Teriakkan Revalina berhenti sampai di sana kala melihat Heri menyuruh kedua anak buahnya menghadapi orang yang telah berhasil membuatnya tertantang.
Bugh! Bugh!
Pukulan demi pukulan dilayangkan oleh dua pria itu pada orang tersebut. Jago beladiri, tampan, kaya, dan berwibawa, itulah Felix. Ia berhasil melumpuhkan pria-pria itu dengan mudah tanpa membuat dirinya terluka.
Si pak tua tidak tinggal diam, kini gilirannya yang maju menghadapi Felix. Bugh, satu pukulan di perutnya yang buncit seperti orang hamil tujuh bulan itu pun telah membuatnya kesakitan.
"Pergi dari sini atau ..."
Belum selesai Felix berbicara, ketiganya berlari terbirit-birit masuk mobil meninggalkan tempat tersebut. Revalina merasa lega setelah melihat mereka tiada dalam pandangannya.
"Terima kasih karena sudah menyelematkan saya, Pak."
"Kamu jangan terlalu percaya diri, saya menolongmu bukan karena takut kau terluka, tapi karena ibu saya," bisik Felix di telinga gadis itu.
Sang Ayah langsung berlari memeluk putrinya. Tidak lupa memberikan ucapan pada menantunya yang hanya dibalas dengan anggukan tanpa senyuman. Mereka meminta Felix untuk mampir ke rumahnya, tetapi pria itu menolak mentah-mentah dengan alasan banyak pekerjaan.
"Saya tunggu kamu di mobil," ucap Felix sembari pergi.
"Nak, apakah kamu bahagia menikah dengannya?" tanya ayahnya.
"Ini pertanyaan apa, Yah? Jelas aku sangat bahagia, Felix adalah lelaki yang baik," jawabnya dengan netra yang sudah berkaca-kaca.
"Ayah tahu, kamu menikah dengan dia hanya untuk membayar utang kakakmu. Kenapa kamu melakukan ini?"
Revalina terdiam, menurutnya menikah dengan Felix adalah jalan terbaik walaupun sekedar menikah kontrak daripada harus menyerahkan diri pada pria beristri tiga itu akibat ulah sang Kakak yang memiliki banyak utang pada pria tua itu.
Heri tidak menginginkan sang Kakak untuk menjadikannya seorang istri karena tahu betul bagaimana sikap dan wajahnya pun tidak secantik adiknya. Tentu saja hal itu membuatnya lebih menginginkan Revalina untuk menebus utang.
Revalina tidak kunjung menjawab pertanyaan dari sang Ayah karena Felix memerhatikannya dari jarak agak jauh, tetapi Revalina paham kalau itu isyarat untuk segera meninggalkan tempat tinggalnya.
Sepasang suami istri itu pergi meninggalkan tempat tersebut, ada rasa sedih dibenak antara anak dan orang tua. Menit berikutnya keduanya tiba di apartemen yang sejak tadi digadang-gadang untuk ditinggalinya. Di sana sudah ada Vina dan dua ajudannya menatap kedatangan anak pun menantunya. Tangannya dilipat di dada dengan tatapan yang nyaris menyeramkan.
"Dari mana saja kalian?" tanya Vina.
Felix sudah tahu harus menghadapi ibunya yang sedang marah itu karena sebelumnya sudah mendapatkan informasi dari pegawai di sana bahwa Vina datang ke apartemen.
"Kita pergi ke rumah orang tuanya Revalina, dia kangen sama orang tuanya dan sekalian aku juga menjenguk mereka."
"Benarkah begitu Revalina?" tanya Vina dengan mengangkat sebelah alisnya.
"Iya betul, kami dari sana."
Ibu Felix membuka pintu apartemen, lalu membalikkan badan ke arah menantu dan anaknya, "Baiklah, kalian nikmati masa-masa pengantin baru saja, untuk beberapa hari biarkan Feli anakmu mama yang urus," ujar wanita tersebut yang kemudian pergi meninggalkan Felix dan Revalina. Untuk sepersekian detik terasa hening.
Setelah kepergian mereka tidak lama pintu kembali terbuka menayangkan seorang wanita di baliknya. Ia punya kartu tersendiri untuk bisa memasuki ruangan tersebut. Revalina termenung kala melihat dua insan itu berpelukan dengan mesra. Revalina merasa tidak nyaman sehingga menjadi salah tingkah.
"Aku tahu kamu bakalan ke sini," ucapnya sambil bergelayut manja di tangan kekar Felix.
"Ya tentunya untuk menghabiskan waktu bersamamu sayang," sahut Felix mengusap rambut pirang wanita itu.
Keduanya banyak berbicara manja seolah-olah tidak melihat keberadaan Revalina yang tampak jelas di matanya. Revalina pun tidak mau mengusik keberadaan mereka karena memang tidak punya hak apapun walaupun ia sudah menyandang gelar sebagai istri yang seharusnya bisa bertindak ketika suaminya berusaha mendekati wanita lain.
Namun, apalah daya gadis itu hanya hanya menikah kontrak beralasan uang tanpa memikirkan masa depannya. Ia tidak peduli apapun yang akan terjadi pada dirinya di masa yang akan datang karena dipikirnya hanyalah bisa lari dari bandot tua itu sudah lebih dari cukup.
Gadis bertubuh ramping itu melirik wanita berbaju lusuh yang berada di belakang Felix, "Eh, ternyata ada kamu. Oh, hi kenalin aku Raisa pacarnya Felix. Pasti kamu sudah tahu, kan tentangku?"
Revalina menerima jabatan tangan kekasih suaminya itu. Raisa mendekati mengelilingi tubuh Revalina yang dianggapnya sangatlah tidak keren. Berbeda dengannya yang tampil dengan dress selutut yang dipadukan dengan highhels bermerek.
"Kamu sangat jauh dari seleranya Felix, tapi itu bagus karena kau menikah dengannya hanya karena uang. Penampilan kamu yang lusuh ini ternyata pikirannya cuma uang, ya?"
Revalina hanya diam karena apa yang dikatakan gadis yang berusia 27 tahun itu memanglah benar. Raisa pun mengingatkan pada Revalina untuk tetap berada dalam batasan, tidak menggoda kekasihnya karena pernikahan itu hanyalah sebatas diatas kertas saja.
"Saya tidak akan berkhianat, dalam satu tahun kita pasti akan bercerai jika harta warisan Pak Felix sudah di tangannya."
"Saya pegang janjimu, kalau sampai kau berkhianat lihat akibatnya!"
"Saya harus pergi sama Raisa, tolong kamu ambil pesanan saya yang ada di toko dekat apartemen ini."
"Maaf, Pak. Saya tidak tahu daerah ini," lirih Revalina.
"Ya kamu cari tahu, dong. Kamu punya otak, nanya atau apapun itu yang penting barangnya sudah ada di sini setelah saya kembali!"
Tanpa memperdulikanya sepasang kekasih itu meninggalkan tempat tersebut. Revalina pun ikut keluar setelah hatinya merasa tenang. Ia masuk ke lift untuk tiba di dasar tempat itu, lalu mencari tempat yang dikatakan oleh suaminya.
Gadis yang bermodal nekat itu pun menemukan satu tempat yang menjual barang-barang mewah kiriman dari luar negeri. Untuk pertama kalinya Revalina masuk ke sana dengan dipandang heran oleh pengunjung lain karena penampilannya yang jauh berbeda dengan yang lainnya.
Gadis itu menemui pegawai di sana mengatakan apa yang diperintahkan oleh Felix. Setelah berhasil mengambil barang milik suaminya itu, ia hendak kembali pulang hanya saja tangannya ditarik kasar oleh seseorang.
"Sekarang kamu bisa belanja barang-barang mewah, ya? Terus kamu lupa sama aku?" tanya seorang gadis.
Revalina tersentak kaget ketika berhadapan dengannya, ia mencoba melepaskan tangan darinya. Namun, si gadis berpenampilan modis itu tidak tinggal diam. Ia semakin mencengkram pergelangan tangan Revalina sehingga membuatnya sedikit meringis kesakitan. Namun, hal itu tidak dipedulikan olehnya.
"Oh aku tahu pasti karena suamimu adalah orang kaya, kan? Tapi aku masih heran kenapa penampilan kamu kayak gini? Aku gak peduli mau bagaimanpun keadaan kamu, tapi yang jelas aku minta uang buat belanja. Secara, kan kamu menikah dengan orang kaya pasti udah banyak uang, dong."
"Aku gak bawa uang dan aku gak punya uang, menikah dengan orang kaya bukan berarti aku bisa memiliki banyak uang."
"Jangan bohong, deh. Ini buktinya kamu beli barang-barang mewah," kilahnya.
Revalina menggelengkan kepalanya, wanita itu menarik paksa barang yang ada di tangan Revalina. Ia mencoba mempertahankan, tetapi justru tubuh gadis itu didorong dengan kasar.
Di tengah ramainya toko barang-barang branded itupun Revalina mencoba bangkit. "Kak, Kak Siska. Tolong kembalikan, barang itu bukan milikku, aku harus memberikan pada pemilik yang sebenarnya." Siska, Kakak kandung Revalina tidak menggubris ucapan itu sama sekali, bahkan ketika adiknya berusaha mengejar, wanita 25 tahun tersebut dengan cepat memasuki taksi. Revalina menarik nafas beratnya, wajahnya mencerminkan rasa takut yang mendalam kala ia kembali ke apartemen milik suaminya. Tak lama, Felix datang bersama Raisa. Keduanya menatap heran kala menemukan keberadaannya. "Sayang, kamu yakin tinggal sama dia satu ruangan seperti ini?" "Ya semuanya aku lakukan demi hubungan kita sayang," jawab Felix dengan nada suaranya yang berat. "Tapi kamu bisa menginap di apartemen aku, gak harus di sini sama dia." Felix menolak saran dari kekasihnya karena dianggap tidak aman. Sebab, ia takut kalau ibunya akan memeriksa keadaan di apartemennya kapan saya ia mau. Bagi Felix, Vina memang tidak bi
Felix dan Revalina melongok keluar melihat apa yang terjadi. Keduanya melihat seorang pegawai apartemen sedang membawakan segelas kopi di atas nampan yang jatuh ke lantai tepat di depan pintu. "Apa yang terjadi?" tanya Felix pada pria yang sedang sibuk membersihkan lantai tersebut. Pria muda itu mengatakan kalau tadi sempat ada pria tidak dikenal menabraknya sehingga kopi yang dibawanya tersenggol. Ia juga sempat meminta maaf pada sepasang suami istri itu karena ditakutkan menganggu istirahat mereka. Itu adalah hal yang tidak begitu penting bagi Felix, tetapi berbeda dengan Revalina yang tiba-tiba memiliki perasaan tidak enak. Di tempat yang agak jauh dari sana, tampaklah seorang pria bertopi menutupi wajahnya menatap ke arah Revalina. Namun, ketika Revalina melihat ke arah tersebut orangnya sudah pergi, tetapi perasaan masih tidak nyaman. ***Sementara, di tempat lain, Siska sedang belanja banyak barang-barang untuk keperluannya. Semua uang yang dikeluarkannya adalah hasil dari m
Waktu sudah mulai malam, Revalina dan Felix baru saja tiba di apartemen. Ketika masuk kamar Revalina menanyakan perihal kepergian Felix tanpa alasan kala berada di rumah mertuanya. "Kamu bisa meminta uang pada saya kapan saja kamu mau, tapi saya tidak bisa memberikan uang secara cuma-cuma walaupun itu hasil kerja keras kamu." "Cuma-cuma gimana, Pak? Bapak sudah tahu dengan jelas kalau adik saya membutuhkan uang." Ucapannya bagaikan angin yang berlalu bagi seorang pria berusia 35 tahun itu. Berbeda dengan di tempat lain, kekasihnya sedang menghadiri acara reuni bersama teman kuliahnya. Mereka tampak senang apalagi dengan Raisa yang banyak memamerkan kekayaannya, terlebih memiliki kekasih sekaya Felix. Ya walaupun duda beranak satu, tetapi itu tidaklah masalah bagi Raisa yang terpenting pria mapan berkedudukan tinggi. Bagaimana tidak kaya, Felix adalah putra satu-satunya yang akan menjadi pemilik tunggal dari perusahaan yang dahulu dikelola oleh ayahnya. Bukan hanya itu, kekayaannya
Suasana kampus dirasa begitu mencekam bagi sepasang suami istri ketika berbalik menemukan adik Revalina berdiri di belakang. Gadis itu menautkan alisnya melihat mereka berdua yang hanya memandanginya dengan aneh. "Apa kamu mendengar ucapan kita?" "Nggak, Kak. Tadi temanku melambaikan tangannya pada saat aku melihat Kakak." "Lalu, sekarang di mana temanmu?" "Gak tahu, soalnya aku tidak menggubris lambainnya lagi." Dua insan itu menarik nafas lega, jantungnya yang hampir copot itu pun bisa diselamatkan kembali. Akan sangat berbahaya jika rahasianya terbongkar oleh gadis itu karena pasti akan disampaikan pada orang tuanya. "Tapi Kakak ngapain ke sini?" tanyanya penasaran. Sang Kakak pun menjelaskan tentang biaya kuliah adiknya yang telah dilunasi oleh Felix. Akibat terlalu senang, gadis remaja itu memeluk dua insan itu secara bergantian. Pria tersebut tidak membalas pelukannya sedikitpun karena tidak merasa mempunyai adik. Felix mendorong pelan melepaskan pelukan adik ipar
Aroma harum semerbak memasuki setiap ruang dekat dapur yang dipakai oleh juru masak yang biasa memasak makanan untuk keluarga Felix. Revalina juga ikut berbaur dengan dua wanita yang sedang sibuk itu. Namun, kehadirannya di sana justru diketahui oleh Felix. "Kamu ngapain ada di sini?" tanya Felix dengan raut wajahnya menandakan ketidaksukaannya. "Saya cuma masak, Pak. Bantu-bantu mereka aja gak ada yang lain," jawab gadis itu dengan gugup karena melihat ekspresinya. Felix menarik lengannya menjauhi dua wanita lainnya, ia berbisik di sebelah telinga istrinya, "Jangan ikut campur urusan dapur ataupun yang lainnya, kamu di sini cuma numpang. Kamu gak berhak bersikap layaknya istri yang suka memasak untuk suami atau keluarganya." "Tapi Pak ..." Revalina menjeda ucapannya kala mertua perempuannya datang menyapa. Felix yang tidak mau sang Ibu mencurigainya, ia menyentuh bahu Revalina sambil tersenyum, lalu menyelipkan anak rambut gadis ke telinganya. "Sayang, kamu itu gak usah masak
"Masuk," titah Felix pada seseorang yang mengetuk pintu ruangannya. Pria itu sedikit membenarkan jasnya sambil menenangkan diri untuk tidak tegang, tetapi perasaan berubah menjadi lega ketika mendapati hanyalah Revalina yang datang. Usai pulang sekolah, Revalina mendapati tugas dari Vina. Ia memintanya untuk mengantarkan berkas meeting Felix yang tertinggal. Raisa yang bersembunyi di balik pintu pun menggerakkan bibir menanyakan siapa yang datang. Felix tidak menjawab pertanyaan dari kekasihnya, ia malah menyuruh istrinya untuk masuk dan menutup pintu. Dari situlah dua wanita itu saling bertemu. Revalina mengerutkan kening heran karena tiba-tiba saja ada Raisa padahal sejak tadi yang terlihat hanyalah Felix. Namun, ia tahu kalau Raisa adalah kekasih asli bak kekasih gelapnya. "Lho, kamu ngapain datang ke kantor pacar saya?" tanya Raisa dengan tatapan penuh intimidasi. Tentu saja sebagai orang yang sangat menginginkan Felix, ia tidak akan tinggal diam ketika melihat wanita l
Suasana rumah yang hening khas pedesaan yang masih terbilang sejuk, Siska baru saja pulang menenteng tas barang-barang belanjaannya. Sang Ibu yang melihatnya tentu heran. "Kenapa Ibu liat aku kayak gitu? Memangnya ada yang aneh atau mungkin sekarang aku tampil lebih cantik?" tanya Siska yang mencurigai ibunya. "Ya Siska, kamu mendapatkan uang darimana bisa belanja barang-barang sebagus ini?" tanya Sang Ibu ketika anaknya mengeluarkan belanjaan. "Ya dari uangku, lagian coba Ibu mikir aja mana mungkin semua uang yang belanjakan ini dari Ibu? Buat makan sehari-hari aja gak mampu apalagi beliin kebutuhan aku yang mahal-mahal." Wanita 60 tahunan itu menegur anaknya untuk tidak membeli barang-barang mewah karena hidup mereka bukanlah orang kaya yang bisa menghasilkan banyak uang. Sebaiknya, Siska bisa hidup hemat jangan berlebihan dalam gaya hidup, harus disesuaikan dengan keadaan. "Aku gak bisa, Bu. Lagian, apa Ibu gak malu kalau penampilan aku jelek? Apa kata orang-orang di luar sana
Pagi hari yang cerah, sinar mentari menyeruak masuk sela-sela jendela kamar. Revalina tengah memandanginya indahnya pagi ini, sedangkan suaminya sibuk dengan majalah di tangannya. Rasa penasaran muncul di benak Revalina ketika melihat kefokusan pria pemilik wajah tampan itu pada benda yang di pegangnya. Revalina mencoba menerka-nerka apa yang sebenarnya dibaca oleh suaminya itu. Felix melirik mengetahui kehadiran Revalina di belakangnya, matanya menatap penuh intimidasi.Akibat aksinya diketahui Felix, ia pun menanyakan tentang gambar yang sedang dilihat-lihat olehnya. Felix sengaja membuka majalah hanya untuk mencari iklan rumah mewah untuk tempat tinggalnya nanti ketika sudah menikah dengan Raisa. "Kamu lupa, kalau kamu itu dilarang untuk ikut campur dengan urusan saya?" tanya Felix dengan tatapan wajah khasnya yang super galak dan jutek. "Saya gak bermaksud buat ikut campur, saya hanya bertanya." "Keluar dan lakukan hal yang menjadi urusanmu, apa yang saya lakukan kamu tidak be