"A-astaga, um~ baiklah, sa-saya mengerti, Pak." Ivella sampai terlonjak kecil di kursinya, wajahnya terlihat ragu dan bingung. Ada bimbang di sorot matanya yang gelisah."Nih!" Hizam menaruh tumpukan lembaran uang merah di meja Ivella. "Beli baju yang pantas untuk ke pesta! Jangan yang kuno! Atau aku saja yang membelikanmu? Ah, ya oke, aku yang akan belikan untuk kamu!"Ivella belum sempat merespon apa-apa ketika Hizam membuat keputusan sendiri mengenai gaun untuknya."Ka-kalau begitu, ini uangnya—" Ivella hendak mendorong uang itu kembali ke Hizam."Itu bayaran lemburmu! Cukup kan 20 juta?" Hizam kembali ke mejanya, meninggalkan Ivella dengan kebimbangan.Uang lembur yang teramat sangat banyak, tentu saja. Atau itu memang kebiasaan Hizam memberikan uang lembur sebanyak itu ke karyawannya? Akhirnya, karena tak ingin dimarahi, Ivella pun mengambil uang itu dengan gerakan ragu dan canggung.Ketika dia hendak pulang untuk mandi, Hizam tidak memperbolehkan. "Mandi aja di hotel dekat ven
Ketika membuka mata dan tersadar, Ivella sudah berada di kamar hotel. Dia bergerak bingung, menoleh ke kanan dan kiri.“Ini … apa … apa yang terjadi?” Ivella bingung. Lekas saja dia duduk sambil memegangi kepalanya.Dia terkejut melihat Hizam terbaring di sebelahnya. Yang lebih membuatnya kaget, mereka berdua sama-sama telanjang, hanya tertutupi selimut. Segera saja, dia pukul keras-keras Hizam menggunakan bantal.“Hei! Hei! Apa-apaan!” Hizam terbangun dengan kaget dan ikut duduk.“Bapak jahat! Kenapa Pak Hizam melakukan ini?!” Ivella mulai menangis.Lalu dia menutup wajah menggunakan kedua tangannya.Hizam dengan cepat menyadari situasi. Berlagak ala ksatria kuda putih, Hizam merangkul bahu polos Ivella.“Kemarin … kemarin waktu teman-temanku mulai datang, mereka liat kamu yang teler. Aku langsung mengamankan kamu dan bawa kamu ke sini.” Hizam mulai menjelaskan. “Aku kaget waktu kamu tiba-tiba merangkul aku sambil bilang cinta ke aku. Aku kaget dan kamu malah lepas bajumu. Aku kira c
Mata Leona berbinar senang dan menyerahkan paket itu ke Amir sebelum mendengus ke petugas yang tadi. Lalu pergi dengan senyum puas.Setelah Leona pergi, Amir berkata ke rekan petugas, “Bro, terima aja kalo ada paket dari dia, tapi nggak usah kasi ke Nona Dania. Dia itu kan yang ada di foto dan rekaman yang dulu kubagikan itu, loh!”Petugas di depan Amir langsung membelalakkan matanya, “Oh! Ternyata itu dia! Ayo, Pak, cepat buka paketnya! Lumayan ada barang baru! Hehe!”***Siang itu, jalanan Ivory terasa lebih padat dari biasanya. Mobil-mobil bergerak pelan, terjebak dalam kemacetan yang sudah menjadi pemandangan sehari-hari di sana. Di antara deretan kendaraan yang nyaris tidak bergerak, sebuah mobil mewah berwarna hitam ikut terhimpit di kemacetan jalan. Di dalamnya, seorang pria bernama Hizam duduk dengan tidak sabar, jemarinya mengetuk-ngetuk setir mobil."Sialan! Malah macet!"Hizam melirik jam tangannya untuk kesekian kali, mendecakkan lidah kesal karena keterlambatannya ke sebua
"Pesuruh?"Ada kilatan terkejut di mata Hizam."Iya, pesuruh, Pak." Wanita ketus itu masih menjawab dengan nada suara yang sama.Hizam mengerutkan keningnya, agak bingung.“Pesuruh?” Hizam agak kurang yakin. “Tapi sepertinya dia tadi masuk ke gedung ini dengan dandanan … yang nggak mirip pesuruh.”Sementara wanita petugas front desk itu memberi kode melalui matanya ke rekan yang menjawab Hizam, si rekan malah mendelik agar petugas front desk diam saja.“Yah, dia emang suka dandan lebay di sini, Pak. Bapak ini siapanya Dania? Pacarnya juga?” Wanita itu begitu frontal ketika menanyakan itu.Hizam tentu saja terkejut. Tapi dia lekas menguasai dirinya dan tersenyum.“Aku bukan pacarnya, kok. Aku … kebetulan salah satu temanku berkencan dengan Dania dan aku hanya ingin tau apakah Dania wanita baik-baik dan layak untuk temanku.”Dengan lancarnya Hizam memburaikan karangan bebas.“Oh! Bilang ke teman kamu, Pak, lupakan Dania. Dia itu pacarnya di mana-mana! Bahkan kami curiga dia lagi menggod
"Sayang, kami sangat merindukanmu!" seru Sofia, matanya berkaca-kaca.Dia peluk erat- erat putrinya sambil air mata sudah mulai menggenang di pelupuk mata.Levi pun bergabung dalam pelukan hangat itu. "Putri kecil kami di sini sudah semakin cantik dan keren hanya dalam hitungan bulan saja," ujarnya dengan nada bangga.Dania masih terkejut, namun dia membalas pelukan orang tuanya. Berbagai pertanyaan berkecamuk di benaknya. Apakah mereka tidak sibuk di Zeralandia? Ada urusan apa datang ke Morenia? "Kok Papa dan Mama nggak mengabari aku kalau mau datang?" tanya Dania setelah pelukan mereka terlepas.Dia sedikit berlakon merajuk.Levi tertawa kecil. "Memangnya kami tak boleh menemui putri kesayangan kami? Kami ingin memberimu kejutan."Dania akhirnya tersenyum, meski belum tuntas mengucapkan semua pertanyaannya. Dia mempersilakan orang tuanya duduk kembali di sofa sementara dia mengambil minuman untuk mereka."Jadi, apa yang bikin Papa dan Mama datang ke Ivory?" tanya Dania sambil menua
"Pesta ... gala?" tanya Dania, sekedar memastikan pendengarannya tidak salah.Yohan mengangguk.Dia menarik napas dalam sebelum mulai berbicara, "Begini, Dania, lusa malam ada pesta gala di Ivory. Tepatnya di ballroom Hotel Grandeur, hotel bintang lima yang sangat terkenal itu."Dania mengangguk, menunggu Yohan melanjutkan."Pesta ini diadakan oleh Grup Berliana untuk merayakan 100 tahun bisnis mereka di Morenia. Tapi bukan hanya itu," Yohan berhenti sejenak, "mereka juga mengadakan pesta ini untuk menyambut kedatangan orang tuamu. Tentunya kamu sudah bertemu mereka, bukan?"Dania mengangguk sebagai respon pertanyaan terakhir Yohan. Hanya saja mengenai....Mata Dania melebar mendengar informasi ini. "Papa dan Mama? Apa hubungannya mereka dengan Grup Berliana?""Mereka berkawan baik secara personal maupun bisnis." Yohan menjelaskan secara singkat.Dania merenungkan terlebih dahulu ajakan Yohan. Apakah dia perlu mengiyakan?"Aku ingin kamu menemaniku ke pesta ini, sebagai wakil dari Nex
"Aku tidak peduli hendak diperkenalkan sebagai asisten maupun sekretaris, terserah Pak Yohan saja." Dania menjawab dari samping. "Yang penting aku bisa tetap berada di Nexus dan belajar dari kalian."Yohan angguk-anggukkan kepala dengan puas akan jawaban Dania."Ayo, Dania." Yohan turun dari mobil dan mengulurkan tangan untuk Dania, yang disambut oleh gadis itu.Ballroom Hotel Grandeur dipenuhi kemewahan dan gemerlap. Para tamu undangan dari kalangan elit bisnis dan sosialita berkumpul, menciptakan suasana yang meriah namun tetap elegan. Saat Dania dan Yohan memasuki ruangan, banyak mata tertuju pada mereka, terutama pada sosok Dania yang begitu memesona.Yohan dengan bangga mulai memperkenalkan Dania kepada rekan-rekan bisnisnya. "Perkenalkan, ini Dania, asisten merangkap sekretaris pribadi saya yang sangat kompeten," ujarnya dengan senyum ramah.Dania tersenyum sopan dan menjabat tangan para tamu dengan anggun. Dia bisa merasakan tatapan penasaran dan kagum dari orang-orang di sekit
Dania memutar matanya sambil membatin, ‘Duh, kenapa dia nyadar kalau ini aku, sih?’Hizam mau tak mau berhenti dan menoleh ke Dania yang ditunjuk Leona. Dia agak terkejut melihat kecantikan Dania malam itu, tapi tentu saja tidak dia perlihatkan secara terang-terangan."Well, well, well," Leona memulai dengan nada manis yang dibuat-buat. "Lihat siapa yang kita temui di sini. Dania, Zam!"Suasana pesta yang semula menyenangkan bagi Dania, perlahan berubah menjadi tegang saat Leona, dengan langkah anggun namun penuh intimidasi, mendekati Dania. Mata Leona menyipit, seolah mengonfirmasi kecurigaannya bahwa wanita cantik di hadapannya ini adalah Dania, mantan istri tunangannya.Dania, yang sedang berbincang dengan beberapa tamu, merasakan tubuhnya menegang. Dia berbalik perlahan, berusaha mempertahankan ekspresi tenangnya. "Selamat malam, Nona...?""Oh, please, jangan pura-pura nggak kenal aku, sweetie," Leona tersenyum sinis. “Kita pernah ketemu sewaktu kamu dan pelayan sedang menyiapkan
Keesokan harinya, dia memberikan surat gugatan cerai kepada Leona di rumah mereka. Leona yang membaca surat itu, langsung meledak dalam kemarahan.“HIZAM!” teriaknya, wajahnya memerah. “Apa-apaan ini? Kamu menggugat cerai aku?”Leona yang terbiasa emosional tak bisa menerima apa yang baru diberikan suaminya. Pernikahan mereka masih seumur jagung! Kalau dia sudah menjadi janda, bukankah itu sebuah aib dan malu yang tak terhingga bagi dia dan keluarganya?Hizam mencoba tetap tenang. “Leona, coba ngerti, deh! Hubungan kita ini udah nggak bisa dilanjutkan. Ini keputusan terbaik untuk kita berdua. Tolong deh, kamu mengerti ampe sini.”Dia sudah terbiasa dengan temperamen Leona, maka dia bisa tetap tenang menghadapi Leona yang sedang meledak-ledak.Kalau dipikir-pikir lebih jauh, dia memang patut menyesal sudah memilih Leona ketimbang Dania. Apalagi Dania yang sekarang luar biasa cantik, memikat, dan… penerus Ne
Hizam terkejut. “Apa? Kenapa, Pa?”Betapa mengejutkannya bagi Hizam beserta ibu dan adiknya saat mereka mendengar apa yang diperintahkan Arvan.Menceraikan Leona. Arvan memerintahkan demikian dengan nada tegas dan wajah serius. Baru kali ini Arvan ikut campur dalam ranah hubungan pribadi anaknya.Namun, Arvan seperti tidak mau tau. Dia melotot ke Hizam yang dianggap melawan. Tangannya sudah hendak melayang untuk kedua kalinya, namun Alina segera berdiri di depan putranya, menjadi tameng.“Papi! Jangan pukul lagi anakmu!” Alina mendesis tegas, dan hanya itu yang sanggup dia lakukan yang paling jauh, disebabkan dia juga takut pada Arvan ketika pria itu dalam mode serius.Disebabkan pembelaan Alina yang dia cintai, Arvan urung memukul Hizam.“Papa ingin kamu menceraikan Leona karena kamu akan kembali mengejar Dania,” ujar Arvan dengan tegas. “Kalau dia adalah pewaris Nexus, maka kita tidak bisa kehilangan kesempatan emas ini. Kamu harus melakukan apa pun untuk mendapatkan kembali hatinya.
“Benar, Nona Dania adalah penerus Nexus Holdings.” Yohan menebalkan pernyataan itu.Hizam memicingkan mata, tak percaya.Dania? Mantan istrinya yang menyedihkan itu? Yang merupakan anak dari pasangan miskin yang membeli mobil saja tidak mampu?“Kenapa, Zam? Kamu nggak percaya?” Dania menaikkan dagunya, puas bisa membuat Hizam sepucat kertas. “Aku bisa kasi bukti dari tes DNA. Nama asliku Dania Hadid. Nexus di Morenia sebenarnya tempat aku untuk berlatih bisnis sebelum aku mengambil alih seluruh Nexus.”Hizam berdiri terpaku, tubuhnya kaku seperti patung. Kata-kata Yohan menggema di kepalanya berulang kali, seolah-olah mencoba meyakinkan pikirannya yang enggan menerima kenyataan.Dania? Pewaris Nexus Holdings?Dia menggelengkan kepala pelan, berusaha menepis apa yang baru saja didengarnya.Namun, tatapan percaya diri Dania, ditambah dengan senyum puas yang mengembang di wajahnya, membenarkan semua yang Hizam coba sangkal.“Nggak mungkin,” gumam Hizam akhirnya, suaranya penuh ketidakper
“Hubunganku dengan Pak Yohan? Dengan Tuan Levi?” beo Dania atas pertanyaan Hizam. “Hihi! Kepalamu yang berotak payah itu bisa jumpalitan kalau aku kasi tau jawabannya.”Dania tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia berdiri dengan anggun, lalu berjalan mendekati meja di mana beberapa dokumen penting Nexus berada. Tangannya dengan santai menyentuh salah satu dokumen itu sebelum dia akhirnya menatap Hizam.“Aku di sini bukan tanpa alasan,” katanya dengan nada tenang tetapi penuh makna. “Dan satu hal yang harus kamu lakuin kalau kamu ingin bergaul baik dengan penerus Nexus, Hizam, yaitu kamu… harus bersikap saaaaangat baik ama aku.”Setelah mengucapkan itu, Dania menyunggingkan senyum seringainya.Hizam hanya bisa memandang Dania dengan tatapan bingung, tetapi juga penuh amarah yang tertahan. Sesuatu tentang wanita itu terasa berbeda, tetapi dia tidak bisa sepenuhnya memahami apa yang sedang terjadi.“Maksudmu apa sih, Dania? Ngapain aku harus bergaul baik ama kamu lebih dulu kalau ingin
Pada esok harinya….Hizam Grimaldi berjalan memasuki lobi kantor Nexus Holdings dengan langkah penuh percaya diri.Penampilan pria itu tergolong sempurna, mengenakan jas hitam mahal dengan dasi merah marun, namun di dalam hatinya dia merasa sedikit tidak nyaman.Ini semua karena perintah ayahnya, Arvan Grimaldi tadi malam. “Besok Papa tak mau tau. Pergilah ke Nexus Holdings. Pewaris perusahaan itu dirumorkan masih berada di Morenia. Kamu harus menjalin hubungan baik dengannya, tak boleh gagal! Jangan sampai kita kehilangan peluang kerja sama besar!” begitu instruksi tegas yang dia terima.Namun, rasa tidak nyaman Hizam perlahan berubah menjadi kekesalan saat dia memasuki ruang pribadi Yohan. Di sana, dia melihat Yohan, sang Managing Director Nexus Holdings di Morenia, berdiri di samping kursi besar yang diduduki seorang wanita yang sangat dia kenal—Dania.Mata Hizam membelalak, tetapi bukan karena keterkejutan biasa. “Kamu ngapain di sini?” suaranya tajam, nyaris seperti perintah terh
‘Astaga! Astaga! Astaga!’ Dania merasakan jantungnya sibuk berdebar kencang.Dia tidak menyangka akan diberi pertanyaan mengenai sesuatu yang… yang… membuat wajahnya akan merah padam.“Itu… sakit…” Suara Dania seperti mencicit pelan. Dia bingung. Harus menanggapi dengan kalimat apa?Karena gugup, Dania tak berani menatap Rivan. Kepalanya terus tertunduk, seakan meja dan piring jauh lebih memikat mata ketimbang pria tampan di depannya.“Dania…” Rivan menyapa dengan suara lebih lembut.Tangan pria itu juga terjulur untuk menggapai tangan Dania. Senyumnya tak pernah luntur dari wajah tampannya.“Um!” Dania tersentak.Dia terlalu gugup saat ini, hingga tanpa sadar menarik tangannya dari gapaian Rivan. Dia bisa melihat pria itu terlihat kecewa.Tapi bagaimana ini? Dia tak mungkin mendorong tangannya lagi untuk masuk ke telapak tangan Rivan, kan?Akan aneh, bukan?“A-aku makan dulu sopnya, yah!” Dania mengalihkan pembicaraan.Dia segera meraih mangkuk untuknya dan mulai menyantapnya di bawah
“Anda menolak tamu ini?” tanya petugas melalui telepon khusus.“Iya, Pak! Iya! Tolak aja! Bilang, aku udah tidur!” Dania mengulangi ucapannya, kali ini dengan nada tegas agar lebih meyakinkan petugas di bawah sana.Setelah mengakhiri pembicaraan singkat dengan petugas, Dania kembali ke ruang tengah dan duduk gelisah di sofa mahalnya.Tanpa sadar, giginya sibuk menggigiti tepian kukunya beserta kulit di bagian pinggir. Tingkah ketika dia sedang gelisah maupun panik.“Duh, gimana, sih! Aku malah nolak dia? Padahal aku… aku harus tanya ke dia soal… soal… arrkhhh! Nggak mungkin aku tanya: Riv, apa benar kamu yang udah ambil perawan aku? Aish! Gila aja tanya gitu ke dia!”Dania yang awalnya sangat menginginkan kedatangan Rivan, kini justru gelisah dan takut bertemu pria itu. Lebih tepatnya, dia malu. Sangat malu.Entah seperti apa dia ketika malam itu melakukannya dengan Rivan. Argh! Dia tak mau membayangkannya! Pasti bukan sebuah hal yang menyenangkan untuk diingat-ingat, bukan?Duduk gel
“Mmhh~ Riiivv~” Dania masih saja mengerang manja sambil menampilkan wajah penuh minatnya terhadap Rivan.Dikarenakan Dania terus saja memancing, maka Rivan tak bisa mengelak dari hasratnya sendiri.Dia terpikat pada Dania sejak lama dan dia yakin Dania kini bisa membalas perasaanya yang sudah berkembang menjadi sayang dan cinta.“Annhh~” Dania melenguh pelan ketika Rivan mulai menciumi tubuhnya.Sesekali dia akan bergidik karena geli dan mendapatkan sensasi asing yang baru kali ini dirasakan.Napas Dania tersengal, dia terengah-engah ketika sentuhan-sentuhan Rivan membawa eforia tersendiri bagi tubuhnya yang amatir.“A-aarkhh!” Dania tanpa segan menyerukan suara lepasnya ketika dirinya mendapatkan pengalaman yang pertama kalinya di dalam hidup.Hingga akhirnya tangannya terus digenggam erat Rivan sambil dia menyerahkan seluruh dirinya pada pria itu, meski di bawah pengaruh obat.***“Umrh~” Dania terbangun dan mendapati dirinya sudah ada di tempat tidur huniannya. Sendirian.Ketika di
“Ummhh?” Dania mengerang pelan sambil memberikan nada tanya saat Sebastian menciumnya. “Riv….”Mendadak saja, nama itu keluar dari mulut Dania, dialunkan dengan lembut, seakan menyiratkan perasaan orang yang menyebutkannya.Seketika, Sebastian menghentikan tingkah gilanya dan menyudahi ciumannya untuk menatap wajah Dania.“Nona, apakah hanya dia saja yang ada di pikiranmu?” bisik Sebastian sambil menatap wajah merah padam Dania.Ketika lift terbuka, Sebastian segera sadar dan menyingkirkan segala pikiran busuknya pada Dania. Dia bisa saja membuat Melody menyingkir dan Dania akan berhasil dia kuasai untuk dirinya sendiri.Tapi….Sebastian menggendong Dania, memastikan dia aman hingga Melody tiba dengan mobil. “Ayo!” Sebastian sudah membantu Dania masuk ke mobil dan dia berada di belakang untuk menjaga.Sekaligus memeluk Dania untuk keegoisannya sendiri, sedangkan Melody fokus mengemudi.“Kita langsung ke penthouse Nona saja dan kita bisa jaga Nona di sana.” Sebastian mengomando.Melod