundak putranya dengan lembut.“Iya, M

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 118

    “Askara!”Panggilan itu membuat Askara menoleh. Dia mendapati seorang lelaki muda berdiri tak jauh darinya dan menatapnya. Lelaki itu tersenyum sebelum mendekat ke arahnya.“Gue udah lama nunggu.”Askara tidak mengenal lelaki itu. Oleh karena itu dia hanya memberi tatapan penuh tanya ke arah lelaki itu. Tahu jika dia harus memperkenalkan dirinya, lelaki itu lantas mengulurkan tangannya.“Gue Bastian. Sepupu lo.”Barulah Askara menyadari jika lelaki itu adalah lelaki yang dimaksud oleh bundanya. Sepupu yang kuliah di luar negeri. Askara menerima uluran tangan lelaki itu. “Askara.”Bastian tampak masih tersenyum. “Ada kafe di depan, kita ke sana? Sekalian ngobrol.” Askara tidak langsung menjawab dan tampak berpikir, tetapi Bastian segera bersuara. “Nanti gue antar pulang.”“Nggak perlu, gue bisa pulang sendiri. Gue nunggu sopir atau adik-adik gue buat pamit.” Askara menoleh ke sana-kemari untuk mencari keberadaan kedua adiknya, tetapi mereka tidak juga muncul.Lantas dia mengeluarkan po

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 117

    “Kalau bukan karena dia, Talita masih tetap akan menjadi menantu keluarga kita.”“Cukup!” Dimas berteriak membentak Cindy. “Mama ini benar-benar, ya. Mau sampai kapan Mama terus memusuhi Sinar. Ini sudah lama sejak Praba dan Sinar menikah. Kehidupan mereka baik-baik saja sampai sekarang, tapi Mama masih bertahan dengan ego Mama.”“Kalau Oma nggak suka sama kami, sebenarnya nggak masalah.” Bhumi bersuara. “Tapi nggak perlu menjelekkan Mama. Mama adalah mama terbaik buat kami.”“Tahu apa kamu tentang ibumu? Ibumu adalah perempuan yang mengambil suami perempuan lain. Dia itu pelakor.” Cindy semakin tua mulutnya benar-benar luar biasa menyebalkan.“Kalau Mama terus saja menyebut istriku seperti itu, lebih baik Mama tidak perlu datang ke rumah ini.” Praba sudah muak dengan segala macam hinaan yang dikeluarkan Cindy kepada istrinya.Tidak sedikitpun Cindy merasa tersentuh dengan kebaikan Sinar selama ini. Bahkan suatu hari dia pernah dirawat di rumah sakit dan Sinar yang menjaganya sampai k

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status