Waktu sudah mulai malam, Revalina dan Felix baru saja tiba di apartemen. Ketika masuk kamar Revalina menanyakan perihal kepergian Felix tanpa alasan kala berada di rumah mertuanya.
"Kamu bisa meminta uang pada saya kapan saja kamu mau, tapi saya tidak bisa memberikan uang secara cuma-cuma walaupun itu hasil kerja keras kamu."
"Cuma-cuma gimana, Pak? Bapak sudah tahu dengan jelas kalau adik saya membutuhkan uang."
Ucapannya bagaikan angin yang berlalu bagi seorang pria berusia 35 tahun itu. Berbeda dengan di tempat lain, kekasihnya sedang menghadiri acara reuni bersama teman kuliahnya. Mereka tampak senang apalagi dengan Raisa yang banyak memamerkan kekayaannya, terlebih memiliki kekasih sekaya Felix.
Ya walaupun duda beranak satu, tetapi itu tidaklah masalah bagi Raisa yang terpenting pria mapan berkedudukan tinggi. Bagaimana tidak kaya, Felix adalah putra satu-satunya yang akan menjadi pemilik tunggal dari perusahaan yang dahulu dikelola oleh ayahnya. Bukan hanya itu, kekayaannya juga cukup berlimpah ruah, memiliki satu hotel yang terbilang mewah dan terkenal.
"Kalian harus tahu kalau pacarku itu bisa membelikan apapun yang aku mau," jelas Raisa yang membuat teman-temannya merasa iri dengan keberuntungannya.
"Walaupun itu mahal?" tanya salah seorang temannya.
"Tentu saja dia akan memberikannya padaku, apa sih yang nggak Felix kasih buat aku? Secara, ya dia itu orang kaya jadi gak masalah kalau harus keluar banyak uang demi aku."
"Wahhh, belum menikah aja Felix udah ngasih apa aja yang kamu minta, apalagi kalau udah menikah, ya."
"Tapi bisa aja itu hanya pencitraan sebelum jadi istri," timpal temannya yang lain.
Raisa menatap jengkel pada wanita tersebut, "Hey, kamu pikir Felix itu pria rendahan yang cuma bisa baik sebelum menikah? Jangan menyamakan dia dengan pacarmu!"
"Aku gak menyamakan, ya. Justru kamu yang menuduh pacarku gak baik!"
"Kamu juga menuduh Felix dan aku gak terima! Bilang aja kalau kamu itu iri karena pacarku lebih segalanya daripada pacar kamu yang hanya orang biasa gak bisa ngasih apa-apa."
Raisa menarik tasnya sembari melangkah cepat dari hadapan mereka. Semua orang yang ada di sana terheran-heran. Beberapa mencoba untuk menenangkan wanita yang berseteru dengan Raisa.
***
Keesokan harinya Raisa datang ke tempat di mana kekasihnya berada. Namun, pagi itu ia tidak mendapatinya di sana, hanya ada Revalina saja.
"Hey wanita jaminan, di mana pacar saya?" tanya Raisa sambil menatap nyalang.
"Bukannya Mbak Raisa pacarnya, ya. Kenapa nanya ke saya? Seharusnya Mbak yang lebih tahu daripada saya."
"Kamu siapa di sini? Cuma wanita jaminan, kamu itu gak ada harganya dan gak pantas untuk dihargai. Jadi jangan berlagak seperti Nyonya ketika di hadapan saya!"
Revalina menatap pilu pada gadis tersebut, lalu mengatakan kalau Felix sudah pergi meeting sejak beberapa menit yang lalu. Raisa merasa kecewa karena kekasihnya tidak memberitahunya lagi kalau meeting-nya akan sepagi itu.
Gadis berambut cokelat kehitaman itu berbicara di dalam hatinya, 'Apa ini? Revalina tahu dia berangkat meeting pagi ini, lalu aku gak dikasih tahu? Sangat tidak adil, seharusnya Felix ngasih tahu aku sebelum perempuan ini tahu.'
Ia mendorong kakinya keluar menutup pintu tanpa perasaan. Sebagai sesama wanita, Revalina cemas karena baru pertama kali melihat raut wajah Raisa semarah itu.
Beberapa menit kemudian, gadis tersebut menemui kekasihnya di kafe yang telah dijanjikannya. Ia sempat protes perihal masalah tadi. Ia ingin apapun yang dilakukan Felix yang harus diutamakan itu adalah dirinya bukan Revalina.
"Sayang, Revalina itu berhak tahu kemana aku pergi karena gimna kalau tiba-tiba aja ibuku datang dan nanya sama dia kemana aku pergi? Apa yang mau dia jawab?"
"Ya bilang aja gak tahu, apa susahnya. Kamu gak harus ngasih tahu dia tentang urusanmu."
"Itu gak mungkin, kalau Revalina gak tahu aku pergi dia bisa membuat Ibuku curiga. Kamu mau semuanya terbongkar?"
"Ya nggak, tapi, kan ..."
Felix berkata sambil menyentuh lengan gadis itu, "Kumohon mengertilah, ini juga demi hubungan kita."
Raisa berpikir kalau saja bukan demi Felix bisa mendapatkan hak warisnya, ia tidak mau berusaha mengalah pada kenyataan saat ini.
"Tapi kamu janji, kan kalau kamu udah mendapatkan hak waris akan bercerai dengan perempuan itu?"
"Iya sayang, kalau kita menikah sekarang sebelum ibuku memberikan hak warisnya, kita akan hidup sengsara, aku gak mau membawa tuan putri seperti kamu hidup miskin."
Raisa tersenyum sambil mengusap tangan pria tersebut. Menit berikutnya, Felix kembali lagi ke apartemen ia berjalan dengan sangat hati-hati karena pulang dari kafe sempat melihat salah satu anak buah ibunya.
"Tadi Mbak Raisa ke sini nanyain Bapak," ucap Revalina mengawali pembicaraan.
"Ya saya tahu, kita harus berhati-hati karena orang suruhan Ibu saya ada masih mengawasi."
"Kalau saran saya, untuk beberapa hari sebaiknya Mbak Raisa tidak ke sini dulu. Kita baru menikah jadi saya pikir ibunya Bapak pasti masih mencurigai kita."
"Actually, sekarang kita pergi keluar. Berjalanlah dengan saya layaknya pasangan asli," jelas Felix yang diangguki oleh istrinya.
Revalina menggandeng lengan suaminya dengan pandangan lurus ke depan dipadukan senyuman yang penuh kebahagiaan. Sesekali Felix mengusap tangan istrinya sambil memuji-mujinya membuat hati para wanita yang mendengarnya meleleh.
"Tapi Pak, kita mau pergi kemana, ya?"
"Tugasmu hanya melakukan apa yang saya katakan, jadi jangan bertanya."
"Tapi semua ide ini muncul karena saya menyadarkan Bapak," sahut Revalina.
Jika bukan karena membutuhkan aktingnya, jelas saja Felix akan menendang wanita itu jauh-jauh. Dirasa sangat bawel, banyak tingkah, dan terkadang terkesan bodoh. Bagi Felix yang memiliki wawasan dan level yang tinggi tentu saja tidaklah sefrekuensi.
Keduanya tiba di kampus yang tempat belajar adiknya Revalina. Tentu dalam hati gadis itu bertanya-tanya, tetapi tidak ingin menanyakan pada Felix yang sangat angkuh. Apa yang tidak bisa Felix lakukan demi bisa menutup mulut istri jaminannya. Ia melunasi semua biaya kampus adik Revalina sampai lulus. Sebagai seorang Kakak yang sangat menyayangi adiknya, tentu sangat bahagia.
"Ingat, uang bayaran kamu saya potong."
"Iya, Pak. Lagian, saya juga paham mana mungkin Bapak ngasih uang sama saya kalau gak ada kerjanya."
"Ya bagus kalau kamu tahu diri, jadi apapun yang saya lakukan tidak lebih dari sekedar bayaran buat kamu bukan peduli."
"Saya gak pernah menganggap Bapak peduli, kok."
"Iya, kamu itu cuma wanita bayaran!"
"Apa?" tanya seseorang di belakang mereka.
Keduanya saling pandang dengan perasaan yang was-was, bagaimana mungkin tidak terkejut jika kesepakatannya yang penting itu diketahui orang lain. Sebab, pernikahan kontrak itu hanyalah rahasia bertiga saja tidak menyangkut yang lainnya lagi.
Suasana kampus dirasa begitu mencekam bagi sepasang suami istri ketika berbalik menemukan adik Revalina berdiri di belakang. Gadis itu menautkan alisnya melihat mereka berdua yang hanya memandanginya dengan aneh. "Apa kamu mendengar ucapan kita?" "Nggak, Kak. Tadi temanku melambaikan tangannya pada saat aku melihat Kakak." "Lalu, sekarang di mana temanmu?" "Gak tahu, soalnya aku tidak menggubris lambainnya lagi." Dua insan itu menarik nafas lega, jantungnya yang hampir copot itu pun bisa diselamatkan kembali. Akan sangat berbahaya jika rahasianya terbongkar oleh gadis itu karena pasti akan disampaikan pada orang tuanya. "Tapi Kakak ngapain ke sini?" tanyanya penasaran. Sang Kakak pun menjelaskan tentang biaya kuliah adiknya yang telah dilunasi oleh Felix. Akibat terlalu senang, gadis remaja itu memeluk dua insan itu secara bergantian. Pria tersebut tidak membalas pelukannya sedikitpun karena tidak merasa mempunyai adik. Felix mendorong pelan melepaskan pelukan adik ipar
Aroma harum semerbak memasuki setiap ruang dekat dapur yang dipakai oleh juru masak yang biasa memasak makanan untuk keluarga Felix. Revalina juga ikut berbaur dengan dua wanita yang sedang sibuk itu. Namun, kehadirannya di sana justru diketahui oleh Felix. "Kamu ngapain ada di sini?" tanya Felix dengan raut wajahnya menandakan ketidaksukaannya. "Saya cuma masak, Pak. Bantu-bantu mereka aja gak ada yang lain," jawab gadis itu dengan gugup karena melihat ekspresinya. Felix menarik lengannya menjauhi dua wanita lainnya, ia berbisik di sebelah telinga istrinya, "Jangan ikut campur urusan dapur ataupun yang lainnya, kamu di sini cuma numpang. Kamu gak berhak bersikap layaknya istri yang suka memasak untuk suami atau keluarganya." "Tapi Pak ..." Revalina menjeda ucapannya kala mertua perempuannya datang menyapa. Felix yang tidak mau sang Ibu mencurigainya, ia menyentuh bahu Revalina sambil tersenyum, lalu menyelipkan anak rambut gadis ke telinganya. "Sayang, kamu itu gak usah masak
"Masuk," titah Felix pada seseorang yang mengetuk pintu ruangannya. Pria itu sedikit membenarkan jasnya sambil menenangkan diri untuk tidak tegang, tetapi perasaan berubah menjadi lega ketika mendapati hanyalah Revalina yang datang. Usai pulang sekolah, Revalina mendapati tugas dari Vina. Ia memintanya untuk mengantarkan berkas meeting Felix yang tertinggal. Raisa yang bersembunyi di balik pintu pun menggerakkan bibir menanyakan siapa yang datang. Felix tidak menjawab pertanyaan dari kekasihnya, ia malah menyuruh istrinya untuk masuk dan menutup pintu. Dari situlah dua wanita itu saling bertemu. Revalina mengerutkan kening heran karena tiba-tiba saja ada Raisa padahal sejak tadi yang terlihat hanyalah Felix. Namun, ia tahu kalau Raisa adalah kekasih asli bak kekasih gelapnya. "Lho, kamu ngapain datang ke kantor pacar saya?" tanya Raisa dengan tatapan penuh intimidasi. Tentu saja sebagai orang yang sangat menginginkan Felix, ia tidak akan tinggal diam ketika melihat wanita l
Suasana rumah yang hening khas pedesaan yang masih terbilang sejuk, Siska baru saja pulang menenteng tas barang-barang belanjaannya. Sang Ibu yang melihatnya tentu heran. "Kenapa Ibu liat aku kayak gitu? Memangnya ada yang aneh atau mungkin sekarang aku tampil lebih cantik?" tanya Siska yang mencurigai ibunya. "Ya Siska, kamu mendapatkan uang darimana bisa belanja barang-barang sebagus ini?" tanya Sang Ibu ketika anaknya mengeluarkan belanjaan. "Ya dari uangku, lagian coba Ibu mikir aja mana mungkin semua uang yang belanjakan ini dari Ibu? Buat makan sehari-hari aja gak mampu apalagi beliin kebutuhan aku yang mahal-mahal." Wanita 60 tahunan itu menegur anaknya untuk tidak membeli barang-barang mewah karena hidup mereka bukanlah orang kaya yang bisa menghasilkan banyak uang. Sebaiknya, Siska bisa hidup hemat jangan berlebihan dalam gaya hidup, harus disesuaikan dengan keadaan. "Aku gak bisa, Bu. Lagian, apa Ibu gak malu kalau penampilan aku jelek? Apa kata orang-orang di luar sana
Pagi hari yang cerah, sinar mentari menyeruak masuk sela-sela jendela kamar. Revalina tengah memandanginya indahnya pagi ini, sedangkan suaminya sibuk dengan majalah di tangannya. Rasa penasaran muncul di benak Revalina ketika melihat kefokusan pria pemilik wajah tampan itu pada benda yang di pegangnya. Revalina mencoba menerka-nerka apa yang sebenarnya dibaca oleh suaminya itu. Felix melirik mengetahui kehadiran Revalina di belakangnya, matanya menatap penuh intimidasi.Akibat aksinya diketahui Felix, ia pun menanyakan tentang gambar yang sedang dilihat-lihat olehnya. Felix sengaja membuka majalah hanya untuk mencari iklan rumah mewah untuk tempat tinggalnya nanti ketika sudah menikah dengan Raisa. "Kamu lupa, kalau kamu itu dilarang untuk ikut campur dengan urusan saya?" tanya Felix dengan tatapan wajah khasnya yang super galak dan jutek. "Saya gak bermaksud buat ikut campur, saya hanya bertanya." "Keluar dan lakukan hal yang menjadi urusanmu, apa yang saya lakukan kamu tidak be
Di malam yang begitu hening, seorang pria sedang mondar-mandir dengan perasannya yang bimbang ditambah ponselnya terus berdering menimbulkan suara bising di telinganya. Dengan cepat Felix meraih ponsel yang berada di atas kasur, lalu dimatikan ketika melihat gagang pintu bergerak. Revalina yang saja masuk pun memandangnya dengan heran. Felix sedikit memalingkan wajahnya, ia pikir kalau yang datang adalah ibunya. Sedangan, Revalina bersiap untuk tidur di tempat biasa. Namun, aktivitasnya justru dihentikan Felix dengan menarik tangannya agak kasar. "Adakah yang bisa saya bantu?" tanyanya. "Hari ini adalah pesta ulang tahunnya Raisa," ungkapnya. "Kalau begitu pergi dan datang ke tempat pestanya, pasti Mbak Raisa menunggu Bapak." Felix tidak bisa datang ke tempat di mana Raisa mengadakan pesta karena hari sudah malam dan hari libur kantor juga. Ia tidak bisa pergi begitu saja, tidak ada alasan yang kuat jika ibunya bertanya. Maka dari itu, Felix membutuhkan bantuan Revalina untuk i
Dari kejadian yang membuat pesta ulang tahunnya Raisa rusak, sampai detik ini Felix belum juga dapat berbicara dengan kekasihnya itu. Tentu saja membuatnya setengah gila, ya Felix kalau sudah jatuh cinta memang tidak main-main begitupun jika sudah benci. Jadi, jangan coba-coba untuk membuat pria seperti itu kecewa atau akan ia tidak akan menerima orang itu kembali. Revalina yang meminta maaf pun tidak dianggapnya, ia hanya diam saja. Tidak ada akting yang biasa mereka mainkan di rumah itu. Semuanya begitu sepi, bahkan Vina pun merasakan ada yang hampa di hatinya. Ia tidak lagi melihat mereka begitu mesra seperti sebelumnya, ini adalah hal yang aneh. Rasa penasarannya membuat wanita itu mengintrogasi menantunya. Pertanyaan yang tiba-tiba saja dilayangkan oleh Vina membuat Revalina gelagapan karena tentu saja ia tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Felix. Namun, jawaban itu tidak berhak diketahui oleh Vina yang justru akan membuat bertambah masalah bagi Felix dan juga dirinya. "Ken
Melihat suami sekaligus bosnya yang setiap hari merana, Revalina tidak tega dengan keadaannya sehingga menemui Raisa. Padahal, sebelumnya Felix sudah melarang untuk tidak ke rumah kekasihnya, tetapi Revalina tidak mau mendengarkan, ia tetap bersih keras dengan caranya yang satu ini. Di hadapan Raisa, ia meminta maaf karena sumber kekacauan hubungan mereka adalah karenanya. Raisa yang sombong hanya menyunggingkan senyumannya saja dengan kedua tangan yang sengaja dilipat di dada. "Mbak boleh menghukum apapun pada saya, tapi jangan menghukum Pak Felix. Kasihan dia, Bapak sangat mencintai Mbak." "Hey gadis bayaran, ternyata kamu polos juga, ya. Ok, kalau begitu kamu tinggalkan Felix sekarang juga baru saya akan memaafkan dia." Itu adalah hal yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh Revalina secara sepihak karena sudah menandatangani kontrak, sementara hartanya belum jatuh ke tangan Felix, bagaimana mungkin Felix akan melepaskan gadis itu secara cuma-cuma. Setelah kembali dari kediaman