"Gimana, Kak Mel? Seba?" tanya Dania untuk yakinnya.Sorot matanya tajam mengarah ke dua asisten pribadinya.Sebastian langsung menjawab. "Tentu saja, Nona. Saya tak sabar menunggu rencana Anda selanjutnya." Dia lalu menoleh ke arah Melody, seakan mempertanyakan kesediaan gadis itu. Melody tersenyum kecil. "Anda bisa mengandalkan saya, Nona. Sudah menjadi kewajiban saya untuk mendampingi Anda dan melakukan semua perintah Anda."Dania mengangguk puas. Sepertinya mereka memang orang yang dikirim dari surga untuk membantunya."Aku cuma bisa mengandalkan kalian. Seba, Kak Mel. Kalian udah banyak bantu aku. Kalian pantas mendapatkan imbalan yang setimpal. Liburan ini baru awal dari rasa makasih aku ke kalian. Meski Bu Tiza menolak diajak karena punya urusan lain dengan Pak Yohan."Dania sebelumnya memang sempat mengajak Tiza yang menjadi atasan Sebastian dan Melody, tapi Tiza merasa dia terlalu tua untuk ikut bersenang-senang. Maka dari itu, dia beralasan hendak mengurus sesuatu bersama Y
"Gila! Dasar gila!" makinya sambil mengambil jarak dan matanya masih tertuju ke lantai.Mata Dania seakan ternodai diakibatkan isi dari amplop cokelat yang dia jatuhkan dengan rasa jijik di lantai. Napasnya memburu dengan kobaran api dendam yang tak bisa terpadamkan."Halo, Pak Amir, bisa minta tolong buang amplop cokelat dan isinya yang ada di lantai unit saya? Terima kasih, Pak!" Dania baru saja menghubungi petugas apartemen.Dia bergegas kembali ke penthouse-nya dan tak lupa mengunci dengan password. Biar saja nanti orang bernama Amir akan masuk ke ruang paket dan membersihkan 'kotoran' di lantai. Ya, Dania menyebutnya itu kotoran."Aku butuh cokelat hangat biar reda syokku!" Dania bergegas ke pantry.Sementara itu, tak sampai setengah jam, Amir sudah masuk ke ruang paket unit penthouse Dania dan menatap ke amplop cokelat besar dan isinya yang berceceran di lantai."Heh? Apa ini?" Amir memunguti lembaran yang berceceran sambil memandang dengan dahi berkerut disertai kepala miring s
"Benar, Pak. Saya Ivella Cantika, asisten baru Bapak," jawab si gadis dengan senyum sopan, meski dalam hati dia merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapan Hizam yang begitu intens.Hizam berdiri dari kursinya, berjalan mengelilingi meja untuk menyambut Ivella. "Ah, selamat datang, Ivella. Namamu sangat tepat dengan dirimu."Dia menatap penuh minat Ivella dari atas sampai bawah sambil mengulurkan tangan dan Ivella menjabatnya dengan profesional. Namun Hizam sepertinya enggan melepaskan genggamannya."Terima kasih, Pak. Saya juga senang bisa bergabung dengan tim Bapak," ujar Ivella, berusaha menarik tangannya dengan halus.Hizam akhirnya melepaskan jabatan tangan itu, tapi matanya masih menelusuri sosok Ivella dari atas ke bawah. "Well, kurasa kita akan sangat cocok bekerja sama. Apa kau sudah tahu tentang ... tugas-tugas khusus yang akan kau tangani?"Ivella mengerutkan dahi, merasa ada yang aneh dengan nada suara Hizam. "Maaf, Pak. Tugas khusus apa, ya? Saya kira posisi saya adalah as
"Gimana? Kalian ada rekomendasi teman hacker? Tentunya yang bisa dipercaya, yah! Jangan yang gigit." Dania menatap Sebastian dan Melody bergantian.Sedangkan dua orang itu mulai saling tatap dan Sebastian tersenyum kecil, sementara Melody tetap dengan wajah seriusnya seperti biasa.Sebastian bertanya terlebih dahulu. "Hacker? Untuk apa, Nona?""Aku butuh akses ke sistem Zenith Group," jawab Dania, suaranya pelan namun tegas.Sebastian terdiam sejenak, matanya menatap Dania dengan intens. Kemudian, sebuah senyum kecil muncul di wajahnya."Nona, Anda sebenarnya sudah mendapatkan hacker yang Anda inginkan." Melody berkata disertai tatapan seriusnya. Sedangkan Dania melotot kaget ketika mendengar itu."Hah? Udah dapat? Siapa? Di mana? Kapan aku ketemu dia?" tanya Dania bertubi-tubi.Sebastian justru terkekeh kecil melihat raut gelisah Dania yang campuran senang dan penasaran. "Anda tidak perlu hacker lain, Nona Dania," ujar Sebastian. "Saya orang yang dimaksud Melody."Dania terperangah
"Terima kasih, Seba atas kekhawatiranmu." Dania tahu bahwa Sebastian hanya mengkhawatirkan dirinya dan dia menghargai itu.Maka, dia mengangguk tegas. "Aku harus melakukannya, Seba. Ini kesempatanku untuk membalas Hizam."Setiap menyebut nama mantan suaminya, maka Dania tidak bisa tidak, pasti akan teringat semua kepahitan yang dia alami di rumah keluarga Grimaldi dan itu pasti akan mengobarkan semangat balas dendamnya.Sebastian menghela napas pelan. "Baiklah, saya akan membantu Anda. Tapi kita harus sangat hati-hati."Selama beberapa jam berikutnya, Dania dan Sebastian menelusuri sistem Zenith Retail Zone, mengumpulkan data-data penting dan mencari celah yang bisa dimanfaatkan.Saat fajar mulai menyingsing, mereka akhirnya selesai. Sebastian menutup laptopnya dan menatap Dania."Nona, saya rasa misi kita berhasil," ujarnya dengan senyum puas.Dania mengangguk, matanya berbinar penuh tekad. "Ya, dan ini baru permulaan. Terima kasih banyak, Seba. Aku nggak tahu harus gimana tanpamu."
"A-astaga, um~ baiklah, sa-saya mengerti, Pak." Ivella sampai terlonjak kecil di kursinya, wajahnya terlihat ragu dan bingung. Ada bimbang di sorot matanya yang gelisah."Nih!" Hizam menaruh tumpukan lembaran uang merah di meja Ivella. "Beli baju yang pantas untuk ke pesta! Jangan yang kuno! Atau aku saja yang membelikanmu? Ah, ya oke, aku yang akan belikan untuk kamu!"Ivella belum sempat merespon apa-apa ketika Hizam membuat keputusan sendiri mengenai gaun untuknya."Ka-kalau begitu, ini uangnya—" Ivella hendak mendorong uang itu kembali ke Hizam."Itu bayaran lemburmu! Cukup kan 20 juta?" Hizam kembali ke mejanya, meninggalkan Ivella dengan kebimbangan.Uang lembur yang teramat sangat banyak, tentu saja. Atau itu memang kebiasaan Hizam memberikan uang lembur sebanyak itu ke karyawannya? Akhirnya, karena tak ingin dimarahi, Ivella pun mengambil uang itu dengan gerakan ragu dan canggung.Ketika dia hendak pulang untuk mandi, Hizam tidak memperbolehkan. "Mandi aja di hotel dekat ven
Ketika membuka mata dan tersadar, Ivella sudah berada di kamar hotel. Dia bergerak bingung, menoleh ke kanan dan kiri.“Ini … apa … apa yang terjadi?” Ivella bingung. Lekas saja dia duduk sambil memegangi kepalanya.Dia terkejut melihat Hizam terbaring di sebelahnya. Yang lebih membuatnya kaget, mereka berdua sama-sama telanjang, hanya tertutupi selimut. Segera saja, dia pukul keras-keras Hizam menggunakan bantal.“Hei! Hei! Apa-apaan!” Hizam terbangun dengan kaget dan ikut duduk.“Bapak jahat! Kenapa Pak Hizam melakukan ini?!” Ivella mulai menangis.Lalu dia menutup wajah menggunakan kedua tangannya.Hizam dengan cepat menyadari situasi. Berlagak ala ksatria kuda putih, Hizam merangkul bahu polos Ivella.“Kemarin … kemarin waktu teman-temanku mulai datang, mereka liat kamu yang teler. Aku langsung mengamankan kamu dan bawa kamu ke sini.” Hizam mulai menjelaskan. “Aku kaget waktu kamu tiba-tiba merangkul aku sambil bilang cinta ke aku. Aku kaget dan kamu malah lepas bajumu. Aku kira c
Mata Leona berbinar senang dan menyerahkan paket itu ke Amir sebelum mendengus ke petugas yang tadi. Lalu pergi dengan senyum puas.Setelah Leona pergi, Amir berkata ke rekan petugas, “Bro, terima aja kalo ada paket dari dia, tapi nggak usah kasi ke Nona Dania. Dia itu kan yang ada di foto dan rekaman yang dulu kubagikan itu, loh!”Petugas di depan Amir langsung membelalakkan matanya, “Oh! Ternyata itu dia! Ayo, Pak, cepat buka paketnya! Lumayan ada barang baru! Hehe!”***Siang itu, jalanan Ivory terasa lebih padat dari biasanya. Mobil-mobil bergerak pelan, terjebak dalam kemacetan yang sudah menjadi pemandangan sehari-hari di sana. Di antara deretan kendaraan yang nyaris tidak bergerak, sebuah mobil mewah berwarna hitam ikut terhimpit di kemacetan jalan. Di dalamnya, seorang pria bernama Hizam duduk dengan tidak sabar, jemarinya mengetuk-ngetuk setir mobil."Sialan! Malah macet!"Hizam melirik jam tangannya untuk kesekian kali, mendecakkan lidah kesal karena keterlambatannya ke sebua