Kemudian dia bicara pada Leona yang berdiri di sampingnya. "Maaf aja, tapi aku juga lagi buru-buru. Antriannya nggak terlalu panjang, kok!"Mengalah? Pada orang yang tidak pernah menghargai dirinya meski statusnya waktu itu masih sebagai istri Hizam? Enak saja!Leona tersenyum, tapi matanya mulai menunjukkan kejengkelan. "Oh, ayolah. Saya hanya membeli beberapa barang. Tidak akan lama."Rupanya Leona sudah terbiasa menggunakan taktik itu untuk menyela antrian."Aku rasa itu nggak adil untuk orang-orang yang udah mengantri lebih dulu," balas Dania tegas.Dia tidak memberi sedikit pun ruang untuk Leona mengambil posisinya yang sudah hampir mencapai kasir. Hanya karena dia membawa satu botol sampo saja dibandingkan orang-orang di depannya yang membawa troli, lantas dia bisa disela?! Aturan dari mana itu?!Leona menarik napas dalam, berusaha mempertahankan senyumnya. "Saya mohon pengertian Anda. Kadang kita harus saling membantu dalam situasi mendesak, bukan?""Mendesak atau tidak, aturan
Di belakangnya, ternyata berdiri Sebastian.Perhatian semua orang tertuju ke Sebastian yang jangkung dan tampan dengan dandanan rapi.“Oh? Seba?” Dania kaget melihat salah satu asistennya ada di dekatnya.Tapi kalau mengingat bahwa Sebastian bekerja tidak sebagai asisten saja tapi juga sebagai pengawal pribadinya, maka Dania tak perlu lagi heran mengenai itu.“Anda butuh sampo?” Sebastian melirik botol sampo di tangan Dania. “Ayo, saya antar membelinya di tempat lain.”Sepertinya dia sudah memahami situasi yang dialami Dania.Karena begitu, Dania menaruh botol sampo di dekat kasir dan pergi bersama Sebastian.Di belakangnya, Leona masih berbicara nyinyir, “Wah, wah, salah satu sugar daddy dia, yah? Tumben banget kali ini sugar daddy-nya masih muda.”Lalu Leona terkekeh sambil tersenyum sinis. Hizam ikut tertawa sinis.“Eh tapi, kayaknya bukan dia sugar daddy-nya, sih! Dania dipanggil nona, berarti pria itu paling-paling asisten si om tajir yang melihara Dania.” Dengan seenak hati, Leon
Setelah menutup telepon, Dania kembali fokus pada laptopnya. Dia mulai menyusun rencana detail untuk perusahaan palsunya.“Ok. Nama, logo, website, bahkan profil palsu untuk para 'ahli' yang bakalan terlibat dalam proyek ini. Udah semua!”Dia menekan tombol save dan menggeliat di atas kursinya, merentangkan kedua tangan lebar-lebar sebelum menguap.***Beberapa hari kemudian, Dania berdiskusi secara temu muka bersama Sebastian di apartemennya.“Aku nggak nyangka kamu ternyata bisa menangani desain grafis, Seba.”Dania sambil menatap kagum ke Sebastian yang ternyata bisa membantunya menciptakan tampilan visual yang meyakinkan bagi perusahaan palsunya.“Hanya skill rendahan yang saya pelajari sambil lalu saja, Nona.” Sebastian merendah.Dania tertawa. Di tangannya, ada beberapa contoh desain buatan Sebastian yang tak bisa dianggap remeh.“Sepertinya kamu lagi berusaha merendah untuk meroket,” goda Dania.Kalimat itu hanya ditanggapi senyum penuh makna dari Sebastian."Jadi, Nona ingin l
Sebastian sengaja memberikan kalimat itu agar Hizam terkesan menjadi pihak eksklusif dan penting di sana. Dia hanya memainkan ego Hizam saja.Dengan penuh semangat, Hizam menjawab, "Tentu! Saya ingin tahu lebih banyak tentang peluang investasi ini."Hizam yang bodoh hanya seperti ikan yang dibawa ke talenan untuk dipotong.Senyum Sebastian sekali lagi terurai tipis sebelum dia bicara, "Excellent! Mari kita bicarakan detailnya lebih lanjut!"Sebastian dengan sempurna memainkan perannya saat bertemu Hizam. Dia memukau dengan presentasi teknologi canggih yang sebenarnya hanya tipuan visual belaka. Angka-angka proyeksi keuntungan yang fantastis dipaparkan, membuat mata Hizam berbinar."Liat, Kak Mel. Si pewaris bodoh itu dengan mudah ditipu pakai laporan keuangan palsu ampe prototipe 'teknologi' yang sebenarnya hanya tipuan canggih. Hihi! Kali ini kena kau, Hizam!” desis Dania keras sambil matanya berkilat senang.Tanpa disadari, Hizam telah masuk ke dalam jebakan yang dirancang dengan ce
Malam semakin larut di kota yang tak pernah tidur. Sebastian dan Hizam baru saja menyelesaikan makan malam bisnis mereka di restoran mewah. Suasana santai mulai terbangun setelah pembicaraan panjang tentang investasi dan proyeksi keuntungan.Sebastian menyesap sisa anggur di gelasnya, lalu dengan nada kasual bertanya, "Ngomong-ngomong, Tuan Hizam, saya orang baru di kota ini. Adakah tempat hiburan malam yang bisa Anda rekomendasikan?"Mata Hizam langsung berbinar. Tempat hiburan malam? Ditanyakan padanya?Dia mencondongkan tubuhnya ke depan, terlihat antusias diiringi senyuman lebar. "Ah, Alexander! Kau bertanya pada orang yang tepat. Aku tahu semua tempat hiburan malam terbaik di kota ini.""Benarkah? Wah, saya beruntung sekali," balas Sebastian, pura-pura terkejut. "Hampir saja saya mati bosan karena tak tahu apa-apa mengenai itu."Kemudian mereka tertawa bersama. Tawa antar lelaki yang tahu sama tahu.Hizam menepuk pundak Sebastian. "Tenang saja, Alexander. Sebagai perayaan atas ke
Tanpa disadari Hizam, malam pesta liarnya itu akan menjadi awal dari kehancurannya. Bukti-bukti yang dikumpulkan Sebastian akan menjadi senjata mematikan dalam rencana balas dendam Dania yang telah disusun dengan cermat.Pagi itu, Hizam terbangun di apartemennya. Semalam dia pulang dengan 2 wanita yang paling menarik untuk melanjutkan keseruan mereka di ranjangnya."Mana para jalang itu? Hmh, pasti udah pada pulang! Dasar lintah-lintah penghisap duit!"Dengan kepala berdenyut-denyut, dia meraih ponselnya, bermaksud mengecek jadwal meeting dengan Alexander yang sudah dia anggap 'bestie' karena satu selera mengenai kesenangan pada hiburan malam.Namun, alih-alih melihat notifikasi, dia dikejutkan oleh puluhan panggilan tak terjawab dan pesan yang membanjiri layarnya."Ini ... ada apa, sih?"Dengan tangan gemetar, dia membuka pesan pertama dari asistennya:"Tuan Hizam, gawat! TechnoVista Innovations menghilang! Kantor mereka kosong, website offline, semua kontak tidak bisa dihubungi!"Ja
"Bagaimana, Seba?" tanya Dania, suaranya terdengar lega. "Apa kamu yakin semua udah bersih?"Dania mengamati Sebastian dengan seksama saat mereka berkendara bersama di mobilnya dengan Sebastian ada di belakang kemudi.Sebastian mengangguk mantap. "Tenang saja, Nona. Tidak ada satu pun bukti yang bisa mengarah ke kita." Dia mengangkat tangannya, memperlihatkan jari-jarinya yang dilapisi silikon tipis. "Dan Nona harus tahu bahwa saya selalu berhati-hati dengan sidik jari."Mereka sedang membicarakan mengenai gedung kosong yang sebelumnya menjadi kantor palsu TechnoVista Innovations. Tidak ada yang tertinggal, tidak ada jejak yang bisa menghubungkan mereka dengan tempat itu.Dania tersenyum puas. "Bagus! Aku nggak ingin ada kesalahan kecil satu pun yang bisa menghancurkan semua rencana ini."Kemudian Dania menoleh ke Melody yang duduk di sebelah Sebastian. "Kak Mel," sapa Dania hangat. "Semuanya beres?"Melody mengangguk. "Ya, Nona. Semua dokumen dan data palsu sudah dihancurkan. Tidak
"Gimana, Kak Mel? Seba?" tanya Dania untuk yakinnya.Sorot matanya tajam mengarah ke dua asisten pribadinya.Sebastian langsung menjawab. "Tentu saja, Nona. Saya tak sabar menunggu rencana Anda selanjutnya." Dia lalu menoleh ke arah Melody, seakan mempertanyakan kesediaan gadis itu. Melody tersenyum kecil. "Anda bisa mengandalkan saya, Nona. Sudah menjadi kewajiban saya untuk mendampingi Anda dan melakukan semua perintah Anda."Dania mengangguk puas. Sepertinya mereka memang orang yang dikirim dari surga untuk membantunya."Aku cuma bisa mengandalkan kalian. Seba, Kak Mel. Kalian udah banyak bantu aku. Kalian pantas mendapatkan imbalan yang setimpal. Liburan ini baru awal dari rasa makasih aku ke kalian. Meski Bu Tiza menolak diajak karena punya urusan lain dengan Pak Yohan."Dania sebelumnya memang sempat mengajak Tiza yang menjadi atasan Sebastian dan Melody, tapi Tiza merasa dia terlalu tua untuk ikut bersenang-senang. Maka dari itu, dia beralasan hendak mengurus sesuatu bersama Y