Dania menarik napas dalam, berusaha mengendalikan emosinya. Dia berdiri tegak, memancarkan aura kekuatan yang tak terbantahkan.
"Aku menuntut kompensasi atas dua tahun pernikahan yang kamu bikin kayak neraka. Masa mudaku tersia-siakan karena jadi istrimu."
Hizam tertawa sinis, suaranya memenuhi ruangan. Matanya memancarkan penghinaan saat dia menatap Dania.
"Kompensasi? Kamu pikir kamu pantas dapatin itu?"
Wildan, yang berdiri di samping Dania, memutuskan untuk ikut campur. Suaranya tenang namun tegas saat dia berbicara.
"Tuan Grimaldi, klien saya berhak atas kompensasi ini. Jika Anda menolak, kami bisa membawa masalah ini ke pengadilan."
Hizam terdiam sejenak. Matanya menyipit memandang Dania dari atas ke bawah, mengamati penampilannya yang menawan. Sebuah pikiran melintas di benaknya, membuat senyum congkak tersungging di bibirnya.
Dengan nada meremehkan, Hizam akhirnya berkata, "Baiklah, kalau itu yang kamu mau. Toh kamu pasti udah mendapatkan banyak dari sugar daddy-mu, bukan?"
Dania tidak menanggapi hinaan itu. Dia hanya berdiri diam, wajahnya tak menunjukkan emosi apapun. Namun matanya memancarkan kebencian yang mendalam.
Hizam beranjak ke mejanya, mengambil formulir yang tadi disodorkan Wildan. Dengan gerakan yang dibuat-buat secara dramatis, dia mulai menulis.
"Aku akan memberikan kompensasi pernikahan sekaligus bonus perceraian! Anggap saja ini hadiah perpisahan dariku. Ha-hah!"
Dia menandatangani formulir itu dengan lagak sombongnya, lalu menghempaskannya di meja depan Dania. Senyum pongah masih terpampang di wajahnya.
"Sudah puas sekarang, 'Sayang'?" sarkasnya sambil menatap meledek ke Dania.
Dania mengambil formulir itu dengan tenang. Matanya bergerak cepat membaca isinya, lalu menyerahkannya pada Wildan.
Pengacara itu memeriksa dokumen tersebut dengan teliti dan memberi isyarat bahwa semuanya sudah sesuai.
"Makasih, Hizam," ujar Dania datar. Suaranya dingin, kontras dengan amarah yang bergejolak di dalam dirinya. "Senang akhirnya bisa lepas darimu."
Tanpa menunggu balasan Hizam, Dania berbalik dan melangkah keluar ruangan dengan anggun. Wildan mengikuti di belakangnya. Mereka meninggalkan Hizam yang masih tersenyum pongah, tidak menyadari bahwa dia baru saja jatuh ke dalam perangkap Dania.
“Huh! Peliharaan om-om gadun aja masih bertingkah sok hebat di depanku!” cemooh Hizam tanpa peduli apakah Dania bisa mendengarnya atau tidak.
Pintu tertutup di belakang Dania dan Wildan dengan suara pelan, menyisakan Hizam sendirian di ruangannya.
“Ayo, Nona!” ajak Wildan ke Dania yang disambut anggukan kepala sang pewaris Nexus Holdings.
Senyum congkak Hizam masih terpampang, tidak menyadari bahwa kesombongannya akan segera hancur berkeping-keping setelah ini.
***
Setelah pertemuannya yang penuh ketegangan dengan Hizam, kehidupan Dania memasuki fase baru. Dia mulai disibukkan dengan perannya sebagai asisten Yohan di anak perusahaan Nexus Holdings di Morenia.
Setiap pagi, Dania tiba di kantor dengan penampilan profesional dan sikap yang penuh determinasi. Yohan, seorang eksekutif yang berpengalaman, menjadi mentor tak terduga baginya.
"Nona Hadid, tolong siapkan laporan keuangan kuartal ini," ujar Yohan suatu hari, suaranya tegas namun tidak menuntut.
Dania mengangguk, "Baik, Pak. Akan saya kerjakan segera."
Saat bekerja, Dania sering mengamati cara Yohan menangani berbagai situasi bisnis. Dia menyerap setiap detail, dari cara Yohan bernegosiasi hingga bagaimana dia membuat keputusan strategis.
Di sela-sela kesibukannya, Bu Tiza selalu ada untuk memberikan dukungan. Wanita itu sering mampir ke meja Dania, membawa secangkir kopi atau sekadar memberikan senyuman penyemangat.
"Bagaimana harimu, Nona Dania?" tanya Bu Tiza suatu sore.
Dania tersenyum lelah namun puas. "Melelahkan, tapi aku belajar banyak, Bu Tiza."
Bu Tiza mengangguk bangga. "Saya senang mendengarnya. Jangan ragu untuk meminta bantuan tim kami jika Anda membutuhkannya."
Melody dan Sebastian, asisten Bu Tiza, juga selalu siap membantu. Mereka sering terlihat mondar-mandir di kantor, membawakan dokumen atau membantu Dania dengan berbagai tugas.
"Nona Dania, saya sudah menyiapkan data yang Anda minta," ujar Melody suatu hari, menyerahkan sebuah map tebal.
Dania tersenyum berterima kasih. "Makasih, Mel. Kalian sungguh membantu."
Hari demi hari berlalu, dan Dania merasakan dirinya tumbuh. Dia bukan lagi gadis naif yang pernah terjebak dalam pernikahan penuh penderitaan. Kini, dia adalah wanita yang penuh percaya diri, belajar seluk-beluk bisnis dari salah satu eksekutif terbaik di Morenia.
“Hizam, persiapkan dirimu!” geram Dania sebelum tidur malam ini.
Sore itu, kantor mulai lengang. Sinar matahari senja menerobos masuk melalui jendela-jendela besar, menciptakan bayangan panjang di lantai.Yohan memanggil Dania ke ruangannya. Dengan langkah mantap, Dania melangkah masuk, membawa beberapa berkas yang baru saja dia selesaikan."Nona Hadid, bagaimana perkembangan laporan keuangan yang saya minta?" tanya Yohan, matanya masih fokus pada layar komputer di hadapannya.Dania meletakkan berkas di meja Yohan. Aroma kopi yang menguar dari cangkir di sudut meja memenuhi ruangan."Sudah selesai, Pak. Saya juga menambahkan beberapa analisis yang mungkin berguna untuk rapat besok."Yohan mengalihkan pandangannya dari komputer, alisnya terangkat menunjukkan ketertarikan. Dia mengambil berkas tersebut dan membolak-balik halamannya."Bagus sekali. Kau bekerja cepat dan efisien." Yohan terdengar puas.Dania tersenyum, namun ada keraguan yang terpancar dari matanya. Dia menarik napas dalam, jemarinya sedikit bergetar saat dia merapikan blazernya."Pak
Kemudian dia bicara pada Leona yang berdiri di sampingnya. "Maaf aja, tapi aku juga lagi buru-buru. Antriannya nggak terlalu panjang, kok!"Mengalah? Pada orang yang tidak pernah menghargai dirinya meski statusnya waktu itu masih sebagai istri Hizam? Enak saja!Leona tersenyum, tapi matanya mulai menunjukkan kejengkelan. "Oh, ayolah. Saya hanya membeli beberapa barang. Tidak akan lama."Rupanya Leona sudah terbiasa menggunakan taktik itu untuk menyela antrian."Aku rasa itu nggak adil untuk orang-orang yang udah mengantri lebih dulu," balas Dania tegas.Dia tidak memberi sedikit pun ruang untuk Leona mengambil posisinya yang sudah hampir mencapai kasir. Hanya karena dia membawa satu botol sampo saja dibandingkan orang-orang di depannya yang membawa troli, lantas dia bisa disela?! Aturan dari mana itu?!Leona menarik napas dalam, berusaha mempertahankan senyumnya. "Saya mohon pengertian Anda. Kadang kita harus saling membantu dalam situasi mendesak, bukan?""Mendesak atau tidak, aturan
Di belakangnya, ternyata berdiri Sebastian.Perhatian semua orang tertuju ke Sebastian yang jangkung dan tampan dengan dandanan rapi.“Oh? Seba?” Dania kaget melihat salah satu asistennya ada di dekatnya.Tapi kalau mengingat bahwa Sebastian bekerja tidak sebagai asisten saja tapi juga sebagai pengawal pribadinya, maka Dania tak perlu lagi heran mengenai itu.“Anda butuh sampo?” Sebastian melirik botol sampo di tangan Dania. “Ayo, saya antar membelinya di tempat lain.”Sepertinya dia sudah memahami situasi yang dialami Dania.Karena begitu, Dania menaruh botol sampo di dekat kasir dan pergi bersama Sebastian.Di belakangnya, Leona masih berbicara nyinyir, “Wah, wah, salah satu sugar daddy dia, yah? Tumben banget kali ini sugar daddy-nya masih muda.”Lalu Leona terkekeh sambil tersenyum sinis. Hizam ikut tertawa sinis.“Eh tapi, kayaknya bukan dia sugar daddy-nya, sih! Dania dipanggil nona, berarti pria itu paling-paling asisten si om tajir yang melihara Dania.” Dengan seenak hati, Leon
Setelah menutup telepon, Dania kembali fokus pada laptopnya. Dia mulai menyusun rencana detail untuk perusahaan palsunya.“Ok. Nama, logo, website, bahkan profil palsu untuk para 'ahli' yang bakalan terlibat dalam proyek ini. Udah semua!”Dia menekan tombol save dan menggeliat di atas kursinya, merentangkan kedua tangan lebar-lebar sebelum menguap.***Beberapa hari kemudian, Dania berdiskusi secara temu muka bersama Sebastian di apartemennya.“Aku nggak nyangka kamu ternyata bisa menangani desain grafis, Seba.”Dania sambil menatap kagum ke Sebastian yang ternyata bisa membantunya menciptakan tampilan visual yang meyakinkan bagi perusahaan palsunya.“Hanya skill rendahan yang saya pelajari sambil lalu saja, Nona.” Sebastian merendah.Dania tertawa. Di tangannya, ada beberapa contoh desain buatan Sebastian yang tak bisa dianggap remeh.“Sepertinya kamu lagi berusaha merendah untuk meroket,” goda Dania.Kalimat itu hanya ditanggapi senyum penuh makna dari Sebastian."Jadi, Nona ingin l
Sebastian sengaja memberikan kalimat itu agar Hizam terkesan menjadi pihak eksklusif dan penting di sana. Dia hanya memainkan ego Hizam saja.Dengan penuh semangat, Hizam menjawab, "Tentu! Saya ingin tahu lebih banyak tentang peluang investasi ini."Hizam yang bodoh hanya seperti ikan yang dibawa ke talenan untuk dipotong.Senyum Sebastian sekali lagi terurai tipis sebelum dia bicara, "Excellent! Mari kita bicarakan detailnya lebih lanjut!"Sebastian dengan sempurna memainkan perannya saat bertemu Hizam. Dia memukau dengan presentasi teknologi canggih yang sebenarnya hanya tipuan visual belaka. Angka-angka proyeksi keuntungan yang fantastis dipaparkan, membuat mata Hizam berbinar."Liat, Kak Mel. Si pewaris bodoh itu dengan mudah ditipu pakai laporan keuangan palsu ampe prototipe 'teknologi' yang sebenarnya hanya tipuan canggih. Hihi! Kali ini kena kau, Hizam!” desis Dania keras sambil matanya berkilat senang.Tanpa disadari, Hizam telah masuk ke dalam jebakan yang dirancang dengan ce
Malam semakin larut di kota yang tak pernah tidur. Sebastian dan Hizam baru saja menyelesaikan makan malam bisnis mereka di restoran mewah. Suasana santai mulai terbangun setelah pembicaraan panjang tentang investasi dan proyeksi keuntungan.Sebastian menyesap sisa anggur di gelasnya, lalu dengan nada kasual bertanya, "Ngomong-ngomong, Tuan Hizam, saya orang baru di kota ini. Adakah tempat hiburan malam yang bisa Anda rekomendasikan?"Mata Hizam langsung berbinar. Tempat hiburan malam? Ditanyakan padanya?Dia mencondongkan tubuhnya ke depan, terlihat antusias diiringi senyuman lebar. "Ah, Alexander! Kau bertanya pada orang yang tepat. Aku tahu semua tempat hiburan malam terbaik di kota ini.""Benarkah? Wah, saya beruntung sekali," balas Sebastian, pura-pura terkejut. "Hampir saja saya mati bosan karena tak tahu apa-apa mengenai itu."Kemudian mereka tertawa bersama. Tawa antar lelaki yang tahu sama tahu.Hizam menepuk pundak Sebastian. "Tenang saja, Alexander. Sebagai perayaan atas ke
Tanpa disadari Hizam, malam pesta liarnya itu akan menjadi awal dari kehancurannya. Bukti-bukti yang dikumpulkan Sebastian akan menjadi senjata mematikan dalam rencana balas dendam Dania yang telah disusun dengan cermat.Pagi itu, Hizam terbangun di apartemennya. Semalam dia pulang dengan 2 wanita yang paling menarik untuk melanjutkan keseruan mereka di ranjangnya."Mana para jalang itu? Hmh, pasti udah pada pulang! Dasar lintah-lintah penghisap duit!"Dengan kepala berdenyut-denyut, dia meraih ponselnya, bermaksud mengecek jadwal meeting dengan Alexander yang sudah dia anggap 'bestie' karena satu selera mengenai kesenangan pada hiburan malam.Namun, alih-alih melihat notifikasi, dia dikejutkan oleh puluhan panggilan tak terjawab dan pesan yang membanjiri layarnya."Ini ... ada apa, sih?"Dengan tangan gemetar, dia membuka pesan pertama dari asistennya:"Tuan Hizam, gawat! TechnoVista Innovations menghilang! Kantor mereka kosong, website offline, semua kontak tidak bisa dihubungi!"Ja
"Bagaimana, Seba?" tanya Dania, suaranya terdengar lega. "Apa kamu yakin semua udah bersih?"Dania mengamati Sebastian dengan seksama saat mereka berkendara bersama di mobilnya dengan Sebastian ada di belakang kemudi.Sebastian mengangguk mantap. "Tenang saja, Nona. Tidak ada satu pun bukti yang bisa mengarah ke kita." Dia mengangkat tangannya, memperlihatkan jari-jarinya yang dilapisi silikon tipis. "Dan Nona harus tahu bahwa saya selalu berhati-hati dengan sidik jari."Mereka sedang membicarakan mengenai gedung kosong yang sebelumnya menjadi kantor palsu TechnoVista Innovations. Tidak ada yang tertinggal, tidak ada jejak yang bisa menghubungkan mereka dengan tempat itu.Dania tersenyum puas. "Bagus! Aku nggak ingin ada kesalahan kecil satu pun yang bisa menghancurkan semua rencana ini."Kemudian Dania menoleh ke Melody yang duduk di sebelah Sebastian. "Kak Mel," sapa Dania hangat. "Semuanya beres?"Melody mengangguk. "Ya, Nona. Semua dokumen dan data palsu sudah dihancurkan. Tidak