Share

2. Pasangan Hadid

“Aarrgh!” Dania menjerit ketika sorot lampu mobil semakin mendekat padanya.

Namun, kakinya kaku tak bisa digerakkan seolah ada bongkahan beton membelenggunya.

Mobil sudah berusaha mengerem sejak tadi, tapi cukup sulit dikarenakan jalanan licin akibat hujan.

“Ugh!” Dania jatuh terduduk, tepat di depan mobil yang akhirnya berhasil dihentikan.

Seorang pria jangkung memakai mantel tebal keluar dari kabin belakang dengan wajah cemas.

“Nona, kau tak apa-apa? Ada luka?” tanya pria itu, hendak mendekat ke Dania.

Namun, entah mendapatkan kekuatan dari mana, Dania lekas berdiri dan berlari kencang menjauh dari pria itu, lalu menghilang di sebuah tikungan pertokoan.

Pria itu tertegun di tempatnya sambil bergumam, “Dia … Dania?”

Lalu, sopir keluar sambil membawa payung. “Tuan Rivan, silakan masuk. Ini masih di tengah jalan.”

Pria bernama Rivan Ortiz itu pun masuk kembali ke mobil meski hatinya terus bertanya-tanya kenapa Dania berlari di tengah hujan.

Setengah jam berikutnya, Dania duduk di depan sebuah toko yang sudah tutup. Ini sudah cukup larut sehingga keadaan jalanan cukup sepi.

Sambil memeluk tasnya, Dania terisak, “Hiks! Jahatnya kamu, Hizam!”

Terbayang saat remaja, dia terpesona dan menjadikan Hizam sebagai idola setelah bertemu ketika menjemput mendiang ayahnya, Greg Loveto, dari pabrik Zenith.

“Tidur di sofa itu! Aku malas seranjang denganmu!” Ini yang diucapkan Hizam di malam pengantin mereka sembari menunjuk ke sofa panjang di kamar.

Ketika itu, Dania berpikir mungkin saja Hizam masih malu atau belum terbiasa ada orang lain di tempat tidurnya.

“Paham, nggak sih? Aku jijik sama kamu! Udah badan kayak karung beras! Muka pas-pasan pula!”

Dania mengingat ejekan kasar itu pada dirinya ketika dia ingin ikut Hizam ke kantor.

Bahkan saat Dania ke kantor Hizam untuk memberikan kejutan sambil membawa makan siang hasil masakannya sendiri yang dipersiapkan sejak pagi, kotak bekalnya dicampakkan ke tempat sampah oleh satpam atas perintah suaminya.

“Awas aja kalo kamu keluar saat teman-temanku ke rumah, aku cekik kau sampai mati!” ancam Hizam di suatu sore padanya.

Tangis Dania semakin keras ketika mengingat perlakuan kasar Alina dan Zila.

“Menantu tolol! Bisa kerja, nggak sih? Disuruh ngepel jongkok aja nggak beres! Ulangi semua ruangan!” Alina beberapa kali menyiksanya dengan menjadikan dia pembantu di rumah besar itu.

Sedangkan Zila lebih suka menghina fisiknya.

“Dih, gembrot jelek! Minggir, jauh-jauh dariku! Aku nggak mau ketularan gembrotmu!”

Dania menahan semua hinaan dan perlakuan buruk keluarga Grimaldi. Tapi apa hasilnya? Hanya sebuah kenyataan pahit bahwa suaminya tak pernah berubah dan keluarganya justru mendukung Hizam menggandeng wanita lain.

Dadanya terasa sesak jika mengingat semua kemalangannya di rumah itu. Dia merindukan ayah dan ibunya yang sudah tiada. “Kenapa kalian nggak ajak aku mati aja, Ma … Pa ….”

Napasnya mulai tersengal-sengal dan tubuhnya semakin kedinginan. Hingga tak sadar ada mobil mewah berhenti di depannya. Sepasang pria dan wanita berdandan aristokrat keluar dan menghampirinya.

“Nak, kamu baik-baik saja?” tanya si wanita sambil menatap cemas ke Dania. “Kamu pucat sekali.”

Dania tidak menjawab dan justru pingsan.

Pasangan itu membawa Dania ke rumah sakit terdekat untuk lekas ditangani dokter.

“Tuan dan Nyonya Hadid, dari hasil pemeriksaan kami, gadis ini tidak makan seharian. Lambungnya kosong dan mengalami hipotermia ringan karena suhu dingin Ivory malam ini.” Demikian yang dikatakan dokter. “Kami akan memberinya cairan IV.”

Pasangan itu berterima kasih pada si dokter.

Di rumah sakit tersebut, Dania dirawat dengan sangat baik, ditempatkan di ruangan VIP. Pasangan itu tidak meninggalkan Dania dan terus menungguinya.

“Kasihan sekali kamu, Nak. Tidak makan seharian dan kena hipotermia ringan.” Nyonya Hadid bergumam pelan penuh iba sambil mengelus rambut Dania.

Kemudian, dia mengambil tangan Dania yang cukup dingin untuk digenggam agar diberikan kehangatan.

“Eh?”

Namun, alangkah kagetnya dia ketika melihat adanya tanda lahir di pergelangan tangan kanan Dania.

“Tanda lahir berbentuk mirip hati … astaga!” Nyonya Hadid memekik tertahan dan berlari ke suaminya yang sedang bertelepon di dekat pintu kamar VIP.

Dia berkata dengan suara penuh antusiasme ketika suaminya menoleh.

“Sayang, kamu harus lihat sendiri, dia memiliki tanda lahir bentuk hati! Tanda lahirnya sangat mirip! Di tangan kanan pula!” tegas Nyonya Hadid ketika bicara dengan sang suami.

Tuan Hadid terpaksa menyudahi teleponnya dan menyahut, “Tanda lahir bentuk hati? Kau yakin?”

“Tidak salah lagi! Itu dia!” Mata Nyonya Hadid basah oleh air mata.

Mata Tuan Hadid mendelik takjub melihat pergelangan tangan kanan Dania.

“Sayang, kumohon, izinkan aku melakukan tes DNA padanya.” Nyonya Hadid memohon sembari menangis.

Tuan Hadid mengangguk.

“Lakukan saja, Sayang.” Didorong rasa cinta begitu besar pada istrinya, Tuan Hadid menyetujui dilakukannya tes DNA pada Dania.

“Sayang … itu memang tanda lahir yang tak mungkin bisa kulupakan, huhu~” Nyonya Hadid membenamkan wajah penuh air matanya pada dada suaminya sambil memeluk dan terus menangis.

Sang suami mengusap lembut punggung istrinya.

Keesokan harinya, Dania siuman.

“Aku ... di mana?” Suaranya masih parau. Matanya beredar menatap sekeliling, mencoba mengenali tempatnya berada sekarang.

Nyonya Hadid lekas menoleh setelah mendengar suara Dania. Senyum mengembang di wajahnya. Dia lekas mengambil air putih untuk melegakan tenggorokan Dania.

“Kamu di rumah sakit, Nak,” ramah Nyonya Hadid sambil duduk di samping ranjang, menunggui sejak kemarin. “Tadi malam kamu menggigil dengan bibir membiru, lalu pingsan. Makanya kami bawa ke sini.”

“Anda … siapa?” Bersuara lemah, Dania bertanya.

Tuan Hadid mendekat dan tersenyum tulus.

“Kami dari Zeralandia, kebetulan ke Morenia untuk suatu urusan. Namaku Levi Hadid dan ini istriku, Sofia.” Tuan Hadid memperkenalkan diri.

Dania tertegun. Zeralandia! Bukankah itu salah satu negara maju di Barat? Dia terpukau dengan fasihnya bahasa Morenia yang mereka gunakan.

“Namaku Dania.” Dia juga memperkenalkan diri.

Akhirnya Dania mengetahui hasil pemeriksaan dokter.

‘Wajar aja aku pingsan. Kemarin aku nggak makan sejak pagi karena sibuk mempersiapkan makan malam. Apalagi mama Alina hanya bolehin aku makan sehari dua kali, itupun kadang makanan sisa mereka. Tubuhku sebenarnya udah kurusan sejak tinggal di sana, tapi masih aja dibilang gembrot. Huft!’ Dania merenung sambil meremas tepi selimutnya.

Besoknya, kondisi Dania pulih.

“Pak Levi, Bu Sofia, terima kasih atas kebaikan kalian.” Dania sampai membungkukkan badan ke pasangan Hadid. “Aku … aku bersedia melakukan apa pun untuk membalas kebaikan kalian.”

Sofia lekas menahan agar Dania tidak lagi membungkuk.

“Kami senang melihatmu pulih, Dania.” Sofia memeluk Dania seakan enggan melepaskannya. “Nah, karena kamu sudah bilang begitu, aku dan suamiku ingin mengajakmu pulang bersama kami ke Zeralandia. Apa kamu mau? Atau kau punya keluarga di sini?”

Dania termangu. Ke Zeralandia? Apakah dia bisa memercayai pasangan Hadid? Bagaimana kalau ternyata mereka sama buruknya dengan keluarga Grimaldi?

‘Tapi, kenapa hatiku seperti mendorongku untuk mengambil tawaran itu?’ Dania meremas tepi bajunya saat membatin.

“Baiklah, Bu Sofia. Saya yatim piatu dan tak punya kerabat yang aku ketahui.” Dania akhirnya menyetujui. Dia sudah tidak peduli andaikan nanti dijadikan budak atau mungkin dibunuh. Terserah! Tak ada lagi motivasi untuknya hidup.

Sofia senang sekali Dania setuju. Dengan begitu, dia bisa semakin dekat dengan Dania sambil menunggu hasil tes DNA.

‘Aku yakin dia putriku yang hilang bertahun-tahun lalu!’ pekik hati Sofia.

Sesampainya di kediaman pasangan Hadid di kota Mauve negara Zeralandia, Dania termangu kagum memandang mansion mewah di depannya.

‘Ini bahkan lebih megah daripada rumah Grimaldi!’ seru benaknya.

***

Lalu, tibalah hari ketika tes DNA keluar. Sofia dan Levi memanggilnya ke ruang baca.

“Dania Sayang, kami ingin menyampaikan sesuatu. Kumohon kuatkan hatimu.” Sofia mengawali.

Kemudian, Sofia dan Levi memberitahu Dania dengan sangat hati-hati mengenai hasil tes DNA bahwa Dania putri kandung mereka yang hilang 18 tahun silam.

“A-apa?” Dania tercengang dengan mata membeku, menatap tak percaya pada pasangan Hadid.

Levi menyodorkan dokumen kelahiran Dania, sedangkan Sofia memperlihatkan album foto Dania dari masa bayi sampai 3 tahun.

Dania menangis ketika Sofia mengatakan bahwa dia korban penculikan Greg dan Erna Loveto saat berusia 3 tahun. Dia tak menyangka kedua orang tua yang membesarkannya selama ini ternyata penculiknya.

‘Kukira mereka orang tuaku karena sangat menyayangiku,’ kenang Dania mengenai Greg dan Erna.

“Dania Sayang, satu lagi yang harus kau ketahui, bahwa kamu pewaris sah perusahaan besar keluarga Hadid, Nexus Holdings.” Sofia masih saja memberikan bom kejutan ke Dania.

Dania melongo.

* * *

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
enaknya jadi dania. dibuang suaminya dan menemukan ortu kandung yg kaya ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status