Pagi di Ruang Persidangan....“Nona Dania, tenang saja, semua pasti akan baik-baik saja untuk Anda.” Sebastian membisikkan ini pada Dania.Di ruang sidang yang penuh dengan suasana tegang, Dania duduk dengan tenang di kursi terdakwa. Matanya lurus menatap ke arah hakim yang akan memimpin persidangan ini.“Tentu aja, karena aku nggak salah. Aku percaya pada hukum negara ini.” Dania mengucapkannya sambil tersenyum.Di sebelah Dania, pengacaranya—Wildan Fargar, duduk dengan sikap tenang dan percaya diri, mempersiapkan argumen pembelaannya.Di seberang, dua wanita yang menuduhnya melakukan kekerasan—Anna dan Maya, duduk dengan ekspresi ketegangan yang nyata. Keduanya tampak sangat gugup, sementara pengacara mereka sibuk membolak-balik dokumen di meja.“May, pastinya kuasa hukum Zila bakalan bikin kita semua lolos dari ini, kan?” bisik Anna pada Maya di sebelahnya.“Harus!” bisik Maya pada Anna di sampingnya. “Aku udah muak jadi mainan Roco dalam 3 hari ini!”“Apalagi aku yang terus digili
Dania menghela napas lega, sementara Anna dan Maya memucat. Wajah mereka terlihat sangat shock dan mereka saling berpandangan, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.Kuasa hukum mereka mencoba berbicara kepada hakim, tetapi hakim mengangkat tangannya, menandakan bahwa keputusan sudah final.“Persidangan ditutup,” kata hakim sambil mengetukkan palunya sekali lagi. “Anna Wijayanti dan Maya Rumindang akan ditahan segera.”Begitu persidangan berakhir, Dania berdiri dan memeluk Wildan dengan lega. “Terima kasih banyak, Pak Wildan. Tanpa Anda, saya mungkin sudah berakhir di balik jeruji besi.”Meski tahu Dania hanya mengucapkan itu sekedar basa-basi, tapi Wildan tetap senang berhasil memenangkan kasus ini.Wildan tersenyum ramah. “Itulah pekerjaanku, Dania. Anda nggak bersalah, dan hari ini kebenaran terbukti. Anda udah melakukan yang terbaik untuk membela diri, dan keadilan berhasil ditegakkan.”Di luar ruang sidang, Dania bertemu dengan beberapa wartawan yang ingin
Terdengar bisikan-bisikan di seluruh ruang sidang. Anna dan Maya tampak terkejut dan tidak percaya, wajah mereka pucat. Wildan menyembunyikan senyumnya dengan anggukan hormat kepada hakim."Saya memutuskan untuk menambahkan masa hukuman penjara selama enam bulan bagi masing-masing terdakwa. Selain itu, mereka diharuskan membayar denda atas pencemaran nama baik yang dilakukan terhadap Nona Dania. Keputusan ini diambil untuk memberikan pelajaran bahwa fitnah dan pencemaran nama baik tidak dapat ditoleransi dalam masyarakat kita."Hakim memukul palu sebagai tanda berakhirnya sidang. Dania merasa lonjakan kebahagiaan dan kepuasan. Dia telah memenangkan pertarungan ini, bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk semua orang yang pernah menjadi korban fitnah dan pencemaran nama baik.Ketika mereka keluar dari ruang sidang, Wildan menoleh ke Dania dengan senyum puas. "Anda telah melakukan hal yang benar, Nona Dania. Keadilan telah ditegakkan."Sofia merangkul Dania meski tak bisa la
"Tetap di jarak aman, tapi jangan sampai kehilangan jejak, Pak!" Leona masih sibuk memberikan perintah ke sopir taksi yang dia tumpangi.Tidak mengetahui dirinya sedang dikuntit Leona, Dania duduk santai di samping ayahnya."Tadi Papa lihat lemari dapurmu lumayan kosong. Ayo Papa temani kamu belanja!" tawar Levi.Dania menoleh ke ayahnya. Tidak biasanya sang ayah menawarkan diri untuk berbelanja."Papa yakin? Belanja itu repot untuk laki-laki, loh!" Dia sedang menakut-nakuti ayahnya. Apalagi selama ini yang biasanya menemani dia belanja adalah ibunya.Tapi Levi sudah bertekad untuk bisa menjadi ayah sekaligus ibu bagi putrinya selama Sofia masih di Zeralandia."Anggap saja Papa berolah raga." Levi menyahut sambil tersenyum tipis.Karena ayahnya sudah bertekad, maka Dania tak mau menolak lagi.Mobil berhenti di depan gedung apartemennya dan mereka berjalan ke arah supermarket gedung sambil Dania menggamit lengan ayahnya. Bukankah itu wajar saja bagi seorang putri ke ayahnya?Namun, it
Pada pagi harinya, Dania sudah berada di kantor di jam 8.“Selamat pagi, Pak Ilham, Pak Ridwan.” Dania tak lupa menyapa petugas keamanan yang berjaga di depan pintu masuk.Kedua petugas itu membalas sapaan Dania dengan sikap hormat dan segan.“Pagi, Bu Reni, Bu Lisna.” Dia juga tak melewatkan untuk menyapa pekerja kebersihan di gedung Nexus yang ada di dekatnya.Mereka membalas sapaan Dania dengan senyum hormat. Jarang sekali ada karyawan Nexus yang bersedia memberikan salam sapa ke mereka, apalagi dibarengi senyum tulus seperti Dania.Ketika langkah kaki Dania menyusuri lobi luas gedung itu, ada banyak tatapan mata mengarah padanya. Beberapa terlihat kasak-kusuk dibarengi lirikan aneh ke dia.‘Ada apa lagi, sih? Ya kali aku kena gosip lagi?’ batinnya.Mengabaikan kecurigaannya yang dianggap hanya sebuah paranoid saja, Dania memasuki ruangan pribadinya. Sudah ada Melody dan Sebastian di sana.“Nona, akhirnya Anda datang.” Sebastian menyambut dengan sapaan itu.Dania tak paham. “Ada ap
Sementara itu, di apartemennya, Dania menerima kabar dari Sebastian.“Nona, saya sudah berhasil melacak akun itu. Saya rasa dia terhubung dengan Leona Mazon, calon istri mantan suami Anda.”Dari seberang, Sebastian memberikan laporannya hasil investigasinya.“Ah, udah aku duga nggak jauh-jauh dari circle mereka. Hedeh, capek juga yah kalau diganggunya sama mereka lagi, mereka lagi.” Dania menghela napas.“Kalau Anda ingin, saya bisa masuk ke sistem Delight Company.” Sebastian menawarkan demikian.Delight Company merupakan perusahaan milik keluarga Leona. Itu berkecimpung di bidang pariwisata. Mereka memiliki beberapa hotel resor terkenal di Morenia dan berusaha mengembangkannya hingga global, tapi masih belum berhasil.“Hm, masuk aja untuk lihat-lihat dan simpan yang sekiranya perlu.” Dania menjawab. “Tapi nggak usah diotak-atik dulu, Seba. Biar gitu aja, yang penting kita sudah pegang kartu-kartu mereka.”Sebastian menyahut patuh dan mereka menyudahi sambungan.Esoknya di gedung Nexus
Melody mengangguk paham. “Saya akan mempersiapkannya di ruangan VIP restoran.” Melody langsung paham apa yang harus dia lakukan.“Seba, apa kamu udah menyiapkan bukti-buktinya?” tanya Dania.“Sudah, Nona.” Seba mengangguk. Bahkan saya sudah berhasil mengambil data dari kamera pengawas di supermarket dan juga lobi gedung apartemen Anda. Hasilnya luar biasa.”Dania tersenyum mendengar ucapan Sebastian yang lebih ekspresif dibandingkan Melody yang dingin dan tenang. “Tolong jadikan itu cetakan yang bagus dan mendebarkan.”… … …“Silakan, Nona.” Pelayan restoran membimbing Leona ke arah ruang VIP mereka.Leona sedikit gugup menghadiri undangan pribadi dari Dania, tetapi berusaha menyembunyikannya di balik sikap angkuhnya.‘Hizam sialan! Di saat seperti ini, dia malah tugas keluar kota dan susah dihubungi!’ rutuknya sambil terus mengikuti pelayan di depannya.Ruang VIP dibuka pelayan. “Silakan,” ucap sopan pelayan pada Leona sebelum dia pergi.Mata Leona bertemu dengan Dania yang sudah men
Geram menatap isi amplop yang diberi Dania, Leona sampai meremasnya. Tapi setelah itu dia menyesalinya dan lekas meluruskan kertasnya kembali.Dia memotret foto itu dan mengirimkannya ke Hizam, lalu menelepon calon suaminya.“Hizam brengsek! Kamu pergi ke luar kota sama siapa?” teriak Leona di telepon.“A-apa sih, sayang? Kenapa telepon gini langsung marah-marah?” Hizam sudah melihat foto itu dan dia gugup.“Cepat kasi tau aku, kamu pergi kunjungan kerja keluar kota sama siapa? Kenapa cuma ada kamu dan jalang entah siapa saling pelukan jalan di lobi bandara? Kenapa nggak ada tim kamu?”Suara meraung Leona cukup keras sampai mengagetkan pelayan yang menunggu di luar ruangan.“Ya ampun, sayang, kamu kenapa termakan gosip kayak gitu, sih? Itu… itu kan adikku, Zila! Dia… dia kemarin ngantar aku ke bandara! Kamu ini… kenapa sekalut itu, sih?” elak Hizam dari seberang.Leona menarik napas dalam-dalam, mencoba berpikir tenang. Alasan Hizam memang masuk akal. Hizam dan Zila, kakak dan adik, m