‘Haruskah aku mengatakannya di sini juga?’ Dania bertanya-tanya di dalam hatinya.Dania menatap Yohan dengan tenang, meskipun pertanyaannya begitu telak. Dia menarik napas dalam sebelum menjawab."Pak Yohan, aku sangat menghargai kepercayaan Pak Yohan selama ini." Dania memulai dengan suara mantap. "Dan karena itulah, aku mohon untuk terus mempercayaiku. Ada banyak hal yang perlu aku jelaskan, tapi kurasa pesta ini bukanlah tempat yang tepat untuk membicarakannya."Yohan mengangguk, menyadari kebenaran dalam kata-kata Dania. Terlalu banyak orang lalu-lalang di dekat mereka dan tentu saja akan menimbulkan ketidaknyamanan."Bagaimana jika kita membahas ini secara menyeluruh pada hari Senin di kantor? Aku berjanji akan menjelaskan semuanya kepada Pak Yohan." Dania melanjutkan. "Yang bisa kukatakan sekarang adalah, apapun yang terjadi di masa lalu, nggak akan mempengaruhi profesionalisme dan dedikasi aku terhadap pekerjaanku di Nexus Holdings."Pancaran mata tegas Dania menyiratkan keseri
Sepertinya mereka sempat melihat Dania menerima kartu nama yang disodorkan Rivan."Selamat malam, Tuan Grimaldi, Nona Leona," Dania menyapa dengan nada profesional. "Kuharap kalian menikmati pestanya."Sebelum mereka sempat membalas, Dania sudah melangkah pergi dengan anggun, meninggalkan Hizam dan Leona yang tampak kesal karena tidak bisa memancing reaksi apapun darinya.“Sialan! Si jalang itu memilih kabur!” geram Leona saat melihat Dania sudah berjalan cepat menjauh dari mereka.Dania bergabung kembali dengan Yohan yang sedang berbincang dengan beberapa pengusaha penting. Yohan memperkenalkan Dania, dan tanpa ragu, Dania mulai terlibat dalam diskusi bisnis yang cukup kompleks."Menurut saya, diversifikasi portfolio investasi adalah langkah yang bijak dalam menghadapi fluktuasi pasar saat ini," Dania mengemukakan pendapatnya dengan percaya diri. "Terutama dengan mempertimbangkan tren ekonomi global yang cenderung tidak stabil."Para pengusaha tampak terkesan dengan analisis Dania. S
“Sshhh…” Dania mendesis pelan sambil mengelus lutut yang bergesekan dengan karpet.Dania berusaha bangkit dari lantai dengan cepat, menahan rasa membara di pipinya. Dia mengerutkan kening saat melihat karyawati itu tersenyum sinis, seolah-olah puas dengan apa yang baru saja dilakukannya.“Maaf, nggak sengaja,” ucap karyawati itu dengan nada yang sama sekali tidak tulus, bahkan terdengar mengejek.Tentu saja Dania paham karyawati itu sengaja melakukannya. Potong telinga Dania kalau dia tulus tak sengaja.Dania menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. “Nggak apa-apa,” jawabnya dengan suara yang lebih tenang dari perasaannya sebenarnya.Namun, di dalam hatinya, ada kemarahan yang mulai membara.“Huh! Ya udah!” Karyawati itu melenggang santai meninggalkan Dania dengan wajah arogan.Saat mereka melangkah lebih jauh ke lorong, Dania merasa ponselnya bergetar di dalam tas. Dia segera mengeluarkannya dan melihat nama yang muncul di layar—Nomor tak dikenal. Tanpa pikir panjang, Dan
Dania terkejut sesaat, tapi refleks bela dirinya segera mengambil alih. Dengan cepat, dia menonjok dagu Hizam dari bawah, lalu ketika Hizam lengah, cengkeramannya di rambut Dania bisa mengendur sehingga dia bisa memutar pergelangan tangannya hingga Hizam mengerang kesakitan.Dalam gerakan yang cepat dan lancar, Dania mengangkat lututnya, menghantam selangkangan Hizam dengan keras, membuat mantan suaminya terhuyung ke belakang dan jatuh berlutut sambil memegangi pangkal pahanya yang sakit.“Pecundang laknat!” desis Dania, matanya penuh amarah namun tetap tenang.Hizam mengerang, menahan rasa sakit yang menusuk di batang kebanggaannya. Dia memandang Dania dengan tatapan benci, tetapi ada kilatan ketakutan di matanya yang tidak bisa dia sembunyikan.“Arrghh … urrghh ….” Hizam mengaduh, masih berlutut membungkuk mirip udang.Dania mendekat, merunduk sedikit untuk memastikan bahwa kata-katanya tertangkap jelas oleh Hizam. “Cobalah itu lagi, Hizam, dan aku pastikan punyamu nggak akan bisa b
Keesokan paginya, setelah Dania selesai mengurus beberapa berkas di ruangannya, dia melirik jam. Sudah waktunya datang ke ruang rapat. “Oke aku siap!” ucapnya pada diri sendiri sambil bersiap keluar dari sana.Mengenakan setelan formal berwarna gelap yang memancarkan aura kewibawaan, Dania melangkah dengan percaya diri menuju ruang rapat utama di lantai atas. Setiap langkahnya terdengar tegas, seolah-olah dia sudah siap menghadapi apa pun yang akan terjadi.“Permisi.” Dania mengatakannya dengan suara mantap tanpa ragu.Ketika pintu ruang rapat terbuka, Dania melihat ayahnya, Levi, sudah duduk di ujung meja besar, mengawasi seisi ruangan dengan tatapan yang tajam. Di sebelah Levi, Yohan tampak tenang namun serius, sementara beberapa eksekutif senior yang juga dikenal sebagai orang-orang kepercayaan Levi duduk di sekeliling meja. Mereka semua menatap Dania ketika dia masuk, tetapi tidak ada satu pun yang berbicara.‘Astaga, kenapa atmosfirnya setegang ini, sih? Padahal mau ngebahas gosip
“Ini adalah rekaman dari kamera pengawas di lobi utama beberapa hari lalu. Tim saya mendapatkannya kemarin.”Kemudian, Dania memutar rekaman ketika Hizam datang seorang diri ke front desk lobi utama, kemudian dia datang lagi dengan Leona.Semua orang di ruang itu terkejut.“Ini … apa maksudnya, Nona Dania?” tanya Evelyn, salah satu eksekutif Nexus.“Dia mantan suami saya, Bu Evelyn.” Dania sambil menunjuk ke Hizam yang ada di layar putih.“Bukankah dia … pewaris Zenith?” Eksekutif lain mengerutkan kening sambil matanya terpicing, berusaha fokus dengan rekaman kamera pengawas.Dania mengangguk. “Benar, dia memang Hizam Grimaldi, pewaris Zenith Group. Dan wanita yang datang bersamanya itu bernama Leona, dia pewaris Delight Company. Mereka bertunangan dan sama-sama tidak menyukai saya tanpa alasan jelas.”Dari penjelasan itu saja, kini semakin jelas apa yang sebenarnya terjadi.“Ternyata ini hanya masalah personal yang mereka coba tarik ke ranah profesional? Sungguh dua anak muda yang ti
“Hihi, oke Ma, oke. Aku datang segera, Bu Bos!” goda Dania.Dania menutup telepon dan merasa sedikit was-was. Meskipun Sofia sangat dicintai dan dihormati oleh para karyawan dan direksi di Nexus Holdings, kehadiran ibunya di kantor bisa memancing reaksi dari orang lain.‘Gosipku di Nexus udah bejibun. Kalau aku pergi dengan Mama, cuma bakal memberikan bahan baru ke mereka. Tapi, apa boleh buat? Mama kalau udah berkeinginan, jarang bisa dibantah, sih!’Dia tahu persis bagaimana ibunya.Dengan cepat, Dania merapikan barang-barangnya di meja dan melangkah keluar dari ruang rapat. Dia berjalan dengan kepala tegak melewati beberapa rekan kerja yang tampaknya sudah menunggu di lorong, mungkin berharap menangkap sepotong informasi atau melihat lebih banyak drama.Dania hanya memberikan senyum tipis kepada mereka dan terus melangkah. Dia merasa tatapan mereka mengikutinya, penuh rasa ingin tahu dan sedikit dengki.Setelah mencapai ruangan ayahnya, Dania ibunya duduk menunggu dengan sabar. Mel
“Haahh!” Zila berteriak, terkejut bukan main.Dania menuangkan air di akuarium mini itu ke kepalanya.“Siapa tau kamu butuh didinginkan kepalanya karena mulai meracaukan fitnah.”Alina lekas bereaksi dengan memukul Dania. Namun, karena Dania belajar bela diri, dia hanya perlu menangkis dengan satu tangan.Akibatnya, tangan lembek Alina yang seumur hidupnya hanya tahu bersenang-senang tanpa pernah olah tubuh, terkena tulang keras terlatih Dania.“Argh… aduh… kamu menyakiti aku, yah! Kamu udah berani menyakiti orang tua ini!” teriak Alina.Dania memiringkan kepalanya dengan tatapan heran.“Jelas-jelas Anda yang memukulku duluan. Bahkan harusnya aku bisa melapor ke polisi atas tuduhan serangan fisik.” Dania membalas Alina sambil menunjuk ke kamera pengawas yang terpasang di atas mereka. “Kalau tubuh Anda lemah dan nggak kuat saat memukul, apa harus korban Anda—yang kebetulan kuat—yang harus disalahkan?”Balasan Dania sungguh menampar Alina dan Zila meski dia tak perlu melakukannya secara