“Haahh!” Zila berteriak, terkejut bukan main.Dania menuangkan air di akuarium mini itu ke kepalanya.“Siapa tau kamu butuh didinginkan kepalanya karena mulai meracaukan fitnah.”Alina lekas bereaksi dengan memukul Dania. Namun, karena Dania belajar bela diri, dia hanya perlu menangkis dengan satu tangan.Akibatnya, tangan lembek Alina yang seumur hidupnya hanya tahu bersenang-senang tanpa pernah olah tubuh, terkena tulang keras terlatih Dania.“Argh… aduh… kamu menyakiti aku, yah! Kamu udah berani menyakiti orang tua ini!” teriak Alina.Dania memiringkan kepalanya dengan tatapan heran.“Jelas-jelas Anda yang memukulku duluan. Bahkan harusnya aku bisa melapor ke polisi atas tuduhan serangan fisik.” Dania membalas Alina sambil menunjuk ke kamera pengawas yang terpasang di atas mereka. “Kalau tubuh Anda lemah dan nggak kuat saat memukul, apa harus korban Anda—yang kebetulan kuat—yang harus disalahkan?”Balasan Dania sungguh menampar Alina dan Zila meski dia tak perlu melakukannya secara
“Hah?! Yang benar, Kak? Ada dua karyawati yang dipecat gara-gara kasus penyebaran gosipku?” Dania hampir tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.“Iya, Bu Tiza baru saja memberi tahu saya. Mereka tertangkap basah sedang menyebarkan gosip tentang Anda dan Pak Yohan. Tim HR langsung mengambil tindakan, dan mereka dipecat pagi ini,” Melody menjelaskan.Dania menghela napas panjang. “Aku nggak menyangka masalah ini akan berujung seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, yah! Itu juga salah mereka sendiri, sih!”“Jangan terlalu dipikirkan, Nona Dania. Ini tentu saja bukan salah Anda kalau mereka bergosip yang tak pantas. Mereka melanggar aturan perusahaan, dan Nexus tidak main-main soal integritas,” Melody menambahkan dengan tegas.“Ya, aku mengerti. Makasih udah memberi tau soal ini, Kak Mel,” ujar Dania sambil tersenyum.Meskipun berusaha untuk tetap tenang, ada perasaan cemas yang mulai merayap di benaknya. Dua karyawati dipecat gara-gara gosip tentang dirinya—apakah ini akan memp
Dania melihat surat dengan kop instansi polisi dan membukanya."Kayaknya dua wanita itu masih nggak mau melepaskan aku." Dania sambil membaca isi surat itu. "Ya udah, ayo aja! Antarkan aku ke kantor polisi. Eh, tapi ternyata aku dimintanya datang besok. Oke, siapa takut!" Mata Dania sudah lebih teliti melihat tanggal dan hari dirinya diharuskan datang ke kantor polisi. Ketika Dania keluar ruangan sekedar ingin ke toilet, orang-orang di dekatnya mulai menyingkir dengan tatapan takut. Dania bingung."Emangnya aku ini hantu apa gimana, sih? Kok pada takut dan minggir gitu begitu aku datang?" heran Dania ketika dia menyaksikan beberapa karyawati yang sedang di toilet untuk memperbaiki riasan, langsung pergi setelah kedatangannya.Ketika Dania kembali ke ruangannya, dia mengatakan menceritakan hal itu ke Melody."Itu karena mereka takut dengan kemampuan Anda dalam bela diri, Nona." Melody menanggapi."Apalagi gerakan tajam Nona di rekaman yang viral itu, siapa yang berani cari gara-gara
Penyidik menulis beberapa catatan sebelum kembali menatap Dania. “Apakah ada hal lain yang ingin Anda tambahkan, Saudari Dania?”Dania menggigit bibirnya sebentar, kemudian berbicara dengan nada yang lebih lembut. “Saya tahu dua wanita itu marah karena mereka dipecat dari perusahaan kami. Tapi saya tidak pernah menyangka bahwa mereka akan melakukan hal seperti ini. Saya hanya ingin mempertahankan diri, Pak.”Setelah beberapa saat, penyidik menutup berkasnya. “Baik, pernyataan Anda telah dicatat. Kami akan melanjutkan penyelidikan ini dengan memverifikasi semua informasi dan bukti yang ada. Jika diperlukan, kami akan memanggil Anda kembali untuk memberikan keterangan tambahan.”Wildan berdiri dan mengulurkan tangan pada Dania untuk mengisyaratkan bahwa mereka sudah selesai di sini. “Terima kasih, Pak. Kami akan kooperatif dalam proses penyelidikan ini.”Setelah keluar dari ruang interogasi, Melody dan Sebastian langsung mendekati Dania, memastikan bahwa dia baik-baik saja. “Kak Mel, Se
"Pokoknya cepat bawa mereka ke aku!" perintah Zila dengan nada yang tidak bisa ditawar ke Roco—orang bayarannya yang sudah menjadi tangan kanan yang bisa diandalkan untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan diskresi dan, kadang-kadang, ancaman.Roco sudah terbiasa dengan sikap kasar Zila, hanya mengangguk dan menjawab singkat sebelum keluar untuk menjalankan tugasnya.Tidak butuh waktu lama bagi Roco untuk melacak keberadaan dua wanita tersebut.“Silakan, Nona.” Roco menyerahkan dua mantan karyawan Nexus Holdings yang berkasus dengan Dania ke hadapan Zila.Roco menemukan mereka di sebuah kafe terpencil, jauh dari pusat kota, memastikan bahwa pertemuan mereka tidak menarik perhatian siapa pun.Kedua wanita itu, Anna dan Maya, tampak murung dan marah. Mereka masih sakit hati atas kejadian di gym dan dipecatnya mereka dari pekerjaan yang telah mereka jalani bertahun-tahun.“Kalian Anna dan Maya, kan?” tanya Zila sambil menarik duduk jumawa di depan mereka.Kedua wanita itu mengangguk de
“Kamu bakalan hancur, Dania!”Zila Grimaldi berdiri di depan jendela besar di kantor kecilnya, sebuah kantor dari perusahaan startup di bidang kosmetik yang didanai ayahnya.Dia memandang ke luar dengan senyum puas. Anna dan Maya baru saja meninggalkan kantornya setelah menerima instruksi lebih lanjut.Zila merasa percaya diri bahwa rencananya akan berhasil. Namun, dia tidak tahu bahwa seseorang telah mendengarkan percakapannya melalui perangkat yang dipasang secara diam-diam di dalam kantornya.Di tempat lain, Sebastian yang berada di ruang kerja apartemen Dania, tersenyum licik. "Gotcha," gumamnya, menyadari bahwa dia sekarang memiliki bukti langsung keterlibatan Zila dalam serangan terhadap Dania.Sebastian segera menghubungi Dania dan Melody yang sedang berada di kantor Nexus.“Nona, saya berhasil menangkap percakapan Zila dengan Anna dan Maya,” kata Sebastian dengan suara antusias di telepon. “Dia menawarkan mereka uang untuk menyebarkan fitnah tentang Anda di media sosial. Zila
“Konten dokter Lalisa menyerang produkku?!”Zila menggebrak meja kantornya dengan marah. Wajahnya memerah, dan matanya bersinar dengan kemarahan yang tertahan. Suara tawa dan pembicaraan pelan karyawan di luar ruangannya terdengar seperti ejekan di telinganya."Kok bisa?! Gimana ini bisa terjadi, sih! Apa kamu nggak kasi uang pelicin ke dokter sok cantik itu?!" teriaknya ke arah asisten pribadinya, yang berdiri cemas di dekat pintu. "Kamu betina nggak guna! Keluar!"Asisten itu segera meninggalkan ruangan, menutup pintu di belakangnya dengan cepat.Zila mendengus marah, mengambil ponselnya, dan menelpon manajer produk kosmetiknya."Kenapa dokter Lalisa Estevania bisa mendapatkan informasi tentang produk kita?" tanyanya dengan nada memerintah. “Siapa yang kasi dia sampel untuk diuji?”Suara di seberang telepon terdengar gemetar. “Maaf, Bu Zila. Kami nggak tau bagaimana dia mendapatkan sampel itu. Nggak ada laporan dari divisi produksi atau distribusi bahwa mereka mengirim apa pun ke do
"Dokter Lalisa digugat Zila?" ulang Dania atas informasi yang diberikan Sebastian.Sebastian mengangguk, tapi tak ada raut panik di sana, sama seperti Dania saat ini."Tenang aja, Seba. Pengacara Wildan akan mengurus itu. Aku udah memprediksi langkah itu akan diambil Zila yang kelabakan, makanya aku minta ke Pak Wildan untuk mendampingi dokter Lalisa."Dengan ucapan Dania itu, sudah final bahwa sepak terjang Zila sudah dikunci olehnya. Zila akan susah bergerak selain pasrah menerima kekalahannya dan bahkan berkemungkinan membuat dia masuk penjara."Bagaimana dengan Anna dan Maya, Nona?" tanya Melody di dekat Dania.Sembari menyunggingkan senyum, Dania menjawab, "Biarkan warganet memasak mereka berdua."Seperti yang diucapkan Dania, media sosial Anna dan Maya diserbu warganet untuk menghujat dan menyudutkan mereka berdua.Berbagai komentar pedas membanjiri kolom komentar postingan-postingan mereka."Heh! Dasar iblis betina! Kalau kamu kalah pintar di kantor, jangan main fisik, dong!""