Terdengar bisikan-bisikan di seluruh ruang sidang. Anna dan Maya tampak terkejut dan tidak percaya, wajah mereka pucat. Wildan menyembunyikan senyumnya dengan anggukan hormat kepada hakim."Saya memutuskan untuk menambahkan masa hukuman penjara selama enam bulan bagi masing-masing terdakwa. Selain itu, mereka diharuskan membayar denda atas pencemaran nama baik yang dilakukan terhadap Nona Dania. Keputusan ini diambil untuk memberikan pelajaran bahwa fitnah dan pencemaran nama baik tidak dapat ditoleransi dalam masyarakat kita."Hakim memukul palu sebagai tanda berakhirnya sidang. Dania merasa lonjakan kebahagiaan dan kepuasan. Dia telah memenangkan pertarungan ini, bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk semua orang yang pernah menjadi korban fitnah dan pencemaran nama baik.Ketika mereka keluar dari ruang sidang, Wildan menoleh ke Dania dengan senyum puas. "Anda telah melakukan hal yang benar, Nona Dania. Keadilan telah ditegakkan."Sofia merangkul Dania meski tak bisa la
"Tetap di jarak aman, tapi jangan sampai kehilangan jejak, Pak!" Leona masih sibuk memberikan perintah ke sopir taksi yang dia tumpangi.Tidak mengetahui dirinya sedang dikuntit Leona, Dania duduk santai di samping ayahnya."Tadi Papa lihat lemari dapurmu lumayan kosong. Ayo Papa temani kamu belanja!" tawar Levi.Dania menoleh ke ayahnya. Tidak biasanya sang ayah menawarkan diri untuk berbelanja."Papa yakin? Belanja itu repot untuk laki-laki, loh!" Dia sedang menakut-nakuti ayahnya. Apalagi selama ini yang biasanya menemani dia belanja adalah ibunya.Tapi Levi sudah bertekad untuk bisa menjadi ayah sekaligus ibu bagi putrinya selama Sofia masih di Zeralandia."Anggap saja Papa berolah raga." Levi menyahut sambil tersenyum tipis.Karena ayahnya sudah bertekad, maka Dania tak mau menolak lagi.Mobil berhenti di depan gedung apartemennya dan mereka berjalan ke arah supermarket gedung sambil Dania menggamit lengan ayahnya. Bukankah itu wajar saja bagi seorang putri ke ayahnya?Namun, it
Pada pagi harinya, Dania sudah berada di kantor di jam 8.“Selamat pagi, Pak Ilham, Pak Ridwan.” Dania tak lupa menyapa petugas keamanan yang berjaga di depan pintu masuk.Kedua petugas itu membalas sapaan Dania dengan sikap hormat dan segan.“Pagi, Bu Reni, Bu Lisna.” Dia juga tak melewatkan untuk menyapa pekerja kebersihan di gedung Nexus yang ada di dekatnya.Mereka membalas sapaan Dania dengan senyum hormat. Jarang sekali ada karyawan Nexus yang bersedia memberikan salam sapa ke mereka, apalagi dibarengi senyum tulus seperti Dania.Ketika langkah kaki Dania menyusuri lobi luas gedung itu, ada banyak tatapan mata mengarah padanya. Beberapa terlihat kasak-kusuk dibarengi lirikan aneh ke dia.‘Ada apa lagi, sih? Ya kali aku kena gosip lagi?’ batinnya.Mengabaikan kecurigaannya yang dianggap hanya sebuah paranoid saja, Dania memasuki ruangan pribadinya. Sudah ada Melody dan Sebastian di sana.“Nona, akhirnya Anda datang.” Sebastian menyambut dengan sapaan itu.Dania tak paham. “Ada ap
Sementara itu, di apartemennya, Dania menerima kabar dari Sebastian.“Nona, saya sudah berhasil melacak akun itu. Saya rasa dia terhubung dengan Leona Mazon, calon istri mantan suami Anda.”Dari seberang, Sebastian memberikan laporannya hasil investigasinya.“Ah, udah aku duga nggak jauh-jauh dari circle mereka. Hedeh, capek juga yah kalau diganggunya sama mereka lagi, mereka lagi.” Dania menghela napas.“Kalau Anda ingin, saya bisa masuk ke sistem Delight Company.” Sebastian menawarkan demikian.Delight Company merupakan perusahaan milik keluarga Leona. Itu berkecimpung di bidang pariwisata. Mereka memiliki beberapa hotel resor terkenal di Morenia dan berusaha mengembangkannya hingga global, tapi masih belum berhasil.“Hm, masuk aja untuk lihat-lihat dan simpan yang sekiranya perlu.” Dania menjawab. “Tapi nggak usah diotak-atik dulu, Seba. Biar gitu aja, yang penting kita sudah pegang kartu-kartu mereka.”Sebastian menyahut patuh dan mereka menyudahi sambungan.Esoknya di gedung Nexus
Melody mengangguk paham. “Saya akan mempersiapkannya di ruangan VIP restoran.” Melody langsung paham apa yang harus dia lakukan.“Seba, apa kamu udah menyiapkan bukti-buktinya?” tanya Dania.“Sudah, Nona.” Seba mengangguk. Bahkan saya sudah berhasil mengambil data dari kamera pengawas di supermarket dan juga lobi gedung apartemen Anda. Hasilnya luar biasa.”Dania tersenyum mendengar ucapan Sebastian yang lebih ekspresif dibandingkan Melody yang dingin dan tenang. “Tolong jadikan itu cetakan yang bagus dan mendebarkan.”… … …“Silakan, Nona.” Pelayan restoran membimbing Leona ke arah ruang VIP mereka.Leona sedikit gugup menghadiri undangan pribadi dari Dania, tetapi berusaha menyembunyikannya di balik sikap angkuhnya.‘Hizam sialan! Di saat seperti ini, dia malah tugas keluar kota dan susah dihubungi!’ rutuknya sambil terus mengikuti pelayan di depannya.Ruang VIP dibuka pelayan. “Silakan,” ucap sopan pelayan pada Leona sebelum dia pergi.Mata Leona bertemu dengan Dania yang sudah men
Geram menatap isi amplop yang diberi Dania, Leona sampai meremasnya. Tapi setelah itu dia menyesalinya dan lekas meluruskan kertasnya kembali.Dia memotret foto itu dan mengirimkannya ke Hizam, lalu menelepon calon suaminya.“Hizam brengsek! Kamu pergi ke luar kota sama siapa?” teriak Leona di telepon.“A-apa sih, sayang? Kenapa telepon gini langsung marah-marah?” Hizam sudah melihat foto itu dan dia gugup.“Cepat kasi tau aku, kamu pergi kunjungan kerja keluar kota sama siapa? Kenapa cuma ada kamu dan jalang entah siapa saling pelukan jalan di lobi bandara? Kenapa nggak ada tim kamu?”Suara meraung Leona cukup keras sampai mengagetkan pelayan yang menunggu di luar ruangan.“Ya ampun, sayang, kamu kenapa termakan gosip kayak gitu, sih? Itu… itu kan adikku, Zila! Dia… dia kemarin ngantar aku ke bandara! Kamu ini… kenapa sekalut itu, sih?” elak Hizam dari seberang.Leona menarik napas dalam-dalam, mencoba berpikir tenang. Alasan Hizam memang masuk akal. Hizam dan Zila, kakak dan adik, m
"Oh! Pak Rivan, kan?" balas Dania ketika melihat Rivan sudah berdiri di samping mejanya. “Kita bertemu lagi.”Rivan tersenyum lebar, menatap Dania dengan pandangan hangat. “Ya, Dania. Terakhir kita bertemu, di acara gala, kan?”“Benar, Pak.” Dania mengangguk membenarkan.Rivan menunjuk ke kursi yang masih kosong di meja Dania. “Boleh ikut duduk di sini?”“Oh! Eh! Tentu saja, Pak!” Dania malah lupa mempersilakan.Dia terlalu kaget karena tidak menyangka akan bertemu lagi dengan mantan bosnya di minimarket.Tersenyum kecil karena mendapat izin Dania, Rivan menarik kursi untuk dia duduki. Tak lupa dia berkenalan dengan Melody dan Sebastian.“Aku dulunya pemilik minimarket tempat Dania bekerja sebelum dia menikah.”Demikian penjelasan Rivan mengenai hubungannya dengan Dania di depan Melody dan Sebastian.“Ya, dia bosku yang baik, meski agak tertutup. Tapi dia tetap bos yang baik, kok.” Dania sedikit gugup.Apakah ini wajar?“Dan sekarang lihat kamu, Dania. Kamu terlihat berbeda, lebih dewa
‘Apa dia peduli sama kasusku, yah?’ batin Dania usai mendengar ucapan Rivan.Itu karena tatapan mata Rivan kini berubah serius setelah mereka baru saja .Dania menegang mendengar pertanyaan itu. Sebenarnya ini merupakan topik yang paling dia hindari.“Itu... hanya gosip, Rivan,” jawabnya dengan suaranya terdengar lebih tegas dari sebelumnya. “Nggak semuanya benar. Aku cuma fokus sama pekerjaanku dan nggak peduli dengan apa yang orang lain katakan.”Terkadang rasanya berat ketika ada yang menanyakan kabar fitnahan kejam seseorang pada kita. Saat kita menceritakannya, itu seperti membuka luka lama yang hampir pulih, rasanya sakit dan perih.Rivan mengangguk pelan, tampak paham. “Maaf, yah! Aku nggak bermaksud mencampuri urusan pribadimu. Aku cuma ingin memastikan bahwa kamu baik-baik aja. Aku selalu menganggapmu sebagai orang yang selalu bekerja keras, makanya aku nggak percaya dengan gosip mengenaimu.”Dania tersenyum lagi, merasa lega. “Makasih, Rivan. Aku menghargai kepercayaan kamu
Keesokan harinya, dia memberikan surat gugatan cerai kepada Leona di rumah mereka. Leona yang membaca surat itu, langsung meledak dalam kemarahan.“HIZAM!” teriaknya, wajahnya memerah. “Apa-apaan ini? Kamu menggugat cerai aku?”Leona yang terbiasa emosional tak bisa menerima apa yang baru diberikan suaminya. Pernikahan mereka masih seumur jagung! Kalau dia sudah menjadi janda, bukankah itu sebuah aib dan malu yang tak terhingga bagi dia dan keluarganya?Hizam mencoba tetap tenang. “Leona, coba ngerti, deh! Hubungan kita ini udah nggak bisa dilanjutkan. Ini keputusan terbaik untuk kita berdua. Tolong deh, kamu mengerti ampe sini.”Dia sudah terbiasa dengan temperamen Leona, maka dia bisa tetap tenang menghadapi Leona yang sedang meledak-ledak.Kalau dipikir-pikir lebih jauh, dia memang patut menyesal sudah memilih Leona ketimbang Dania. Apalagi Dania yang sekarang luar biasa cantik, memikat, dan… penerus Ne
Hizam terkejut. “Apa? Kenapa, Pa?”Betapa mengejutkannya bagi Hizam beserta ibu dan adiknya saat mereka mendengar apa yang diperintahkan Arvan.Menceraikan Leona. Arvan memerintahkan demikian dengan nada tegas dan wajah serius. Baru kali ini Arvan ikut campur dalam ranah hubungan pribadi anaknya.Namun, Arvan seperti tidak mau tau. Dia melotot ke Hizam yang dianggap melawan. Tangannya sudah hendak melayang untuk kedua kalinya, namun Alina segera berdiri di depan putranya, menjadi tameng.“Papi! Jangan pukul lagi anakmu!” Alina mendesis tegas, dan hanya itu yang sanggup dia lakukan yang paling jauh, disebabkan dia juga takut pada Arvan ketika pria itu dalam mode serius.Disebabkan pembelaan Alina yang dia cintai, Arvan urung memukul Hizam.“Papa ingin kamu menceraikan Leona karena kamu akan kembali mengejar Dania,” ujar Arvan dengan tegas. “Kalau dia adalah pewaris Nexus, maka kita tidak bisa kehilangan kesempatan emas ini. Kamu harus melakukan apa pun untuk mendapatkan kembali hatinya.
“Benar, Nona Dania adalah penerus Nexus Holdings.” Yohan menebalkan pernyataan itu.Hizam memicingkan mata, tak percaya.Dania? Mantan istrinya yang menyedihkan itu? Yang merupakan anak dari pasangan miskin yang membeli mobil saja tidak mampu?“Kenapa, Zam? Kamu nggak percaya?” Dania menaikkan dagunya, puas bisa membuat Hizam sepucat kertas. “Aku bisa kasi bukti dari tes DNA. Nama asliku Dania Hadid. Nexus di Morenia sebenarnya tempat aku untuk berlatih bisnis sebelum aku mengambil alih seluruh Nexus.”Hizam berdiri terpaku, tubuhnya kaku seperti patung. Kata-kata Yohan menggema di kepalanya berulang kali, seolah-olah mencoba meyakinkan pikirannya yang enggan menerima kenyataan.Dania? Pewaris Nexus Holdings?Dia menggelengkan kepala pelan, berusaha menepis apa yang baru saja didengarnya.Namun, tatapan percaya diri Dania, ditambah dengan senyum puas yang mengembang di wajahnya, membenarkan semua yang Hizam coba sangkal.“Nggak mungkin,” gumam Hizam akhirnya, suaranya penuh ketidakper
“Hubunganku dengan Pak Yohan? Dengan Tuan Levi?” beo Dania atas pertanyaan Hizam. “Hihi! Kepalamu yang berotak payah itu bisa jumpalitan kalau aku kasi tau jawabannya.”Dania tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia berdiri dengan anggun, lalu berjalan mendekati meja di mana beberapa dokumen penting Nexus berada. Tangannya dengan santai menyentuh salah satu dokumen itu sebelum dia akhirnya menatap Hizam.“Aku di sini bukan tanpa alasan,” katanya dengan nada tenang tetapi penuh makna. “Dan satu hal yang harus kamu lakuin kalau kamu ingin bergaul baik dengan penerus Nexus, Hizam, yaitu kamu… harus bersikap saaaaangat baik ama aku.”Setelah mengucapkan itu, Dania menyunggingkan senyum seringainya.Hizam hanya bisa memandang Dania dengan tatapan bingung, tetapi juga penuh amarah yang tertahan. Sesuatu tentang wanita itu terasa berbeda, tetapi dia tidak bisa sepenuhnya memahami apa yang sedang terjadi.“Maksudmu apa sih, Dania? Ngapain aku harus bergaul baik ama kamu lebih dulu kalau ingin
Pada esok harinya….Hizam Grimaldi berjalan memasuki lobi kantor Nexus Holdings dengan langkah penuh percaya diri.Penampilan pria itu tergolong sempurna, mengenakan jas hitam mahal dengan dasi merah marun, namun di dalam hatinya dia merasa sedikit tidak nyaman.Ini semua karena perintah ayahnya, Arvan Grimaldi tadi malam. “Besok Papa tak mau tau. Pergilah ke Nexus Holdings. Pewaris perusahaan itu dirumorkan masih berada di Morenia. Kamu harus menjalin hubungan baik dengannya, tak boleh gagal! Jangan sampai kita kehilangan peluang kerja sama besar!” begitu instruksi tegas yang dia terima.Namun, rasa tidak nyaman Hizam perlahan berubah menjadi kekesalan saat dia memasuki ruang pribadi Yohan. Di sana, dia melihat Yohan, sang Managing Director Nexus Holdings di Morenia, berdiri di samping kursi besar yang diduduki seorang wanita yang sangat dia kenal—Dania.Mata Hizam membelalak, tetapi bukan karena keterkejutan biasa. “Kamu ngapain di sini?” suaranya tajam, nyaris seperti perintah terh
‘Astaga! Astaga! Astaga!’ Dania merasakan jantungnya sibuk berdebar kencang.Dia tidak menyangka akan diberi pertanyaan mengenai sesuatu yang… yang… membuat wajahnya akan merah padam.“Itu… sakit…” Suara Dania seperti mencicit pelan. Dia bingung. Harus menanggapi dengan kalimat apa?Karena gugup, Dania tak berani menatap Rivan. Kepalanya terus tertunduk, seakan meja dan piring jauh lebih memikat mata ketimbang pria tampan di depannya.“Dania…” Rivan menyapa dengan suara lebih lembut.Tangan pria itu juga terjulur untuk menggapai tangan Dania. Senyumnya tak pernah luntur dari wajah tampannya.“Um!” Dania tersentak.Dia terlalu gugup saat ini, hingga tanpa sadar menarik tangannya dari gapaian Rivan. Dia bisa melihat pria itu terlihat kecewa.Tapi bagaimana ini? Dia tak mungkin mendorong tangannya lagi untuk masuk ke telapak tangan Rivan, kan?Akan aneh, bukan?“A-aku makan dulu sopnya, yah!” Dania mengalihkan pembicaraan.Dia segera meraih mangkuk untuknya dan mulai menyantapnya di bawah
“Anda menolak tamu ini?” tanya petugas melalui telepon khusus.“Iya, Pak! Iya! Tolak aja! Bilang, aku udah tidur!” Dania mengulangi ucapannya, kali ini dengan nada tegas agar lebih meyakinkan petugas di bawah sana.Setelah mengakhiri pembicaraan singkat dengan petugas, Dania kembali ke ruang tengah dan duduk gelisah di sofa mahalnya.Tanpa sadar, giginya sibuk menggigiti tepian kukunya beserta kulit di bagian pinggir. Tingkah ketika dia sedang gelisah maupun panik.“Duh, gimana, sih! Aku malah nolak dia? Padahal aku… aku harus tanya ke dia soal… soal… arrkhhh! Nggak mungkin aku tanya: Riv, apa benar kamu yang udah ambil perawan aku? Aish! Gila aja tanya gitu ke dia!”Dania yang awalnya sangat menginginkan kedatangan Rivan, kini justru gelisah dan takut bertemu pria itu. Lebih tepatnya, dia malu. Sangat malu.Entah seperti apa dia ketika malam itu melakukannya dengan Rivan. Argh! Dia tak mau membayangkannya! Pasti bukan sebuah hal yang menyenangkan untuk diingat-ingat, bukan?Duduk gel
“Mmhh~ Riiivv~” Dania masih saja mengerang manja sambil menampilkan wajah penuh minatnya terhadap Rivan.Dikarenakan Dania terus saja memancing, maka Rivan tak bisa mengelak dari hasratnya sendiri.Dia terpikat pada Dania sejak lama dan dia yakin Dania kini bisa membalas perasaanya yang sudah berkembang menjadi sayang dan cinta.“Annhh~” Dania melenguh pelan ketika Rivan mulai menciumi tubuhnya.Sesekali dia akan bergidik karena geli dan mendapatkan sensasi asing yang baru kali ini dirasakan.Napas Dania tersengal, dia terengah-engah ketika sentuhan-sentuhan Rivan membawa eforia tersendiri bagi tubuhnya yang amatir.“A-aarkhh!” Dania tanpa segan menyerukan suara lepasnya ketika dirinya mendapatkan pengalaman yang pertama kalinya di dalam hidup.Hingga akhirnya tangannya terus digenggam erat Rivan sambil dia menyerahkan seluruh dirinya pada pria itu, meski di bawah pengaruh obat.***“Umrh~” Dania terbangun dan mendapati dirinya sudah ada di tempat tidur huniannya. Sendirian.Ketika di
“Ummhh?” Dania mengerang pelan sambil memberikan nada tanya saat Sebastian menciumnya. “Riv….”Mendadak saja, nama itu keluar dari mulut Dania, dialunkan dengan lembut, seakan menyiratkan perasaan orang yang menyebutkannya.Seketika, Sebastian menghentikan tingkah gilanya dan menyudahi ciumannya untuk menatap wajah Dania.“Nona, apakah hanya dia saja yang ada di pikiranmu?” bisik Sebastian sambil menatap wajah merah padam Dania.Ketika lift terbuka, Sebastian segera sadar dan menyingkirkan segala pikiran busuknya pada Dania. Dia bisa saja membuat Melody menyingkir dan Dania akan berhasil dia kuasai untuk dirinya sendiri.Tapi….Sebastian menggendong Dania, memastikan dia aman hingga Melody tiba dengan mobil. “Ayo!” Sebastian sudah membantu Dania masuk ke mobil dan dia berada di belakang untuk menjaga.Sekaligus memeluk Dania untuk keegoisannya sendiri, sedangkan Melody fokus mengemudi.“Kita langsung ke penthouse Nona saja dan kita bisa jaga Nona di sana.” Sebastian mengomando.Melod