Brak! Suara pintu dibuka dengan paksa, Revalina diseret masuk ke kamarnya oleh Felix, wajahnya sangat panik dan jantungnya berirama lebih kencang pun sekujur tubuh bergetar hebat.
"Apa yang sebenarnya kamu rencanakan?!" Felix mengintimidasinya.
Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya, ia tidak mampu membuka mulut bahkan untuk sekedar menjawab. Felix melangkah menjadi lebih dekat membuatnya mundur beberapa langkah menjauhi.
"Katakan dengan jelas apa yang kau rencanakan di rumah ini?!" tegas pria matang itu sambil mencengkram lengan Revalina.
“Mengapa kalian orang kaya suka sekali menekankan yang tidak berdaya!” peliknya melepas cengkraman tangan Felix.
Apa Felix akan luluh dan bersikap manis, tentu saja tidak, “Berhenti basa-basi.” Lelaki itu mengira gadis itu sengaja mengikutinya.
“Saya hanya menerima tawaran Nyonya sebagai baby sitter, Pak. Apa salah, saya butuh uang,” ujarnya mencoba menekan rasa takut.
“Kau pikir aku percaya?”
Netra Revalina membeliak, dia menelan saliva gugup. “Mari akhiri perang dingin ini Pak.” Sebuah ide muncul. “Anda butuh tameng untuk hubungan Anda bukan, dan saya butuh uang. Mari kita menikah kontrak, Pak,” kata Revalina.
Felix terkekeh mendengar usulan konyol gadis itu. “Kau gila!”
“Anggap iya, karena saya miskin tidak punya harga diri dan mata duitan,” sarkas Reva. “Ini bukan tawaran buruk Pak, saya bisa menjadi tameng Bapak. Ketika kita menikah, Bapak akan terlepas dari kecurigaan Nyonya terkait hubungan Anda dengan kekasih Anda. Satu hal, bukankah hak waris akan Anda dapat ketika Anda sudah menikah?” Revalina melihat raut muka Felix yang sedikit melunak. “Saya akan menjadi pasangan pura-pura Anda, saya akan diam. Saya hanya ingin di antara kita tidak ada yang mencampuri urusan masing-masing.” Kembali gadis itu memprovokasi lelaki matang tersebut.
Di usia matang sebagai duda beranak satu, selain sang ibu menekan untuk menikah. Lelaki itu tidak paham dengan jalan pikiran wanita yang melahirkannya. Sangat pemilih terkait menantu, seperti yang sedang terjadi, sang ibu menolak gadis pilihannya. Wanita itu terlalu takut, gadis tidak bisa ditekan akan menguasai harta gono gini yang susah payah dikumpulkan. Pemikiran yang picik memang, tapi begitulah si wanita hidup membesarkan seorang putra seorang diri.
“Kau yang memulai gadis kecil, ingat keputusan ini dan jangan pernah menyesal sampai akhir! Felix menegaskan.
Larangan keras untuk berhubungan dengan sang kekasih membuat Felix merasa tertekan oleh ibunya, apalagi hak waris ditahan ketika ia menjalin hubungan dengan wanita yang digadang-gadang bisa mengambil kekayaannya. Surat kontrak pun dibuat oleh Felix, Revalina membubuhkan tanda tangan di atasnya dengan beberapa poin yang memang telah disetujui.
"Jangan sekali-kali kau mencoba untuk berkhianat atau kau akan tahu akibatnya, Revalina!"
"Saya pastikan semuanya berjalan seperti yang Bapak inginkan."
"Sesuai dengan apa yang tertulis di sini, kau akan mendapatkan uangnya setelah pernikahan dilaksanakan. Kita akan menikah dalam minggu ini," jelasnya sambil mengambil kertas yang telah ditandatangani oleh gadis itu.
Wanita muda itu agak terkejut, pernikahannya begitu cepat walaupun memang lebih cepat lebih bagus, "Apakah harus secepat ini?” Revalina memang memberikan ide gila, hanya saja bukan secepat ini.
"Apapun bisa saya lakukan kapanpun," jawab Felix.
***
Setelah kejadian antara nyata dan tidak nyata, akhirnya pernikahan pun digelar.
"Haruskah semewah dan seramai ini, Pak? Kita hanya menikah kontrak?" Revalina dalam balutan dress pernikahan itu bertanya.
"Tutup mulutmu, saya melakukan ini untuk meyakinkan ibu, jadi jangan berkhayal yang tidak-tidak. Terima apa pun yang saya lakukan, jangan membantah. Tetap dalam batasanmu, bersikaplah sebagai wanita bayaran ketika berada di hadapan saya!"
Wanita itu hanya menunduk sembari menelan ludahnya menatap kepergian pria tersebut. Ia menghela napasnya, menenangkan diri karena harus berhadapan dengan pria yang tidak biasa. Gadis berkulit putih itu terkejut kala seseorang menyentuh bahunya. Seseorang melangkah berdiri tepat di hadapannya.
“Nyonya.”
“Aku ingin heran, tapi sejauh ini tidak ada hal mencurigakan. Ingat jika kau bermain-main denganku gadis miskin!” cibir wanita tersebut.
‘Apa orang kaya memang selalu menindas?’ Revalina tidak berkutik.
Vina, ibunya Felix itu tersenyum sinis. Dia merasa Revalina adalah wanita yang cukup bodoh nan ceroboh, apa pun bisa dilakukan olehnya agar bisa mendapatkan uang.
"Bagaimana kau merayu Felix?” Pertanyaan itu tidak mampu dijawab.
Pada saat bersamaan Felix datang di belakang ibunya, menyentuh bahu sang Ibu, "Bukanlah dia gadis yang mampu meluluhkan hati cucumu, Ibu? Aku rasa itu sudah cukup. Dia bisa menjadi pengurus yang sempurna, bukan?”
Sang ibu terkekeh, “Kau benar!”
Yah, begitulah status Revalina, istri yang hanya akan menjadi pengasuh untuk anak Tuannya.
Di tengah meriahnya pesta itu, orang tua Revalina juga datang. Gadis yang sudah dirias secantik mungkin itu memeluk sang Ibu dan ayah pun adik perempuannya. Terlihat dari sorot mata mereka tampak heran dengan keadaan anaknya saat ini.
Namun, keheranan itu semakin menjadi kala ibunya Felix datang. Bukannya menyambut calon besannya, justru ia memperhatikan mereka dengan sorot matanya yang tajam.
"Upacara pernikahan telah usai, peran kalian sudah selesai dan pesta bukan untuk orang rendahan seperti kalian."
"Tapi Revalina adalah anak kami," sahut ibunya gadis itu.
"Dia sudah saya beli dan uangnya untuk melunasi hutang-hutang kalian pada rentenir!"
Mereka tercengang, kemudian ditariknya lengan gadis berbaju pengantin itu dengan sigap masuk kembali ke tempat pelaminan. Mereka hendak masuk, tetapi dihalangi oleh dua orang pria yang bertugas menjaga keamanan. Sesekali, Revalina melirik ke belakang melihat kedua orang tuanya yang sedang diusir. Ia tidak mampu untuk kembali bahkan hanya sekedar menolong mereka.
"Ingat Revalina, kamu tidak perlu berurusan dengan mereka-mereka. Saya tahu orang-orang seperti orang tuamu pasti menginginkan hal yang lebih," bisik wanita itu.
Revalina kembali berdiri di samping seorang pria yang telah resmi menjadi suaminya itu, beberapa orang mengabadikan momen tersebut dengan penuh haru.
'Aku tidak menyangka akan menjadi serumit ini,' monolog Revalina.
'Drama akan segera dimulai,' batin Revalina kala melihat tangga yang menjulang tinggi di depan matanya. Felix melirik gadis yang masih berbaju pengantin itu yang justru dibalas lirikan oleh ibunya. Pria itu mencoba tersenyum sambil merangkul pundak Revalina. Revalina memperhatikan dengan perasannya yang mulai tidak nyaman. "Kita akan istirahat duluan, Ma. Iya, kan sayang?" Gadis yang sudah tertekan itu terpaksa memasang senyuman sambil mengangguk. "Ya pergilah istirahat," jawab Vina membalas senyumannya. Kepergian dua insan itu membuat Vina tersenyum lebar. Ya, wanita tua itu memikirkan kalau Revalina adalah gadis yang cukup bodoh, menikah dengan alasan uang. Ia gadis miskin yang bisa dikendalikan dengan uang, sehingga Revalina tidak akan mungkin bisa menguasai harta. 'Revalina ataupun keluarganya juga sama-sama bodohnya, anaknya bisa dibeli begitu saja. Mereka hanya menginginkan uang, tapi tidak punya pemikiran maju untuk bisa mendapatkan uang tanpa menjual diri.'Sementara, di
Teriakkan Revalina berhenti sampai di sana kala melihat Heri menyuruh kedua anak buahnya menghadapi orang yang telah berhasil membuatnya tertantang. Bugh! Bugh!Pukulan demi pukulan dilayangkan oleh dua pria itu pada orang tersebut. Jago beladiri, tampan, kaya, dan berwibawa, itulah Felix. Ia berhasil melumpuhkan pria-pria itu dengan mudah tanpa membuat dirinya terluka. Si pak tua tidak tinggal diam, kini gilirannya yang maju menghadapi Felix. Bugh, satu pukulan di perutnya yang buncit seperti orang hamil tujuh bulan itu pun telah membuatnya kesakitan. "Pergi dari sini atau ..." Belum selesai Felix berbicara, ketiganya berlari terbirit-birit masuk mobil meninggalkan tempat tersebut. Revalina merasa lega setelah melihat mereka tiada dalam pandangannya. "Terima kasih karena sudah menyelematkan saya, Pak.""Kamu jangan terlalu percaya diri, saya menolongmu bukan karena takut kau terluka, tapi karena ibu saya," bisik Felix di telinga gadis itu. Sang Ayah langsung berlari memeluk put
Di tengah ramainya toko barang-barang branded itupun Revalina mencoba bangkit. "Kak, Kak Siska. Tolong kembalikan, barang itu bukan milikku, aku harus memberikan pada pemilik yang sebenarnya." Siska, Kakak kandung Revalina tidak menggubris ucapan itu sama sekali, bahkan ketika adiknya berusaha mengejar, wanita 25 tahun tersebut dengan cepat memasuki taksi. Revalina menarik nafas beratnya, wajahnya mencerminkan rasa takut yang mendalam kala ia kembali ke apartemen milik suaminya. Tak lama, Felix datang bersama Raisa. Keduanya menatap heran kala menemukan keberadaannya. "Sayang, kamu yakin tinggal sama dia satu ruangan seperti ini?" "Ya semuanya aku lakukan demi hubungan kita sayang," jawab Felix dengan nada suaranya yang berat. "Tapi kamu bisa menginap di apartemen aku, gak harus di sini sama dia." Felix menolak saran dari kekasihnya karena dianggap tidak aman. Sebab, ia takut kalau ibunya akan memeriksa keadaan di apartemennya kapan saya ia mau. Bagi Felix, Vina memang tidak bi
Felix dan Revalina melongok keluar melihat apa yang terjadi. Keduanya melihat seorang pegawai apartemen sedang membawakan segelas kopi di atas nampan yang jatuh ke lantai tepat di depan pintu. "Apa yang terjadi?" tanya Felix pada pria yang sedang sibuk membersihkan lantai tersebut. Pria muda itu mengatakan kalau tadi sempat ada pria tidak dikenal menabraknya sehingga kopi yang dibawanya tersenggol. Ia juga sempat meminta maaf pada sepasang suami istri itu karena ditakutkan menganggu istirahat mereka. Itu adalah hal yang tidak begitu penting bagi Felix, tetapi berbeda dengan Revalina yang tiba-tiba memiliki perasaan tidak enak. Di tempat yang agak jauh dari sana, tampaklah seorang pria bertopi menutupi wajahnya menatap ke arah Revalina. Namun, ketika Revalina melihat ke arah tersebut orangnya sudah pergi, tetapi perasaan masih tidak nyaman. ***Sementara, di tempat lain, Siska sedang belanja banyak barang-barang untuk keperluannya. Semua uang yang dikeluarkannya adalah hasil dari m
Waktu sudah mulai malam, Revalina dan Felix baru saja tiba di apartemen. Ketika masuk kamar Revalina menanyakan perihal kepergian Felix tanpa alasan kala berada di rumah mertuanya. "Kamu bisa meminta uang pada saya kapan saja kamu mau, tapi saya tidak bisa memberikan uang secara cuma-cuma walaupun itu hasil kerja keras kamu." "Cuma-cuma gimana, Pak? Bapak sudah tahu dengan jelas kalau adik saya membutuhkan uang." Ucapannya bagaikan angin yang berlalu bagi seorang pria berusia 35 tahun itu. Berbeda dengan di tempat lain, kekasihnya sedang menghadiri acara reuni bersama teman kuliahnya. Mereka tampak senang apalagi dengan Raisa yang banyak memamerkan kekayaannya, terlebih memiliki kekasih sekaya Felix. Ya walaupun duda beranak satu, tetapi itu tidaklah masalah bagi Raisa yang terpenting pria mapan berkedudukan tinggi. Bagaimana tidak kaya, Felix adalah putra satu-satunya yang akan menjadi pemilik tunggal dari perusahaan yang dahulu dikelola oleh ayahnya. Bukan hanya itu, kekayaannya
Suasana kampus dirasa begitu mencekam bagi sepasang suami istri ketika berbalik menemukan adik Revalina berdiri di belakang. Gadis itu menautkan alisnya melihat mereka berdua yang hanya memandanginya dengan aneh. "Apa kamu mendengar ucapan kita?" "Nggak, Kak. Tadi temanku melambaikan tangannya pada saat aku melihat Kakak." "Lalu, sekarang di mana temanmu?" "Gak tahu, soalnya aku tidak menggubris lambainnya lagi." Dua insan itu menarik nafas lega, jantungnya yang hampir copot itu pun bisa diselamatkan kembali. Akan sangat berbahaya jika rahasianya terbongkar oleh gadis itu karena pasti akan disampaikan pada orang tuanya. "Tapi Kakak ngapain ke sini?" tanyanya penasaran. Sang Kakak pun menjelaskan tentang biaya kuliah adiknya yang telah dilunasi oleh Felix. Akibat terlalu senang, gadis remaja itu memeluk dua insan itu secara bergantian. Pria tersebut tidak membalas pelukannya sedikitpun karena tidak merasa mempunyai adik. Felix mendorong pelan melepaskan pelukan adik ipar
Aroma harum semerbak memasuki setiap ruang dekat dapur yang dipakai oleh juru masak yang biasa memasak makanan untuk keluarga Felix. Revalina juga ikut berbaur dengan dua wanita yang sedang sibuk itu. Namun, kehadirannya di sana justru diketahui oleh Felix. "Kamu ngapain ada di sini?" tanya Felix dengan raut wajahnya menandakan ketidaksukaannya. "Saya cuma masak, Pak. Bantu-bantu mereka aja gak ada yang lain," jawab gadis itu dengan gugup karena melihat ekspresinya. Felix menarik lengannya menjauhi dua wanita lainnya, ia berbisik di sebelah telinga istrinya, "Jangan ikut campur urusan dapur ataupun yang lainnya, kamu di sini cuma numpang. Kamu gak berhak bersikap layaknya istri yang suka memasak untuk suami atau keluarganya." "Tapi Pak ..." Revalina menjeda ucapannya kala mertua perempuannya datang menyapa. Felix yang tidak mau sang Ibu mencurigainya, ia menyentuh bahu Revalina sambil tersenyum, lalu menyelipkan anak rambut gadis ke telinganya. "Sayang, kamu itu gak usah masak
"Masuk," titah Felix pada seseorang yang mengetuk pintu ruangannya. Pria itu sedikit membenarkan jasnya sambil menenangkan diri untuk tidak tegang, tetapi perasaan berubah menjadi lega ketika mendapati hanyalah Revalina yang datang. Usai pulang sekolah, Revalina mendapati tugas dari Vina. Ia memintanya untuk mengantarkan berkas meeting Felix yang tertinggal. Raisa yang bersembunyi di balik pintu pun menggerakkan bibir menanyakan siapa yang datang. Felix tidak menjawab pertanyaan dari kekasihnya, ia malah menyuruh istrinya untuk masuk dan menutup pintu. Dari situlah dua wanita itu saling bertemu. Revalina mengerutkan kening heran karena tiba-tiba saja ada Raisa padahal sejak tadi yang terlihat hanyalah Felix. Namun, ia tahu kalau Raisa adalah kekasih asli bak kekasih gelapnya. "Lho, kamu ngapain datang ke kantor pacar saya?" tanya Raisa dengan tatapan penuh intimidasi. Tentu saja sebagai orang yang sangat menginginkan Felix, ia tidak akan tinggal diam ketika melihat wanita l