Felix dan Revalina melongok keluar melihat apa yang terjadi. Keduanya melihat seorang pegawai apartemen sedang membawakan segelas kopi di atas nampan yang jatuh ke lantai tepat di depan pintu.
"Apa yang terjadi?" tanya Felix pada pria yang sedang sibuk membersihkan lantai tersebut.
Pria muda itu mengatakan kalau tadi sempat ada pria tidak dikenal menabraknya sehingga kopi yang dibawanya tersenggol. Ia juga sempat meminta maaf pada sepasang suami istri itu karena ditakutkan menganggu istirahat mereka.
Itu adalah hal yang tidak begitu penting bagi Felix, tetapi berbeda dengan Revalina yang tiba-tiba memiliki perasaan tidak enak. Di tempat yang agak jauh dari sana, tampaklah seorang pria bertopi menutupi wajahnya menatap ke arah Revalina. Namun, ketika Revalina melihat ke arah tersebut orangnya sudah pergi, tetapi perasaan masih tidak nyaman.
***
Sementara, di tempat lain, Siska sedang belanja banyak barang-barang untuk keperluannya. Semua uang yang dikeluarkannya adalah hasil dari menjual sepatu baru milik suami adiknya.
Namun, sikapnya yang sok kaya telah menutupi segala kenyataan yang ada. Ia adalah gadis yang terlahir dari keluarga yang serba kekurangan, tetapi sering membagi-bagikan uang pada teman-temannya karena ingin dianggap sebagai orang kaya.
Seperti yang saat ini Siska lakukan, ia tengah menyuruh kedua teman-temannya untuk memilih barang apapun yang mereka inginkan karena akan dibayarkan olehnya.
"Kita gak sia-sia, ya berteman sama kamu Siska. Kamu orang yang banyak uang," puji salah seorang temannya.
Siska merasa puas dengan pujian itu, usai belanja mereka keluar dari toko tersebut membawa banyak barang di tangannya masing-masing. Ada banyak canda tawa di benak ketiganya.
Ada kalanya tawanya terhenti ketika Siska mendapati kehadiran adiknya yang baru saja pulang kuliah. Ia tidak sengaja melihat kakaknya banyak belanja, sehingga meminta uang untuk membayar semester. Tidak ingin dianggap miskin, Siska membawa sang adik menjauh dari temannya.
"Kenapa kamu minta uang sama aku, hah? Kamu pikir aku gudang uang? Jangan mimpi aku bisa ngasih kamu uang seperti yang Reva lakukan, aku bukan dia yang suka mati-matian demi kamu!"
"Tapi, Kak. Aku butuh uang, aku udah nunggak tiga bulan. Kalau aku gak bayar bulan ini, maka aku akan dikeluarkan dari kampus."
"Aku gak peduli, lagian kamu gak usah bermimpi punya pendidikan tinggi seperti aku! Minta uang tu sama Reva dia, kan banyak uang."
Siska kembali pada tempat semula mengajak teman-temannya pergi, sementara gadis berusia 18 tahun itu nekat mendatangi rumah kediaman keluarga Felix hanya untuk menemui Revalina. Ia bertemu dengan Nyonya rumah mewah bak keraton itu. Vina sempat mengusir adiknya Revalina karena dianggap sebagai pembawa keburukan.
"Bu, saya mohon izinkan saya bertemu dengan Kak Revalina."
"Sudah saya katakan kalau Revalina gak ada di rumah, dia lagi pergi sama suaminya."
"Kalau begitu beritahu saya kemana mereka pergi, Bu."
Vina berdecak kesal meminta security untuk mengusirnya, tetapi gadis manis itu berkata sampai kapanpun Revalina adalah kakaknya walaupun ia sudah dijual untuk membayar hutang pada Heri.
"Mau kakakmu ataupun bukan yang namanya udah dijual itu namanya udah jadi milik saya!"
"Sekali ini saja, Bu." Gadis itu memohon dengan kedua tangannya dicekal oleh seorang pria.
Vina membelalakkan matanya sebelum menghungi anaknya yang berada di apartemen. Ia meminta memberikan ponselnya pada Revalina karena adiknya ingin berbicara. Istri Felix itu tampak senang ketika mendengar suara adiknya.
Di pikir Vina adik menantunya hanyalah rindu pada sang Kakak, tetapi ternyata meminta uang. Vina menarik ponsel yang sejak tadi berada di tangan gadis itu, ia mematikannya sepihak membuat Revalina heran.
"Revalina di sini itu gak kerja, dia hanya numpang. Dia gak akan ngasih uang sama kamu karena semua uangnya udah saya bayarkan, pergi dari sini dan jangan pernah datang lagi! Saya ataupun Felix bukan keluargamu!"
Vina menatap penuh amarah pada gadis yang menggendong tas meninggalkan tempat tersebut. Dirasa Revalina sangatlah tidak pantas untuk berhubungan dengan keluarganya yang justru akan memerasnya secara diam-diam melalui adiknya yang masih menempuh pendidikan.
'Kalau kayak gini caranya apapun bisa Revalina ambil dari rumah ini supaya bisa membayangkan adiknya, aku akan membiarkan semuanya terjadi.'
Di tempat lain, Revalina kebingungan setelah mendapati adiknya yang meminta uang. Sekilas, ia melirik suaminya yang masih sibuk dengan laptop di atas kasurnya. Walaupun memilih untuk libur satu hari ini, tetapi Felix masih saja mengerjakan tugas pekerjaannya.
"Pak, boleh saya bicara?" tanya Revalina dengan nadanya yang takut.
Felix menengadah melihat wajah gadis yang berdiri di hadapannya, "Ya?"
Revalina meminta uang untuk kebutuhan kuliah adiknya, tetapi justru Felix tidak bisa memberikannya karena memiliki banyak pengeluaran.
"Saya berharap Bapak bisa memberi saya uang," lirihnya.
"Kamu gak tahu rasanya mencari uang, kamu hanya tahu minta aja!"
"Apa hadirnya saya di sini bukan mencari uang? Saya rela menikah dengan Bapak karena saya membutuhkan uang untuk adik-adik saya, dengan seenaknya Bapak bilang saya tidak tahu rasanya mencari uang? Enak, ya Bapak bicara seperti itu pada saya."
Revalina menjauh dengan netranya yang berkaca-kaca, Felix menatap punggung gadis itu dengan perasannya yang campur aduk.
Pria berwajah tampan rupawan itu membatin, 'Gak Raisa nggak Revalina, perempuan itu sama aja, ngeselin. Gak tahu tempat kalau lagi marah, heran.'
Ditutupnya benda yang sejak tadi dipandangi oleh pria itu, ia menarik lengan Revalina meninggalkan ruangan tersebut.
"Kita mau kemana, Pak?"
"Bukannya kamu butuh uang? Kita akan pergi ke rumah orang tuamu," jawab Felix.
"Sekarang, Pak?"
"Tahun Depan Revalina, kamu bisa gak usah memiliki pikiran yang konyol kayak anak kecil?"
"Bapak yang bilang sendiri kalau saya hanya gadis kecil," kilah Revalina membuat Felix bertambah jengkel.
Wanita itu melepaskan genggaman lengan Felix yang menariknya, menegaskan kalau Felix tidak ingin mengantar sebaiknya pergi sendiri saja. Pria matang itu tersenyum, lalu mengatakan kalau pergi sendiri akan menimbulkan masalah baru karena siapa yang tahu kalau ibunya masih memantau.
"Segalak-galaknya Bapak, ternyata takut juga sama ibunya."
Felix memasang wajah geramnya sembari meninggalkan tempat tersebut yang diikuti oleh Revalina. Menit berikutnya keduanya sudah tiba di kediaman rumah istrinya. Mereka disambut hangat oleh keluarganya, tetapi tidak dengan Siska.
Namun, Revalina tetap menyapanya yang hanya dibalas dengan malas. Felix memperhatikan Siska yang dirasa cukup berbeda dari anggota keluarga tersebut. Apalagi terlihat dari penampilannya yang berlebihan.
"Oh, ya Kak Felix akan melunasi biaya semester kamu yang nunggak," ucap Revalina pada adiknya.
Suaminya angkat bicara membuat Revalina dan yang lainnya terkejut, "Maaf, saya gak bisa ngasih uang buat adikmu."
Waktu sudah mulai malam, Revalina dan Felix baru saja tiba di apartemen. Ketika masuk kamar Revalina menanyakan perihal kepergian Felix tanpa alasan kala berada di rumah mertuanya. "Kamu bisa meminta uang pada saya kapan saja kamu mau, tapi saya tidak bisa memberikan uang secara cuma-cuma walaupun itu hasil kerja keras kamu." "Cuma-cuma gimana, Pak? Bapak sudah tahu dengan jelas kalau adik saya membutuhkan uang." Ucapannya bagaikan angin yang berlalu bagi seorang pria berusia 35 tahun itu. Berbeda dengan di tempat lain, kekasihnya sedang menghadiri acara reuni bersama teman kuliahnya. Mereka tampak senang apalagi dengan Raisa yang banyak memamerkan kekayaannya, terlebih memiliki kekasih sekaya Felix. Ya walaupun duda beranak satu, tetapi itu tidaklah masalah bagi Raisa yang terpenting pria mapan berkedudukan tinggi. Bagaimana tidak kaya, Felix adalah putra satu-satunya yang akan menjadi pemilik tunggal dari perusahaan yang dahulu dikelola oleh ayahnya. Bukan hanya itu, kekayaannya
Suasana kampus dirasa begitu mencekam bagi sepasang suami istri ketika berbalik menemukan adik Revalina berdiri di belakang. Gadis itu menautkan alisnya melihat mereka berdua yang hanya memandanginya dengan aneh. "Apa kamu mendengar ucapan kita?" "Nggak, Kak. Tadi temanku melambaikan tangannya pada saat aku melihat Kakak." "Lalu, sekarang di mana temanmu?" "Gak tahu, soalnya aku tidak menggubris lambainnya lagi." Dua insan itu menarik nafas lega, jantungnya yang hampir copot itu pun bisa diselamatkan kembali. Akan sangat berbahaya jika rahasianya terbongkar oleh gadis itu karena pasti akan disampaikan pada orang tuanya. "Tapi Kakak ngapain ke sini?" tanyanya penasaran. Sang Kakak pun menjelaskan tentang biaya kuliah adiknya yang telah dilunasi oleh Felix. Akibat terlalu senang, gadis remaja itu memeluk dua insan itu secara bergantian. Pria tersebut tidak membalas pelukannya sedikitpun karena tidak merasa mempunyai adik. Felix mendorong pelan melepaskan pelukan adik ipar
Aroma harum semerbak memasuki setiap ruang dekat dapur yang dipakai oleh juru masak yang biasa memasak makanan untuk keluarga Felix. Revalina juga ikut berbaur dengan dua wanita yang sedang sibuk itu. Namun, kehadirannya di sana justru diketahui oleh Felix. "Kamu ngapain ada di sini?" tanya Felix dengan raut wajahnya menandakan ketidaksukaannya. "Saya cuma masak, Pak. Bantu-bantu mereka aja gak ada yang lain," jawab gadis itu dengan gugup karena melihat ekspresinya. Felix menarik lengannya menjauhi dua wanita lainnya, ia berbisik di sebelah telinga istrinya, "Jangan ikut campur urusan dapur ataupun yang lainnya, kamu di sini cuma numpang. Kamu gak berhak bersikap layaknya istri yang suka memasak untuk suami atau keluarganya." "Tapi Pak ..." Revalina menjeda ucapannya kala mertua perempuannya datang menyapa. Felix yang tidak mau sang Ibu mencurigainya, ia menyentuh bahu Revalina sambil tersenyum, lalu menyelipkan anak rambut gadis ke telinganya. "Sayang, kamu itu gak usah masak
"Masuk," titah Felix pada seseorang yang mengetuk pintu ruangannya. Pria itu sedikit membenarkan jasnya sambil menenangkan diri untuk tidak tegang, tetapi perasaan berubah menjadi lega ketika mendapati hanyalah Revalina yang datang. Usai pulang sekolah, Revalina mendapati tugas dari Vina. Ia memintanya untuk mengantarkan berkas meeting Felix yang tertinggal. Raisa yang bersembunyi di balik pintu pun menggerakkan bibir menanyakan siapa yang datang. Felix tidak menjawab pertanyaan dari kekasihnya, ia malah menyuruh istrinya untuk masuk dan menutup pintu. Dari situlah dua wanita itu saling bertemu. Revalina mengerutkan kening heran karena tiba-tiba saja ada Raisa padahal sejak tadi yang terlihat hanyalah Felix. Namun, ia tahu kalau Raisa adalah kekasih asli bak kekasih gelapnya. "Lho, kamu ngapain datang ke kantor pacar saya?" tanya Raisa dengan tatapan penuh intimidasi. Tentu saja sebagai orang yang sangat menginginkan Felix, ia tidak akan tinggal diam ketika melihat wanita l
Suasana rumah yang hening khas pedesaan yang masih terbilang sejuk, Siska baru saja pulang menenteng tas barang-barang belanjaannya. Sang Ibu yang melihatnya tentu heran. "Kenapa Ibu liat aku kayak gitu? Memangnya ada yang aneh atau mungkin sekarang aku tampil lebih cantik?" tanya Siska yang mencurigai ibunya. "Ya Siska, kamu mendapatkan uang darimana bisa belanja barang-barang sebagus ini?" tanya Sang Ibu ketika anaknya mengeluarkan belanjaan. "Ya dari uangku, lagian coba Ibu mikir aja mana mungkin semua uang yang belanjakan ini dari Ibu? Buat makan sehari-hari aja gak mampu apalagi beliin kebutuhan aku yang mahal-mahal." Wanita 60 tahunan itu menegur anaknya untuk tidak membeli barang-barang mewah karena hidup mereka bukanlah orang kaya yang bisa menghasilkan banyak uang. Sebaiknya, Siska bisa hidup hemat jangan berlebihan dalam gaya hidup, harus disesuaikan dengan keadaan. "Aku gak bisa, Bu. Lagian, apa Ibu gak malu kalau penampilan aku jelek? Apa kata orang-orang di luar sana
Pagi hari yang cerah, sinar mentari menyeruak masuk sela-sela jendela kamar. Revalina tengah memandanginya indahnya pagi ini, sedangkan suaminya sibuk dengan majalah di tangannya. Rasa penasaran muncul di benak Revalina ketika melihat kefokusan pria pemilik wajah tampan itu pada benda yang di pegangnya. Revalina mencoba menerka-nerka apa yang sebenarnya dibaca oleh suaminya itu. Felix melirik mengetahui kehadiran Revalina di belakangnya, matanya menatap penuh intimidasi.Akibat aksinya diketahui Felix, ia pun menanyakan tentang gambar yang sedang dilihat-lihat olehnya. Felix sengaja membuka majalah hanya untuk mencari iklan rumah mewah untuk tempat tinggalnya nanti ketika sudah menikah dengan Raisa. "Kamu lupa, kalau kamu itu dilarang untuk ikut campur dengan urusan saya?" tanya Felix dengan tatapan wajah khasnya yang super galak dan jutek. "Saya gak bermaksud buat ikut campur, saya hanya bertanya." "Keluar dan lakukan hal yang menjadi urusanmu, apa yang saya lakukan kamu tidak be
Di malam yang begitu hening, seorang pria sedang mondar-mandir dengan perasannya yang bimbang ditambah ponselnya terus berdering menimbulkan suara bising di telinganya. Dengan cepat Felix meraih ponsel yang berada di atas kasur, lalu dimatikan ketika melihat gagang pintu bergerak. Revalina yang saja masuk pun memandangnya dengan heran. Felix sedikit memalingkan wajahnya, ia pikir kalau yang datang adalah ibunya. Sedangan, Revalina bersiap untuk tidur di tempat biasa. Namun, aktivitasnya justru dihentikan Felix dengan menarik tangannya agak kasar. "Adakah yang bisa saya bantu?" tanyanya. "Hari ini adalah pesta ulang tahunnya Raisa," ungkapnya. "Kalau begitu pergi dan datang ke tempat pestanya, pasti Mbak Raisa menunggu Bapak." Felix tidak bisa datang ke tempat di mana Raisa mengadakan pesta karena hari sudah malam dan hari libur kantor juga. Ia tidak bisa pergi begitu saja, tidak ada alasan yang kuat jika ibunya bertanya. Maka dari itu, Felix membutuhkan bantuan Revalina untuk i
Dari kejadian yang membuat pesta ulang tahunnya Raisa rusak, sampai detik ini Felix belum juga dapat berbicara dengan kekasihnya itu. Tentu saja membuatnya setengah gila, ya Felix kalau sudah jatuh cinta memang tidak main-main begitupun jika sudah benci. Jadi, jangan coba-coba untuk membuat pria seperti itu kecewa atau akan ia tidak akan menerima orang itu kembali. Revalina yang meminta maaf pun tidak dianggapnya, ia hanya diam saja. Tidak ada akting yang biasa mereka mainkan di rumah itu. Semuanya begitu sepi, bahkan Vina pun merasakan ada yang hampa di hatinya. Ia tidak lagi melihat mereka begitu mesra seperti sebelumnya, ini adalah hal yang aneh. Rasa penasarannya membuat wanita itu mengintrogasi menantunya. Pertanyaan yang tiba-tiba saja dilayangkan oleh Vina membuat Revalina gelagapan karena tentu saja ia tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Felix. Namun, jawaban itu tidak berhak diketahui oleh Vina yang justru akan membuat bertambah masalah bagi Felix dan juga dirinya. "Ken