“Hah?! Yang benar, Kak? Ada dua karyawati yang dipecat gara-gara kasus penyebaran gosipku?” Dania hampir tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.“Iya, Bu Tiza baru saja memberi tahu saya. Mereka tertangkap basah sedang menyebarkan gosip tentang Anda dan Pak Yohan. Tim HR langsung mengambil tindakan, dan mereka dipecat pagi ini,” Melody menjelaskan.Dania menghela napas panjang. “Aku nggak menyangka masalah ini akan berujung seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, yah! Itu juga salah mereka sendiri, sih!”“Jangan terlalu dipikirkan, Nona Dania. Ini tentu saja bukan salah Anda kalau mereka bergosip yang tak pantas. Mereka melanggar aturan perusahaan, dan Nexus tidak main-main soal integritas,” Melody menambahkan dengan tegas.“Ya, aku mengerti. Makasih udah memberi tau soal ini, Kak Mel,” ujar Dania sambil tersenyum.Meskipun berusaha untuk tetap tenang, ada perasaan cemas yang mulai merayap di benaknya. Dua karyawati dipecat gara-gara gosip tentang dirinya—apakah ini akan memp
Dania melihat surat dengan kop instansi polisi dan membukanya."Kayaknya dua wanita itu masih nggak mau melepaskan aku." Dania sambil membaca isi surat itu. "Ya udah, ayo aja! Antarkan aku ke kantor polisi. Eh, tapi ternyata aku dimintanya datang besok. Oke, siapa takut!" Mata Dania sudah lebih teliti melihat tanggal dan hari dirinya diharuskan datang ke kantor polisi. Ketika Dania keluar ruangan sekedar ingin ke toilet, orang-orang di dekatnya mulai menyingkir dengan tatapan takut. Dania bingung."Emangnya aku ini hantu apa gimana, sih? Kok pada takut dan minggir gitu begitu aku datang?" heran Dania ketika dia menyaksikan beberapa karyawati yang sedang di toilet untuk memperbaiki riasan, langsung pergi setelah kedatangannya.Ketika Dania kembali ke ruangannya, dia mengatakan menceritakan hal itu ke Melody."Itu karena mereka takut dengan kemampuan Anda dalam bela diri, Nona." Melody menanggapi."Apalagi gerakan tajam Nona di rekaman yang viral itu, siapa yang berani cari gara-gara
Penyidik menulis beberapa catatan sebelum kembali menatap Dania. “Apakah ada hal lain yang ingin Anda tambahkan, Saudari Dania?”Dania menggigit bibirnya sebentar, kemudian berbicara dengan nada yang lebih lembut. “Saya tahu dua wanita itu marah karena mereka dipecat dari perusahaan kami. Tapi saya tidak pernah menyangka bahwa mereka akan melakukan hal seperti ini. Saya hanya ingin mempertahankan diri, Pak.”Setelah beberapa saat, penyidik menutup berkasnya. “Baik, pernyataan Anda telah dicatat. Kami akan melanjutkan penyelidikan ini dengan memverifikasi semua informasi dan bukti yang ada. Jika diperlukan, kami akan memanggil Anda kembali untuk memberikan keterangan tambahan.”Wildan berdiri dan mengulurkan tangan pada Dania untuk mengisyaratkan bahwa mereka sudah selesai di sini. “Terima kasih, Pak. Kami akan kooperatif dalam proses penyelidikan ini.”Setelah keluar dari ruang interogasi, Melody dan Sebastian langsung mendekati Dania, memastikan bahwa dia baik-baik saja. “Kak Mel, Se
"Pokoknya cepat bawa mereka ke aku!" perintah Zila dengan nada yang tidak bisa ditawar ke Roco—orang bayarannya yang sudah menjadi tangan kanan yang bisa diandalkan untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan diskresi dan, kadang-kadang, ancaman.Roco sudah terbiasa dengan sikap kasar Zila, hanya mengangguk dan menjawab singkat sebelum keluar untuk menjalankan tugasnya.Tidak butuh waktu lama bagi Roco untuk melacak keberadaan dua wanita tersebut.“Silakan, Nona.” Roco menyerahkan dua mantan karyawan Nexus Holdings yang berkasus dengan Dania ke hadapan Zila.Roco menemukan mereka di sebuah kafe terpencil, jauh dari pusat kota, memastikan bahwa pertemuan mereka tidak menarik perhatian siapa pun.Kedua wanita itu, Anna dan Maya, tampak murung dan marah. Mereka masih sakit hati atas kejadian di gym dan dipecatnya mereka dari pekerjaan yang telah mereka jalani bertahun-tahun.“Kalian Anna dan Maya, kan?” tanya Zila sambil menarik duduk jumawa di depan mereka.Kedua wanita itu mengangguk de
“Kamu bakalan hancur, Dania!”Zila Grimaldi berdiri di depan jendela besar di kantor kecilnya, sebuah kantor dari perusahaan startup di bidang kosmetik yang didanai ayahnya.Dia memandang ke luar dengan senyum puas. Anna dan Maya baru saja meninggalkan kantornya setelah menerima instruksi lebih lanjut.Zila merasa percaya diri bahwa rencananya akan berhasil. Namun, dia tidak tahu bahwa seseorang telah mendengarkan percakapannya melalui perangkat yang dipasang secara diam-diam di dalam kantornya.Di tempat lain, Sebastian yang berada di ruang kerja apartemen Dania, tersenyum licik. "Gotcha," gumamnya, menyadari bahwa dia sekarang memiliki bukti langsung keterlibatan Zila dalam serangan terhadap Dania.Sebastian segera menghubungi Dania dan Melody yang sedang berada di kantor Nexus.“Nona, saya berhasil menangkap percakapan Zila dengan Anna dan Maya,” kata Sebastian dengan suara antusias di telepon. “Dia menawarkan mereka uang untuk menyebarkan fitnah tentang Anda di media sosial. Zila
“Konten dokter Lalisa menyerang produkku?!”Zila menggebrak meja kantornya dengan marah. Wajahnya memerah, dan matanya bersinar dengan kemarahan yang tertahan. Suara tawa dan pembicaraan pelan karyawan di luar ruangannya terdengar seperti ejekan di telinganya."Kok bisa?! Gimana ini bisa terjadi, sih! Apa kamu nggak kasi uang pelicin ke dokter sok cantik itu?!" teriaknya ke arah asisten pribadinya, yang berdiri cemas di dekat pintu. "Kamu betina nggak guna! Keluar!"Asisten itu segera meninggalkan ruangan, menutup pintu di belakangnya dengan cepat.Zila mendengus marah, mengambil ponselnya, dan menelpon manajer produk kosmetiknya."Kenapa dokter Lalisa Estevania bisa mendapatkan informasi tentang produk kita?" tanyanya dengan nada memerintah. “Siapa yang kasi dia sampel untuk diuji?”Suara di seberang telepon terdengar gemetar. “Maaf, Bu Zila. Kami nggak tau bagaimana dia mendapatkan sampel itu. Nggak ada laporan dari divisi produksi atau distribusi bahwa mereka mengirim apa pun ke do
"Dokter Lalisa digugat Zila?" ulang Dania atas informasi yang diberikan Sebastian.Sebastian mengangguk, tapi tak ada raut panik di sana, sama seperti Dania saat ini."Tenang aja, Seba. Pengacara Wildan akan mengurus itu. Aku udah memprediksi langkah itu akan diambil Zila yang kelabakan, makanya aku minta ke Pak Wildan untuk mendampingi dokter Lalisa."Dengan ucapan Dania itu, sudah final bahwa sepak terjang Zila sudah dikunci olehnya. Zila akan susah bergerak selain pasrah menerima kekalahannya dan bahkan berkemungkinan membuat dia masuk penjara."Bagaimana dengan Anna dan Maya, Nona?" tanya Melody di dekat Dania.Sembari menyunggingkan senyum, Dania menjawab, "Biarkan warganet memasak mereka berdua."Seperti yang diucapkan Dania, media sosial Anna dan Maya diserbu warganet untuk menghujat dan menyudutkan mereka berdua.Berbagai komentar pedas membanjiri kolom komentar postingan-postingan mereka."Heh! Dasar iblis betina! Kalau kamu kalah pintar di kantor, jangan main fisik, dong!""
Pagi di Ruang Persidangan....“Nona Dania, tenang saja, semua pasti akan baik-baik saja untuk Anda.” Sebastian membisikkan ini pada Dania.Di ruang sidang yang penuh dengan suasana tegang, Dania duduk dengan tenang di kursi terdakwa. Matanya lurus menatap ke arah hakim yang akan memimpin persidangan ini.“Tentu aja, karena aku nggak salah. Aku percaya pada hukum negara ini.” Dania mengucapkannya sambil tersenyum.Di sebelah Dania, pengacaranya—Wildan Fargar, duduk dengan sikap tenang dan percaya diri, mempersiapkan argumen pembelaannya.Di seberang, dua wanita yang menuduhnya melakukan kekerasan—Anna dan Maya, duduk dengan ekspresi ketegangan yang nyata. Keduanya tampak sangat gugup, sementara pengacara mereka sibuk membolak-balik dokumen di meja.“May, pastinya kuasa hukum Zila bakalan bikin kita semua lolos dari ini, kan?” bisik Anna pada Maya di sebelahnya.“Harus!” bisik Maya pada Anna di sampingnya. “Aku udah muak jadi mainan Roco dalam 3 hari ini!”“Apalagi aku yang terus digili
Keesokan harinya, dia memberikan surat gugatan cerai kepada Leona di rumah mereka. Leona yang membaca surat itu, langsung meledak dalam kemarahan.“HIZAM!” teriaknya, wajahnya memerah. “Apa-apaan ini? Kamu menggugat cerai aku?”Leona yang terbiasa emosional tak bisa menerima apa yang baru diberikan suaminya. Pernikahan mereka masih seumur jagung! Kalau dia sudah menjadi janda, bukankah itu sebuah aib dan malu yang tak terhingga bagi dia dan keluarganya?Hizam mencoba tetap tenang. “Leona, coba ngerti, deh! Hubungan kita ini udah nggak bisa dilanjutkan. Ini keputusan terbaik untuk kita berdua. Tolong deh, kamu mengerti ampe sini.”Dia sudah terbiasa dengan temperamen Leona, maka dia bisa tetap tenang menghadapi Leona yang sedang meledak-ledak.Kalau dipikir-pikir lebih jauh, dia memang patut menyesal sudah memilih Leona ketimbang Dania. Apalagi Dania yang sekarang luar biasa cantik, memikat, dan… penerus Ne
Hizam terkejut. “Apa? Kenapa, Pa?”Betapa mengejutkannya bagi Hizam beserta ibu dan adiknya saat mereka mendengar apa yang diperintahkan Arvan.Menceraikan Leona. Arvan memerintahkan demikian dengan nada tegas dan wajah serius. Baru kali ini Arvan ikut campur dalam ranah hubungan pribadi anaknya.Namun, Arvan seperti tidak mau tau. Dia melotot ke Hizam yang dianggap melawan. Tangannya sudah hendak melayang untuk kedua kalinya, namun Alina segera berdiri di depan putranya, menjadi tameng.“Papi! Jangan pukul lagi anakmu!” Alina mendesis tegas, dan hanya itu yang sanggup dia lakukan yang paling jauh, disebabkan dia juga takut pada Arvan ketika pria itu dalam mode serius.Disebabkan pembelaan Alina yang dia cintai, Arvan urung memukul Hizam.“Papa ingin kamu menceraikan Leona karena kamu akan kembali mengejar Dania,” ujar Arvan dengan tegas. “Kalau dia adalah pewaris Nexus, maka kita tidak bisa kehilangan kesempatan emas ini. Kamu harus melakukan apa pun untuk mendapatkan kembali hatinya.
“Benar, Nona Dania adalah penerus Nexus Holdings.” Yohan menebalkan pernyataan itu.Hizam memicingkan mata, tak percaya.Dania? Mantan istrinya yang menyedihkan itu? Yang merupakan anak dari pasangan miskin yang membeli mobil saja tidak mampu?“Kenapa, Zam? Kamu nggak percaya?” Dania menaikkan dagunya, puas bisa membuat Hizam sepucat kertas. “Aku bisa kasi bukti dari tes DNA. Nama asliku Dania Hadid. Nexus di Morenia sebenarnya tempat aku untuk berlatih bisnis sebelum aku mengambil alih seluruh Nexus.”Hizam berdiri terpaku, tubuhnya kaku seperti patung. Kata-kata Yohan menggema di kepalanya berulang kali, seolah-olah mencoba meyakinkan pikirannya yang enggan menerima kenyataan.Dania? Pewaris Nexus Holdings?Dia menggelengkan kepala pelan, berusaha menepis apa yang baru saja didengarnya.Namun, tatapan percaya diri Dania, ditambah dengan senyum puas yang mengembang di wajahnya, membenarkan semua yang Hizam coba sangkal.“Nggak mungkin,” gumam Hizam akhirnya, suaranya penuh ketidakper
“Hubunganku dengan Pak Yohan? Dengan Tuan Levi?” beo Dania atas pertanyaan Hizam. “Hihi! Kepalamu yang berotak payah itu bisa jumpalitan kalau aku kasi tau jawabannya.”Dania tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia berdiri dengan anggun, lalu berjalan mendekati meja di mana beberapa dokumen penting Nexus berada. Tangannya dengan santai menyentuh salah satu dokumen itu sebelum dia akhirnya menatap Hizam.“Aku di sini bukan tanpa alasan,” katanya dengan nada tenang tetapi penuh makna. “Dan satu hal yang harus kamu lakuin kalau kamu ingin bergaul baik dengan penerus Nexus, Hizam, yaitu kamu… harus bersikap saaaaangat baik ama aku.”Setelah mengucapkan itu, Dania menyunggingkan senyum seringainya.Hizam hanya bisa memandang Dania dengan tatapan bingung, tetapi juga penuh amarah yang tertahan. Sesuatu tentang wanita itu terasa berbeda, tetapi dia tidak bisa sepenuhnya memahami apa yang sedang terjadi.“Maksudmu apa sih, Dania? Ngapain aku harus bergaul baik ama kamu lebih dulu kalau ingin
Pada esok harinya….Hizam Grimaldi berjalan memasuki lobi kantor Nexus Holdings dengan langkah penuh percaya diri.Penampilan pria itu tergolong sempurna, mengenakan jas hitam mahal dengan dasi merah marun, namun di dalam hatinya dia merasa sedikit tidak nyaman.Ini semua karena perintah ayahnya, Arvan Grimaldi tadi malam. “Besok Papa tak mau tau. Pergilah ke Nexus Holdings. Pewaris perusahaan itu dirumorkan masih berada di Morenia. Kamu harus menjalin hubungan baik dengannya, tak boleh gagal! Jangan sampai kita kehilangan peluang kerja sama besar!” begitu instruksi tegas yang dia terima.Namun, rasa tidak nyaman Hizam perlahan berubah menjadi kekesalan saat dia memasuki ruang pribadi Yohan. Di sana, dia melihat Yohan, sang Managing Director Nexus Holdings di Morenia, berdiri di samping kursi besar yang diduduki seorang wanita yang sangat dia kenal—Dania.Mata Hizam membelalak, tetapi bukan karena keterkejutan biasa. “Kamu ngapain di sini?” suaranya tajam, nyaris seperti perintah terh
‘Astaga! Astaga! Astaga!’ Dania merasakan jantungnya sibuk berdebar kencang.Dia tidak menyangka akan diberi pertanyaan mengenai sesuatu yang… yang… membuat wajahnya akan merah padam.“Itu… sakit…” Suara Dania seperti mencicit pelan. Dia bingung. Harus menanggapi dengan kalimat apa?Karena gugup, Dania tak berani menatap Rivan. Kepalanya terus tertunduk, seakan meja dan piring jauh lebih memikat mata ketimbang pria tampan di depannya.“Dania…” Rivan menyapa dengan suara lebih lembut.Tangan pria itu juga terjulur untuk menggapai tangan Dania. Senyumnya tak pernah luntur dari wajah tampannya.“Um!” Dania tersentak.Dia terlalu gugup saat ini, hingga tanpa sadar menarik tangannya dari gapaian Rivan. Dia bisa melihat pria itu terlihat kecewa.Tapi bagaimana ini? Dia tak mungkin mendorong tangannya lagi untuk masuk ke telapak tangan Rivan, kan?Akan aneh, bukan?“A-aku makan dulu sopnya, yah!” Dania mengalihkan pembicaraan.Dia segera meraih mangkuk untuknya dan mulai menyantapnya di bawah
“Anda menolak tamu ini?” tanya petugas melalui telepon khusus.“Iya, Pak! Iya! Tolak aja! Bilang, aku udah tidur!” Dania mengulangi ucapannya, kali ini dengan nada tegas agar lebih meyakinkan petugas di bawah sana.Setelah mengakhiri pembicaraan singkat dengan petugas, Dania kembali ke ruang tengah dan duduk gelisah di sofa mahalnya.Tanpa sadar, giginya sibuk menggigiti tepian kukunya beserta kulit di bagian pinggir. Tingkah ketika dia sedang gelisah maupun panik.“Duh, gimana, sih! Aku malah nolak dia? Padahal aku… aku harus tanya ke dia soal… soal… arrkhhh! Nggak mungkin aku tanya: Riv, apa benar kamu yang udah ambil perawan aku? Aish! Gila aja tanya gitu ke dia!”Dania yang awalnya sangat menginginkan kedatangan Rivan, kini justru gelisah dan takut bertemu pria itu. Lebih tepatnya, dia malu. Sangat malu.Entah seperti apa dia ketika malam itu melakukannya dengan Rivan. Argh! Dia tak mau membayangkannya! Pasti bukan sebuah hal yang menyenangkan untuk diingat-ingat, bukan?Duduk gel
“Mmhh~ Riiivv~” Dania masih saja mengerang manja sambil menampilkan wajah penuh minatnya terhadap Rivan.Dikarenakan Dania terus saja memancing, maka Rivan tak bisa mengelak dari hasratnya sendiri.Dia terpikat pada Dania sejak lama dan dia yakin Dania kini bisa membalas perasaanya yang sudah berkembang menjadi sayang dan cinta.“Annhh~” Dania melenguh pelan ketika Rivan mulai menciumi tubuhnya.Sesekali dia akan bergidik karena geli dan mendapatkan sensasi asing yang baru kali ini dirasakan.Napas Dania tersengal, dia terengah-engah ketika sentuhan-sentuhan Rivan membawa eforia tersendiri bagi tubuhnya yang amatir.“A-aarkhh!” Dania tanpa segan menyerukan suara lepasnya ketika dirinya mendapatkan pengalaman yang pertama kalinya di dalam hidup.Hingga akhirnya tangannya terus digenggam erat Rivan sambil dia menyerahkan seluruh dirinya pada pria itu, meski di bawah pengaruh obat.***“Umrh~” Dania terbangun dan mendapati dirinya sudah ada di tempat tidur huniannya. Sendirian.Ketika di
“Ummhh?” Dania mengerang pelan sambil memberikan nada tanya saat Sebastian menciumnya. “Riv….”Mendadak saja, nama itu keluar dari mulut Dania, dialunkan dengan lembut, seakan menyiratkan perasaan orang yang menyebutkannya.Seketika, Sebastian menghentikan tingkah gilanya dan menyudahi ciumannya untuk menatap wajah Dania.“Nona, apakah hanya dia saja yang ada di pikiranmu?” bisik Sebastian sambil menatap wajah merah padam Dania.Ketika lift terbuka, Sebastian segera sadar dan menyingkirkan segala pikiran busuknya pada Dania. Dia bisa saja membuat Melody menyingkir dan Dania akan berhasil dia kuasai untuk dirinya sendiri.Tapi….Sebastian menggendong Dania, memastikan dia aman hingga Melody tiba dengan mobil. “Ayo!” Sebastian sudah membantu Dania masuk ke mobil dan dia berada di belakang untuk menjaga.Sekaligus memeluk Dania untuk keegoisannya sendiri, sedangkan Melody fokus mengemudi.“Kita langsung ke penthouse Nona saja dan kita bisa jaga Nona di sana.” Sebastian mengomando.Melod