Tanpa disadari Hizam, malam pesta liarnya itu akan menjadi awal dari kehancurannya. Bukti-bukti yang dikumpulkan Sebastian akan menjadi senjata mematikan dalam rencana balas dendam Dania yang telah disusun dengan cermat.Pagi itu, Hizam terbangun di apartemennya. Semalam dia pulang dengan 2 wanita yang paling menarik untuk melanjutkan keseruan mereka di ranjangnya."Mana para jalang itu? Hmh, pasti udah pada pulang! Dasar lintah-lintah penghisap duit!"Dengan kepala berdenyut-denyut, dia meraih ponselnya, bermaksud mengecek jadwal meeting dengan Alexander yang sudah dia anggap 'bestie' karena satu selera mengenai kesenangan pada hiburan malam.Namun, alih-alih melihat notifikasi, dia dikejutkan oleh puluhan panggilan tak terjawab dan pesan yang membanjiri layarnya."Ini ... ada apa, sih?"Dengan tangan gemetar, dia membuka pesan pertama dari asistennya:"Tuan Hizam, gawat! TechnoVista Innovations menghilang! Kantor mereka kosong, website offline, semua kontak tidak bisa dihubungi!"Ja
"Bagaimana, Seba?" tanya Dania, suaranya terdengar lega. "Apa kamu yakin semua udah bersih?"Dania mengamati Sebastian dengan seksama saat mereka berkendara bersama di mobilnya dengan Sebastian ada di belakang kemudi.Sebastian mengangguk mantap. "Tenang saja, Nona. Tidak ada satu pun bukti yang bisa mengarah ke kita." Dia mengangkat tangannya, memperlihatkan jari-jarinya yang dilapisi silikon tipis. "Dan Nona harus tahu bahwa saya selalu berhati-hati dengan sidik jari."Mereka sedang membicarakan mengenai gedung kosong yang sebelumnya menjadi kantor palsu TechnoVista Innovations. Tidak ada yang tertinggal, tidak ada jejak yang bisa menghubungkan mereka dengan tempat itu.Dania tersenyum puas. "Bagus! Aku nggak ingin ada kesalahan kecil satu pun yang bisa menghancurkan semua rencana ini."Kemudian Dania menoleh ke Melody yang duduk di sebelah Sebastian. "Kak Mel," sapa Dania hangat. "Semuanya beres?"Melody mengangguk. "Ya, Nona. Semua dokumen dan data palsu sudah dihancurkan. Tidak
"Gimana, Kak Mel? Seba?" tanya Dania untuk yakinnya.Sorot matanya tajam mengarah ke dua asisten pribadinya.Sebastian langsung menjawab. "Tentu saja, Nona. Saya tak sabar menunggu rencana Anda selanjutnya." Dia lalu menoleh ke arah Melody, seakan mempertanyakan kesediaan gadis itu. Melody tersenyum kecil. "Anda bisa mengandalkan saya, Nona. Sudah menjadi kewajiban saya untuk mendampingi Anda dan melakukan semua perintah Anda."Dania mengangguk puas. Sepertinya mereka memang orang yang dikirim dari surga untuk membantunya."Aku cuma bisa mengandalkan kalian. Seba, Kak Mel. Kalian udah banyak bantu aku. Kalian pantas mendapatkan imbalan yang setimpal. Liburan ini baru awal dari rasa makasih aku ke kalian. Meski Bu Tiza menolak diajak karena punya urusan lain dengan Pak Yohan."Dania sebelumnya memang sempat mengajak Tiza yang menjadi atasan Sebastian dan Melody, tapi Tiza merasa dia terlalu tua untuk ikut bersenang-senang. Maka dari itu, dia beralasan hendak mengurus sesuatu bersama Y
"Gila! Dasar gila!" makinya sambil mengambil jarak dan matanya masih tertuju ke lantai.Mata Dania seakan ternodai diakibatkan isi dari amplop cokelat yang dia jatuhkan dengan rasa jijik di lantai. Napasnya memburu dengan kobaran api dendam yang tak bisa terpadamkan."Halo, Pak Amir, bisa minta tolong buang amplop cokelat dan isinya yang ada di lantai unit saya? Terima kasih, Pak!" Dania baru saja menghubungi petugas apartemen.Dia bergegas kembali ke penthouse-nya dan tak lupa mengunci dengan password. Biar saja nanti orang bernama Amir akan masuk ke ruang paket dan membersihkan 'kotoran' di lantai. Ya, Dania menyebutnya itu kotoran."Aku butuh cokelat hangat biar reda syokku!" Dania bergegas ke pantry.Sementara itu, tak sampai setengah jam, Amir sudah masuk ke ruang paket unit penthouse Dania dan menatap ke amplop cokelat besar dan isinya yang berceceran di lantai."Heh? Apa ini?" Amir memunguti lembaran yang berceceran sambil memandang dengan dahi berkerut disertai kepala miring s
"Benar, Pak. Saya Ivella Cantika, asisten baru Bapak," jawab si gadis dengan senyum sopan, meski dalam hati dia merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapan Hizam yang begitu intens.Hizam berdiri dari kursinya, berjalan mengelilingi meja untuk menyambut Ivella. "Ah, selamat datang, Ivella. Namamu sangat tepat dengan dirimu."Dia menatap penuh minat Ivella dari atas sampai bawah sambil mengulurkan tangan dan Ivella menjabatnya dengan profesional. Namun Hizam sepertinya enggan melepaskan genggamannya."Terima kasih, Pak. Saya juga senang bisa bergabung dengan tim Bapak," ujar Ivella, berusaha menarik tangannya dengan halus.Hizam akhirnya melepaskan jabatan tangan itu, tapi matanya masih menelusuri sosok Ivella dari atas ke bawah. "Well, kurasa kita akan sangat cocok bekerja sama. Apa kau sudah tahu tentang ... tugas-tugas khusus yang akan kau tangani?"Ivella mengerutkan dahi, merasa ada yang aneh dengan nada suara Hizam. "Maaf, Pak. Tugas khusus apa, ya? Saya kira posisi saya adalah as
"Gimana? Kalian ada rekomendasi teman hacker? Tentunya yang bisa dipercaya, yah! Jangan yang gigit." Dania menatap Sebastian dan Melody bergantian.Sedangkan dua orang itu mulai saling tatap dan Sebastian tersenyum kecil, sementara Melody tetap dengan wajah seriusnya seperti biasa.Sebastian bertanya terlebih dahulu. "Hacker? Untuk apa, Nona?""Aku butuh akses ke sistem Zenith Group," jawab Dania, suaranya pelan namun tegas.Sebastian terdiam sejenak, matanya menatap Dania dengan intens. Kemudian, sebuah senyum kecil muncul di wajahnya."Nona, Anda sebenarnya sudah mendapatkan hacker yang Anda inginkan." Melody berkata disertai tatapan seriusnya. Sedangkan Dania melotot kaget ketika mendengar itu."Hah? Udah dapat? Siapa? Di mana? Kapan aku ketemu dia?" tanya Dania bertubi-tubi.Sebastian justru terkekeh kecil melihat raut gelisah Dania yang campuran senang dan penasaran. "Anda tidak perlu hacker lain, Nona Dania," ujar Sebastian. "Saya orang yang dimaksud Melody."Dania terperangah
"Terima kasih, Seba atas kekhawatiranmu." Dania tahu bahwa Sebastian hanya mengkhawatirkan dirinya dan dia menghargai itu.Maka, dia mengangguk tegas. "Aku harus melakukannya, Seba. Ini kesempatanku untuk membalas Hizam."Setiap menyebut nama mantan suaminya, maka Dania tidak bisa tidak, pasti akan teringat semua kepahitan yang dia alami di rumah keluarga Grimaldi dan itu pasti akan mengobarkan semangat balas dendamnya.Sebastian menghela napas pelan. "Baiklah, saya akan membantu Anda. Tapi kita harus sangat hati-hati."Selama beberapa jam berikutnya, Dania dan Sebastian menelusuri sistem Zenith Retail Zone, mengumpulkan data-data penting dan mencari celah yang bisa dimanfaatkan.Saat fajar mulai menyingsing, mereka akhirnya selesai. Sebastian menutup laptopnya dan menatap Dania."Nona, saya rasa misi kita berhasil," ujarnya dengan senyum puas.Dania mengangguk, matanya berbinar penuh tekad. "Ya, dan ini baru permulaan. Terima kasih banyak, Seba. Aku nggak tahu harus gimana tanpamu."
"A-astaga, um~ baiklah, sa-saya mengerti, Pak." Ivella sampai terlonjak kecil di kursinya, wajahnya terlihat ragu dan bingung. Ada bimbang di sorot matanya yang gelisah."Nih!" Hizam menaruh tumpukan lembaran uang merah di meja Ivella. "Beli baju yang pantas untuk ke pesta! Jangan yang kuno! Atau aku saja yang membelikanmu? Ah, ya oke, aku yang akan belikan untuk kamu!"Ivella belum sempat merespon apa-apa ketika Hizam membuat keputusan sendiri mengenai gaun untuknya."Ka-kalau begitu, ini uangnya—" Ivella hendak mendorong uang itu kembali ke Hizam."Itu bayaran lemburmu! Cukup kan 20 juta?" Hizam kembali ke mejanya, meninggalkan Ivella dengan kebimbangan.Uang lembur yang teramat sangat banyak, tentu saja. Atau itu memang kebiasaan Hizam memberikan uang lembur sebanyak itu ke karyawannya? Akhirnya, karena tak ingin dimarahi, Ivella pun mengambil uang itu dengan gerakan ragu dan canggung.Ketika dia hendak pulang untuk mandi, Hizam tidak memperbolehkan. "Mandi aja di hotel dekat ven