“Konten dokter Lalisa menyerang produkku?!”Zila menggebrak meja kantornya dengan marah. Wajahnya memerah, dan matanya bersinar dengan kemarahan yang tertahan. Suara tawa dan pembicaraan pelan karyawan di luar ruangannya terdengar seperti ejekan di telinganya."Kok bisa?! Gimana ini bisa terjadi, sih! Apa kamu nggak kasi uang pelicin ke dokter sok cantik itu?!" teriaknya ke arah asisten pribadinya, yang berdiri cemas di dekat pintu. "Kamu betina nggak guna! Keluar!"Asisten itu segera meninggalkan ruangan, menutup pintu di belakangnya dengan cepat.Zila mendengus marah, mengambil ponselnya, dan menelpon manajer produk kosmetiknya."Kenapa dokter Lalisa Estevania bisa mendapatkan informasi tentang produk kita?" tanyanya dengan nada memerintah. “Siapa yang kasi dia sampel untuk diuji?”Suara di seberang telepon terdengar gemetar. “Maaf, Bu Zila. Kami nggak tau bagaimana dia mendapatkan sampel itu. Nggak ada laporan dari divisi produksi atau distribusi bahwa mereka mengirim apa pun ke do
"Dokter Lalisa digugat Zila?" ulang Dania atas informasi yang diberikan Sebastian.Sebastian mengangguk, tapi tak ada raut panik di sana, sama seperti Dania saat ini."Tenang aja, Seba. Pengacara Wildan akan mengurus itu. Aku udah memprediksi langkah itu akan diambil Zila yang kelabakan, makanya aku minta ke Pak Wildan untuk mendampingi dokter Lalisa."Dengan ucapan Dania itu, sudah final bahwa sepak terjang Zila sudah dikunci olehnya. Zila akan susah bergerak selain pasrah menerima kekalahannya dan bahkan berkemungkinan membuat dia masuk penjara."Bagaimana dengan Anna dan Maya, Nona?" tanya Melody di dekat Dania.Sembari menyunggingkan senyum, Dania menjawab, "Biarkan warganet memasak mereka berdua."Seperti yang diucapkan Dania, media sosial Anna dan Maya diserbu warganet untuk menghujat dan menyudutkan mereka berdua.Berbagai komentar pedas membanjiri kolom komentar postingan-postingan mereka."Heh! Dasar iblis betina! Kalau kamu kalah pintar di kantor, jangan main fisik, dong!""
Pagi di Ruang Persidangan....“Nona Dania, tenang saja, semua pasti akan baik-baik saja untuk Anda.” Sebastian membisikkan ini pada Dania.Di ruang sidang yang penuh dengan suasana tegang, Dania duduk dengan tenang di kursi terdakwa. Matanya lurus menatap ke arah hakim yang akan memimpin persidangan ini.“Tentu aja, karena aku nggak salah. Aku percaya pada hukum negara ini.” Dania mengucapkannya sambil tersenyum.Di sebelah Dania, pengacaranya—Wildan Fargar, duduk dengan sikap tenang dan percaya diri, mempersiapkan argumen pembelaannya.Di seberang, dua wanita yang menuduhnya melakukan kekerasan—Anna dan Maya, duduk dengan ekspresi ketegangan yang nyata. Keduanya tampak sangat gugup, sementara pengacara mereka sibuk membolak-balik dokumen di meja.“May, pastinya kuasa hukum Zila bakalan bikin kita semua lolos dari ini, kan?” bisik Anna pada Maya di sebelahnya.“Harus!” bisik Maya pada Anna di sampingnya. “Aku udah muak jadi mainan Roco dalam 3 hari ini!”“Apalagi aku yang terus digili
Dania menghela napas lega, sementara Anna dan Maya memucat. Wajah mereka terlihat sangat shock dan mereka saling berpandangan, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.Kuasa hukum mereka mencoba berbicara kepada hakim, tetapi hakim mengangkat tangannya, menandakan bahwa keputusan sudah final.“Persidangan ditutup,” kata hakim sambil mengetukkan palunya sekali lagi. “Anna Wijayanti dan Maya Rumindang akan ditahan segera.”Begitu persidangan berakhir, Dania berdiri dan memeluk Wildan dengan lega. “Terima kasih banyak, Pak Wildan. Tanpa Anda, saya mungkin sudah berakhir di balik jeruji besi.”Meski tahu Dania hanya mengucapkan itu sekedar basa-basi, tapi Wildan tetap senang berhasil memenangkan kasus ini.Wildan tersenyum ramah. “Itulah pekerjaanku, Dania. Anda nggak bersalah, dan hari ini kebenaran terbukti. Anda udah melakukan yang terbaik untuk membela diri, dan keadilan berhasil ditegakkan.”Di luar ruang sidang, Dania bertemu dengan beberapa wartawan yang ingin
Terdengar bisikan-bisikan di seluruh ruang sidang. Anna dan Maya tampak terkejut dan tidak percaya, wajah mereka pucat. Wildan menyembunyikan senyumnya dengan anggukan hormat kepada hakim."Saya memutuskan untuk menambahkan masa hukuman penjara selama enam bulan bagi masing-masing terdakwa. Selain itu, mereka diharuskan membayar denda atas pencemaran nama baik yang dilakukan terhadap Nona Dania. Keputusan ini diambil untuk memberikan pelajaran bahwa fitnah dan pencemaran nama baik tidak dapat ditoleransi dalam masyarakat kita."Hakim memukul palu sebagai tanda berakhirnya sidang. Dania merasa lonjakan kebahagiaan dan kepuasan. Dia telah memenangkan pertarungan ini, bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk semua orang yang pernah menjadi korban fitnah dan pencemaran nama baik.Ketika mereka keluar dari ruang sidang, Wildan menoleh ke Dania dengan senyum puas. "Anda telah melakukan hal yang benar, Nona Dania. Keadilan telah ditegakkan."Sofia merangkul Dania meski tak bisa la
"Tetap di jarak aman, tapi jangan sampai kehilangan jejak, Pak!" Leona masih sibuk memberikan perintah ke sopir taksi yang dia tumpangi.Tidak mengetahui dirinya sedang dikuntit Leona, Dania duduk santai di samping ayahnya."Tadi Papa lihat lemari dapurmu lumayan kosong. Ayo Papa temani kamu belanja!" tawar Levi.Dania menoleh ke ayahnya. Tidak biasanya sang ayah menawarkan diri untuk berbelanja."Papa yakin? Belanja itu repot untuk laki-laki, loh!" Dia sedang menakut-nakuti ayahnya. Apalagi selama ini yang biasanya menemani dia belanja adalah ibunya.Tapi Levi sudah bertekad untuk bisa menjadi ayah sekaligus ibu bagi putrinya selama Sofia masih di Zeralandia."Anggap saja Papa berolah raga." Levi menyahut sambil tersenyum tipis.Karena ayahnya sudah bertekad, maka Dania tak mau menolak lagi.Mobil berhenti di depan gedung apartemennya dan mereka berjalan ke arah supermarket gedung sambil Dania menggamit lengan ayahnya. Bukankah itu wajar saja bagi seorang putri ke ayahnya?Namun, it
Pada pagi harinya, Dania sudah berada di kantor di jam 8.“Selamat pagi, Pak Ilham, Pak Ridwan.” Dania tak lupa menyapa petugas keamanan yang berjaga di depan pintu masuk.Kedua petugas itu membalas sapaan Dania dengan sikap hormat dan segan.“Pagi, Bu Reni, Bu Lisna.” Dia juga tak melewatkan untuk menyapa pekerja kebersihan di gedung Nexus yang ada di dekatnya.Mereka membalas sapaan Dania dengan senyum hormat. Jarang sekali ada karyawan Nexus yang bersedia memberikan salam sapa ke mereka, apalagi dibarengi senyum tulus seperti Dania.Ketika langkah kaki Dania menyusuri lobi luas gedung itu, ada banyak tatapan mata mengarah padanya. Beberapa terlihat kasak-kusuk dibarengi lirikan aneh ke dia.‘Ada apa lagi, sih? Ya kali aku kena gosip lagi?’ batinnya.Mengabaikan kecurigaannya yang dianggap hanya sebuah paranoid saja, Dania memasuki ruangan pribadinya. Sudah ada Melody dan Sebastian di sana.“Nona, akhirnya Anda datang.” Sebastian menyambut dengan sapaan itu.Dania tak paham. “Ada ap
Sementara itu, di apartemennya, Dania menerima kabar dari Sebastian.“Nona, saya sudah berhasil melacak akun itu. Saya rasa dia terhubung dengan Leona Mazon, calon istri mantan suami Anda.”Dari seberang, Sebastian memberikan laporannya hasil investigasinya.“Ah, udah aku duga nggak jauh-jauh dari circle mereka. Hedeh, capek juga yah kalau diganggunya sama mereka lagi, mereka lagi.” Dania menghela napas.“Kalau Anda ingin, saya bisa masuk ke sistem Delight Company.” Sebastian menawarkan demikian.Delight Company merupakan perusahaan milik keluarga Leona. Itu berkecimpung di bidang pariwisata. Mereka memiliki beberapa hotel resor terkenal di Morenia dan berusaha mengembangkannya hingga global, tapi masih belum berhasil.“Hm, masuk aja untuk lihat-lihat dan simpan yang sekiranya perlu.” Dania menjawab. “Tapi nggak usah diotak-atik dulu, Seba. Biar gitu aja, yang penting kita sudah pegang kartu-kartu mereka.”Sebastian menyahut patuh dan mereka menyudahi sambungan.Esoknya di gedung Nexus
“Rivan! Rivan!” Dania semakin kalap ketika salah satu perawat menutup tirai yang melingkupi tempat tidur.Dia tak mau ketika tirai itu dibuka nantinya, Rivan sudah ditutup kain putih. Dia tak ingin yang dia tonton di salah satu drama akan dia alami sendiri.Maka dari itu, Dania kalap dan berusaha ingin mendekat ke Rivan, memastikan pria itu baik-baik saja.“Nona, tolong jangan mendekat!” Seorang perawat menghadang langkah Dania.Levi berjuang memegangi putrinya.“Dania! Ayo kita keluar dulu!” Levi menarik Dania menyingkir dari sana. “Kita percayakan pada tim medis. Mereka pasti menangani Rivan dengan baik.”Dania menatap ayahnya dan menangis di dada pria tua itu. Setelahnya, dia pasrah ketika digiring keluar kamar rawat inap oleh Levi.Dia terus menangis di luar kamar.“Tuan, Nona,” panggil salah satu perawat.Dania dan Levi sama-sama menoleh.“Gimana pasien?” tanya Dania, tak sabar sambil mengusap kasar air matanya menggunakan ujung lengan baju.Kemudian, dokter jaga yang menangani Ri
Dor!“Agh!” Dania refleks menjerit karena kaget.Dia tidak sempat memberikan reaksi atau respon perlawanan selain merunduk, berharap nyawanya tidak lepas dari raga.Namun, dia justru mendengar suara orang berkelahi. Saat dia mendongak, ternyata Rivan sedang melawan Hizam.“Riv!” pekik Dania melihat Rivan sedang bertarung.Tatapannya jatuh pada pistol yang tergeletak di lantai tak jauh darinya.“Dania! Cepat masuk mobil dan pergi!” seru Rivan.Sedangkan saat ini, di tangan Hizam sudah ada pisau cukup besar yang mengancam nyawa Rivan.Dania menolak pergi. “Nggak! Aku—“Stab!Seketika Dania membeku melongo menyaksikan pisau di tangan Rivan sudah tertancap di perut Rivan.Tersadar oleh situasinya, Dania menjerit, “Rivan!”Sementara itu, terkejut dengan yang dilakukannya, Hizam mencabut pisau itu dan berlari kabur, keluar dari tempat parkir.“Riv! Rivan!” Dania berteriak panik sambil menyongsong Rivan yang ambruk bersimbah darah. “Riv! Bertahan!”Kemudian Dania berteriak minta tolong sambi
“Da-Dania, kenapa kamu sekarang sekasar ini kalau ngomong?” Hizam menatap mantan istrinya.Melihat cara Hizam merespon kalimat tajamnya, Dania malah memberikan wajah canda dengan mata dilebarkan sambil mengulum senyum.Lantas, Dania menyahut, “Apakah kamu terluka ama kata-kata aku, Zam? Itu baru omongan, ya kan? Belum juga aku bikin kamu terluka fisik. Sedangkan keluargamu dan kamu juga… kalian nggak hanya melukai perasaan aku karena omongan jahat kalian, tapi juga melukai fisikku.”Saatnya Dania meluapkan unek-unek yang selama ini dia pendam.“Dulu kamu dan keluargamu sering menghina tubuhku yang masih gendut pake kata-kata menyakitkan. Kamu bahkan nggak bolehin aku muncul di depan teman-teman kamu karena malu punya istri kayak aku.”“Lalu, Zam, kamu juga beberapa kali mencekik, menampar, menjambak, dan meludahi aku sambil mengancam mau bunuh aku kalau aku nggak nuruti aturanmu.”Dania masih ingat kejadian saat Leona pertama kali diketemukan dengannya malam sebelum dia kabur. Itu san
“Apa?!” Alina menjerit dengan wajah terkejut. Matanya melotot dengan kedua alis terangkat tinggi. “Jangan main-main! Kamu pasti bercanda!”Jelas sekali ada ketidakrelaan dari Alina mengenai apa yang baru saja dibacakan oleh Pengacara Julian.Zila hendak mengikuti ibunya yang memberikan kalimat tak rela, tapi dia segera mengurungkan niatnya ketika ayahnya berteriak.“Alina, diam!” bentak Arvan pada sang istri.Alina segera menutup mulut dengan sikap terkejut atas bentakan suaminya. Arvan jarang sekali berkata kasar apalagi membentaknya, kecuali benar-benar di situasi tertentu yang penting.“Apa yang dikatakan papi semuanya fakta, bahkan aku sudah mengetahui wasiat terdahulu papi mengenai Dania.” Arvan menundukkan kepala.Ucapan suaminya membuat Alina semakin terkesima.“Sa-Sayang?” Alina tidak pernah menyangka bahwa suaminya sudah mengetahui adanya wasiat semacam itu dari ayah mertuanya.“Sungguh tepat apabila Tuan Arvan bersedia menceritakan apa yang terjadi dulunya terhadap keluarga
“Zenith Group berkaitan dengan gadis itu?” Alina sampai mendelik kaget mendengar ucapan ayah mertuanya.“Bagaimana bisa begitu, Opa?” Nada suara Zila mencerminkan dirinya tak terima dengan apa yang baru saja disampaikan kakeknya.Yang benar saja! Mana bisa Dania dianggap berkaitan dengan berdirinya Zenith Group? Apakah Hegar sudah terlalu dimakan umur sehingga otaknya bermasalah? Ini yang ada di benak pikiran anggota keluarga Grimaldi di ruangan itu.“Kalian berani menyangsikan ucapan aku?” pekik Hegar dengan napas tersengal.Alen lekas menenangkan Hegar dan mengusap-usap dada pria tua renta tersebut.“Maaf, Papi. Bukannya kami menyangsikan ucapan Papi,” sahut Alina disertai wajah menyesal. “Kami hanya, kaget.”Tak lupa ada cengiran tanda penyesalan di wajah menor Alina. Zila mengangguk untuk mendukung ibunya. Akan gawat kalau sampai pendiri Zenith marah.“Kalian ini tau apa?” ejek Hegar ke menantu dan cucunya.Mata Hegar melirik ke Arvan di dekatnya seakan memberi kode, tapi Arvan ju
“Ada apa dengan Dania?” Mendadak, muncul suara renta dari arah ruang tamu. “Apakah kalian membicarakan Dania anak dari Greg Loveto, mantan karyawanku?”Suara itu muncul berbarengan dengan sosok renta di atas kursi roda yang didorong seorang berpenampilan ala pelayan pria.Segera saja Hizam dan semua yang ada di ruangan itu menundukkan kepala, bersikap sangat hormat pada sosok renta tersebut.“Papi.” Arvan menyebut.“Opa.” Hizam dan Zila sama-sama menyapa sosok renta yang mendekat ke mereka.Orang itu memang salah satu anggota keluarga Grimaldi. Bahkan dia merupakan sosok kunci di balik kesuksesan Zenith Group.Dia adalah Hegar Grimaldi. Usianya sudah mencapai 80 tahun dan memiliki berbagai kompilasi penyakit yang menyebabkan kursi roda menjadi alat terbaik untuknya ketika ingin memiliki mobilitas.Belum lagi botol infus yang turut menggantung di tiang di sebelah kursi rodanya, seakan itu merupakan penunjang hidup terbaik yang bisa dokter berikan padanya.“Papi mertua, kenapa repot-rep
“Saya kurang paham, Tuan,” kata manajer itu. “Sepertinya mereka menggunakan pengaruh mereka untuk menghambat operasi kita.”Hizam yang duduk di pojok ruangan mendongak dengan wajah pucat. “Dania…” bisiknya pelan.***Malam itu, di ruang keluarga Grimaldi, suasana tegang menyelimuti. Alina dan Zila duduk di sofa, sementara Hizam berdiri di dekat jendela dengan wajah lesu. Arvan berjalan mondar-mandir, menahan amarahnya.“Ini semua salahmu, Hizam!” bentak Arvan akhirnya. “Kalau saja kamu tidak bercerai dari dia! Kalau saja kamu berhasil mendapatkan kembali Dania, kita tidak akan menghadapi masalah ini!”Arvan tidak menahan suara menggelegarnya ketika dia sedang dikuasai emosi. Inilah yang membuat dia ditakuti semua penghuni rumah besarnya. Hanya Grimaldi tua, Hegar, yang bisa membuat Arvan takut.“Aku udah mencoba, Pa,” jawab Hizam dengan suara lemah. “Tapi dia nggak mau tau. Dia malahan bilang kalo dia udah tertarik ama pria lain.”Hizam tak berani menaikkan kepala untuk sekedar menata
“Baiklah, Pa. Aku akan mencoba lagi.” Hizam mengangguk akan keinginan ayahnya.Hizam memutuskan untuk tidak menyerah. Dengan penuh tekad, dia menyusun strategi lain untuk meluluhkan hati Dania. Kali ini, dia memutuskan untuk muncul di apartemen mewah Dania tanpa pemberitahuan.Dania yang baru pulang kerja tampak terkejut melihat sosok Hizam berdiri di depan pintu liftnya dengan buket bunga mawar putih di tangan.“Hizam? Apa lagi sekarang?” tanya Dania dengan nada dingin.Kenapa lagi dan lagi mantan suaminya datang padanya? Apakah dia kurang menegaskan ke Hizam bahwa mereka sudah selesai?“Aku ingin bicara, Dania. Tolong,” kata Hizam memohon.Dania mendesah, melirik jam tangannya sejenak, lalu membuka lift dan mereka naik berdua bersama petugas keamanan. Dia bukannya ingin memberi kesempatan ke Hizam, melainkan ingin mendengar bujuk rayu Hizam demi memuaskan egonya sendiri.Sesampainya di penthouse, Dania meminta petugas tadi untuk tetap berjaga di depan pintu ruang transit penthouse.
Keesokan harinya, dia memberikan surat gugatan cerai kepada Leona di rumah mereka. Leona yang membaca surat itu, langsung meledak dalam kemarahan.“HIZAM!” teriaknya, wajahnya memerah. “Apa-apaan ini? Kamu menggugat cerai aku?”Leona yang terbiasa emosional tak bisa menerima apa yang baru diberikan suaminya. Pernikahan mereka masih seumur jagung! Kalau dia sudah menjadi janda, bukankah itu sebuah aib dan malu yang tak terhingga bagi dia dan keluarganya?Hizam mencoba tetap tenang. “Leona, coba ngerti, deh! Hubungan kita ini udah nggak bisa dilanjutkan. Ini keputusan terbaik untuk kita berdua. Tolong deh, kamu mengerti ampe sini.”Dia sudah terbiasa dengan temperamen Leona, maka dia bisa tetap tenang menghadapi Leona yang sedang meledak-ledak.Kalau dipikir-pikir lebih jauh, dia memang patut menyesal sudah memilih Leona ketimbang Dania. Apalagi Dania yang sekarang luar biasa cantik, memikat, dan… penerus Ne