Sebastian sengaja memberikan kalimat itu agar Hizam terkesan menjadi pihak eksklusif dan penting di sana. Dia hanya memainkan ego Hizam saja.Dengan penuh semangat, Hizam menjawab, "Tentu! Saya ingin tahu lebih banyak tentang peluang investasi ini."Hizam yang bodoh hanya seperti ikan yang dibawa ke talenan untuk dipotong.Senyum Sebastian sekali lagi terurai tipis sebelum dia bicara, "Excellent! Mari kita bicarakan detailnya lebih lanjut!"Sebastian dengan sempurna memainkan perannya saat bertemu Hizam. Dia memukau dengan presentasi teknologi canggih yang sebenarnya hanya tipuan visual belaka. Angka-angka proyeksi keuntungan yang fantastis dipaparkan, membuat mata Hizam berbinar."Liat, Kak Mel. Si pewaris bodoh itu dengan mudah ditipu pakai laporan keuangan palsu ampe prototipe 'teknologi' yang sebenarnya hanya tipuan canggih. Hihi! Kali ini kena kau, Hizam!” desis Dania keras sambil matanya berkilat senang.Tanpa disadari, Hizam telah masuk ke dalam jebakan yang dirancang dengan ce
Malam semakin larut di kota yang tak pernah tidur. Sebastian dan Hizam baru saja menyelesaikan makan malam bisnis mereka di restoran mewah. Suasana santai mulai terbangun setelah pembicaraan panjang tentang investasi dan proyeksi keuntungan.Sebastian menyesap sisa anggur di gelasnya, lalu dengan nada kasual bertanya, "Ngomong-ngomong, Tuan Hizam, saya orang baru di kota ini. Adakah tempat hiburan malam yang bisa Anda rekomendasikan?"Mata Hizam langsung berbinar. Tempat hiburan malam? Ditanyakan padanya?Dia mencondongkan tubuhnya ke depan, terlihat antusias diiringi senyuman lebar. "Ah, Alexander! Kau bertanya pada orang yang tepat. Aku tahu semua tempat hiburan malam terbaik di kota ini.""Benarkah? Wah, saya beruntung sekali," balas Sebastian, pura-pura terkejut. "Hampir saja saya mati bosan karena tak tahu apa-apa mengenai itu."Kemudian mereka tertawa bersama. Tawa antar lelaki yang tahu sama tahu.Hizam menepuk pundak Sebastian. "Tenang saja, Alexander. Sebagai perayaan atas ke
Tanpa disadari Hizam, malam pesta liarnya itu akan menjadi awal dari kehancurannya. Bukti-bukti yang dikumpulkan Sebastian akan menjadi senjata mematikan dalam rencana balas dendam Dania yang telah disusun dengan cermat.Pagi itu, Hizam terbangun di apartemennya. Semalam dia pulang dengan 2 wanita yang paling menarik untuk melanjutkan keseruan mereka di ranjangnya."Mana para jalang itu? Hmh, pasti udah pada pulang! Dasar lintah-lintah penghisap duit!"Dengan kepala berdenyut-denyut, dia meraih ponselnya, bermaksud mengecek jadwal meeting dengan Alexander yang sudah dia anggap 'bestie' karena satu selera mengenai kesenangan pada hiburan malam.Namun, alih-alih melihat notifikasi, dia dikejutkan oleh puluhan panggilan tak terjawab dan pesan yang membanjiri layarnya."Ini ... ada apa, sih?"Dengan tangan gemetar, dia membuka pesan pertama dari asistennya:"Tuan Hizam, gawat! TechnoVista Innovations menghilang! Kantor mereka kosong, website offline, semua kontak tidak bisa dihubungi!"Ja
"Bagaimana, Seba?" tanya Dania, suaranya terdengar lega. "Apa kamu yakin semua udah bersih?"Dania mengamati Sebastian dengan seksama saat mereka berkendara bersama di mobilnya dengan Sebastian ada di belakang kemudi.Sebastian mengangguk mantap. "Tenang saja, Nona. Tidak ada satu pun bukti yang bisa mengarah ke kita." Dia mengangkat tangannya, memperlihatkan jari-jarinya yang dilapisi silikon tipis. "Dan Nona harus tahu bahwa saya selalu berhati-hati dengan sidik jari."Mereka sedang membicarakan mengenai gedung kosong yang sebelumnya menjadi kantor palsu TechnoVista Innovations. Tidak ada yang tertinggal, tidak ada jejak yang bisa menghubungkan mereka dengan tempat itu.Dania tersenyum puas. "Bagus! Aku nggak ingin ada kesalahan kecil satu pun yang bisa menghancurkan semua rencana ini."Kemudian Dania menoleh ke Melody yang duduk di sebelah Sebastian. "Kak Mel," sapa Dania hangat. "Semuanya beres?"Melody mengangguk. "Ya, Nona. Semua dokumen dan data palsu sudah dihancurkan. Tidak
"Gimana, Kak Mel? Seba?" tanya Dania untuk yakinnya.Sorot matanya tajam mengarah ke dua asisten pribadinya.Sebastian langsung menjawab. "Tentu saja, Nona. Saya tak sabar menunggu rencana Anda selanjutnya." Dia lalu menoleh ke arah Melody, seakan mempertanyakan kesediaan gadis itu. Melody tersenyum kecil. "Anda bisa mengandalkan saya, Nona. Sudah menjadi kewajiban saya untuk mendampingi Anda dan melakukan semua perintah Anda."Dania mengangguk puas. Sepertinya mereka memang orang yang dikirim dari surga untuk membantunya."Aku cuma bisa mengandalkan kalian. Seba, Kak Mel. Kalian udah banyak bantu aku. Kalian pantas mendapatkan imbalan yang setimpal. Liburan ini baru awal dari rasa makasih aku ke kalian. Meski Bu Tiza menolak diajak karena punya urusan lain dengan Pak Yohan."Dania sebelumnya memang sempat mengajak Tiza yang menjadi atasan Sebastian dan Melody, tapi Tiza merasa dia terlalu tua untuk ikut bersenang-senang. Maka dari itu, dia beralasan hendak mengurus sesuatu bersama Y
"Gila! Dasar gila!" makinya sambil mengambil jarak dan matanya masih tertuju ke lantai.Mata Dania seakan ternodai diakibatkan isi dari amplop cokelat yang dia jatuhkan dengan rasa jijik di lantai. Napasnya memburu dengan kobaran api dendam yang tak bisa terpadamkan."Halo, Pak Amir, bisa minta tolong buang amplop cokelat dan isinya yang ada di lantai unit saya? Terima kasih, Pak!" Dania baru saja menghubungi petugas apartemen.Dia bergegas kembali ke penthouse-nya dan tak lupa mengunci dengan password. Biar saja nanti orang bernama Amir akan masuk ke ruang paket dan membersihkan 'kotoran' di lantai. Ya, Dania menyebutnya itu kotoran."Aku butuh cokelat hangat biar reda syokku!" Dania bergegas ke pantry.Sementara itu, tak sampai setengah jam, Amir sudah masuk ke ruang paket unit penthouse Dania dan menatap ke amplop cokelat besar dan isinya yang berceceran di lantai."Heh? Apa ini?" Amir memunguti lembaran yang berceceran sambil memandang dengan dahi berkerut disertai kepala miring s
"Benar, Pak. Saya Ivella Cantika, asisten baru Bapak," jawab si gadis dengan senyum sopan, meski dalam hati dia merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapan Hizam yang begitu intens.Hizam berdiri dari kursinya, berjalan mengelilingi meja untuk menyambut Ivella. "Ah, selamat datang, Ivella. Namamu sangat tepat dengan dirimu."Dia menatap penuh minat Ivella dari atas sampai bawah sambil mengulurkan tangan dan Ivella menjabatnya dengan profesional. Namun Hizam sepertinya enggan melepaskan genggamannya."Terima kasih, Pak. Saya juga senang bisa bergabung dengan tim Bapak," ujar Ivella, berusaha menarik tangannya dengan halus.Hizam akhirnya melepaskan jabatan tangan itu, tapi matanya masih menelusuri sosok Ivella dari atas ke bawah. "Well, kurasa kita akan sangat cocok bekerja sama. Apa kau sudah tahu tentang ... tugas-tugas khusus yang akan kau tangani?"Ivella mengerutkan dahi, merasa ada yang aneh dengan nada suara Hizam. "Maaf, Pak. Tugas khusus apa, ya? Saya kira posisi saya adalah as
"Gimana? Kalian ada rekomendasi teman hacker? Tentunya yang bisa dipercaya, yah! Jangan yang gigit." Dania menatap Sebastian dan Melody bergantian.Sedangkan dua orang itu mulai saling tatap dan Sebastian tersenyum kecil, sementara Melody tetap dengan wajah seriusnya seperti biasa.Sebastian bertanya terlebih dahulu. "Hacker? Untuk apa, Nona?""Aku butuh akses ke sistem Zenith Group," jawab Dania, suaranya pelan namun tegas.Sebastian terdiam sejenak, matanya menatap Dania dengan intens. Kemudian, sebuah senyum kecil muncul di wajahnya."Nona, Anda sebenarnya sudah mendapatkan hacker yang Anda inginkan." Melody berkata disertai tatapan seriusnya. Sedangkan Dania melotot kaget ketika mendengar itu."Hah? Udah dapat? Siapa? Di mana? Kapan aku ketemu dia?" tanya Dania bertubi-tubi.Sebastian justru terkekeh kecil melihat raut gelisah Dania yang campuran senang dan penasaran. "Anda tidak perlu hacker lain, Nona Dania," ujar Sebastian. "Saya orang yang dimaksud Melody."Dania terperangah