Share

Part 13

last update Last Updated: 2021-06-30 18:15:48

Kepedihan di manik Arza sama besarnya dengan yang Alea rasakan. Pria itu berpaling membawa semua kehancuran di hatinya. Memendamnya dalam-dalam di dasar hatinya adalah satu-satunya pilihan yang ia miliki. Ia tak memiliki apa-apa sebelum keluarga ini menerima dirinya dengan tangan terbuka. Memberinya tempat tinggal dan sebuah kehidupan. Sudah seharusnya ia menahan hatinya kuat-kuat agar tak kehilangan keluarganya.

“Apa acaranya sudah usai?” Alea berucap gugup dengan wajahnya yang tiba-tiba memucat menatap punggung Arza menjauh. “Aku ... aku ingin kembali ke kamarku.”

“Pergilah. Aku perlu menyapa temanku.” Alec mengangguk singkat menyadari keberadaan Roy yang tampak menundukkan kepala menjaga kesopanan karena melihatnya mencium Alea di tempat umum seperti ini. Di saat para sanak saudara dan tamu yang masih menikmati hidangan di sekitar meja Alec dan Alea.

Alea bangkit berdiri dan meninggalkan pesta melewati jalanan setapak berbatu yang mengarah ke pintu samping rumah. Beberapa kali wanita itu berhenti sejenak ketika beberapa orang menyapa.

Setelah Alea beranjak, Alec memutar kepalanya ke belakang. Mengikuti arah pandangan Alea yang sempat tertangkap oleh sudut matanya sesaat sebelum ia melepaskan lumatannya. Tentu ada alasan dengan kepucatan yang tiba-tiba terlihat di mata Alea, kan?

Kening Alec sedikit berkerut ketika pandangannya tak menemukan apa pun selain punggung seorang pria yang sepertinya adalah kakak Alea. Arza? Satu-satunya anggota Mahendra yang sepertinya tak repot-repot bersikap ramah padanya. Alec akui pukulan pria itu cukup keras hingga mampu mematahkan hidungnya jika ia terlambat menghindar. Apakah pria itu berlatih bela diri?

“Tuan.” Roy yang sudah berada di samping Alec bersiap membuka mulut untuk mengucapkan kepentingannya datang kemari.

“Apa Saga sudah datang?”

Mata Roy melebar karena terkejut dengan pertanyaan Alec. Ia baru saja ingin memberitahu bahwa Saga Ganuo sudah menunggu di dalam kediaman Mahendra. Yang tampaknya sudah diketahui bosnya.

Alec pun berdiri dan mengikuti jalan pintas yang diarahkan Roy ke samping bangunan tempat Alea menghilang beberapa saat yang lalu. Tapi ia berbelok ke arah yang berbeda. Menuju ruang santai keluarga Mahendra yang sudah diamankan oleh beberapa pengawalnya. Sepertinya ini satu-satunya ruangan yang mengarah langsung ke halaman belakang.

“Kau terlambat.” Alec mendekati Saga yang berdiri di dekat jendela kaca satu arah. Mengamati para tamu yang tengah sibuk bercanda tawa. Kehangatan semacam itu tak pernah ada di pesta yang ia ataupun Saga datangi. Tapi sepertinya hidup Saga sudah cukup panas dengan Sesil di ranjang pria itu. Mungkin juga dengan dirinya. Alec tak sabar cepat-cepat menyelesaikan urusan di sini. Ia mungkin masih sempat mendatangi kamar Alea sebelum acara resepsi nanti malam, dan menyempatkan diri mencicipi wanita itu untuk menahan hasrat yang akan sepenuhnya ia tuntaskan khusus untuk malam pertama mereka.

“Tak penting bagiku datang tepat waktu. Aku akan tetap menjadi tamu gelapmu,” jawab Saga tanpa melepas tatapan matanya dari halaman belakang.

Alec mengangkat bahu. “Aku hanya tak suka reaksi berlebihan dari tamu-tamuku jika tahu aku ... mengenalmu.” Alec sempat mengerutkan kening mencari kata yang tepat untuk mendefinisikan hubungan mereka. “Meski perusahaan ayahku sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan dunia kita. Aku perlu menjaga reputasiku sebelum benar-benar memegang kendali Cage Group.”

Tujuh tahun mengenal Saga dan bekerja sebagai kaki kanan pria itu adalah hobi yang keluarganya ingkari. Mereka menyembunyikan fakta bahwa putra tunggal mereka berada di negara yang sama meski dengan dunia yang berbeda. Ayahnya mengatakan terlalu nista mengakui bahwa penerus sah Cage mempunyai pekerjaan tambahan sebagai preman jalanan. Ia tak akan mengingkari, hobinya membutuhkan tantangan besar yang membutuhkan banyak keberanian. Memacu adrenalin dan terkadang membahayakan nyawa. Apa bagusnya hidup tanpa sedikit bersenang-senang.

Dan setelah beberapa minggu menggantikan posisi ayahnya, mengenal beberapa relasi dan para dewan direksi. Ia tahu alasan ayahnya menutupi sisi gelap hidupnya itu. Karena tak ingin mendapatkan gangguan-gangguan dari tikus-tikus yang berpikiran sempit dengan sesuatu yang tak mereka pahami. Setidaknya itu adalah sedikit bentuk perhatian yang diberikan ayahnya yang baru ia sadari.

“Mereka tak akan berani membuka mulut.”

“Terkadang ada beberapa orang yang memilih menggunakan mulutnya ketimbang otaknya, Saga. Dan itu membuang waktuku.”

“Ya, ya, terserah kau. Apa kau melihat Sesil? Aku sudah datang, jadi sekarang waktunya pulang.” Saga mencari keberadaan istrinya yang beberapa saat lalu meminta ijin untuk ke kamar mandi. Tapi Saga tahu wanita itu tidak ke sana. Mungkin sedang menjelajahi lantai dua untuk bertemu dengan istri sah Alec.

Tanpa ucapan selamat, Alec tak mengherankan hal tersebut. Kedatangan Saga sudah cukup sebagai bentuk ucapan selamat sebagai rekan sejawat. “Dia bersamamu?”

“Ya, dia melihat undangan pernikahanmu dan memaksa datang. Dia ingin tahu apa kau juga menipu pengantin wanitamu, juga.” Saga terkekeh.

Alec berdecak. “Istrimu benar-benar tak tahu cara berterima kasih. Aku memberinya kebaikan dan prasangka semacam itu yang tertanam di otaknya?” tanya Alec tak percaya. “Aku bukan penipu sepertimu.”

“Kau penguntit?”

“Aku melakukan apa yang perlu kulakukan. Dan seingatku itu semua selalu berhubungan denganmu.”

“Kau menguntitnya.”

Alec terbungkam. Alec mengenal Saga dengan sangat baik, dan dari mana Saga tahu ia menguntit Alea adalah pertanyaan paling tolol yang akan keluar dari mulutnya. Seumur hidupnya. “Setidaknya aku tidak meletakkan cctv tersembunyi di kamar mandi.”

Saga berdecak tak suka tapi tak menyangkal. “Sekarang, melihatnya secara langsung ternyata lebih menggairahkan?”

Alec mendengus.

***

Alea berhenti ketika mendengar suara orang muntah dari arah pintu kamar mandi di bawah tangga. Alea mencari seseorang di sekitar dan tak melihat siapa pun. Ia pun melangkah mendekat dan mengetuk pintu tersebut berniat menawarkan bantuan. Karena sepertinya orang tersebut sedang menahan kesakitan.

Tak ada jawaban, sekali lagi Alea mengetuk pintu tersebut dan suara mual serta benda jatuh membuat Alea terpaksa membuka pintu tanpa ijin.

Alea melihat seorang wanita duduk bersimpuh di depan toilet dan mulutnya mengeluarkan benda cair. Alea bergegas duduk di samping wanita itu dan mengelus punggungnya. “Apa kau baik-baik saja?”

Wanita itu sepertinya tak punya tenaga untuk menjawab pertanyaan Alea dan menggelengkan kepala sebagai jawaban. Setelah dua kali kembali memuntahkan isi perutnya, wanita itu berdiri dengan bantuan Alea dan mencuci wajahnya di wastafel. “Maaf merepotkanmu,” ucap wanita itu  tak enak hati. “Hormon kehamilan yang tak bisa dihindari,” jelasnya lagi.

Alea mengangguk mengerti sambil menyodorkan handuk bersih yang ada di laci dengan senyum simpulnya. “Apa kau keluarga Alec?”

“Hmm ... bisa dibilang begitu,” jawab wanita itu tak yakin. Lalu matanya membelalak terkejut ketika menyadari pakaian yang dikenakan Alea adalah gaun pengantin. “Kau pengantin wanita Alec?”

Alea tetap mengangguk meski keningnya berkerut karena wanita itu tak mengenali dirinya. Meski ia tak mengenal seluruh keluarga Alec, setidaknya mereka tentu melihatnya ketika berdiri di altar dan mengucapkan janji pernikahan, kan. Atau memang wanita itu memang sibuk mengosongkan isi perut. Alea bisa memaklumi.

“Perkenalkan, namaku Sesil.” Wanita itu mengulurkan tangannya dengan semangat.

***

“Pria itu.” Telunjuk Saga mengetuk dua kali di kaca tepat depan wajahnya. Matanya sedikit memicing ketika menatap lekat-lekat salah seorang di antara kerumunan para tamu.

Alec mengikuti arah pandangan Saga. “Dia kakak laki-laki ke dua Alea. Arza Mahendra.”

“Benarkah? Kupikir aku pernah melihatnya.” Kening Saga berkerut dalam. Menunjukkan bahwa pria itu berusaha menggali sesuatu yang terpendam di ingatannya.

“Keluarga Alea sama sekali tak tahu menahu dunia kita. Mungkin lebih tepatnya tak ingin tahu. Arsen mengendalikan perusahaan dan keluarganya dengan baik. Berada di jalur yang lurus dan membosankan, itulah sebabnya dia sangat dekat dengan ayahku.”

“Dan memercayakan kendali CGH padanya. Sepertinya dia bukan orang biasa.”

Alec mengangguk dan tak bisa menyangkal. Karena Arsen CGH bisa melewati krisis dengan baik. Dan bahkan sekarang mereka memiliki cabang-cabang baru hampir di setiap kota yang diketahui olehnya setelah ia kembali. Hotel mereka tak pernah sepi pelanggan. Dan tak jarang memerlukan waktu lebih dari dua bulan untuk bisa menikmati segala kemewahan yang tersedia di MH. “Meski ada kemungkinan mereka mendengar selentingan kabar gelap tentang kita, dia akan memilih acuh. Dia bukan tipe orang yang repot-repot mengotori tangannya,” kata Alec kembali ke pembahasan utama.

“Apa dia tahu apa yang ada di belakangmu?”

“Dia mengatakan tak peduli, tapi aku tahu dia tahu. Mungkin itu alasannya memilih cara aman dengan menyerahkan adiknya padaku. Karena aku bisa menjadi perisai jika ada masalah dengan perusahaan suatu saat nanti. Atau memerlukan bantuanku. Bisnis tak pernah sesuci yang ada di media, bukan. MH tetap berada di bawah naungan perusahaanku meski ... aku sudah menukarnya dengan istriku secara sah.”

“Dan tak biasanya kau membiarkan seseorang mengambil keuntungan darimu.”

Alec bergeming sejenak. “Mungkin, cepat atau lambat aku memang harus menikah. Dan adiknya bukan pilihan yang buruk.”

“Ck, akui saja kau sudah merasa bosan dengan wanita-wanita yang memujamu, Alec. Aku pernah melewati masa membosankan seperti itu juga.”

“Aku tak akan berakhir sepertimu,” jelas Alec penuh keyakinan. Ia tak akan menyerahkan hatinya untuk wanita hanya karena terobsesi terhadap keindahan tubuh wanita.

“Ah, jadi kau berniat bermain-main di belakangnya? Atau secara terang-terangan? Apa itu sudah ada di perjanjian pra-nikah kalian?” Kali ini Saga memutar kepala dan menatap wajah Alec secara langsung. Melihat kata-katanya yang tampak mulai memengaruhi pikiran pria itu.

Alec tertegun. Ya, ia memang tak berniat berakhir seperti Saga yang sudah menetapkan hatinya pada satu wanita. Tapi ia sama sekali tak meniatkan dirinya untuk bermain-main dengan wanita lain di belakang Alea. “Tidak. Tidak seperti itu. Tapi, mungkin ... sedikit berbeda dengan caramu. Kami tidak akan melibatkan perasaan. Ini hanya ... semacam ... kesepakatan untuk berhubungan badan secara sah.”

“Itu nama lain pernikahan,” koreksi Saga. “Seorang Alec Cage menyempatkan waktunya hanya demi merepotkan diri dengan menyetiakan tubuhnya pada satu wanita. Yang pasti hatimu sudah ada di antara kedua kakinya. Begitu?”

“Sialan kau, Saga!”

Saga terkekeh. Kepalanya kembali berputar ke arah jendela kaca. “Well, apa pun namanya, seks tak pernah jauh dari kepala pria. Pernikahan atau apa pun itu semuanya tak lebih dari basa-basi.”

“Ya, kau benar.” Alec tak membantah.

Saga melirik jam di pergelangan tangannya lalu menoleh ke belakang.  Menginstruksikan salah satu pengawal yang berdiri paling dekat dengannya dan berkata, “Cari istriku sekarang.”

“Dia memiliki kulit yang sedikit gelap. Secara fisik sepertinya dia tidak memiliki hubungan darah dengan istrimu,” ucap Saga kemudian setelah keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing.

Alec tak langsung membuka suara. Matanya kembali terpusat pada Arza yang berdiri dengan sepasang paruh baya dan mengamati apa yang telah terlewat olehnya. Perbedaan kulit yang mencolok yang Alec lewatkan. Arsen, Karen, dan Alea memiliki kulit putih bersih. Bentuk wajah dan mata mereka meski memiliki kelebihan dengan caranya masing-masing, sekilas mereka tampak mirip. Tapi Arza, kulit bersih pria itu berwarna sedikit kecoklatan. Wajah tampannya sama sekali tak menunjukkan kemiripan sedikit pun dengan ketiga saudaranya yang lain. Alec pikir karena Arza mungkin lebih mirip Mahendra senior daripada Natasya Mahendra. Meski wajah Arza tak mirip dengan mereka berdua.

Dia juga sudah menyuruh seseorang untuk menyelidiki Arza sejak Alea datang ke kantornya dan melihat pria itu untuk pertama kalinya lewat cctv. Tak ada yang mencurigakan dari semua dokumen-dokumen tentang Arza. Pria itu anak ketiga keluarga Mahendra yang lahir tiga tahun lebih dulu daripada Alea. Berkas riwayat hidup pria itu semuanya tertulis dengan detail di mejanya dan tak ada satu pun yang mencurigakan. Bahkan memiliki catatan yang sama bersihnya dengan Alea, yang tadinya memang Alec pikir Arza dan Alea adalah tipe anak penurut dan tak banyak menuntut. Sifat itulah yang mungkin membuat Arza dan Alea begitu dekat, meski kedekatan tersebut terasa mencurigakan.

“Arsen sangat lihai melindungi keluarganya. Data keluarga mereka tersimpan dengan sangat baik. Tak mudah mendapatkannya,” gumam Alec.

“Tak mudah bukan berarti tak bisa, Alec.” Saga mengingatkan. “Aku hanya mengungkapkan kecurigaanku. Karena biasanya kecurigaanku tak pernah meleset, kan.”

Alec masih tertegun mencerna kalimat Saga.

“Tapi bukan berarti dia ancaman bagimu. Dia iparmu dan bukan masalah meski dia anak tiri atau sekedar anak angkat, kan? MH berada berada di bawah naunganmu.”

Alec mengangguk sekali. Memilih memikirkan masalah ini di lain waktu.

“Saga?” Panggilan dari arah belakang membuat Alec dan Saga menoleh bersamaan. Seorang wanita dengan gaun berwarna peach tanpa lengan selutut muncul dengan senyum simpul. Dan senyum itu berubah dingin ketika bertatapan dengan Alec.

“Kenapa kau terlihat murung, Sesil. Apa kau sudah berkenalan dengan istriku?”

“Kau menipunya untuk menikah denganmu,” cemooh Sesil.

 “Tidak. Kau salah.” Alec mengangkat tangan ke hadapan Sesil dan menggoyangkannya. “Aku bukan suamimu. Kau tak bisa menyamakanku dengannya,” sindir Alec sambil melirik ke arah Saga.

“Apa kaubilang?!” sergah Saga dengan mata melotot penuh peringatan ke arah Alec.

“Aku tidak melihat kerelaan di wajahnya seperti yang seharusnya pengantin perlihatkan. Aku bahkan tak melihat sedikit pun senyum di matanya.”

Alec tertawa. “Mungkin dia terlalu lelah, Sesil. Kenapa kau tidak datang lebih awal untuk melihatnya mengucapkan kata aku bersedia saat pendeta mengesahkan pernikahan kami? Dengan mata kepalamu sendiri. Dan aku bisa menjamin dia tidak kehilangan ingatannya seperti saat  ...”

“Diamlah, Alec,” sergah Saga mulai kesal. Tangannya meraih pinggang Sesil dan berkata, “Kita pulang sekarang.”

“Tapi ...”

“Alec membeli istrinya dengan uangnya sendiri. Dan itu bukan urusan kita.”

“Aku tidak membelinya!” protes Alec tak terima.

“Dia menukarnya dengan perusahaan perhotelan miliknya yang diwariskan oleh ayahnya,” ulang Saga mengoreksi.

“Apa?!” Mata Sesil sepenuhnya melotot dan hampir keluar. Kemudian bibir berdecak dengan kedua lengan di depan dada dan menatap penuh cemooh ke arah Alec. “Ck ck ck. Beberapa orang terlahir dari keluarga sukses dan hanya perlu melanjutkan usaha keluarganya meski dia adalah berengsek mesum. Dan ada keluarga lain yang terpaksa menjual putri kesayangan mereka untuk bertahan hidup. Kupikir kau punya sedikit nurani untuk memanusiakan manusia, Alec. Ternyata aku keliru.”

Alec terhuyung ke belakang. Syok mendengar ceramah penuh celaan Sesil. Beruntung wanita itu sedang hamil.

“Beruntung kau cepat memecatnya, Saga. Atau kejelekannya akan menular padamu.”

“Aku mengundurkan diri!”

“Karena tahu Saga akan memecatmu.”

Alec menahan geramannya. Tatapannya naik ke arah Saga yang tampak memilih bungkam dan menikmati Sesil yang mencecarnya dengan semua jenis kecaman. Dan dia bersumpah melihat senyum tersamar di sudut bibir Saga. Sialan pria itu!

“Kita pulang sekarang, Saga.” Sesil berbalik dan mengalukan lengannya di lengan Saga setelah merasa puas mengeluarkan keluh kesahnya. Menarik pria itu untuk segera pergi dari rumah ini.

“Ya, pulanglah,” usir Alec. “Aku pastikan akan datang untuk membalas kebaikanmu hari ini saat kau melahirkan kedua keponakan perempuanku.” Dan Alec menyesal melemparkan balasan itu pada Sesil. Karena setelahnya vas bunga yang dijadikan hiasan di meja melayang ke arahnya. Hampir memecahkan kepalanya jika ia tidak menghindar tepat waktu.

***

Related chapters

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 14

    Resepsi berlangsung dengan sangat meriah. Semua tamu undangan berasal hanya dari kalangan elit dan artis-artis ternama, yang meskipun dibatasi hanya beberapa undangan penting, tetap saja para tamu memenuhi aula gedung Cage Group yang luas.Alea memasang senyum palsu dengan sikap enggan. Kebanyakan para tamu yang sering ia jumpai, adalah konglomerat yang sudah sering menyatakan cinta padanya. Senyum mereka tak benar-benar tulus saat memberikan selamat padanya. Dan ia yakin para gadis yang bergerombol di beberapa sudut juga tengah mengobrolkan dirinya. Dari wajah mereka sudah jelas yang mereka bahas hanyalah kejelekannya.“Kau benar-benar menikah?” Suara wanita cantik dengan gaun menyentuh lantai berwarna hitam yang menampakkan belahan kaki dan seluruh kulit telanjang punggungnya, menyapa Alec. Rambutnya yang bergelombang dicat merah dan dibiarkan terurai, dengan hiasan mutiara berwarna hitam yang disusun membentuk gelombang. Wanita itu melirik sinis ke arah

    Last Updated : 2021-07-03
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 15

    Dalam satu jam, semua perintah Jean Cage dilaksanakan dengan cepat dan tanggap. Semua pengawal dan pelayan melakukan tugas mereka tanpa hambatan sedikit pun. Dan di sinilah saat ini Alea berada. Di ruang tidur Alec, yang sudah dihias dengan segalam macam pernak-pernik khas kamar pengantin baru.Bunga-bunga hampir di setiap meja dan sudut kamar. Kelopak bunga mawar yang disebar di seluruh ranjang. Dan lampu kamar yang diatur dengan cahaya temaram. Alea mengalihkan pikirannya dari segala macam hiasan di kamar. Tampak gugup menatap penampilannya di depan cermin.Matanya terpejam ketika membuka jubah tidurnya dan melihat tubuhnya yang hanya berbalut kain tipis berenda berwarna peach. Kain itu sama sekali tak menutupi kulitnya sedikit pun. Desahan keras lolos dari bibirnya dan jantungnya berdegup dengan kencang. Tak mampu membayangkan apa yang akan dilakukan Alec pada tubuhnya.Kilasan ketika Alec mendorong tubuhnya berbaring di meja kerja pria itu kembali melintas.

    Last Updated : 2021-07-05
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 16

    Rasa sakit dan remuk di seluruh tulang-tulangnya membangunkan Alea dari tidurnya yang terlalu lelap. Ia tahu di mana dirinya berada dan dengkur halus siapa yang berhembus di ujung kepala bagian belakangnya. Sambil menahan ringisan karena rasa nyeri yang berpusat di pangkal paha, Alea berusaha memindahkan lengan Alec yang melingkari pinggangnya sepelan mungkin. Mendesah lega melihat Alec yang masih terlelap dalam tidurnya ketika berhasil duduk dan memisahkan tubuh dari Alec.Alea memegang selimut menutupi ketelanjangannya hingga di dada, kepalanya melongok ke lantai mencari kain di sekitarnya. Bersyukur jubah tidurnya teronggok tak jauh dari kakinya. Setelah mengenakan kain untuk menutupi kulitnya, Alea turun dari ranjang dengan hati-hati. Kepalanya menoleh ketika mendengar getar ringan dari arah nakas sebelum ia sempat berdiri. Ia pun memungut benda persegi berwarna merah muda tersebut dan berdiri. Rasa sakit di antara kedua kaki membuat Alea sedikit kesusahan mencapai pintu

    Last Updated : 2021-07-05
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 17

    Alea menatap ponselnya dengan muka terlipat ke bawah. Ia tak bisa menghubungi siapa pun, tapi itu lebih baik daripada Arsen yang akan terus merecokinya dengan berbagai pertanyaan yang menyebalkan. Lalu, bagaimana ia bisa bicara dengan Arza? Mungkin ia akan ke kantor Arsen dan mengajak Arza untuk membeli ponsel baru.“Aku akan membelikanmu ponsel baru.” Suara Alec memecah rencana yang baru saja tersusun rapi dalam batinnya.Alea mendongak, melihat Alec yang sudah mengenakan pakaian santainya keluar dari walk in closed. Lalu, ia menggeleng dan menjawab, “Tidak perlu.”“Aku tak suka ditolak.”Ketegasan dalam suara dan tatapan Alec mau tak mau membuat Alea mengangguk setelah diam sejenak. Sepertinya rencananya dengan Arza tak akan berjalan mulus.“Dan maaf aku tak bisa memberimu liburan bulan madu. Aku baru saja kembali ke perusahaan dan segudang pekerjaan benar-benar menyita waktuku. Pernikahan ini be

    Last Updated : 2021-07-05
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 18

    “Minumlah, ini akan membuatmu nyaman.” Alec meletakkan cangkir berisi teh hijau yang masih mengepulkan asap di nakas.Alea memejamkan matanya. Menarik selimut menutupi wajah. Air matanya sudah mengering, tapi tubuhnya masih lemah dan tak punya tenaga untuk bangkit terduduk meminum minuman yang dibawa Alec. Ia bahkan tak lapar ataupun haus.Alec menarik selimut Alea, mendudukkan wanita itu dan menyuapi Alea menandaskan isi cangkir dalam keheningan. Alea sendiri yang tak menolak perlakuan Alec. Dalam keadaan normal saja ia tak sanggup membantah Alec, apalagi saat hatinya berduka seperti saat ini.Tepat ketika Alea menandaskan minumannya, ponsel Alec bergetar. Alea sempat melirik nama Sesil tertera di layar ponsel pria itu yang berkedip.‘Sesil?’ Sepertinya nama itu terasa familiar.“Ada apa, Sesil?” Alec menjawab panggilan tersebut di depan Alea.Mata Alea melebar, teringat akan wanita cantik yang i

    Last Updated : 2021-07-08
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 19

    Tak ada pembahasan penting yang Alea ataupun Arza bicarakan. Alea lebih pendiam dari biasanya dan Arza memahami dengan sangat perubahan sikap tersebut. Adiknya itu baru saja kehilangan ibu kandung, begitupun dengannya. Meski tak cukup lama mengenal Natasya Mahendra, tapi wanita paruh baya itu memberinya kasih sayang yang tak bisa ia dapatkan sebagai anak yatim piatu. Yang tak pernah bisa ia lupakan meski sosok itu sudah pergi ke tempat yang sangat jauh.Arza kembali mengantarkan Alea tepat jam sepuluh malam. Menurunkan Alea di depan gerbang rumah Alec yang tinggi.“Alea?” Arza menahan pergelangan tangan Alea sebelum wanita itu membuka pintu mobil.Alea menoleh. Kembali bersandar ke punggung jok dengan kerutan di kening.“Malam ini, jangan lupa minum obat tidurmu. Apa kau menyimpan obatmu?”“Ya.” Alea mengangguk. Tadinya niat Alea membawa obat tidurnya adalah untuk meredakan kepanikannya karena harus berada satu r

    Last Updated : 2021-07-08
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 20

    Alea benci dengan tatapan itu pada tubuhnya. Alea sangat jijik hingga perutnya mual ketika tangan kotor itu menyentuhnya.‘Jangan sentuh aku!’ tangisnya menyesakkan dada. ‘Kumohon.’‘Tidakkk!!!’Alea terbangun dengan rasa haus luar biasa dan sangat membutuhkan udara. Keringat membasahi sekujur tubuhnya dan napasnya ngos-ngosan. Ia segera membekap mulutnya ketika melihat Alec berbaring di samping menghadap ke arahnya. Beruntung pria itu tak terganggu oleh keresahannya. Ia pun menyalakan lampu nakas dan menandaskan segelas air putih yang tersedia di sana. Lalu turun dan melangkah ke kamar mandi tanpa membuat suara sekecil apa pun.Setelah mengusap wajahnya dengan air dingin, Alea menatap pantulan wajahnya yang sepucat mayat di wastafel. Bagaimana pun ia menyangkal kecantikan yang terukir di setiap sudut wajahnya, Alea tak bisa tak mengakui bahwa dirinya memang cantik. Mungkin bagi sebagian besar

    Last Updated : 2021-07-08
  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 21

    Kedatangan mendadak Alec membuat Arsen sedikit terkejut. Seminggu sejak kematian mamanya, pria itu tak lagi menunjukkan batang hidungnya dan ia pun juga merasa tak perlu membentuk hubungan mereka menjadi lebih dekat. Alea bisa menjaga diri dengan baik, sesekali ia memang perlu menghubungi Alea, hanya sekedar basa-basi memastikan adiknya sehat dan tanpa luka lecet seujung kuku pun. Itu sudah lebih dari cukup.“Aku tahu kau ke sini tak mungkin hendak mengucapkan selamat untukku.”Alec mengambil tempat duduk di kepala sofa.Ujung bibir Arsen hanya berkedut tidak senang dengan ketidaksopanan Alec, tapi tak berkata apa pun dan duduk di sofa panjang. Mengangkat tangan pada sekretarisnya untuk menyiapkan minum.“Wine,” pesan Alec.“Sepertinya kau sedang mengalami hari yang berat.” Arsen hanya berharap bukan Alea penyebabnya.Alec hanya melirikkan mata, mengamati Arsen yang mencabut bolpoin di saku pria itu dan me

    Last Updated : 2021-07-10

Latest chapter

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   New Story (Saga & Sesil)

    “Jadi, hari ini kau mempunyai seorang tunangan?” Saga menoleh, menutup pintu ruang rawat Sesil, dan menemukan tangan kanan sekaligus kepercayaannya itu berdiri bersandar di dinding samping pintu, Alec Cage. Dengan kedua tangan bersilang di depan dada dan kaca mata hitam tersampir di kepala. Jaket, kaos, jeans dan sepatu serba hitam, cukup mencolok di dinding rumah sakit yang berwarna putih. “Dan besok aku akan menjadi seorang suami. Tak terduga, tapi cukup menyenangkan, bukan.” “Dia bahkan sama sekali tidak mendekati kriteria wanita yang akan kau lirik, apalagi untuk ditiduri.” “Kau melakukan pekerjaanmu dengan sangat baik, Alec. Cincinnya sangat pas di jarinya.” “Dalam hati, aku mengingkari keputusanmu, Saga. Tapi aku tak pernah mampu mempertanyakan keputusanmu.” “Aku tahu.” “Kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan dari pria itu. Tidak seharusnya kau melakukan ini pada tunangannya.” Saga menelengkan kepala menatap Alec, se

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Extra Part

    Alec memegang tangan di dalam genggamannya. Basah dan licin. Meremas tangannya begitu kuat. Sekuat tenaga yang mampu dikerahkan. Wajah basah yang dipenuhi peluh itu menoleh ke arahnya. Alec menyematkan dukungan lewat tatapannya. Mempersembahkan cintanya yang begitu besar lewat sinar di matanya. Alea membalasnya dengan seulas senyum tipis di wajahnya yang pucat.Ia ingin penderitaan ini cepat berakhir. Ia benci melihat Alea tidak berdaya seperti ini. Pun dengan kerapuhan wanita itu yang ternyata menyimpan kekuatan teramat besar. Alec memohon semua ini bisa cepat berakhir.Harapannya terkabul. Satu dorongan yang begitu kuat, kemudian kepala Alea terhentak ke belakang, dan kemudian suara tangis bayi bergema memenuhi ruangan.“Aku berhasil,” gumam Alea sangat lirih dengan mata terpejam.Alec menunduk. Mengecup kening Alea yang basah dengan kecupan yang sangat dalam seraya mengangguk. “Ya, kau berhasil melakukannya.”

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 52 (End)

    “Semuanya baik-baik saja. Hanya tekanan dalam perut. Tidak ada darah dan bukan kontraksi ataupun tanda-tanda keguguran.” Alea nyaris menangis lega mendengar penjelasan dokter.“Sebaiknya sang ibu menghindari tindakan-tindakan keras semacam ini lagi. Beruntung tidak terjadi kecelakaan yang serius,” lanjut sang dokter setelah menanyakan tentang rambut berantakan Alea dan sudut bibir wanita yang sedikit robek. Juga luka cakaran di lengan.Alea meringis menahan malu. Mengelus rambut di samping kepalanya mencari kesibukan.“Baik, Dok.”“Suami harus tetap membuat keadaan mood ibu hamil tetap stabil. Tekanan dan stres juga bisa memanding kontraksi yang tidak kita inginkan.”Sekali lagi Arza mengangguk.Dibantu Arza untuk turun dari ranjang pasien. Saat itulah ia baru menyadari tidak membawa sepatu. Sepatunya entah hilang di mana dalam pertarungannya dengan Naina. Tadi Arzalah yang menggendongnya naik

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 51

    Setelah merengek beberapa kali kalau kakinya pegal dan tak kuat berdiri lebih lama lagi, akhirnya Alec mengijinkan Alea pergi ke dekat kolam renang untuk beristirahat. Satu-satunya tempat di rumah ini yang sepi dari tamu undangan.Alea duduk di pinggiran kolam, merendam telapak kakinya yang pegal. Dan udara malam yang berhembus, seketika melenyapkan kegerahannya.Ternyata wanita bernama Sesil itu bukan siapa-siapa, tak henti-hentinya Alea tersenyum mengingat fakta tersebut. Mengulang momen ketika Alec berkata, ‘Apa aku pernah mengatakan itu anakku?’Rasanya dada Alea mengembang dan ingin meledak.‘Bolehkah ia sedikit berharap pada hubungan mereka?’Berharap bahwa Alec memang begitu peduli padanya. Bukan sebagai istri. Bukan sebagai pengandung anak pria itu.‘Apakah harapannya terlalu berlebihan?’Alea takut jika harapannya yang terlalu tinggi, rasa kecewa yang akan didapatkannya saat terhem

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 50

    Alec pulang lebih malam dan Alea masih duduk di sofa menonton televisi. Pria itu mengambil remote TV dan langsung mematikannya.“Sudah malam, Alea. Pergilah tidur.”“Aku masih ingin menonton.”Alec menatap Alea sejenak. “Naiklah ke tempat tidur dan hanya lima belas menit.”Alea ingin membantah, tapi ia memilih diam dan menurut. Berpindah ke tempat tidur.Alec menyalakan TV kembali dan meletakkan remotenya di nakas samping Alea.“Apa kau sudah minum vitaminmu?” Alec membuka laci tempat tablet vitamin Alea disimpan. Memastikan jumlahnya berkurang.Alea mengangguk meski tahu pria itu pasti sudah tahu dari laporan pelayan.Alec memasukkan kembali tablet di tangannya ke nakas. Melonggarkan dasinya ketika hendak membalikkan tubuh.“Alec?” Alea menahan lengan pria itu.Alec menoleh.Alea diam sejenak. “A-apa ... kau akan memiliki anak dengan wanita

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 49

    “Bangun, Alea.”Alea hanya diam ketika Alec menggoyangkan pundak untuk membangunkannya.“Kau harus makan.” Alec tahu wanita itu berpura-pura tertidur. Ia bahkan sudah hendak naik ke mobilnya untuk berangkat ke kantor ketika pelayan melaporkan bahwa Alea tidak memakan makan pagi di saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Yang seharusnya sudah satu jam yang lalu wanita itu menghabiskannya, saat ia masih disibukkan panggilan di ruang kerja.“Apa kauingin makan dari mulutku seperti anak kecil?”Mata Alea membuka, seketika dia bangun terduduk.Alec duduk di pinggir kasur dan mulai menyuapkan satu sendok nasi ke mulut Alea. Entah apa yang membuatnya melakukan hal itu di saat ia sudah sangat terlambat untuk pergi ke kantor, dan bukannya malah membujuk istrinya yang tengah merajuk. “Buka mulutmu.”“Aku bisa makan sendiri.” Alea mengambil piring nasi di tangan Alec.Alec membiarkan

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 48

    “Sepertinya pergelangan kaki istrimu terkilir di kolam renang, Alec,” beritahu Jean Cage ketika Alec masuk ke kamar.Alec duduk di pinggiran ranjang menggantikan Jean Cage, memeriksa pergelangan kaki kanan Alea dan menyentuhnya pelan lalu mendengar ringis kesakitan Alea. “Apakah sakit sekali?”Alea mengangguk.“Sebelah sini?” Alec menekan dengan hati-hati. Mencari pusat rasa sakit tersebut.Sekali lagi Alea mengangguk.Alec kembali mengamati pergelangan kaki Alea dengan lebih teliti. Kemudian menyentuhnya dengan kedua tangan di atas dan bawah, dan secara tiba-tiba menekannya ke arah yang tepat dengan gerakan yang secepat kilat dan perhitungan yang pasti. Ia sudah sering kali mengalami dan menangani kaki atau tangannya yang terkilir, tentu saja hal seperti ini tidak ada artinya.Alea menjerit, tersentak kaget dengan rasa sakit yang lebih besar seperti menghantam pergelangan kakinya dengan keras, sebel

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 47

    “P-perutku,” tahan Alea ketika Alec nyaris menimpakan seluruh tubuh pria itu di atasnya.Alec langsung mengangkat tubuhnya, menyentuh perut Alea dengan hati-hati. “Apakah sakit?”“Sedikit.” Alea mengangguk pelan. “Lakukan dengan pelan-pelan.”“Katakan jika aku membuatmu tak nyaman.”Ada sesuatu yang berbeda dalam keintiman mereka kali ini. Penyerahan Alea yang sepenuhnya menjadi miliknya. Semua sentuhan, kecupan, ciuman, dan rayuan wanita itu dipersembahkan untuknya. Setiap tetes keringat wanita itu karena demi kesenangannya.Alec belum pernah merasakan kepuasan sebesar ini terhadap diri Alea. Keduanya saling memuaskan satu sama lainnya. Bersama-sama memberi kepuasan untuk yang lain. Juga untuk diri mereka sendiri. Mencapai puncak bersama dan saling menjeritkan nama yang lain. Dalam gelombang kenikmatan yang meledak dan berakhir dengan desahan puas.Tubuh Alec jatuh di atas Alea. Me

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 46

    Alec menghambur ke arah Alea dalam dua langkah yang lebar, menyambar pergelangan tangan wanita itu terlalu kuat lalu menyeretnya keluar balkon. Menyeruak di antara kerumunan para tamu yang menatap keduanya penuh ingin tahu. Mengabaikan rintih kesakitan wanita itu ketika melintasi lorong menuju lift. Begitu pintu lift terbuka, Alec mendorong Alea lebih dulu dan Naina menyusul.Naina terlihat sangat gembira dengan adegan yang terpampang di hadapannya. Kilatan licik tak henti-hentinya melintasi bola mata gelap wanita itu. mencari sudut terbaik melihat ekspresi tersiksa Alea.Alec mengeluarkan kunci dari saku jasnya dan langsung memasukkannya ke lubang di bawah deretan angka. Alea mengenali kunci itu seperti yang dimiliki Arsen. Lift itu meluncur turun dengan sangat mulut tanpa hambatan. Tak akan berhenti hingga sampai di lantai yang tuju. Dan tentu saja tak akan ada seorang pun yang akan merecoki amarah Alec terhadap Alea.“Sakit, Alec,” rintih Alea men

DMCA.com Protection Status