"Jika memang saya bisa mendapatkan uang untuk biaya operasi adik saya dengan pekerjaan yang Ibu berikan, maka saya akan bersedia melakukannya," ucap Greesel sembari melepas tangan Gracia.
"Baiklah,” ujar Gracia sambil tersenyum tipis. “Kalau begitu kamu ikut saya sekarang.” Greesel menganggukkan kepala tanpa banyak tanya dan mengikuti wanita yang sudah berjalan terlebih dahulu itu. Greesel dibawa ke salah satu salon dan butik mewah. Tanpa buang-buang waktu, gadis itu langsung didandani sesuai perintah Gracia, sementara ia duduk di sofa dengan kakinya yang menyilang sembari membaca majalah. Mata Greesel melihat wanita yang baru saja memberikan bantuan itu kepadanya dari bayangan cermin. "Aku tidak tahu kenapa Bu Gracia memberikan pekerjaan ini kepadaku. Tetapi aku memang tidak punya pilihan lain," batin Greesel yang terlihat begitu pasrah. "Sudah selesai Nona!" ucap wanita yang sejak tadi menata rambutnya. Gracia yang juga mendengar hal itu langsung melihat ke arah Greesel yang berdiri dari tempat duduknya. Gracia hanya mengangguk sekilas melihat penampilan Greesel yang sangat berbeda. Seolah wanita kucel yang tadi dibawanya bukan orang yang sama yang berdiri di hadapannya sekarang. Greesel tampak cantik menggunakan dress hitam di bawah mata kaki dengan lengan yang diberi organza. Tidak lupa dengan heels tinggi dan gaya rambut yang sangat cocok dengan dress yang digunakannya. Tak lama kemudian, Greesel dibawa ke salah satu gedung apartemen mewah di tengah kota. Keduanya tiba di depan sebuah unit yang pintunya tertutup rapat. Tangan Gracia sejak tadi menekan bel sementara Greesel terlihat sangat gugup berdiri di samping wanita yang juga memiliki jabatan cukup tinggi di tempat dia bekerja. Tidak lama, pintu itu terbuka dan memperlihatkan seorang pria tampan dengan tubuh tegap, berkulit putih, yang menunjukkan aura dingin tetapi sangat berkarismatik. Siapapun yang melihatnya pasti akan langsung terpikat. Mata indah seperti lautan dalam itu melihat ke arah Gracia yang sekarang tersenyum kepadanya. Lalu, tatapan mata itu berpindah kepada wanita di samping Gracia yang sejak tadi melihat ke lantai. Dia sama sekali tidak berani menatap atasannya itu yang sekali-kali berpapasan di Hotel. "Sayang!" sapa Gracia yang langsung memeluk pria itu dan tidak lupa cipika-cipiki. "Siapa dia?" suara itu terdengar sangat berat namun begitu mendebarkan hati. "Kita masuk dulu!" jawab Gracia. Adrian Brawijaya bergeser mempersilahkan Gracia memasuki apartemen mewah tersebut. Greesel mengikuti di belakangnya. Adrian menutup pintu dan sekarang berhadapan dengan dua wanita itu. Ruangan di dalam apartemen itu terlihat sangat luas dengan furniture yang mewah yang pasti dari desain terkenal. Namun, Greesel sama sekali tidak mengangkat kepala untuk mengagumi isi ruangan itu. "Siapa dia?" Greesel mendengar Adrian kembali bertanya. "Dia salah satu karyawan di hotel, bagian bersih-bersih," jawab Gracia dengan singkat. "Aku tidak membutuhkan pelayan baru di apartemen ini, Gracia. Untuk apa kamu membawa dia ke tempat ini?" tanya Adrian heran. Padahal, jika dilihat dari penampilan Greesel yang sudah begitu menarik, tidak akan ada yang mengira ia adalah seorang pelayan. Lagipula, mana mungkin Gracia membawa pelayan baru ke tempat itu dengan pakaian elegan seperti ini. "Aku membawa dia ke sini bukan untuk itu," sahut Gracia. "Lalu untuk apa?" tanya Adrian. "Untuk kamu nikahi," jawab Gracia. Hal itu sangat mengejutkan Adrian. Sepasang matanya langsung menyorot tajam Gracia. Sedangkan Greesel sama sekali tak berani menatap bos besarnya itu. "Apa katamu?!" pekik Adrian tak percaya. "Kamu gila!" Gracia lantas menghampiri Adrian dan menarik tangannya agar sedikit menjauh dari Greesel. Greesel mengangkat sedikit kepalanya dan melirik pasangan yang tengah bersitegang itu dari jarak yang tak begitu jauh dari tempatnya duduk. "Kenapa Pak Adrian begitu terkejut? Jangan-jangan dia tidak tahu hal ini?’ batin Greesel bertanya-tanya kebingungan. Ia menjadi cemas, apalagi saat melihat ekspresi mengeras di wajah pria tampan itu. "Apa-apaan kamu!" pekik Adrian melepaskan kasar tangan Gracia. "Sayang kamu dengarkan aku dulu," ucap Gracia berusaha menjelaskan. "Apa yang harus aku dengarkan?! Kamu sudah tidak waras!" ujar Adrian sambil melihat ke arah Greesel yang masih tetap diam pada tempatnya. "Sayang, bukankah kamu harus segera memiliki seorang anak agar kamu bisa mendapatkan hak waris dari Eyang? Ini cara satu-satunya agar kamu bisa memiliki anak dengan menikahi wanita yang aku bawa," jelas Gracia lagi. Wajah Adrian mengeras. "Aku memang membutuhkan anak sesuai dengan apa yang dikatakan Eyang. Tapi yang harusnya aku nikahi itu kamu, bukan orang lain, apalagi seorang pelayan seperti ini!" "Tapi aku tidak mungkin menikah dengan kamu!" sahut Gracia. "Kenapa tidak mungkin?!" suara Adrian terdengar meninggi. Greesel yang sejak tadi mendengar samar-samar jadi ikut tersentak kaget. Wajah pria tampan berkulit putih itu tampak memerah, memperlihatkan aura kemarahan yang sangat besar. Rahang kokohnya mengeras, membuat urat lehernya tampak menonjol. Greesel menelan ludah. Ia langsung menundukkan kepalanya saat tak sengaja bertatapan dengan Adrian yang menatapnya tajam. Pria itu menyergah napas kasar, berusaha mengendalikan diri. Perasaan Greesel menjadi tidak tenang dan takut. Selain mencemaskan sang adik yang masih berada di rumah sakit dan membutuhkan operasi secepatnya, ia semakin dibuat bimbang dengan keputusannya saat ini. Apakah menikah dengan pria itu adalah pilihan yang tepat? "Sayang, aku bukan tidak mau menikah dengan kamu. Tapi kamu tahu sendiri kalau aku sedang di puncak karir. Aku terikat kontrak sebagai model internasional dan kamu tahu sendiri jika selama ini itu adalah cita-citaku.” Greesel mendengar jelas ucapan Gracia. ‘Jadi karena itu…’ pikirnya dalam hati. “Aku sudah berjuang begitu banyak untuk mendapatkan semua itu dan aku tidak mungkin menyia-nyiakan impianku hanya untuk sebuah pernikahan," ucap Gracia lagi yang mencoba untuk meyakinkan Adrian. "Alasan kamu sangat tidak masuk akal!" sahut Adrian dengan penuh penekanan. Posisi Adrian yang sangat tertekan dalam situasi itu. Entah apa yang di pikirkan Gracia sampai mengambil tindakan seperti itu. "Apa yang aku lakukan ini semuanya demi kebaikan kamu, demi hak kamu untuk mendapatkan warisan. Apa kamu mau melihat semua usaha kamu jatuh kepada orang lain?” Greesel tak mendengar apapun lagi dari pasangan itu, hingga ia akhirnya mendongak untuk melihat apa yang mereka lakukan. Betapa terkejutnya ia saat melihat Adrian kini berdiri di hadapannya, menatapnya dengan sorot tajam seolah ingin menerkamnya hidup-hidup. Suara Adrian terdengar dalam dan penuh penekanan saat berkata, “Tinggalkan kami berdua.” Greesel lantas berdiri dari sofa dengan jantung berdegup kencang, ia ketakutan. Namun, saat hendak beranjak, Adrian malah menahan pergelangan tangannya dengan erat, membuat Greesel terhenyak. “Bukan kau,” ujar Adrian. Ia lantas menoleh pada Gracia sembari berkata. “Tinggalkan aku berdua bersama pelayan ini!” Bersambung...“A-apa? Kamu mengusirku?” tanya Gracia tidak percaya. "Kita belum selesai bicara, Adrian. Kita harus menyelesaikan masalah ini saat ini juga!" "Aku ingin bicara dengan dia!" tegas Adrian sekali lagi."Ya sudah bicara saja. Kenapa harus menyuruhku untuk pergi?" Greesel menelan ludah. Ia benar-benar merasa tidak berdaya karena terjebak di antara sepasang kekasih yang tak sepaham ini. Rasanya, ia ingin pergi saja. Tapi Adrian masih menahan tangannya dengan erat seolah tak akan pernah melepaskannya."Aku bilang keluarlah!" Suara Adrian terdengar menahan amarah, tatapan tajamnya tertuju pada Gracia. "Aku tidak mau! Aku tidak akan pergi sebelum kamu setuju dengan semua ini!" ujar Gracia tetap menolak dengan keras kepala. “Kamu hanya perlu—”"Aku bilang pergi!" bentak Adrian dengan suara yang menggelegar. Tidak hanya Gracia, tapi Greesel juga tersentak kaget. Suasana hening melingkupi mereka selama beberapa detik sampai akhirnya Gracia mendenguskan napas gusar."Baiklah, aku akan keluar
"A-apa?” Greesel bertanya dengan suara tercekat. Terlalu terkejut dengan ucapan Adrian. Bukankah sesaat yang lalu pria itu menolak keras untuk menikah dengannya? Kenapa tiba-tiba berubah pikiran?! "Kita bicara di dalam," kata Adrian sambil lalu, masuk kembali ke dalam apartemen mewah itu. Sedangkan Greesel tetap bergeming di ambang pintu."Mau sampai kau berdiri di sana?" tegur Adrian membuat Greesel sedikit kaget.Dengan kebingungan, Greesel kembali melangkahkan kakinya mengikuti Adrian ke ruang tamu."Duduklah!" titah Adrian.Seperti robot yang patuh, Greesel pun duduk. Wajahnya tampak bingung dan juga gugup. "Tunggu di sini!" kata Adrian. Sepasang mata Greesel mengikuti kemana pria itu pergi. Adrian ternyata memasuki sebuah ruangan, meninggalkan Greesel sendirian di ruang tamu dengan perasaan gelisah. Gadis itu masih menerka-nerka apa yang akan dilakukan Adrian.Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Adrian keluar dari ruangan itu sambil membawa map berwarna biru. Ia duduk di ha
Adrian dan Greesel yang masih berada di restaurant itu. Tetapi Eyang yang sudah pamit pulang terlebih dahulu."Dengar. Semua keputusan ada padaku. Kau hanya mengikut saja dengan apa yang sudah di atur," ucap Adrian menegaskan."Ba-baik!" sahut Greesel tergagap. Berada di sekitar pria ini benar-benar membuat nyalinya menciut. Entah bagaimana ia akan bertahan selama satu tahun ke depan."Pertemuan kita sudah cukup. Selanjutnya kita akan bertemu di pernikahan, jadi jangan menimbulkan masalah apapun," tegas Adrian, gegas berdiri dari tempat duduknya hendak pergi."Tunggu!" Greesel tiba-tiba menahan tangan Adrian. Pria itu menatap tangan kecil Greesel, membuat gadis itu lekas melepaskan genggamannya."Maaf!" ucapnya kikuk."Ada apa?" tanya Adrian dengan alis mengerut. Ekspresinya masih sama dingin."Kita sudah menandatangani kontrak pernikahan itu,” ujar Greesel pelan. “A-apa aku boleh meminta uang 120 juta di awal?" tanyanya hati-hati.Dia sudah mengumpulkan keberanian yang luar biasa unt
Sampai detik berikutnya Adrian yang sudah berada di atas tubuh Greesel, menindih tubuh mungil itu yang membuat Greesel semakin gugup dan refleks memalingkan wajah ke kiri. Dia sangat tidak berani menatap Adrian yang sejak tadi memancarkan aura wajah yang sangat dingin."T- tuan mau apa?" tanya Greesel dengan terbata-bata."Cih! Pertanyaan macam apa itu!" sahut Adrian dengan mendengus kasar yang memperhatikan wajah gugup Greesel yang harus diakui memang sangat cantik."Kau jangan lupa dan pura-pura bodoh. Jika malam ini kau akan berada di bawah kekuasaan ku, bukankah tujuanku menikah dengan mu hanya untuk ini dan kau sudah mendapatkan bayaran pertamamu. Jadi sudah menjadi tugasmu untuk menjalan kewajibanmu," Adrian menjelaskan sekali lagi.Kata-kata yang terdengar dengan suara berat itu cukup membuat Greesel takut, hal ini menjadi yang pertama kali untuknya dan dia juga tidak tahu harus melakukan apa. Dia sudah mendapatkan uang, adiknya di operasi dan mereka sudah menikah. Sebenarnya
Adrian yang terlihat gelisah berdiri di depan pintu kamar dan tidak lama seseorang keluar dari kamar."Bagaimana? tanya Adrian."Nona Greesel yang memang sedang datang bulan dan hal itu juga menyebabkan nyeri pada perutnya," jawab wanita itu.Adrian yang memang tidak percaya sama sekali dengan Greesel dan sampai Adrian membawa Dokter untuk memeriksa kondisi yang sebenarnya Greesel.'Jadi dia benar-benar berhalangan,' batin Gavin yang terlihat masih kesal."Baiklah tuan, kalau begitu saya permisi dulu!" ucap wanita itu. Adrian hanya menganggukkan kepala dan wanita itu langsung pergi.Adrian membuang kasar nafas dengan mengusap kasar wajahnya. Dia masih terlihat begitu frustasi dengan gagalnya malam pertama mereka berdua. Bukan karena Adrian ngebet dengan malam pertama itu. Tetapi Adrian hanya ingin semua berjalan dengan cepat dan tidak ingin waktu terbuang sia-sia.Jika Adrian yang masih frustasi berbeda dengan Greesel yang sudah berganti pakaian dan dia juga sudah mandi. Greesel yang
Sampai akhirnya Greesel memasuki rumah mewah dan luas tersebut. Kepalanya tidak hentinya berkeliling. Harus mengakui takjub dengan kediaman Adrian yang memang seperti istana."Silahkan, tuan!" langkah Adrian berhenti di dekat meja makan.Di sana terlihat Eyang besar dan juga seorang pemuda yang sebaya dengan Adrian."Kalian baru sampai?" sapa Eyang."Iya!" sahut Adrian datar dan menghampiri meja makan. Mata pria yang duduk di samping Eyang melihat genggaman tangan Adrian dan Greesel."Ayo! kita sarapan bersama," sahut Eyang. Pelayan itu yang sudah meninggalkan tempat tersebut."Kami tadi sudah sarapan," jawab Adrian yang sepertinya sangat malas bergabung.'Kenapa tuan Adrian berbohong. Kapan aku sarapan bersama dia,'batin Greesel bingung. Mungkin juga perutnya yang lapar. Karena saat pesta pernikahan dia juga tidak makan dan di tambah lagi dengan tadi pagi yang juga belum memakan apapun."Tapi tidak ada salahnya. Kamu dan istri kamu sarapan untuk pertama kali di rumah ini," tegas Eyan
Greesel dan Adrian yang sudah berada di dalam kamar yang disiapkan oleh Eyang. Kamar yang begitu sangat luas dengan tempat tidur king size lemari yang panjang berwarna putih ditambah lagi dengan furniture mewah yang berada di dalam kamar itu dari sofa, televisi, dan yang lainnya. Tidak seperti ruang rumah Adrian saat pertama kali Greesel masuk, yang mana Greesel masih punya kesempatan untuk melihat di sekitarnya, tetapi sekarang justru dia tertunduk berdiri di depan Adrian dengan kedua tangannya yang saling mengatup dengan memencet jarinya. "S-saya benar-benar minta maaf, tuan! dengan apa yang sudah saya lakukan di meja makan tadi," ucapnya terbata. Dia sangat menyadari kesalahan yang sudah membuat malu Adrian. Untung saja Adrian jujur dengan asal usul Greesel. Jadi tidak ada yang harus diperbaiki dan pasti Eyang mengerti. "Kau seharusnya bisa menempatkan dirimu dan jangan membawa tabiatmu ke rumah ini!" tegas Adrian. "Maafkan saya tuan!" Greesel kembali mengucapkan kata maaf
Setelah membeli roti itu. Greesel yang kembali menghampiri Ibunya yang masih menunggu di luar. "Maaf Greesel lama, Bu!" ucap Greesel. "Tidak apa-apa, Nduk," sahut Asti. "Ini Ibu makan dulu," ucap Greesel yang memberikan roti itu. Asti mengangguk kepala. Wajah Asti masih terlihat tidak tenang yang pasti masih kepikiran dengan pernikahan yang dikatakan Greesel. "Ibu kenapa tidak di makan?" tanya Greesel yang melihat makanan itu tidak di sentuh sama sekali. "Kamu makanlah, Ibu tidak lapar," jawab Asti. "Ada apa, Bu? apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Ibu?" tanya Greesel. "Ibu hanya khawatir dengan kamu, Ibu tahu. Jika kamu tidak bahagia dengan pernikahanku," ucap Asti. Firasat seorang Ibu memang pasti akan ada ada. Perasannya yang tidak tenang, walau Greesel yang sudah berusaha untuk meyakinkan Asti. "Ibu, harus percaya pada Greesel dan semua akan baik-baik saja. Ibu tidak perlu mengkhawatirkan apapun!" ucap Greesel yang terus meyakinkan. Asti tersenyum dengan meme