"Pesta ... gala?" tanya Dania, sekedar memastikan pendengarannya tidak salah.Yohan mengangguk.Dia menarik napas dalam sebelum mulai berbicara, "Begini, Dania, lusa malam ada pesta gala di Ivory. Tepatnya di ballroom Hotel Grandeur, hotel bintang lima yang sangat terkenal itu."Dania mengangguk, menunggu Yohan melanjutkan."Pesta ini diadakan oleh Grup Berliana untuk merayakan 100 tahun bisnis mereka di Morenia. Tapi bukan hanya itu," Yohan berhenti sejenak, "mereka juga mengadakan pesta ini untuk menyambut kedatangan orang tuamu. Tentunya kamu sudah bertemu mereka, bukan?"Dania mengangguk sebagai respon pertanyaan terakhir Yohan. Hanya saja mengenai....Mata Dania melebar mendengar informasi ini. "Papa dan Mama? Apa hubungannya mereka dengan Grup Berliana?""Mereka berkawan baik secara personal maupun bisnis." Yohan menjelaskan secara singkat.Dania merenungkan terlebih dahulu ajakan Yohan. Apakah dia perlu mengiyakan?"Aku ingin kamu menemaniku ke pesta ini, sebagai wakil dari Nex
"Aku tidak peduli hendak diperkenalkan sebagai asisten maupun sekretaris, terserah Pak Yohan saja." Dania menjawab dari samping. "Yang penting aku bisa tetap berada di Nexus dan belajar dari kalian."Yohan angguk-anggukkan kepala dengan puas akan jawaban Dania."Ayo, Dania." Yohan turun dari mobil dan mengulurkan tangan untuk Dania, yang disambut oleh gadis itu.Ballroom Hotel Grandeur dipenuhi kemewahan dan gemerlap. Para tamu undangan dari kalangan elit bisnis dan sosialita berkumpul, menciptakan suasana yang meriah namun tetap elegan. Saat Dania dan Yohan memasuki ruangan, banyak mata tertuju pada mereka, terutama pada sosok Dania yang begitu memesona.Yohan dengan bangga mulai memperkenalkan Dania kepada rekan-rekan bisnisnya. "Perkenalkan, ini Dania, asisten merangkap sekretaris pribadi saya yang sangat kompeten," ujarnya dengan senyum ramah.Dania tersenyum sopan dan menjabat tangan para tamu dengan anggun. Dia bisa merasakan tatapan penasaran dan kagum dari orang-orang di sekit
Dania memutar matanya sambil membatin, ‘Duh, kenapa dia nyadar kalau ini aku, sih?’Hizam mau tak mau berhenti dan menoleh ke Dania yang ditunjuk Leona. Dia agak terkejut melihat kecantikan Dania malam itu, tapi tentu saja tidak dia perlihatkan secara terang-terangan."Well, well, well," Leona memulai dengan nada manis yang dibuat-buat. "Lihat siapa yang kita temui di sini. Dania, Zam!"Suasana pesta yang semula menyenangkan bagi Dania, perlahan berubah menjadi tegang saat Leona, dengan langkah anggun namun penuh intimidasi, mendekati Dania. Mata Leona menyipit, seolah mengonfirmasi kecurigaannya bahwa wanita cantik di hadapannya ini adalah Dania, mantan istri tunangannya.Dania, yang sedang berbincang dengan beberapa tamu, merasakan tubuhnya menegang. Dia berbalik perlahan, berusaha mempertahankan ekspresi tenangnya. "Selamat malam, Nona...?""Oh, please, jangan pura-pura nggak kenal aku, sweetie," Leona tersenyum sinis. “Kita pernah ketemu sewaktu kamu dan pelayan sedang menyiapkan
Alina menatap Dania dari atas ke bawah dengan pandangan merendahkan. "Masih mencoba peruntungan di kalangan atas, rupanya? Apa kamu nggak malu, Dania? Setelah dicampakkan anakku, kamu katanya semakin menggila dari satu pria kaya ke pria kaya lainnya? Ckckck!"Sepertinya Alina tidak mengikuti adegan ketika Dania berhasil menampar Leona dengan kata-katanya dikarenakan fitnahan serupa.Zila menambahkan dengan nada sinis, "Yah, setidaknya kali ini dia berhasil masuk ke pesta elit. Peningkatan yang cukup signifikan, kan Ma?"Sudah jelas kentara, dari apa yang diucapkan Alina dan Zila, itu menunjukkan bahwa kedua wanita itu sudah mendapatkan ucapan beracun Hizam dan Leona mengenai Dania.“Nggak aku sangka, perempuan jelek sepertimu bisa jadi seperti ini. Hebat sekali dokter operasi plastikmu!”Sambil mencibir, Zila menunjukkan sedikit rasa tak terima ketika melihat Dania bisa memakai gaun yang dia ketahui harganya mencapai ratusan juta rupiah. Belum lagi perhiasannya. Gaun di lemarinya tak
“Maksudnya?” tanya Sofia Hadid pada Alina.Sofia mengerutkan kening sambil matanya memicing heran atas apa yang diucapkan Alina.Karena ingin mengesankan Sofia, Alina tertawa kecil basa-basi untuk membuka ucapan, “Dia ini … mantan menantu saya, Nyonya Hadid.”Tangan Alina mengarah ke Dania.Sedangkan Dania hanya menarik napas dalam-dalam, sepertinya Alina memang tak bisa diselamatkan lagi. Berani sekali Alina menuding dan bicara buruk mengenai dia di depan ibu kandungnya?“Ada apa dengan Dania? Maksudku … pekerja kami?” Sofia melirik Dania yang sedang menarik napas dalam-dalam.Dari tingkah putrinya saja, Sofia langsung paham bahwa Alina merupakan orang yang bermasalah dengan sang putri di awal pertemuan mereka saat hujan lebat dan dingin malam itu.“Nyonya, izinkan saya memberi peringatan pada Anda, bahwa pesuruh di kantor cabang Anda ini merupakan wanita berbahaya,” ucap Alina menggunakan suara bisikan yang dilebih-lebihkan.Beberapa orang yang menonton pun semakin tertarik dan ingi
‘Haruskah aku mengatakannya di sini juga?’ Dania bertanya-tanya di dalam hatinya.Dania menatap Yohan dengan tenang, meskipun pertanyaannya begitu telak. Dia menarik napas dalam sebelum menjawab."Pak Yohan, aku sangat menghargai kepercayaan Pak Yohan selama ini." Dania memulai dengan suara mantap. "Dan karena itulah, aku mohon untuk terus mempercayaiku. Ada banyak hal yang perlu aku jelaskan, tapi kurasa pesta ini bukanlah tempat yang tepat untuk membicarakannya."Yohan mengangguk, menyadari kebenaran dalam kata-kata Dania. Terlalu banyak orang lalu-lalang di dekat mereka dan tentu saja akan menimbulkan ketidaknyamanan."Bagaimana jika kita membahas ini secara menyeluruh pada hari Senin di kantor? Aku berjanji akan menjelaskan semuanya kepada Pak Yohan." Dania melanjutkan. "Yang bisa kukatakan sekarang adalah, apapun yang terjadi di masa lalu, nggak akan mempengaruhi profesionalisme dan dedikasi aku terhadap pekerjaanku di Nexus Holdings."Pancaran mata tegas Dania menyiratkan keseri
Sepertinya mereka sempat melihat Dania menerima kartu nama yang disodorkan Rivan."Selamat malam, Tuan Grimaldi, Nona Leona," Dania menyapa dengan nada profesional. "Kuharap kalian menikmati pestanya."Sebelum mereka sempat membalas, Dania sudah melangkah pergi dengan anggun, meninggalkan Hizam dan Leona yang tampak kesal karena tidak bisa memancing reaksi apapun darinya.“Sialan! Si jalang itu memilih kabur!” geram Leona saat melihat Dania sudah berjalan cepat menjauh dari mereka.Dania bergabung kembali dengan Yohan yang sedang berbincang dengan beberapa pengusaha penting. Yohan memperkenalkan Dania, dan tanpa ragu, Dania mulai terlibat dalam diskusi bisnis yang cukup kompleks."Menurut saya, diversifikasi portfolio investasi adalah langkah yang bijak dalam menghadapi fluktuasi pasar saat ini," Dania mengemukakan pendapatnya dengan percaya diri. "Terutama dengan mempertimbangkan tren ekonomi global yang cenderung tidak stabil."Para pengusaha tampak terkesan dengan analisis Dania. S
“Sshhh…” Dania mendesis pelan sambil mengelus lutut yang bergesekan dengan karpet.Dania berusaha bangkit dari lantai dengan cepat, menahan rasa membara di pipinya. Dia mengerutkan kening saat melihat karyawati itu tersenyum sinis, seolah-olah puas dengan apa yang baru saja dilakukannya.“Maaf, nggak sengaja,” ucap karyawati itu dengan nada yang sama sekali tidak tulus, bahkan terdengar mengejek.Tentu saja Dania paham karyawati itu sengaja melakukannya. Potong telinga Dania kalau dia tulus tak sengaja.Dania menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. “Nggak apa-apa,” jawabnya dengan suara yang lebih tenang dari perasaannya sebenarnya.Namun, di dalam hatinya, ada kemarahan yang mulai membara.“Huh! Ya udah!” Karyawati itu melenggang santai meninggalkan Dania dengan wajah arogan.Saat mereka melangkah lebih jauh ke lorong, Dania merasa ponselnya bergetar di dalam tas. Dia segera mengeluarkannya dan melihat nama yang muncul di layar—Nomor tak dikenal. Tanpa pikir panjang, Dan
“Rivan! Rivan!” Dania semakin kalap ketika salah satu perawat menutup tirai yang melingkupi tempat tidur.Dia tak mau ketika tirai itu dibuka nantinya, Rivan sudah ditutup kain putih. Dia tak ingin yang dia tonton di salah satu drama akan dia alami sendiri.Maka dari itu, Dania kalap dan berusaha ingin mendekat ke Rivan, memastikan pria itu baik-baik saja.“Nona, tolong jangan mendekat!” Seorang perawat menghadang langkah Dania.Levi berjuang memegangi putrinya.“Dania! Ayo kita keluar dulu!” Levi menarik Dania menyingkir dari sana. “Kita percayakan pada tim medis. Mereka pasti menangani Rivan dengan baik.”Dania menatap ayahnya dan menangis di dada pria tua itu. Setelahnya, dia pasrah ketika digiring keluar kamar rawat inap oleh Levi.Dia terus menangis di luar kamar.“Tuan, Nona,” panggil salah satu perawat.Dania dan Levi sama-sama menoleh.“Gimana pasien?” tanya Dania, tak sabar sambil mengusap kasar air matanya menggunakan ujung lengan baju.Kemudian, dokter jaga yang menangani R
Dor!“Agh!” Dania refleks menjerit karena kaget.Dia tidak sempat memberikan reaksi atau respon perlawanan selain merunduk, berharap nyawanya tidak lepas dari raga.Namun, dia justru mendengar suara orang berkelahi. Saat dia mendongak, ternyata Rivan sedang melawan Hizam.“Riv!” pekik Dania melihat Rivan sedang bertarung.Tatapannya jatuh pada pistol yang tergeletak di lantai tak jauh darinya.“Dania! Cepat masuk mobil dan pergi!” seru Rivan.Sedangkan saat ini, di tangan Hizam sudah ada pisau cukup besar yang mengancam nyawa Rivan.Dania menolak pergi. “Nggak! Aku—“Stab!Seketika Dania membeku melongo menyaksikan pisau di tangan Rivan sudah tertancap di perut Rivan.Tersadar oleh situasinya, Dania menjerit, “Rivan!”Sementara itu, terkejut dengan yang dilakukannya, Hizam mencabut pisau itu dan berlari kabur, keluar dari tempat parkir.“Riv! Rivan!” Dania berteriak panik sambil menyongsong Rivan yang ambruk bersimbah darah. “Riv! Bertahan!”Kemudian Dania berteriak minta tolong sambi
“Da-Dania, kenapa kamu sekarang sekasar ini kalau ngomong?” Hizam menatap mantan istrinya.Melihat cara Hizam merespon kalimat tajamnya, Dania malah memberikan wajah canda dengan mata dilebarkan sambil mengulum senyum.Lantas, Dania menyahut, “Apakah kamu terluka ama kata-kata aku, Zam? Itu baru omongan, ya kan? Belum juga aku bikin kamu terluka fisik. Sedangkan keluargamu dan kamu juga… kalian nggak hanya melukai perasaan aku karena omongan jahat kalian, tapi juga melukai fisikku.”Saatnya Dania meluapkan unek-unek yang selama ini dia pendam.“Dulu kamu dan keluargamu sering menghina tubuhku yang masih gendut pake kata-kata menyakitkan. Kamu bahkan nggak bolehin aku muncul di depan teman-teman kamu karena malu punya istri kayak aku.”“Lalu, Zam, kamu juga beberapa kali mencekik, menampar, menjambak, dan meludahi aku sambil mengancam mau bunuh aku kalau aku nggak nuruti aturanmu.”Dania masih ingat kejadian saat Leona pertama kali diketemukan dengannya malam sebelum dia kabur. Itu san
“Apa?!” Alina menjerit dengan wajah terkejut. Matanya melotot dengan kedua alis terangkat tinggi. “Jangan main-main! Kamu pasti bercanda!”Jelas sekali ada ketidakrelaan dari Alina mengenai apa yang baru saja dibacakan oleh Pengacara Julian.Zila hendak mengikuti ibunya yang memberikan kalimat tak rela, tapi dia segera mengurungkan niatnya ketika ayahnya berteriak.“Alina, diam!” bentak Arvan pada sang istri.Alina segera menutup mulut dengan sikap terkejut atas bentakan suaminya. Arvan jarang sekali berkata kasar apalagi membentaknya, kecuali benar-benar di situasi tertentu yang penting.“Apa yang dikatakan papi semuanya fakta, bahkan aku sudah mengetahui wasiat terdahulu papi mengenai Dania.” Arvan menundukkan kepala.Ucapan suaminya membuat Alina semakin terkesima.“Sa-Sayang?” Alina tidak pernah menyangka bahwa suaminya sudah mengetahui adanya wasiat semacam itu dari ayah mertuanya.“Sungguh tepat apabila Tuan Arvan bersedia menceritakan apa yang terjadi dulunya terhadap keluarga
“Zenith Group berkaitan dengan gadis itu?” Alina sampai mendelik kaget mendengar ucapan ayah mertuanya.“Bagaimana bisa begitu, Opa?” Nada suara Zila mencerminkan dirinya tak terima dengan apa yang baru saja disampaikan kakeknya.Yang benar saja! Mana bisa Dania dianggap berkaitan dengan berdirinya Zenith Group? Apakah Hegar sudah terlalu dimakan umur sehingga otaknya bermasalah? Ini yang ada di benak pikiran anggota keluarga Grimaldi di ruangan itu.“Kalian berani menyangsikan ucapan aku?” pekik Hegar dengan napas tersengal.Alen lekas menenangkan Hegar dan mengusap-usap dada pria tua renta tersebut.“Maaf, Papi. Bukannya kami menyangsikan ucapan Papi,” sahut Alina disertai wajah menyesal. “Kami hanya, kaget.”Tak lupa ada cengiran tanda penyesalan di wajah menor Alina. Zila mengangguk untuk mendukung ibunya. Akan gawat kalau sampai pendiri Zenith marah.“Kalian ini tau apa?” ejek Hegar ke menantu dan cucunya.Mata Hegar melirik ke Arvan di dekatnya seakan memberi kode, tapi Arvan ju
“Ada apa dengan Dania?” Mendadak, muncul suara renta dari arah ruang tamu. “Apakah kalian membicarakan Dania anak dari Greg Loveto, mantan karyawanku?”Suara itu muncul berbarengan dengan sosok renta di atas kursi roda yang didorong seorang berpenampilan ala pelayan pria.Segera saja Hizam dan semua yang ada di ruangan itu menundukkan kepala, bersikap sangat hormat pada sosok renta tersebut.“Papi.” Arvan menyebut.“Opa.” Hizam dan Zila sama-sama menyapa sosok renta yang mendekat ke mereka.Orang itu memang salah satu anggota keluarga Grimaldi. Bahkan dia merupakan sosok kunci di balik kesuksesan Zenith Group.Dia adalah Hegar Grimaldi. Usianya sudah mencapai 80 tahun dan memiliki berbagai kompilasi penyakit yang menyebabkan kursi roda menjadi alat terbaik untuknya ketika ingin memiliki mobilitas.Belum lagi botol infus yang turut menggantung di tiang di sebelah kursi rodanya, seakan itu merupakan penunjang hidup terbaik yang bisa dokter berikan padanya.“Papi mertua, kenapa repot-rep
“Saya kurang paham, Tuan,” kata manajer itu. “Sepertinya mereka menggunakan pengaruh mereka untuk menghambat operasi kita.”Hizam yang duduk di pojok ruangan mendongak dengan wajah pucat. “Dania…” bisiknya pelan.***Malam itu, di ruang keluarga Grimaldi, suasana tegang menyelimuti. Alina dan Zila duduk di sofa, sementara Hizam berdiri di dekat jendela dengan wajah lesu. Arvan berjalan mondar-mandir, menahan amarahnya.“Ini semua salahmu, Hizam!” bentak Arvan akhirnya. “Kalau saja kamu tidak bercerai dari dia! Kalau saja kamu berhasil mendapatkan kembali Dania, kita tidak akan menghadapi masalah ini!”Arvan tidak menahan suara menggelegarnya ketika dia sedang dikuasai emosi. Inilah yang membuat dia ditakuti semua penghuni rumah besarnya. Hanya Grimaldi tua, Hegar, yang bisa membuat Arvan takut.“Aku udah mencoba, Pa,” jawab Hizam dengan suara lemah. “Tapi dia nggak mau tau. Dia malahan bilang kalo dia udah tertarik ama pria lain.”Hizam tak berani menaikkan kepala untuk sekedar menata
“Baiklah, Pa. Aku akan mencoba lagi.” Hizam mengangguk akan keinginan ayahnya.Hizam memutuskan untuk tidak menyerah. Dengan penuh tekad, dia menyusun strategi lain untuk meluluhkan hati Dania. Kali ini, dia memutuskan untuk muncul di apartemen mewah Dania tanpa pemberitahuan.Dania yang baru pulang kerja tampak terkejut melihat sosok Hizam berdiri di depan pintu liftnya dengan buket bunga mawar putih di tangan.“Hizam? Apa lagi sekarang?” tanya Dania dengan nada dingin.Kenapa lagi dan lagi mantan suaminya datang padanya? Apakah dia kurang menegaskan ke Hizam bahwa mereka sudah selesai?“Aku ingin bicara, Dania. Tolong,” kata Hizam memohon.Dania mendesah, melirik jam tangannya sejenak, lalu membuka lift dan mereka naik berdua bersama petugas keamanan. Dia bukannya ingin memberi kesempatan ke Hizam, melainkan ingin mendengar bujuk rayu Hizam demi memuaskan egonya sendiri.Sesampainya di penthouse, Dania meminta petugas tadi untuk tetap berjaga di depan pintu ruang transit penthouse.
Keesokan harinya, dia memberikan surat gugatan cerai kepada Leona di rumah mereka. Leona yang membaca surat itu, langsung meledak dalam kemarahan.“HIZAM!” teriaknya, wajahnya memerah. “Apa-apaan ini? Kamu menggugat cerai aku?”Leona yang terbiasa emosional tak bisa menerima apa yang baru diberikan suaminya. Pernikahan mereka masih seumur jagung! Kalau dia sudah menjadi janda, bukankah itu sebuah aib dan malu yang tak terhingga bagi dia dan keluarganya?Hizam mencoba tetap tenang. “Leona, coba ngerti, deh! Hubungan kita ini udah nggak bisa dilanjutkan. Ini keputusan terbaik untuk kita berdua. Tolong deh, kamu mengerti ampe sini.”Dia sudah terbiasa dengan temperamen Leona, maka dia bisa tetap tenang menghadapi Leona yang sedang meledak-ledak.Kalau dipikir-pikir lebih jauh, dia memang patut menyesal sudah memilih Leona ketimbang Dania. Apalagi Dania yang sekarang luar biasa cantik, memikat, dan… penerus Ne