Satu keluarga itu pun tiba di rumah Revalina, tetapi Revalina tidak ada di sana. Ia sudah pergi ke kota, tanpa bicara panjang lebar Felix langsung pergi mengejar Revalina. Dalam perjalanan ia sangat khawatir kalau gadis itu sudah pergi jauh sedangkan kedua orang tuanya pun tidak tahu di kota mana Revalina akan bekerja. Terlalu gegabah, Revalina menyetujuinya pekerjaan dengan cara mendaftarkan online padahal ia belum punya pengalaman tentang bekerja di luar kota. Felix turun di terminal bus, ia mencari-cari Revalina ke penjuru tempat tersebut. Ia naik turun bus yang berjejer di sana hanya untuk memastikan apakah Revalina ada di dalam sana? Felix sangat frustasi, Revalina tidak dapat ditemukan padahal ia sudah mencarinya. Ia melihat sosok gadis yang sangat mirip dengan Revalina, gadis itu naik bus yang akan melaju. Felix mengejar bus yang mau keluar dari terminal. "Revalina, tunggu." Felix terus mengulang kalimat tersebut sambil berlari. "Pak Felix," ucap Revalina membuat langkah pr
Seorang gadis cantik berbaju pengantin melarikan diri menyusuri lorong sebuah hotel. Seorang pria tua dan anak buahnya berusaha mengejar. Revalina Aruna, wanita berusia 20 tahun berkulit putih bersih itu semakin panik, diketuk-ketuknya pintu-pintu kamar hotel, hingga ada salah satu kamar hotel terbuka. Revalina tersenyum penuh harap dan langsung masuk dan menutup pintu tanpa izin. "Hey, siapa kamu, ngapain masuk ke sini?" tanya seorang pria dengan nada tinggi. Suaranya membuat gadis itu tersentak, bulir bening berjatuhan dari pelupuk mata, "Tuan, saya mohon bantulah saya!" Pria matang itu kembali berbicara sembari menarik paksa untuk mengeluarkan Revalina, "Saya tidak mengenalmu, sebaiknya kamu keluar sekarang juga!" Wanita itu terisak, "Saya mohon, saya akan melakukan apapun yang Bapak minta, asalkan bantulah saya." Melihatnya yang terus menangis, lelaki itu semakin geram, "Bisakah kau diam?"Pintu kamar kembali diketuk dari luar, sehingga membuat netra Revalina membola. Pria be
Dibawanya Revalina masuk ke sebuah perumahan mewah dengan tangan dan mulut yang masih terikat. Ia kembali berontak ingin berlari, tetapi dua pria kekar yang memegangnya lebih kuat. "Buka penutup mulutnya itu," ucap seorang wanita yang baru saja turun dari tangga. Revalina melihat satu-persatu langkahnya yang semakin dekat. Terlihatlah jelas wanita paruh baya dengan baju berwarna merah. Ia tersenyum ke arah gadis itu sehingga membuatnya bergidik ngeri. Revalina bermohon dengan keadaan tangannya yang masih diikat serta dipegangi oleh dua pria berbaju hitam itu, "Tolong lepaskan, saya tidak punya salah padamu. Saya tidak mengenalmu, tolong biarkan saya pergi." Wanita itu berucap membuat Revalina terkejut, "Jadilah wanita lain untuk merusak hubungan putraku dengan tunangannya!" Netra gadis itu membola kala mendengar penawaran wanita tersebut, "Apa?" "Ayahmu terlilit hutang, saya akan memberikan sejumlah uang jika kamu berhasil membuat putraku menjauhi tunangannya." "Mengapa anda ta
Brak! Suara pintu dibuka dengan paksa, Revalina diseret masuk ke kamarnya oleh Felix, wajahnya sangat panik dan jantungnya berirama lebih kencang pun sekujur tubuh bergetar hebat. "Apa yang sebenarnya kamu rencanakan?!" Felix mengintimidasinya. Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya, ia tidak mampu membuka mulut bahkan untuk sekedar menjawab. Felix melangkah menjadi lebih dekat membuatnya mundur beberapa langkah menjauhi."Katakan dengan jelas apa yang kau rencanakan di rumah ini?!" tegas pria matang itu sambil mencengkram lengan Revalina. “Mengapa kalian orang kaya suka sekali menekankan yang tidak berdaya!” peliknya melepas cengkraman tangan Felix.Apa Felix akan luluh dan bersikap manis, tentu saja tidak, “Berhenti basa-basi.” Lelaki itu mengira gadis itu sengaja mengikutinya.“Saya hanya menerima tawaran Nyonya sebagai baby sitter, Pak. Apa salah, saya butuh uang,” ujarnya mencoba menekan rasa takut.“Kau pikir aku percaya?” Netra Revalina membeliak, dia menelan saliva gugup.
'Drama akan segera dimulai,' batin Revalina kala melihat tangga yang menjulang tinggi di depan matanya. Felix melirik gadis yang masih berbaju pengantin itu yang justru dibalas lirikan oleh ibunya. Pria itu mencoba tersenyum sambil merangkul pundak Revalina. Revalina memperhatikan dengan perasannya yang mulai tidak nyaman. "Kita akan istirahat duluan, Ma. Iya, kan sayang?" Gadis yang sudah tertekan itu terpaksa memasang senyuman sambil mengangguk. "Ya pergilah istirahat," jawab Vina membalas senyumannya. Kepergian dua insan itu membuat Vina tersenyum lebar. Ya, wanita tua itu memikirkan kalau Revalina adalah gadis yang cukup bodoh, menikah dengan alasan uang. Ia gadis miskin yang bisa dikendalikan dengan uang, sehingga Revalina tidak akan mungkin bisa menguasai harta. 'Revalina ataupun keluarganya juga sama-sama bodohnya, anaknya bisa dibeli begitu saja. Mereka hanya menginginkan uang, tapi tidak punya pemikiran maju untuk bisa mendapatkan uang tanpa menjual diri.'Sementara, di
Teriakkan Revalina berhenti sampai di sana kala melihat Heri menyuruh kedua anak buahnya menghadapi orang yang telah berhasil membuatnya tertantang. Bugh! Bugh!Pukulan demi pukulan dilayangkan oleh dua pria itu pada orang tersebut. Jago beladiri, tampan, kaya, dan berwibawa, itulah Felix. Ia berhasil melumpuhkan pria-pria itu dengan mudah tanpa membuat dirinya terluka. Si pak tua tidak tinggal diam, kini gilirannya yang maju menghadapi Felix. Bugh, satu pukulan di perutnya yang buncit seperti orang hamil tujuh bulan itu pun telah membuatnya kesakitan. "Pergi dari sini atau ..." Belum selesai Felix berbicara, ketiganya berlari terbirit-birit masuk mobil meninggalkan tempat tersebut. Revalina merasa lega setelah melihat mereka tiada dalam pandangannya. "Terima kasih karena sudah menyelematkan saya, Pak.""Kamu jangan terlalu percaya diri, saya menolongmu bukan karena takut kau terluka, tapi karena ibu saya," bisik Felix di telinga gadis itu. Sang Ayah langsung berlari memeluk put
Di tengah ramainya toko barang-barang branded itupun Revalina mencoba bangkit. "Kak, Kak Siska. Tolong kembalikan, barang itu bukan milikku, aku harus memberikan pada pemilik yang sebenarnya." Siska, Kakak kandung Revalina tidak menggubris ucapan itu sama sekali, bahkan ketika adiknya berusaha mengejar, wanita 25 tahun tersebut dengan cepat memasuki taksi. Revalina menarik nafas beratnya, wajahnya mencerminkan rasa takut yang mendalam kala ia kembali ke apartemen milik suaminya. Tak lama, Felix datang bersama Raisa. Keduanya menatap heran kala menemukan keberadaannya. "Sayang, kamu yakin tinggal sama dia satu ruangan seperti ini?" "Ya semuanya aku lakukan demi hubungan kita sayang," jawab Felix dengan nada suaranya yang berat. "Tapi kamu bisa menginap di apartemen aku, gak harus di sini sama dia." Felix menolak saran dari kekasihnya karena dianggap tidak aman. Sebab, ia takut kalau ibunya akan memeriksa keadaan di apartemennya kapan saya ia mau. Bagi Felix, Vina memang tidak bi
Felix dan Revalina melongok keluar melihat apa yang terjadi. Keduanya melihat seorang pegawai apartemen sedang membawakan segelas kopi di atas nampan yang jatuh ke lantai tepat di depan pintu. "Apa yang terjadi?" tanya Felix pada pria yang sedang sibuk membersihkan lantai tersebut. Pria muda itu mengatakan kalau tadi sempat ada pria tidak dikenal menabraknya sehingga kopi yang dibawanya tersenggol. Ia juga sempat meminta maaf pada sepasang suami istri itu karena ditakutkan menganggu istirahat mereka. Itu adalah hal yang tidak begitu penting bagi Felix, tetapi berbeda dengan Revalina yang tiba-tiba memiliki perasaan tidak enak. Di tempat yang agak jauh dari sana, tampaklah seorang pria bertopi menutupi wajahnya menatap ke arah Revalina. Namun, ketika Revalina melihat ke arah tersebut orangnya sudah pergi, tetapi perasaan masih tidak nyaman. ***Sementara, di tempat lain, Siska sedang belanja banyak barang-barang untuk keperluannya. Semua uang yang dikeluarkannya adalah hasil dari m