Share

Part 1

Penulis: Luisana Zaffya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-24 20:54:49

“Arsen dari MH ada di sini.” Suara sekretaris Alec membuyarkan lamunan Alec. Sungguh hari yang buruk untuk memulai pekerjaan barunya. Ia tahu Arsen Mahendra akan mendatanginya, meski ia cukup dikecewakan dengan pertemuan yang lebih lama dari yang ia perhitungkan. Seminggu sejak ia mengacaukan pesta itu dan melemparkan ancaman lewat mulut yang tak digubris oleh Arsen. Akhirnya sekarang Alec berhasil menarik perhatian Arsen.

“Masuk,” perintah Alec singkat.

Tak menunggu lama pintu terbuka. Arsen masuk dengan wajah kusut dan bersungut-sungut melangkah mendekati mejanya. Alec tak merasa perlu tahu apa penyebab kekusutan itu dan bukan urusannya. Tetapi, mengejek pria itu akan menjadi sedikit hiburan untuk pagi harinya.

“Dilihat dari tampangmu, sepertinya ada beban yang tak bisa kaukatakan. Tapi aku tak tertarik untuk mencari tahu,” ejek Alec.

“Apa kau yang mengadakan rapat pemegang saham untuk penunjukan CEO baru?”

“Itu agenda perlima tahun.”

“Agenda tahunan yang tak pernah dan tak seharusnya diadakan lagi mengingat ayahmu yang sudah menunjukku untuk menduduki jabatan ini. Selama sepuluh tahun kinerjaku sama sekali tak goyah dan semakin menunjukkan perkembangan yang semakin baik setiap tahunnya. Bahkan jajaran dewan direksi tak mampu mengeluhkan pekerjaanku.”

“Ayahku sudah mati dan akulah pemegang saham utama MH. Ah, sepertinya aku harus mulai menggantinya dengan CGH. MH sedikit membosankan di telingaku.” Alec menggaruk-garuk telinganya yang tak gatal.

“Nama MH adalah kesepakatanku dan ayahmu  kenapa aku bisa duduk di kursi CEO. Kau tak bisa mengusir kami seenaknya. Selama kau pergi, kamilah yang memegang kendali Mahendra Hotels hingga manajemen perusahaan tertangani dengan sangat baik.”

“Apa aku harus berterima kasih untuk itu? Kau dibayar lebih dari cukup untuk melakukan tugasmu.”

“Cage Group berada dalam kendalimu, tapi Mahendra Hotels akan tetap bernaung dibawah Cage Group. Kami tak akan mengusik Cage Group dan tetap menjalankan MH di bawah kendalimu. Dengan syarat jabatan CEO akan tetap di bawah keluarga kami.”

“Apa yang membuatmu berpikir aku akan membiarkan kalian menduduki jabatan yang bukan hakmu?”

“Aku hanya butuh kompensasi untuk kerja keras yang kulakukan demi menyelamatkan perusahaan ini. Saat kau bersikap pengecut dengan urusanmu sendiri.” Kalimat terakhir Arsen penuh sindiran yang sinis. Seolah setiap katanya ditekan dengan sangat jelas tertambat di telinga Alec.

Rahang Alec mengencang. Berteriak marah hanya akan memperjelas sikap pengecut yang pernah ia ambil. Dulu. “Aku hanya memiliki sedikit hobi. Apa kau tidak penasaran bagaimana aku bersenang-senang dengan hobiku?”

Arsen menyeringai sinis. “Bukan urusanku.”

Baguslah, batin Alec. Memecahkan kepala Arsen akan sedikit merepotkan untuk membersihkan mayat pria itu. Dan Saga tak akan menyukai hobi gelapnya disangkutpautkan dengan kematian Arsen. Arsen bukan sembarangan orang yang bisa ia lenyapkan begitu saja tanpa alasan yang jelas. Pria itu terlalu bersih. Amat sangat bersih hingga tak ada secuil pun alasan untuk mengusik pria itu. Selain, bagaimana prestasi membanggakan Arsen dan perhatian ayahnya yang terlalu besar pada pria itu yang membuatnya iri. Dan jelas sebaik-baiknya rasa iri adalah tidak diketahui oleh si pencetus.

“Yang aku tahu, aku akan mendapatkan apa yang kuinginkan, kau tak kehilangan apa pun, dan bahkan ...” Arsen berhenti. Merogoh saku jasnya dan mengeluarkan selembar foto ke hadapan Alec. “... aku akan memberimu sedikit hadiah.”

Alec melirik lembaran yang diseret Arsen dengan jari telunjuk ke hadapannya. Membalik foto itu dan matanya menyipit mengamati foto itu lekat-lekat. Wanita ini, dengan wajahnya yang tanpa polesan make up mampu membuat mata pria mana pun terpusat pada wajah cantik itu. Ingatan Alec kembali berputar mencari detik-detik ketika wanita itu melintas di depannya. Seolah tak menyadari keterpakuan para makhluk liar di sekitar yang sibuk menjadikan wanita itu obyek busuk dan liar di kepala mereka. Di pesta malam itu.

Alec masih bergeming. Tak akan berpura-pura tidak mengetahui wanita dalam foto tersebut atau merasa begitu penasaran di hadapan Arsen.

“Dia adalah bungsu keluarga kami,” jelas Arsen.

Gen keluarga Mahendra tentu tak bisa Alec remehkan. Ketampanan yang dimiliki Arsen pun lebih dari cukup dibilang sempurna. Ia sebagai seorang pria pun mengakui keunggulan wajah yang dimiliki pria satu ini.

“Apakah sekarang kesepatakan ini tampak adil?”

Alec tampak menimbang-nimbang jawabannya sambil mengibas-ngibaskan foto itu di samping tubuhnya. Ya, wanita itu lebih dari cukup menarik perhatiannya. Kecantikan, keanggunan, keseksian sekaligus kepolosannya benar-benar membuat Alec terpana pada pandangan pertama. Ia pikir, mungkin karena efek dirinya yang sudah lama tak bersenang-senang dengan wanita-wanitanya. Namun, saat ia mencoba menggaet sembarang wanita di pesta malam itu demi sekedar meredakan gairahnya, bayangan wanita itu membuat wanita telanjang di kasurnya tak lagi menarik. Saat itulah Alec memutuskan, akan membawa wanita itu ke ranjangnya.

“Aku tahu kau tertarik dengan bungsu kami.”

“Tertarik?” Alis Alec terangkat sala satunya, lalu berdecak mencemooh. “Kata itu terlalu berlebihan mengekspresikan perasaanku? Aku hanya ... sedikit penasaran.”

“Jadi, kau menyuruh anak buahmu mencari tahu tentang Alea hanya demi rasa penasaranmu itu?” dengkus Arsen tak kalah sinisnya. “Data keluarga kami tersimpan dengan sangat baik. Tak akan mudah mendapatkannya hanya karena kau ingin mencari tahu.”

“Aku memang belum benar-benar ingin mencari tahu.”

Arsen menyeringai. “Dan sekarang, infoku tentu lebih cepat dan lebih dalam dari yang didapat anak buahmu, kan.”

Alec meletakkan kembali foto itu di mejanya. “Umpan yang cukup manis untuk seekor kucing. Sayangnya aku seekor singa,” komentarnya.

Arsen menggeleng. “Ini bukan perangkap. Aku tak sengaja memperhatikanmu yang tertarik pada adikku dan hanya memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin. Aku tahu dia mendapatkan perhatianmu sebanyak yang tak kauharapkan.”

“Apa yang membuatmu berpikir bahwa adikmu begitu berharga di mataku? Ada ribuan wanita yang jatuh di kakiku yang kuyakin lebih baik dibandingkan adikmu.”

Arsen menyeringai. “Kau yakin?”

Alec tak yakin, tapi ia tak akan membiarkan Arsen mengetahui itu. Tak akan pernah membiarkan Arsen tahu bahwa tekadnya untuk membawa wanita bernama Alea itu semakin menguat.

“Kami tak pernah mengkhianati keluarga.”

Alec menarik punggungnya menempel di punggung kursi. Kedua siku bersandar di sisi kursi dengan jemari yang saling terjalin dan kakinya menggerakkan kursi bergoyang ke kanan dan kiri. Wajahnya mendongak menatap mata Arsen penuh pertimbangan. “Bolehkah aku menimbang-nimbang sebentar? Apakah yang kudapat akan sepadan dengan apa yang kuberikan padamu?”

Arsen meluruskan punggungnya dengan senyum simpul melengkung di kedua sudut bibirnya. “Besok aku akan mengirimnya ke sini. Kau bisa memberiku jawaban setelah melihatnya lebih dekat.”

Alec mengangkat bahunya. Menyembunyikan gelombang ketidaksabaran yang mendadak menerjang tepat setelah penawaran Arsen keluar.

“Dia sangat manis dan penurut. Lebih dari sempurna untuk dibawa ke pesta.”

Alec berdecak. Ya, ia suka wanita yang manis dan penurut. Berjengit ketakutan ketika ia menyentuhnya, Alec sangat menikmati ketakutan yang merebak di mata dan wajah seseorang ketika hendak menerkam seseorang tersebut. Bukannya wanita yang begitu mudahnya melebur dalam arus gairahnya. Bersikap murahan di balik riasan dan pakaiannya yang mahal.

“Aku menjaganya dengan sangat baik, itulah sebabnya kau akan jadi pria pertamanya.”

Alec terbahak. Perawan tak akan tahu cara menyenangkan dirinya, tapi ia tak keberatan untuk mengajari perawan yang satu ini bagaimana cara bersenang-senang.

***

“Kenapa aku?”

Arsen hanya mengangkat bahunya tak peduli pada sang adik yang berdiri di seberang mejanya. “Kenapa? Apa aku tak boleh menyuruhmu? Apa kau tak ingin sedikit membantu pekerjaanku setelah semua fasilitas yang kuberikan untukmu? Sedikit berterimakasih tak akan merendahkan dirimu, Alea.”

Alea mengabaikan kecurigaannya. Tak biasanya Arsen menyuruhnya membawa berkas penting pada seseorang. Bahkan pria itu tak pernah membiarkan ia ikut campur urusan MH sedikit pun. Hidupnya hanya untuk dirinya sendiri, melakukan apa pun yang ia sukai, membeli apa yang ia inginkan, dengan catatan ia tak membuat masalah yang membuat Arsen terlibat untuk membereskan kekacauannya. Atau melewati batasannya sebagai seorang wanita yang belum menikah. Garis keras yang selalu ditegaskan oleh Arsen.

Selama ini hidupnya begitu teratur. Berkencan dengan pria yang ia cintai. Menikmati setiap momen kebahagiaan mereka. Dan bersenang-senang dengan kehidupannya yang sempurna. Tidak ada lagi yang Alea inginkan selain berakhir sebagai seorang istri dari pria yang ia cintai untuk saat ini.

“Arza akan mengantarmu.”

Kecurigaan Alea menguap. Apa pun niat yang disembunyikan Arsen, jika ada Arza di sisinya semua akan baik-baik saja. Perlahan penolakan yang hendak keluar kembali tertelan di tenggorokannya. “Baiklah. Apa aku hanya perlu menyerahkan berkas ini pada ....” Alea menggantung kalimatnya. Ia tak terlalu memperhatikan ketika Arsen menyebutkan nama seseorang untuk pertama kalinya yang mengikuti perintah sang kakak tadi.

“Alec Cage. Kau bisa mengkonfirmasinya di lobi. Mereka akan langsung mengarahkanmu ke ruangannya.”

Alea tertegun. Merasa nama itu tak terlalu asing di telinganya.

“Kenapa? Apa kau mengenalnya?”

Alea mengambil berkas di meja dan menggeleng. “Aku hanya tahu keluarga Cage.”

Arsen mengiyakan. Alea memang tak pernah tahu dan tak pernah ingin tahu tentang urusan bisnis keluarga mereka. “Keluarlah. Aku harus bicara dengan Arza. Dia akan menyusulnya dalam lima menit.”

Alea mengangguk dan memutar tubuhnya. Berhenti sejenak memberikan kecupan kecil di pipi Arza sebelum melewati pintu ruangan Arsen.

“Kau harus membiasakan diri menjaga jarak dengan Alea mulai sekarang. Jauhi dia. Cage tak akan suka seseorang menyentuh miliknya.”

Arza mengangguk dengan wajahnya yang tanpa ekspresi. Mengendalikan reaksi wajahnya dari jejak kecupan di pipi yang ditinggalkan oleh Alea.

“Pastikan dia masuk ke ruangan Cage seorang diri.”

Sekali lagi Arza mengangguk dengan patuh.

“Dan, kau bisa memperkenalkan seseorang sebagai pacarmu pada Alea.”

Arza tertegun sesaat. Kali ini tak mengangguk. “Aku akan mengurus hubungan kami.”

Arsen mengangkat sedikit wajahnya, menangkap ekspresi datar Arza.

“Hubungan kami dimulai dengan baik-baik, sudah seharusnya hubungan kami berakhir tanpa saling menghancurkan perasaan satu sama lain.”

Arsen menyeringai puas dengan jawaban Arza. “Ya, kau melakukan tugasmu sebagai kakak dengan sangat baik. Satu-satunya hal yang tak bisa kuberikan pada Alea dan Karen. Mungkin itu alasan ayah membawamu ke rumah.”

Arza memaklumi. Jika sikap Arsen selemah dirinya, tentu pria itu tak akan cukup andal mengendalikan krisis perusahaan. Mendapatkan kepercayaan pemegang saham untuk bertanggung jawab penuh atas jabatan yang diduduki oleh Arsen. Lagi pula, tidak ada darah Mahendra di nadinya. Membawa nama Mahendra di belakang namanya sudah lebih dari cukup dari segala-galanya. Seumur hidupnya tak akan cukup untuk membalas kebaikan yang diberikan keluarga ini padanya. Dan memiliki Alea tentu hanyalah angan-angan yang tak akan mungkin menjadi kenyataan. Alea Mahendra pantas mendapatkan yang jauh lebih baik dari dirinya.

“Kau boleh keluar sekarang.”

“Terima kasih, Kak.” Arza menundukkan kepala dan berputar.

Arsen tertegun selama beberapa saat setelah tubuh Arza menghilang di balik pintu. Satu-satunya alasan utama ia membiarkan Arza berkencan dengan Alea adalah karena tahu pria itu tak akan berani menyentuh Alea. Ia tahu pria itu akan menjaga mahkota Alea hingga waktunya tiba untuk diberikan pada orang yang tepat.

***

Bab terkait

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 2

    “Kenapa Arsen tidak menyuruhmu?” tanya Alea ketika mobil yang mereka tumpangi mulai meninggalkan halaman hotel.“Karena kau Alea Mahendra.”“Kau juga seorang Mahendra.”Arza hanya tersenyum simpul. Alea selalu tahu cara membangkitkan ketidakpercayaan dirinya ketika dihadapkan nama keluarga mereka yang sangat besar.Setengah jam kemudian, ketika memasuki gedung Cage Group berlantai tiga puluh dengan kaca hitam mengeliling seluruh sisi gedung itu, Alea mengamati dengan takjub seluruh desain penuh keindahan dan kemegahan gedung ini. Lantai marmer berwarna putih dan meja resepsionis tak jauh dari pintu putar berwarna hitam. Gedung Arsen sama sekali bukan tandingannya meski MH tak kalah mewah dan megahnya.“Atas nama?” tanya resepsionis ketika Arza mengutarakan niat kedatangan mereka berdua.“Alea Mahendra,” jawab Arza mendahului Alea.Alea memutar wajah dengan kernyitan di dahi.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-24
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 3

    “Selamat untukmu, Alea. Tanggal empat Juli akan jadi hari pernikahanmu.” Kata-kata Arsen menyambut kedatangan Alea begitu kedua adiknya itu muncul melewati pintu ruang kerjanya. Senyum terlalu lebar mengekspresikan kebahagiaan yang begitu besar.“Apa maksudmu tanggal pernikahanku?” Alea tak percaya dengan deretan kata-kata yang ditangkap telinganya. Ia bahkan belum sempat meluapkan kemarahannya karena telah menipu dan memasukkannya ke dalam kesepakatan gelap antara pria itu dan Alec Cage, tapi Arsen sudah memberinya kejutan berikutnya. Yang tak kalah menggemparkan hati dan pikirannya.“Cage sudah menentukan tanggal pernikahan kalian. Persiapkan dirimu, Alea.”Mulut Alea membuka tanpa sepatah kata pun keluar. Menetralisir keterkejutan yang seketika menumpulkan cara kerja otaknya. Hari pernikahan? Tanggal 4 Juli? Satu, dua, tiga, dalam hati Alea menghitung dan semakin kehilangan kata-kata bahwa hari pernikahan yang dikatakan Ars

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-24
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 4

    Alea mengerang kesakitan ketika kesadaran membangunkannya dari tidur yang lelap. Badannya terasa sakit, terutama di kaki. Pandangannya teredar ke seluruh ruangan tempatnya berbaring. Atap berwarna putih dan aroma yang begitu akrab di hidungnya, Alea mengenali tempat tersebut adalah ruang tidurnya sendiri. Tetapi, bagaimana ia bisa kembali berada di kamarnya yang sangat hangat dan nyaman ini? Siapa yang menyelamatkannya di kolam renang?Seharusnya, Alea melakukan pemanasan sebelum melompat ke air. Seharusnya ia tak berenang seperti orang gila. Semua gara-gara Arsen. Dengan menahan ringisan akan rasa nyeri yang berpusat di kakinya, Alea mencoba untuk bangkit terduduk.“Kau sudah sadar?” Pertanyaan itu keluar dengan begitu ringan dan sangat santai. Menyadarkan Alea bahwa bukan wanita itu satu-satunya manusia yang ada di ruangan ini.“Apa ... apa yang kaulakukan di sini?” Suara Alea tersekat di tenggorokan. Tubuhnya bergetar dan berings

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-24
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 5

    Alea mengutuk dirinya sendiri ketika memeriksa cctv yang dipasang di area kolam renang. Semua terjadi persis seperti yang ada di pikirannya. Saat ia kesusahan berteriak meminta tolong karena air yang memenuhi mulut dan tenggorokan, tangannya menggapai-gapai beberapa kali sebelum tubuhnya mulai berhenti meronta. Tak lebih dari tiga detik, Alec muncul dari pintu belakang dan berlari ke pinggiran kolam lalu melompat dan membawa tubuhnya yang sudah tak sadarkan diri naik ke tepi kolam. Pria itu keluar dari air, berjongkok dengan punggung membungkuk dan menepuk-nepuk pipinya. Tubuhnya masih tak bergerak, Alec pun mendekatkan telinga di hidungnya. Seperti tak puas, Alec menyentuh pergelangan tangannya untuk memeriksa denyut nadi. Kemudian, tanpa Alea duga, Alec merobek kaos merah muda yang ia kenakan dalam sekali sentakan kuat. Alec meletakkan kedua tangan pria itu yang saling tumpah tindih tepat di tengah dadanya. Menekan dadanya beberapa kali. Entah berapa kali usaha yang sudah Alec ker

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-26
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 6

    Kali ini, Alea setuju dengan pendapat Arsen tentang melakukan perawatan tubuh. Bukan untuk persiapan acara pernikahan, melainkan untuk memperbaiki moodnya yang sedang naik turun tak terkendali karena aksi penyelamatan nyawa sekaligus kemesuman pria itu padanya.Seharian penuh Alea memanjakan tubuhnya untuk melakukan perawatan mulai dari rambut, wajah, kulit, dan kuku. Rambutnya terasa lebih ringan, lembut, dan berkilau. Pusing di kepalanya lenyap tak bersisa karena pijatan di kepala dan tubuhnya terasa lebih ringan dan bersih. Kulit di wajah dan seluruh tubuhnya pun terasa mengencang kembali setelah pagi hari ia merasa lebih tua sedikit karena emosinya yang tak terkendali gara-gara rekaman dan ... Alea menggeleng keras ketika ingatannya memutar kembali kenangan menjijikkan itu. Semenit saja ia mengingat semua itu, jerih payahnya selama seharian ini akan sia-sia.Sekarang, setelah tubuh, pikiran, dan hatinya terasa lebih segar dan lebih harum. Alea memikirkan rencana se

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-26
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 7

    Alea mematut pantulan wajahnya di cermin tinggi yang disediakan di ruang ganti. Gaun malam itu sangat indah seperti yang ia sukai. Warna merah gelap dengan hiasan permata di sepanjang lengan, kainnya yang lembut menempel ketat di tubuh bagian atasnya sebelum mengembang jatuh ke pinggang dan kaki membuat Alea tampak sangat cantik seperti biasanya. Hanya saja, belahan samping yang akan memamerkan kaki telanjangnya di samping kananlah satu-satunya hal yang ia sesali. Kulit pahanya tentu akan terekspos begitu jelas saat ia melangkah.“Apa kau sudah siap?” Pantulan tubuh Alec yang bersandar di pinggiran pintu membuyarkan lamunan Alea ketika memikirkan bagaimana cara agar kakinya tak terlalu kelihatan saat ia berjalan nanti. Selalu saja, keberadaan Alec membuat tubuh Alea bereaksi waspada dan ketegangan seketika membuat tulang punggungnya tak nyaman. Ruang ganti yang seharusnya tak bisa dimasuki sesuka hati oleh pelanggan lain pun sama sekali tak memberi batasan pada Al

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-26
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 8

    Satu-satunya suara yang memecah ketenangan ruang perawatan itu, adalah bunyi mesin monitor yang secara konstan menampilkan angka dan garis-garis grafik organ tubuh pasien. Mulai dari detak jantung, kadar oksigen dalam darah, dan tekanan darah. Suara detak jantung yang menggemadari mesin itu memastikan bahwa tubuh yang tengah berbaring di kasur masihlah bernapas, meskipun masih begitu betah dengan tidur panjangnya.Alea berjalan mendekat, duduk di kursi samping ranjang. Menyentuh tangan mamanya yang dingin tetapi menyalurkan kehangatan di hati Alea. Merangkul hati Alea dengan kasih sayang khas orang tua yang membuat hati Alea menjadi sejuk dan sangat tenang.Dengan alat bantu pernapasan yang menutupi hidung dan mulut mamanya, dengan mata terpejam erat, dan dengan pipinya yang tirus. Di matanya, mamanya adalah wanita tercantik di dunia. Mamanya adalah sosok hangat, lemah lembut, dan penyayang seperti sebelum kepergian papanya bertahun-tahun yang lalu.Mamanya mema

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-27
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 9

    Hari-hari yang berlalu terasa sangat cepat, membuat Alea semakin tersiksa. Dan hari itu akhirnya tiba, menyapa pagi hari Alea seperti mimpi buruk yang baru saja dimulai.Setelah semalam kakak perempuannya, Karen menempelkan masker dan menyuruhnya berendam di bath up dengan kelopak bunga mawar bertebaran memenuhi permukaan air. Pagi itu Alea dibangunkan oleh pelayan yang diperintahkan Karen untuk memastikan bahwa ia tidak bangun terlambat. Tidak perlu dibangunkan, bahkan ia sudah membuka matanya sejak dua jam yang lalu, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut dan berharap selimut tebalnya mampu menyembunyikan tubuhnya hingga hari ini berakhir.Terpaksa mengangkat tubuhnya dari kasur, Alea pun berlama-lama membersihkan diri di kamar mandi. Keluar satu jam kemudian setelah Karen menggedor kamar mandinya dengan panik karena mengira ia jatuh pingsan.“Keributan apalagi ini, Karen?” Alea memasang ekspresi polosnya dan berpura tak tahu penyebab Ka

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-27

Bab terbaru

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   New Story (Saga & Sesil)

    “Jadi, hari ini kau mempunyai seorang tunangan?” Saga menoleh, menutup pintu ruang rawat Sesil, dan menemukan tangan kanan sekaligus kepercayaannya itu berdiri bersandar di dinding samping pintu, Alec Cage. Dengan kedua tangan bersilang di depan dada dan kaca mata hitam tersampir di kepala. Jaket, kaos, jeans dan sepatu serba hitam, cukup mencolok di dinding rumah sakit yang berwarna putih. “Dan besok aku akan menjadi seorang suami. Tak terduga, tapi cukup menyenangkan, bukan.” “Dia bahkan sama sekali tidak mendekati kriteria wanita yang akan kau lirik, apalagi untuk ditiduri.” “Kau melakukan pekerjaanmu dengan sangat baik, Alec. Cincinnya sangat pas di jarinya.” “Dalam hati, aku mengingkari keputusanmu, Saga. Tapi aku tak pernah mampu mempertanyakan keputusanmu.” “Aku tahu.” “Kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan dari pria itu. Tidak seharusnya kau melakukan ini pada tunangannya.” Saga menelengkan kepala menatap Alec, se

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Extra Part

    Alec memegang tangan di dalam genggamannya. Basah dan licin. Meremas tangannya begitu kuat. Sekuat tenaga yang mampu dikerahkan. Wajah basah yang dipenuhi peluh itu menoleh ke arahnya. Alec menyematkan dukungan lewat tatapannya. Mempersembahkan cintanya yang begitu besar lewat sinar di matanya. Alea membalasnya dengan seulas senyum tipis di wajahnya yang pucat.Ia ingin penderitaan ini cepat berakhir. Ia benci melihat Alea tidak berdaya seperti ini. Pun dengan kerapuhan wanita itu yang ternyata menyimpan kekuatan teramat besar. Alec memohon semua ini bisa cepat berakhir.Harapannya terkabul. Satu dorongan yang begitu kuat, kemudian kepala Alea terhentak ke belakang, dan kemudian suara tangis bayi bergema memenuhi ruangan.“Aku berhasil,” gumam Alea sangat lirih dengan mata terpejam.Alec menunduk. Mengecup kening Alea yang basah dengan kecupan yang sangat dalam seraya mengangguk. “Ya, kau berhasil melakukannya.”

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 52 (End)

    “Semuanya baik-baik saja. Hanya tekanan dalam perut. Tidak ada darah dan bukan kontraksi ataupun tanda-tanda keguguran.” Alea nyaris menangis lega mendengar penjelasan dokter.“Sebaiknya sang ibu menghindari tindakan-tindakan keras semacam ini lagi. Beruntung tidak terjadi kecelakaan yang serius,” lanjut sang dokter setelah menanyakan tentang rambut berantakan Alea dan sudut bibir wanita yang sedikit robek. Juga luka cakaran di lengan.Alea meringis menahan malu. Mengelus rambut di samping kepalanya mencari kesibukan.“Baik, Dok.”“Suami harus tetap membuat keadaan mood ibu hamil tetap stabil. Tekanan dan stres juga bisa memanding kontraksi yang tidak kita inginkan.”Sekali lagi Arza mengangguk.Dibantu Arza untuk turun dari ranjang pasien. Saat itulah ia baru menyadari tidak membawa sepatu. Sepatunya entah hilang di mana dalam pertarungannya dengan Naina. Tadi Arzalah yang menggendongnya naik

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 51

    Setelah merengek beberapa kali kalau kakinya pegal dan tak kuat berdiri lebih lama lagi, akhirnya Alec mengijinkan Alea pergi ke dekat kolam renang untuk beristirahat. Satu-satunya tempat di rumah ini yang sepi dari tamu undangan.Alea duduk di pinggiran kolam, merendam telapak kakinya yang pegal. Dan udara malam yang berhembus, seketika melenyapkan kegerahannya.Ternyata wanita bernama Sesil itu bukan siapa-siapa, tak henti-hentinya Alea tersenyum mengingat fakta tersebut. Mengulang momen ketika Alec berkata, ‘Apa aku pernah mengatakan itu anakku?’Rasanya dada Alea mengembang dan ingin meledak.‘Bolehkah ia sedikit berharap pada hubungan mereka?’Berharap bahwa Alec memang begitu peduli padanya. Bukan sebagai istri. Bukan sebagai pengandung anak pria itu.‘Apakah harapannya terlalu berlebihan?’Alea takut jika harapannya yang terlalu tinggi, rasa kecewa yang akan didapatkannya saat terhem

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 50

    Alec pulang lebih malam dan Alea masih duduk di sofa menonton televisi. Pria itu mengambil remote TV dan langsung mematikannya.“Sudah malam, Alea. Pergilah tidur.”“Aku masih ingin menonton.”Alec menatap Alea sejenak. “Naiklah ke tempat tidur dan hanya lima belas menit.”Alea ingin membantah, tapi ia memilih diam dan menurut. Berpindah ke tempat tidur.Alec menyalakan TV kembali dan meletakkan remotenya di nakas samping Alea.“Apa kau sudah minum vitaminmu?” Alec membuka laci tempat tablet vitamin Alea disimpan. Memastikan jumlahnya berkurang.Alea mengangguk meski tahu pria itu pasti sudah tahu dari laporan pelayan.Alec memasukkan kembali tablet di tangannya ke nakas. Melonggarkan dasinya ketika hendak membalikkan tubuh.“Alec?” Alea menahan lengan pria itu.Alec menoleh.Alea diam sejenak. “A-apa ... kau akan memiliki anak dengan wanita

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 49

    “Bangun, Alea.”Alea hanya diam ketika Alec menggoyangkan pundak untuk membangunkannya.“Kau harus makan.” Alec tahu wanita itu berpura-pura tertidur. Ia bahkan sudah hendak naik ke mobilnya untuk berangkat ke kantor ketika pelayan melaporkan bahwa Alea tidak memakan makan pagi di saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Yang seharusnya sudah satu jam yang lalu wanita itu menghabiskannya, saat ia masih disibukkan panggilan di ruang kerja.“Apa kauingin makan dari mulutku seperti anak kecil?”Mata Alea membuka, seketika dia bangun terduduk.Alec duduk di pinggir kasur dan mulai menyuapkan satu sendok nasi ke mulut Alea. Entah apa yang membuatnya melakukan hal itu di saat ia sudah sangat terlambat untuk pergi ke kantor, dan bukannya malah membujuk istrinya yang tengah merajuk. “Buka mulutmu.”“Aku bisa makan sendiri.” Alea mengambil piring nasi di tangan Alec.Alec membiarkan

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 48

    “Sepertinya pergelangan kaki istrimu terkilir di kolam renang, Alec,” beritahu Jean Cage ketika Alec masuk ke kamar.Alec duduk di pinggiran ranjang menggantikan Jean Cage, memeriksa pergelangan kaki kanan Alea dan menyentuhnya pelan lalu mendengar ringis kesakitan Alea. “Apakah sakit sekali?”Alea mengangguk.“Sebelah sini?” Alec menekan dengan hati-hati. Mencari pusat rasa sakit tersebut.Sekali lagi Alea mengangguk.Alec kembali mengamati pergelangan kaki Alea dengan lebih teliti. Kemudian menyentuhnya dengan kedua tangan di atas dan bawah, dan secara tiba-tiba menekannya ke arah yang tepat dengan gerakan yang secepat kilat dan perhitungan yang pasti. Ia sudah sering kali mengalami dan menangani kaki atau tangannya yang terkilir, tentu saja hal seperti ini tidak ada artinya.Alea menjerit, tersentak kaget dengan rasa sakit yang lebih besar seperti menghantam pergelangan kakinya dengan keras, sebel

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 47

    “P-perutku,” tahan Alea ketika Alec nyaris menimpakan seluruh tubuh pria itu di atasnya.Alec langsung mengangkat tubuhnya, menyentuh perut Alea dengan hati-hati. “Apakah sakit?”“Sedikit.” Alea mengangguk pelan. “Lakukan dengan pelan-pelan.”“Katakan jika aku membuatmu tak nyaman.”Ada sesuatu yang berbeda dalam keintiman mereka kali ini. Penyerahan Alea yang sepenuhnya menjadi miliknya. Semua sentuhan, kecupan, ciuman, dan rayuan wanita itu dipersembahkan untuknya. Setiap tetes keringat wanita itu karena demi kesenangannya.Alec belum pernah merasakan kepuasan sebesar ini terhadap diri Alea. Keduanya saling memuaskan satu sama lainnya. Bersama-sama memberi kepuasan untuk yang lain. Juga untuk diri mereka sendiri. Mencapai puncak bersama dan saling menjeritkan nama yang lain. Dalam gelombang kenikmatan yang meledak dan berakhir dengan desahan puas.Tubuh Alec jatuh di atas Alea. Me

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 46

    Alec menghambur ke arah Alea dalam dua langkah yang lebar, menyambar pergelangan tangan wanita itu terlalu kuat lalu menyeretnya keluar balkon. Menyeruak di antara kerumunan para tamu yang menatap keduanya penuh ingin tahu. Mengabaikan rintih kesakitan wanita itu ketika melintasi lorong menuju lift. Begitu pintu lift terbuka, Alec mendorong Alea lebih dulu dan Naina menyusul.Naina terlihat sangat gembira dengan adegan yang terpampang di hadapannya. Kilatan licik tak henti-hentinya melintasi bola mata gelap wanita itu. mencari sudut terbaik melihat ekspresi tersiksa Alea.Alec mengeluarkan kunci dari saku jasnya dan langsung memasukkannya ke lubang di bawah deretan angka. Alea mengenali kunci itu seperti yang dimiliki Arsen. Lift itu meluncur turun dengan sangat mulut tanpa hambatan. Tak akan berhenti hingga sampai di lantai yang tuju. Dan tentu saja tak akan ada seorang pun yang akan merecoki amarah Alec terhadap Alea.“Sakit, Alec,” rintih Alea men

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status