Share

Part 6

last update Last Updated: 2021-06-26 12:22:28

Kali ini, Alea setuju dengan pendapat Arsen tentang melakukan perawatan tubuh. Bukan untuk persiapan acara pernikahan, melainkan untuk memperbaiki moodnya yang sedang naik turun tak terkendali karena aksi penyelamatan nyawa sekaligus kemesuman pria itu padanya.

Seharian penuh Alea memanjakan tubuhnya untuk melakukan perawatan mulai dari rambut, wajah, kulit, dan kuku. Rambutnya terasa lebih ringan, lembut, dan berkilau. Pusing di kepalanya lenyap tak bersisa karena pijatan di kepala dan tubuhnya terasa lebih ringan dan bersih. Kulit di wajah dan seluruh tubuhnya pun terasa mengencang kembali setelah pagi hari ia merasa lebih tua sedikit karena emosinya yang tak terkendali gara-gara rekaman dan ... Alea menggeleng keras ketika ingatannya memutar kembali kenangan menjijikkan itu. Semenit saja ia mengingat semua itu, jerih payahnya selama seharian ini akan sia-sia.

Sekarang, setelah tubuh, pikiran, dan hatinya terasa lebih segar dan lebih harum. Alea memikirkan rencana selanjutnya untuk menghabiskan sorenya. Tangannya sudah merogoh ke dalam tas tangan yang menggantung di lengan kiri dan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Arza dan membuat jadwal makan malam dengan pria itu. Namun, mobil hitam pekat yang berhenti tepat di depannya membuat Alea menyumpah dalam hati. Sekali lagi, ingatan ketika Alec menyelamatkan nyawanya dan mengganti pakaian basahnya kembali terngiang di kepala.

“Masuklah.” Wajah Alec melongok dari pintu mobil yang dibuka lebar-lebar di hadapan Alea. Menampilkan senyum terlalu ceria di wajah dan matanya yang dingin.

“Apa yang kaulakukan di sini?”  sinis Alea.

“Apa Arsen tidak memberitahumu? Aku akan menjemputmu di salon dan membawamu untuk makan malam bersama ibu tiriku?”

Alea ingat telah mengabaikan tiga panggilan tak terjawab di ponselnya dari Arsen beberapa saat setelah ia menyelesaikan perawatan kuku. Kenapa akhir-akhir ini kakaknya itu selalu membawa kabar buruk saat menghubungi ponselnya?

“Masuklah.” Alec menggeser tubuhnya ke pojokan menyediakan tempat untuk Alea ketika masuk.

“Aku bisa pulang sendiri,” tolak Alea. Memutar tumitnya untuk mengitari mobil Alec dan menuju pinggiran jalan mencari taxi. Namun, di langkah kedua Alea menghindar, seorang pria bersetelan gelap dan kacamata hitam menghadangnya. Saat menoleh ke belakang pun, Alea dihadang oleh wajah berbeda tapi penampilan yang sama dengan orang pertama. Memaksa langkah wanita itu hanya tertuju pada pintu mobil yang terbuka untuknya.

Alea masih berdiri lama dalam ancaman tanpa suara dari Alec melalui kedua pengawal pria itu. Ia tak bisa membayangkan, apa yang akan Alec lakukan di dalam sana. Pria itu tak henti-hentinya mengambil kesempatan dalam kesempitan terhadap dirinya tanpa melewatkan sedikit pun waktu ketika mereka bersama. Siapa yang tahu tindakan apa lagi yang menunggunya di dalam sana.

“Jika kau tidak punya niat merusak rencanaku, aku pun tidak punya niat apa pun, Alea. Kau bisa memegang janjiku.” Alec meyakinkan Alea dengan keraguan yang tampak jelas menghiasi wajah wanita itu. Dengan ketakutan yang sempat melintasi wajah Alea ketika wanita itu melihat wajahnya, sudah tentu Alea tahu apa saja yang telah ia lakukan terhadap wanita itu selama pingsan kemarin. Semalaman ia tak henti-hentinya mengingat adegan demi adengan dan tak sabar untuk bertemu Alea hari ini. Jika bukan karena pekerjaannya yang menumpuk dan beberapa situasi yang harus ia pahami lebih dalam lagi, mungkin ia akan menghabiskan hari ini dengan melakukan perawatan tubuh yang sama dengan yang dilakukan oleh Alea. Jika ada perawatan tubuh untuk pasangan calon pengantin seperti berendam bersama, tentu lebih baik dan Alec tak akan melewatkannya.

Itu adalah kalimat ancama, bukan kalimat menghibur yang ditujukan untuk menenangkan Alea dari kewaspadaan terhadap bahaya yang mengintai. Tanpa bantahan, Alea masuk dan mengambil tempat sejauh mungkin dari jangkauan Alec. Setidaknya di mobil ada sopir yang akan menjadi saksi kekurang ajaran Alec. Kecuali pria itu tak punya malu dan memaksakan kehendak terhadap dirinya di depan sopir pria itu sendiri. Dan memang pria itu tak punya rasa malu seperti yang Alea perkirakan. Saat mobil mulai memasuki jalanan, Alea tersentak kaget dengan tangan Alec yang tiba-tiba merengkuh pinggangnya dan membawa tubuhnya ke pangkuan pria itu dalam gerakan ringan seolah tubuhnya hanyalah gumpalan kapas.

“Aa ... apa yang kaulakukan, Alec?” Alea meronta dan kedua telapak tangannya berusaha memisahkan tubuhnya dari Alec. Namun, satu tepisan tangan kanan Alec mampu menghentikan rontaan Alea hinggan wanita itu tak berkutip dalam dekapan dan pangkuan Alec. “Lepaskan!” Alea masih mencoba menunjukkan penolakannya lewat suara di saat tubuhnya lemah dan tanpa daya terhadap kekuatan Alec.

“Kau sangat harum.” Hidung Alea mengendus lengan atas Alea yang telanjang karena hari ini Alea tampak sangat seksi, anggun, dan bersinar dengan gaun berwarna emerald. Rambut Alea yang sedikit bergelombang bergerak begitu ringan saat kepala Alea bergoyang. Menguarkan aroma teh yang menenangkan. Bukan wangi khas Alea yang dikenali Alec, tapi wangi kali ini lebih menggoda dan menggelitik nuraninya untuk bertindak lebih dari sekedar endusan.

Kali ini Alea menyalahkan cuaca panas yang membuatnya memilih mengenakan dress tanpa lengan saat berangkat tadi pagi. “Hentikan, Alec! Atau aku akan berteriak?”

Kecupan Alec merambat dari bahu, leher, dan berhenti di telinga Alea lalu berbisik dengan nada menggoda bercampur desahan. “Kauingin berteriak?”

Bulu kuduk Alea meremang, tubuhnya gemetar dan napas panas Alec yang menerpa lehernya terasa membakar. Reaksi asing yang membuat Alea bergidik, menggapai akal sehat, Alea berusaha menyadarkan diri. Tahu Alec tak peduli jika ia berteriak sekalipun untuk menarik perhatian orang di sekitar mereka. Jalanan yang padat dan suara mesin mobil di sekitar pun akan meredam suara teriakannya. “Kumohon.” Alea menampilkan wajah memelas. Menundukkan kepala lebih dalam demi menjauhkan wajah Alec yang masih berkutat di sisi wajahnya dan berusaha memisahkan punggungnya yang menempel di dada Alec.

“Kita belum menikah. Aku ... aku merasa sangat tak nyaman dengan semua ini.” Kali ini permohonan Alea berubah menjadi cicitan.

Alec termangu dengan gemetar ketakutan dari tubuh di pangkuannya. Alec melepas cekalannya di tangan Alea dan menjatuhkannya ke samping.

“Apa kau belum pernah berkencan dengan seorang pria?” tanya Alec.

Alea membuang pandangannya. Satu-satunya pria yang ia cintai sekaligus ia kencani hanyalah Arza. Dan Arsen sudah berpesan bahwa hubungan macam apa pun di antara dirinya dan Arza jangan sampai diketahui oleh Alec atau Arza yang akan menjadi sasaran buruan Alec. Alec sudah menetapkan pilihan padanya sebagai ganti jabatan yang diberikan pada Arsen. Sangat tidak adil untuk Alea. Dan sedikit godaan untuk merusak rencana Arsen terasa sangat menggiurkan, tapi ia tahu ke mana arah kakacauan itulah yang membuatnya menahan diri.

Lalu, bagaimana dengan dirinya? Apakah hidup sebagai pelacur –karena teman tidur rasanya terlalu halus dengan sikap kurang ajar yang sesuka pria itu lakukan padanya- Alec akan membuatnya baik-baik saja? Apakah hatinya akan baik-baik saja?

Alec terkekeh. Telunjuknya menyentuh dagu Alea dan membawa tatapan wanita itu kembali padanya. “Apa kau memang sepolos ini, Alea?”

Meski wajahnya menghadap wajah Alec, Alea tetap tak membuat kontak mata dengan pria itu. Takut Alec bisa membaca atau menafsirkan kebohongan di maniknya. Alea pun bergerak menarik tubuhnya turun dari pangkuan Alec dengan gerakan sehati-hati mungkin dan bersyukur pria itu tak mencegahnya meski tangan kiri pria itu masih menempel di pinggangnya.

“Baiklah, demi menghormati kepolosanmu, aku akan menahan tanganku untuk menjelajahi sudut-sudut tersembunyi tubuhmu. Tapi ...” Alec berhenti sejenak. Tangan kirinya yang berada di belakang punggung Alea kini terangkat menangkup dagu Alea dan mengusapkan ibu jarinya di sepanjang bibir Alea yang merah merekah. “Aku tak bisa berjanji untuk yang satu ini.”

Alea menelan ludah dan berharap gumpalan di tenggorokannya mereda, tapi ketegangan yang diciptakan Alec memiliki dampak lebih besar. Gumpalan di tenggorokannya semakin mengganjal dan menghentikan udara masuk ke dalam paru-parunya. Membuat Alea kesulitan bernapas.

“Bernapaslah, Alea. Kau tak perlu setegang itu.” Tawa Alec sedikit mencemooh. “Mulai sekarang, biasakan dirimu lebih rileks saat bersamaku. Meski kau sangat cantik jika berbentuk patung sekalipun, aku tak suka menjadikan benda mati sebagai wanitaku.”

Alea mengambil napas dalam-dalam tepat ketika Alec menurunkan tangan dari dagunya dan kontan tubuhnya pun beringsut ke pojokan hingga punggung menyentuh pintu mobil. “Kenapa?” Suara Alea bergetar hebat.

“Kenapa?” Alec sedikit memiringkan kepala dengan pertanyaan Alea yang mengandung ketidakjelasan.

“Kenapa kau memilihku sebagai istrimu?” Pertanyaan itu hampir menyembur menjadi sebuah makian jika Alea menaikkan sedikit saja nadanya. Dalam hati pun Alea tetap berharap bisa memaki jika dirinya tidak dikalahkan oleh ketakutan yang mendera hatinya begitu intens terhadap aura Alec. Entah, meski pria itu terlihat bersikap tenang dan terkadang memberinya ancaman-ancaman kecil yang memaksa Alea menuruti kata-kata pria itu. Alea tahu, aura gelap yang ia lihat dari Alec hanya sebagian kecil hal yang sengaja ditunjukkan pria itu.

“Bukankah Arsen sudah memberitahumu?”

“Kau bisa menolaknya jika tidak menyukaiku.”

“Sayangnya, pesonamu cukup menampar keangkuhanku dan membuatku tunduk memuji keindahan wajahmu.”

“Dengan wajahmu, kau bisa mendapatkan wanita mana pun yang kauinginkan dan menginginkanmu.” Alea menekan kata terakhirnya. Sekaligus menjelaskan pada Alec bahwa ia tidak termasuk salah satu deretan wanita yang menginginkan Alec. Meski hatinya harap-harap cemas Alec akan tersinggung dengan kalimatnya. Tetapi, sepertinya pria itu sama sekali tak terpengaruh. Alec malah terdiam, sedikit mengerutkan kening seolah berpikir. Dengan senyum ringan yang menghiasi kedua sudut bibirnya, sudah jelas bahwa pria itu tak peduli dengan penolakan Alea terhadap dirinya.

“Hmm, bagaimana jika kubilang bahwa aku jatuh cinta padamu pada pandangan pertama?”

Alea sudah sangat bosan dengan kalimat familiar yang selalu diucapkan pria-pria yang mencoba mendekatinya. “Saat melihat wajahku untuk pertama kalinya, kebanyakan pria akan mengatakan hal yang sama. Tetapi, tak sungguh-sungguh tahu apa yang mereka katakan. Dan aku sudah terbiasa memaklumi kekeliruan mereka.”

“Lalu, bagaimana jika kukatakan, bahwa semua ini bukan tentangmu Alea.”

Alea membeku. Mendadak aura gelap Alec menciptakan ketegangan yang begitu pekat di ruang tertutup itu.

“Semua ini adalah tentang diriku yang menginginkanmu. Aku tidak diperintah, akulah yang memerintah, Alea. Kenapa aku harus memikirkan cara menjelaskan padamu bagaimana seseorang harus menginginkanku? Bukankah kau yang seharusnya memikirkan cara itu untuk dirimu sendiri?”

Alea tahu ada saatnya ia bersuara ketika diberi kesempatan membuka mulut. Tetapi, sekarang adalah saatnya ia berhenti bersikap seperti anak kecil yang merongrong karena kebebasannya dikekang dan menahan diri dengan segala kerendahan hatinya untuk tak membantah sepatah kata pun kalimat Alec. Hanya itu pilihan yang ditetapkan oleh Alec.

“Dan ... di mana cincin yang kuberikan padamu?”

Dengan gugup, Alea membuka tas tangan yang ada di sampingnya dan mencari-cari benda logam tersebut di salah satu kantong. Arsen sudah memperingatkannya untuk selalu membawa benda itu ke mana pun meski tak harus memakaianya sebelum ia berangkat tadi pagi.

“Apa kau melepaskannya karena sesi perawatanmu tadi?”

Alea hanya terdiam. Menggelengkan kepala hanya akan membuat Alea semakin tersudut, meski ia tahu pasti Alec pasti membaca kebohongannya dengan mudah. Sejak awal ia tak mengenakan cincin itu dan berharap ia memiliki sedikit keberanian untuk menentang kesepakatan kakaknya dan Alec dengan membuang cincin itu ke tempat sampah.

Alec terkekeh. “Sedikit berbohong untuk menyenangkan hatiku tak akan membuatmu mati, Alea. Aku bahkan hampir mengira kau membuangnya dengan sengaja. Maafkan aku.”

Alea menghembuskan napasnya sepelan mungkin. Tak menolak saat Alec mengambil cincin itu dari tangannya dan menyisipkan benda mungil berkilau itu di jari manisnya. Pun menghadiahkan kecupan di punggung tangan Alea untuk mengakhiri sentuhan intim tersebut. Rasa jijik yang ditimbulkan pun tak berani Alea tunjukkan. Alec benar, pria itu tidak diperintah, tetapi yang memerintah. Posisi dan keadaan Alea saat ini tak mampu memungkinkan bagi wanita itu untuk menyangkal.

***

Related chapters

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 7

    Alea mematut pantulan wajahnya di cermin tinggi yang disediakan di ruang ganti. Gaun malam itu sangat indah seperti yang ia sukai. Warna merah gelap dengan hiasan permata di sepanjang lengan, kainnya yang lembut menempel ketat di tubuh bagian atasnya sebelum mengembang jatuh ke pinggang dan kaki membuat Alea tampak sangat cantik seperti biasanya. Hanya saja, belahan samping yang akan memamerkan kaki telanjangnya di samping kananlah satu-satunya hal yang ia sesali. Kulit pahanya tentu akan terekspos begitu jelas saat ia melangkah.“Apa kau sudah siap?” Pantulan tubuh Alec yang bersandar di pinggiran pintu membuyarkan lamunan Alea ketika memikirkan bagaimana cara agar kakinya tak terlalu kelihatan saat ia berjalan nanti. Selalu saja, keberadaan Alec membuat tubuh Alea bereaksi waspada dan ketegangan seketika membuat tulang punggungnya tak nyaman. Ruang ganti yang seharusnya tak bisa dimasuki sesuka hati oleh pelanggan lain pun sama sekali tak memberi batasan pada Al

    Last Updated : 2021-06-26
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 8

    Satu-satunya suara yang memecah ketenangan ruang perawatan itu, adalah bunyi mesin monitor yang secara konstan menampilkan angka dan garis-garis grafik organ tubuh pasien. Mulai dari detak jantung, kadar oksigen dalam darah, dan tekanan darah. Suara detak jantung yang menggemadari mesin itu memastikan bahwa tubuh yang tengah berbaring di kasur masihlah bernapas, meskipun masih begitu betah dengan tidur panjangnya.Alea berjalan mendekat, duduk di kursi samping ranjang. Menyentuh tangan mamanya yang dingin tetapi menyalurkan kehangatan di hati Alea. Merangkul hati Alea dengan kasih sayang khas orang tua yang membuat hati Alea menjadi sejuk dan sangat tenang.Dengan alat bantu pernapasan yang menutupi hidung dan mulut mamanya, dengan mata terpejam erat, dan dengan pipinya yang tirus. Di matanya, mamanya adalah wanita tercantik di dunia. Mamanya adalah sosok hangat, lemah lembut, dan penyayang seperti sebelum kepergian papanya bertahun-tahun yang lalu.Mamanya mema

    Last Updated : 2021-06-27
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 9

    Hari-hari yang berlalu terasa sangat cepat, membuat Alea semakin tersiksa. Dan hari itu akhirnya tiba, menyapa pagi hari Alea seperti mimpi buruk yang baru saja dimulai.Setelah semalam kakak perempuannya, Karen menempelkan masker dan menyuruhnya berendam di bath up dengan kelopak bunga mawar bertebaran memenuhi permukaan air. Pagi itu Alea dibangunkan oleh pelayan yang diperintahkan Karen untuk memastikan bahwa ia tidak bangun terlambat. Tidak perlu dibangunkan, bahkan ia sudah membuka matanya sejak dua jam yang lalu, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut dan berharap selimut tebalnya mampu menyembunyikan tubuhnya hingga hari ini berakhir.Terpaksa mengangkat tubuhnya dari kasur, Alea pun berlama-lama membersihkan diri di kamar mandi. Keluar satu jam kemudian setelah Karen menggedor kamar mandinya dengan panik karena mengira ia jatuh pingsan.“Keributan apalagi ini, Karen?” Alea memasang ekspresi polosnya dan berpura tak tahu penyebab Ka

    Last Updated : 2021-06-27
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 10

    Kepalan sangat keras mengebaskan rasa sakit di telapak tangan Alec. Alea Mahendra. Wanita itu bukan hanya menolak keberadaannya. Melainkan telah menghina dan mempermalukan dirinya di hadapan umum.Dada Alec bergetar, oleh gemuruh kemarahan yang mengaduk-aduk isi hatinya. Tak peduli akan tatapan bertanya tamu undangan yang dipenuhi ekspresi bertanya dengan kedatangan pengantin wanita yang terlambat datang, Alec menuruni altar dan melintasi karpet merah. Berjalan cepat menuju pintu samping kediaman Mahendra. Keamanan di rumah ini memang tak bisa diandalkan. Pertama majikan mereka hampir mati tenggelam di kolam renang. Kedua majikan mereka kabur di hari pernikahan dan tak ada satu pun penjaga yang tahu. Satu-satunya penyesalan Alec adalah memutuskan pernikahan itu di rumah Arsen karena ia berpikir Alea perlu mengucapkan selamat tinggal sebelum membawa pergi wanita itu ke rumahnya.Sialan, wanita itu tak butuh dikasihani. Sedikit saja rasa iba Alec untuk wanita dibayar den

    Last Updated : 2021-06-27
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 11

    “Pergilah. Buat alasan semeyakinkan mungkin untuk mengulur pernikahan ini setidaknya untuk satu dua jam ke depan.”Alec mendengus dan membuang muka dengan keyakinan kuat Arsen untuk membujuknya bahwa pernikahan ini harus tetap terlaksana. Ia sedikit tersentuh dengan kepercayaan diri Alec yang masih terpasang erat di wajah setenang air danau itu. Tetapi tidak semudah itu penghinaan ia lupakan begitu saja.Arsen mengambil tempat duduk di seberang Alec setelah perlu dua kali memberi isyarat pada Arza untuk segera keluar dari ruangan ini dan meninggalkannya sendirian dengan Alec. “Kita tetap pada rencana ini meski sedikit meleset, atau ...”“Atau?” Salah satu sudut bibir Alec tertarik menyeringai sinis. “Kauingin mengancamku? Apa aku perlu mengingatkanmu posisimu saat ini, Arsen? Aku sama sekali belum menandatangani kesepatakan kita.”“Ya, itu mengijinkanku untuk membuat kesepakatan dengan pihak lain. Kupi

    Last Updated : 2021-06-27
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 12

    “Jangan!” jerit Alea dengan air mata yang mulai merebak. Wajahnya pucat dan matanya menatap ngeri ke arah Alec yang ada di atas tubuhnya. “Kumohon, jangan lakukan ini padaku.”“Apa yang membuatmu berhak memerintahku, Alea?”“Aku ... aku akan menikah denganmu. Maafkan aku.”“Semua sudah terlambat. Kau sudah mengacaukan pernikahan kita dan mempermalukan keluargaku dengan cara paling hina. Aku tak pernah merasa sehina ini seumur hidupku.”“Aku mohon ... aku minta maaf. Aku bersalah padamu dan aku menyesal.”“Permohonan, permintamaafan, rasa bersalah, dan penyesalanmu. Sepertinya semua masih tak sebanding dengan penghinaan“Kali ini saja, tolong ampuni aku, Alec. Aku akan memberikan tubuhku untukmu dengan sukarela. Tapi ...”“Aku harus menikahimu lebih dulu?” cemooh Alec dengan dengusan sinisnya.Alea mengangguk putus asa. Arsen be

    Last Updated : 2021-06-29
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 13

    Kepedihan di manik Arza sama besarnya dengan yang Alea rasakan. Pria itu berpaling membawa semua kehancuran di hatinya. Memendamnya dalam-dalam di dasar hatinya adalah satu-satunya pilihan yang ia miliki. Ia tak memiliki apa-apa sebelum keluarga ini menerima dirinya dengan tangan terbuka. Memberinya tempat tinggal dan sebuah kehidupan. Sudah seharusnya ia menahan hatinya kuat-kuat agar tak kehilangan keluarganya.“Apa acaranya sudah usai?” Alea berucap gugup dengan wajahnya yang tiba-tiba memucat menatap punggung Arza menjauh. “Aku ... aku ingin kembali ke kamarku.”“Pergilah. Aku perlu menyapa temanku.” Alec mengangguk singkat menyadari keberadaan Roy yang tampak menundukkan kepala menjaga kesopanan karena melihatnya mencium Alea di tempat umum seperti ini. Di saat para sanak saudara dan tamu yang masih menikmati hidangan di sekitar meja Alec dan Alea.Alea bangkit berdiri dan meninggalkan pesta melewati jalanan setapak berba

    Last Updated : 2021-06-30
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 14

    Resepsi berlangsung dengan sangat meriah. Semua tamu undangan berasal hanya dari kalangan elit dan artis-artis ternama, yang meskipun dibatasi hanya beberapa undangan penting, tetap saja para tamu memenuhi aula gedung Cage Group yang luas.Alea memasang senyum palsu dengan sikap enggan. Kebanyakan para tamu yang sering ia jumpai, adalah konglomerat yang sudah sering menyatakan cinta padanya. Senyum mereka tak benar-benar tulus saat memberikan selamat padanya. Dan ia yakin para gadis yang bergerombol di beberapa sudut juga tengah mengobrolkan dirinya. Dari wajah mereka sudah jelas yang mereka bahas hanyalah kejelekannya.“Kau benar-benar menikah?” Suara wanita cantik dengan gaun menyentuh lantai berwarna hitam yang menampakkan belahan kaki dan seluruh kulit telanjang punggungnya, menyapa Alec. Rambutnya yang bergelombang dicat merah dan dibiarkan terurai, dengan hiasan mutiara berwarna hitam yang disusun membentuk gelombang. Wanita itu melirik sinis ke arah

    Last Updated : 2021-07-03

Latest chapter

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   New Story (Saga & Sesil)

    “Jadi, hari ini kau mempunyai seorang tunangan?” Saga menoleh, menutup pintu ruang rawat Sesil, dan menemukan tangan kanan sekaligus kepercayaannya itu berdiri bersandar di dinding samping pintu, Alec Cage. Dengan kedua tangan bersilang di depan dada dan kaca mata hitam tersampir di kepala. Jaket, kaos, jeans dan sepatu serba hitam, cukup mencolok di dinding rumah sakit yang berwarna putih. “Dan besok aku akan menjadi seorang suami. Tak terduga, tapi cukup menyenangkan, bukan.” “Dia bahkan sama sekali tidak mendekati kriteria wanita yang akan kau lirik, apalagi untuk ditiduri.” “Kau melakukan pekerjaanmu dengan sangat baik, Alec. Cincinnya sangat pas di jarinya.” “Dalam hati, aku mengingkari keputusanmu, Saga. Tapi aku tak pernah mampu mempertanyakan keputusanmu.” “Aku tahu.” “Kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan dari pria itu. Tidak seharusnya kau melakukan ini pada tunangannya.” Saga menelengkan kepala menatap Alec, se

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Extra Part

    Alec memegang tangan di dalam genggamannya. Basah dan licin. Meremas tangannya begitu kuat. Sekuat tenaga yang mampu dikerahkan. Wajah basah yang dipenuhi peluh itu menoleh ke arahnya. Alec menyematkan dukungan lewat tatapannya. Mempersembahkan cintanya yang begitu besar lewat sinar di matanya. Alea membalasnya dengan seulas senyum tipis di wajahnya yang pucat.Ia ingin penderitaan ini cepat berakhir. Ia benci melihat Alea tidak berdaya seperti ini. Pun dengan kerapuhan wanita itu yang ternyata menyimpan kekuatan teramat besar. Alec memohon semua ini bisa cepat berakhir.Harapannya terkabul. Satu dorongan yang begitu kuat, kemudian kepala Alea terhentak ke belakang, dan kemudian suara tangis bayi bergema memenuhi ruangan.“Aku berhasil,” gumam Alea sangat lirih dengan mata terpejam.Alec menunduk. Mengecup kening Alea yang basah dengan kecupan yang sangat dalam seraya mengangguk. “Ya, kau berhasil melakukannya.”

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 52 (End)

    “Semuanya baik-baik saja. Hanya tekanan dalam perut. Tidak ada darah dan bukan kontraksi ataupun tanda-tanda keguguran.” Alea nyaris menangis lega mendengar penjelasan dokter.“Sebaiknya sang ibu menghindari tindakan-tindakan keras semacam ini lagi. Beruntung tidak terjadi kecelakaan yang serius,” lanjut sang dokter setelah menanyakan tentang rambut berantakan Alea dan sudut bibir wanita yang sedikit robek. Juga luka cakaran di lengan.Alea meringis menahan malu. Mengelus rambut di samping kepalanya mencari kesibukan.“Baik, Dok.”“Suami harus tetap membuat keadaan mood ibu hamil tetap stabil. Tekanan dan stres juga bisa memanding kontraksi yang tidak kita inginkan.”Sekali lagi Arza mengangguk.Dibantu Arza untuk turun dari ranjang pasien. Saat itulah ia baru menyadari tidak membawa sepatu. Sepatunya entah hilang di mana dalam pertarungannya dengan Naina. Tadi Arzalah yang menggendongnya naik

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 51

    Setelah merengek beberapa kali kalau kakinya pegal dan tak kuat berdiri lebih lama lagi, akhirnya Alec mengijinkan Alea pergi ke dekat kolam renang untuk beristirahat. Satu-satunya tempat di rumah ini yang sepi dari tamu undangan.Alea duduk di pinggiran kolam, merendam telapak kakinya yang pegal. Dan udara malam yang berhembus, seketika melenyapkan kegerahannya.Ternyata wanita bernama Sesil itu bukan siapa-siapa, tak henti-hentinya Alea tersenyum mengingat fakta tersebut. Mengulang momen ketika Alec berkata, ‘Apa aku pernah mengatakan itu anakku?’Rasanya dada Alea mengembang dan ingin meledak.‘Bolehkah ia sedikit berharap pada hubungan mereka?’Berharap bahwa Alec memang begitu peduli padanya. Bukan sebagai istri. Bukan sebagai pengandung anak pria itu.‘Apakah harapannya terlalu berlebihan?’Alea takut jika harapannya yang terlalu tinggi, rasa kecewa yang akan didapatkannya saat terhem

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 50

    Alec pulang lebih malam dan Alea masih duduk di sofa menonton televisi. Pria itu mengambil remote TV dan langsung mematikannya.“Sudah malam, Alea. Pergilah tidur.”“Aku masih ingin menonton.”Alec menatap Alea sejenak. “Naiklah ke tempat tidur dan hanya lima belas menit.”Alea ingin membantah, tapi ia memilih diam dan menurut. Berpindah ke tempat tidur.Alec menyalakan TV kembali dan meletakkan remotenya di nakas samping Alea.“Apa kau sudah minum vitaminmu?” Alec membuka laci tempat tablet vitamin Alea disimpan. Memastikan jumlahnya berkurang.Alea mengangguk meski tahu pria itu pasti sudah tahu dari laporan pelayan.Alec memasukkan kembali tablet di tangannya ke nakas. Melonggarkan dasinya ketika hendak membalikkan tubuh.“Alec?” Alea menahan lengan pria itu.Alec menoleh.Alea diam sejenak. “A-apa ... kau akan memiliki anak dengan wanita

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 49

    “Bangun, Alea.”Alea hanya diam ketika Alec menggoyangkan pundak untuk membangunkannya.“Kau harus makan.” Alec tahu wanita itu berpura-pura tertidur. Ia bahkan sudah hendak naik ke mobilnya untuk berangkat ke kantor ketika pelayan melaporkan bahwa Alea tidak memakan makan pagi di saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Yang seharusnya sudah satu jam yang lalu wanita itu menghabiskannya, saat ia masih disibukkan panggilan di ruang kerja.“Apa kauingin makan dari mulutku seperti anak kecil?”Mata Alea membuka, seketika dia bangun terduduk.Alec duduk di pinggir kasur dan mulai menyuapkan satu sendok nasi ke mulut Alea. Entah apa yang membuatnya melakukan hal itu di saat ia sudah sangat terlambat untuk pergi ke kantor, dan bukannya malah membujuk istrinya yang tengah merajuk. “Buka mulutmu.”“Aku bisa makan sendiri.” Alea mengambil piring nasi di tangan Alec.Alec membiarkan

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 48

    “Sepertinya pergelangan kaki istrimu terkilir di kolam renang, Alec,” beritahu Jean Cage ketika Alec masuk ke kamar.Alec duduk di pinggiran ranjang menggantikan Jean Cage, memeriksa pergelangan kaki kanan Alea dan menyentuhnya pelan lalu mendengar ringis kesakitan Alea. “Apakah sakit sekali?”Alea mengangguk.“Sebelah sini?” Alec menekan dengan hati-hati. Mencari pusat rasa sakit tersebut.Sekali lagi Alea mengangguk.Alec kembali mengamati pergelangan kaki Alea dengan lebih teliti. Kemudian menyentuhnya dengan kedua tangan di atas dan bawah, dan secara tiba-tiba menekannya ke arah yang tepat dengan gerakan yang secepat kilat dan perhitungan yang pasti. Ia sudah sering kali mengalami dan menangani kaki atau tangannya yang terkilir, tentu saja hal seperti ini tidak ada artinya.Alea menjerit, tersentak kaget dengan rasa sakit yang lebih besar seperti menghantam pergelangan kakinya dengan keras, sebel

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 47

    “P-perutku,” tahan Alea ketika Alec nyaris menimpakan seluruh tubuh pria itu di atasnya.Alec langsung mengangkat tubuhnya, menyentuh perut Alea dengan hati-hati. “Apakah sakit?”“Sedikit.” Alea mengangguk pelan. “Lakukan dengan pelan-pelan.”“Katakan jika aku membuatmu tak nyaman.”Ada sesuatu yang berbeda dalam keintiman mereka kali ini. Penyerahan Alea yang sepenuhnya menjadi miliknya. Semua sentuhan, kecupan, ciuman, dan rayuan wanita itu dipersembahkan untuknya. Setiap tetes keringat wanita itu karena demi kesenangannya.Alec belum pernah merasakan kepuasan sebesar ini terhadap diri Alea. Keduanya saling memuaskan satu sama lainnya. Bersama-sama memberi kepuasan untuk yang lain. Juga untuk diri mereka sendiri. Mencapai puncak bersama dan saling menjeritkan nama yang lain. Dalam gelombang kenikmatan yang meledak dan berakhir dengan desahan puas.Tubuh Alec jatuh di atas Alea. Me

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 46

    Alec menghambur ke arah Alea dalam dua langkah yang lebar, menyambar pergelangan tangan wanita itu terlalu kuat lalu menyeretnya keluar balkon. Menyeruak di antara kerumunan para tamu yang menatap keduanya penuh ingin tahu. Mengabaikan rintih kesakitan wanita itu ketika melintasi lorong menuju lift. Begitu pintu lift terbuka, Alec mendorong Alea lebih dulu dan Naina menyusul.Naina terlihat sangat gembira dengan adegan yang terpampang di hadapannya. Kilatan licik tak henti-hentinya melintasi bola mata gelap wanita itu. mencari sudut terbaik melihat ekspresi tersiksa Alea.Alec mengeluarkan kunci dari saku jasnya dan langsung memasukkannya ke lubang di bawah deretan angka. Alea mengenali kunci itu seperti yang dimiliki Arsen. Lift itu meluncur turun dengan sangat mulut tanpa hambatan. Tak akan berhenti hingga sampai di lantai yang tuju. Dan tentu saja tak akan ada seorang pun yang akan merecoki amarah Alec terhadap Alea.“Sakit, Alec,” rintih Alea men

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status