"A-apa?” Greesel bertanya dengan suara tercekat. Terlalu terkejut dengan ucapan Adrian.
Bukankah sesaat yang lalu pria itu menolak keras untuk menikah dengannya? Kenapa tiba-tiba berubah pikiran?! "Kita bicara di dalam," kata Adrian sambil lalu, masuk kembali ke dalam apartemen mewah itu. Sedangkan Greesel tetap bergeming di ambang pintu. "Mau sampai kau berdiri di sana?" tegur Adrian membuat Greesel sedikit kaget. Dengan kebingungan, Greesel kembali melangkahkan kakinya mengikuti Adrian ke ruang tamu. "Duduklah!" titah Adrian. Seperti robot yang patuh, Greesel pun duduk. Wajahnya tampak bingung dan juga gugup. "Tunggu di sini!" kata Adrian. Sepasang mata Greesel mengikuti kemana pria itu pergi. Adrian ternyata memasuki sebuah ruangan, meninggalkan Greesel sendirian di ruang tamu dengan perasaan gelisah. Gadis itu masih menerka-nerka apa yang akan dilakukan Adrian. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Adrian keluar dari ruangan itu sambil membawa map berwarna biru. Ia duduk di hadapan Greesel dan menyerahkan map itu padanya. "Aku dengan sangat terpaksa harus menikah denganmu," ucap Adrian yang membuat Greesel langsung menatapnya. Kebingungan masih terpancar di wajah cantiknya. Baru beberapa menit yang lalu dia mendapatkan penolakan dan juga hinaan, tapi sekarang situasi berubah 180 derajat. "Pernikahan ini hanya akan terjalin selama 1 tahun, atau bahkan kurang. Setelah kau melahirkan keturunanku, maka kita akan berpisah!" lanjut Adrian. Greesel terdiam. Jadi Adrian menyetujui rencana Gracia? Tiba-tiba? "Jadi intinya, kau harus bisa memiliki anak secepat mungkin!" kata pria itu. "Apa kau mendengarku?" tanyanya lagi tidak sabaran, karena sejak tadi tidak mendapatkan tanggapan apa-apa. "Ba-baik, saya mengerti," sahut Greesel yang akhirnya mengeluarkan suara. "Baca kontrak pernikahan itu sebelum menandatanganinya!" Dengan tangan bergetar Greesel mengambil dan membaca sesuai apa yang dikatakan Adrian. "Mau berapa lama aku harus menunggumu untuk membaca kontrak itu?" tanya Adrian membuat Greesel berhenti membaca berkas di tangannya. "Maaf!" sahutnya gugup. Ia benar-benar tidak bisa fokus. "Aku ulangi sekali lagi. Poin penting yang tertulis di dalam kontrak itu adalah pernikahan ini hanya untuk 1 tahun. Jika kau tidak bisa hamil, maka kontrak itu akan berakhir lebih cepat, dan kau harus mengembalikan semua uang yang kau terima!" tegas Adrian. "Setelah pernikahan, kita hanya perlu tidur satu kali saja dan setelah itu aku tidak akan menyentuhmu," lanjut Adrian. "Pernikahan ini hanya kesepakatan, jadi tidak akan ada kehidupan pernikahan yang normal seperti umumnya. Kita tidak tinggal satu atap. Kau akan punya tempat sendiri. Ketika kau mengandung anakku, aku akan memberikan semua fasilitas sampai anak itu lahir!" Greesel sama sekali tidak berkomentar apa-apa dan hanya mendengarkan semua yang dikatakan pria yang sangat serius berbicara itu. "Lalu jika di tengah jalan kau mencari masalah atau melanggar kontrak. Maka kau akan tahu resikonya karena berhadapan dengan siapa. Bukan hanya uang yang harus kau kembalikan!" Dibanding kesepakatan, ucapan Adrian lebih terdengar seperti sebuah ancaman. Namun, Greesel tak punya pilihan lain selain menyetujuinya. "Apa kau mengerti?" tanya Adrian. Greesel mengangguk. "Saya mengerti." "Tanda tangan!" titah pria di hadapannya itu. Greesel menghela nafas perlahan, lalu menandatangani kontrak pernikahan tersebut. Ia tidak punya waktu untuk berpikir. Karena yang dia butuhkan sekarang hanya uang untuk Vano. Sementara Adrian mendengus kasar, seolah merasa sangat jijik pada wanita yang rela menikah dengannya hanya karena sejumlah uang. Adrian mengambil kontrak pernikahan itu setelah selesai ditandatangani Greesel. "Kau akan mendapatkan uang muka dan sisanya akan dibayar setelah kau menyelesaikan tugasmu!" ujar Adrian. ‘Apa aku boleh meminta uang itu sekarang…’ Kata-kata itu hanya diucapkan di dalam hati Greesel. Dia sama sekali tidak berani meminta uang itu, padahal dia sudah menandatangani kontrak. "Kita akan bertemu dengan Eyang," ucap Adrian yang tidak ingin membuang-buang waktu dan tidak ingin kalah dari sepupunya yang baru saja memperkenalkan calon istri pada Eyangnya. "Se-sekarang?" tanya Greesel. "Tahun depan!" jawab Adrian ketus, lalu berdiri dari tempat duduknya dan kembali pergi memasuki ruangan yang sebelumnya dia masuki. Greesel hanya bisa menghela nafas, terlihat begitu lelah dengan situasi yang dia hadapi. ‘Semoga aku bisa bertahan…’ ** Greesel dibawa ke sebuah restaurant mewah di pusat kota untuk bertemu dengan nenek Adrian. Wanita tua yang dipanggil Eyang itu melihat Greesel dari ujung kepala hingga ujung kaki, seolah tampak menilai. Hal itu membuat Greesel sangat gugup, apalagi tatapan Eyang sangat intens. Gadis itu hanya tertunduk, dengan kedua tangan yang saling meremas. "Jadi ini calon istri kamu?" tanya Eyang pada pria yang berdiri di sebelah Greesel. "Iya, Eyang," jawab Adrian singkat. "Ayo duduk, Greesel!" katanya sambil menarik kursi dan begitu manis mempersilahkan Greesel. "Kalian bertemu di mana?" tanya Eyang begitu keduanya sudah duduk berdampingan. "Aku bertemu dengan Greesel di Hotel, dia adalah salah satu karyawan Hotel. Aku menyukainya dan ingin menikah dengannya dengan komitmen yang sudah kami bangun," jawab Adrian dengan singkat dan bahkan tidak repot-repot untuk berbohong soal asal-usul Greesel. ‘Apa orang seperti mereka bisa menerimaku menjadi bagian dari keluarga mereka? Mengingat aku hanya wanita biasa dan sangat tidak pantas bersanding dengan tuan Adrian,’ batin Greesel yang ternyata tidak percaya diri yang dan juga tidak yakin. "Begitu rupanya! Baiklah jika kamu memang ingin menikah dengan Greesel. Eyang akan menyiapkan pernikahan kalian berdua." Ucapan Eyang membuat Greesel mendongak dan menatap wanita itu tak percaya. Ia diterima semudah itu? Greesel menelan ludah. Terlihat bingung dengan tanggapan wanita paruh baya yang memang wajahnya terlihat aura kebaikan dan penuh ketulusan itu. "Greesel, kamu tidak perlu gugup seperti itu. Kamu akan menjadi bagian dari keluarga kami, jadi jangan khawatir. Tidak perlu memikirkan pernikahan kamu dan juga Adrian. Biar semua Eyang yang mengurus semuanya," ucap Eyang dengan ramah. "I-iya Eyang," jawab Greesel dengan gugup. Dalam hati ia masih tidak percaya ternyata masih ada orang kaya yang memiliki hati sebaik itu, yang bahkan tidak melihat bagaimana latar belakangnya. Sangat berbeda dengan pria di sebelahnya itu. Adrian hanya mendengus mendengar interaksi Eyang dan Greesel. Andai saja neneknya semudah ini juga menerima Gracia, maka ia tidak perlu menikah dengan wanita rendahan di sampingnya itu. Bersambung.........Adrian dan Greesel yang masih berada di restaurant itu. Tetapi Eyang yang sudah pamit pulang terlebih dahulu."Dengar. Semua keputusan ada padaku. Kau hanya mengikut saja dengan apa yang sudah di atur," ucap Adrian menegaskan."Ba-baik!" sahut Greesel tergagap. Berada di sekitar pria ini benar-benar membuat nyalinya menciut. Entah bagaimana ia akan bertahan selama satu tahun ke depan."Pertemuan kita sudah cukup. Selanjutnya kita akan bertemu di pernikahan, jadi jangan menimbulkan masalah apapun," tegas Adrian, gegas berdiri dari tempat duduknya hendak pergi."Tunggu!" Greesel tiba-tiba menahan tangan Adrian. Pria itu menatap tangan kecil Greesel, membuat gadis itu lekas melepaskan genggamannya."Maaf!" ucapnya kikuk."Ada apa?" tanya Adrian dengan alis mengerut. Ekspresinya masih sama dingin."Kita sudah menandatangani kontrak pernikahan itu,” ujar Greesel pelan. “A-apa aku boleh meminta uang 120 juta di awal?" tanyanya hati-hati.Dia sudah mengumpulkan keberanian yang luar biasa unt
Sampai detik berikutnya Adrian yang sudah berada di atas tubuh Greesel, menindih tubuh mungil itu yang membuat Greesel semakin gugup dan refleks memalingkan wajah ke kiri. Dia sangat tidak berani menatap Adrian yang sejak tadi memancarkan aura wajah yang sangat dingin."T- tuan mau apa?" tanya Greesel dengan terbata-bata."Cih! Pertanyaan macam apa itu!" sahut Adrian dengan mendengus kasar yang memperhatikan wajah gugup Greesel yang harus diakui memang sangat cantik."Kau jangan lupa dan pura-pura bodoh. Jika malam ini kau akan berada di bawah kekuasaan ku, bukankah tujuanku menikah dengan mu hanya untuk ini dan kau sudah mendapatkan bayaran pertamamu. Jadi sudah menjadi tugasmu untuk menjalan kewajibanmu," Adrian menjelaskan sekali lagi.Kata-kata yang terdengar dengan suara berat itu cukup membuat Greesel takut, hal ini menjadi yang pertama kali untuknya dan dia juga tidak tahu harus melakukan apa. Dia sudah mendapatkan uang, adiknya di operasi dan mereka sudah menikah. Sebenarnya
Adrian yang terlihat gelisah berdiri di depan pintu kamar dan tidak lama seseorang keluar dari kamar."Bagaimana? tanya Adrian."Nona Greesel yang memang sedang datang bulan dan hal itu juga menyebabkan nyeri pada perutnya," jawab wanita itu.Adrian yang memang tidak percaya sama sekali dengan Greesel dan sampai Adrian membawa Dokter untuk memeriksa kondisi yang sebenarnya Greesel.'Jadi dia benar-benar berhalangan,' batin Gavin yang terlihat masih kesal."Baiklah tuan, kalau begitu saya permisi dulu!" ucap wanita itu. Adrian hanya menganggukkan kepala dan wanita itu langsung pergi.Adrian membuang kasar nafas dengan mengusap kasar wajahnya. Dia masih terlihat begitu frustasi dengan gagalnya malam pertama mereka berdua. Bukan karena Adrian ngebet dengan malam pertama itu. Tetapi Adrian hanya ingin semua berjalan dengan cepat dan tidak ingin waktu terbuang sia-sia.Jika Adrian yang masih frustasi berbeda dengan Greesel yang sudah berganti pakaian dan dia juga sudah mandi. Greesel yang
Sampai akhirnya Greesel memasuki rumah mewah dan luas tersebut. Kepalanya tidak hentinya berkeliling. Harus mengakui takjub dengan kediaman Adrian yang memang seperti istana."Silahkan, tuan!" langkah Adrian berhenti di dekat meja makan.Di sana terlihat Eyang besar dan juga seorang pemuda yang sebaya dengan Adrian."Kalian baru sampai?" sapa Eyang."Iya!" sahut Adrian datar dan menghampiri meja makan. Mata pria yang duduk di samping Eyang melihat genggaman tangan Adrian dan Greesel."Ayo! kita sarapan bersama," sahut Eyang. Pelayan itu yang sudah meninggalkan tempat tersebut."Kami tadi sudah sarapan," jawab Adrian yang sepertinya sangat malas bergabung.'Kenapa tuan Adrian berbohong. Kapan aku sarapan bersama dia,'batin Greesel bingung. Mungkin juga perutnya yang lapar. Karena saat pesta pernikahan dia juga tidak makan dan di tambah lagi dengan tadi pagi yang juga belum memakan apapun."Tapi tidak ada salahnya. Kamu dan istri kamu sarapan untuk pertama kali di rumah ini," tegas Eyan
Greesel dan Adrian yang sudah berada di dalam kamar yang disiapkan oleh Eyang. Kamar yang begitu sangat luas dengan tempat tidur king size lemari yang panjang berwarna putih ditambah lagi dengan furniture mewah yang berada di dalam kamar itu dari sofa, televisi, dan yang lainnya. Tidak seperti ruang rumah Adrian saat pertama kali Greesel masuk, yang mana Greesel masih punya kesempatan untuk melihat di sekitarnya, tetapi sekarang justru dia tertunduk berdiri di depan Adrian dengan kedua tangannya yang saling mengatup dengan memencet jarinya. "S-saya benar-benar minta maaf, tuan! dengan apa yang sudah saya lakukan di meja makan tadi," ucapnya terbata. Dia sangat menyadari kesalahan yang sudah membuat malu Adrian. Untung saja Adrian jujur dengan asal usul Greesel. Jadi tidak ada yang harus diperbaiki dan pasti Eyang mengerti. "Kau seharusnya bisa menempatkan dirimu dan jangan membawa tabiatmu ke rumah ini!" tegas Adrian. "Maafkan saya tuan!" Greesel kembali mengucapkan kata maaf
Setelah membeli roti itu. Greesel yang kembali menghampiri Ibunya yang masih menunggu di luar. "Maaf Greesel lama, Bu!" ucap Greesel. "Tidak apa-apa, Nduk," sahut Asti. "Ini Ibu makan dulu," ucap Greesel yang memberikan roti itu. Asti mengangguk kepala. Wajah Asti masih terlihat tidak tenang yang pasti masih kepikiran dengan pernikahan yang dikatakan Greesel. "Ibu kenapa tidak di makan?" tanya Greesel yang melihat makanan itu tidak di sentuh sama sekali. "Kamu makanlah, Ibu tidak lapar," jawab Asti. "Ada apa, Bu? apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Ibu?" tanya Greesel. "Ibu hanya khawatir dengan kamu, Ibu tahu. Jika kamu tidak bahagia dengan pernikahanku," ucap Asti. Firasat seorang Ibu memang pasti akan ada ada. Perasannya yang tidak tenang, walau Greesel yang sudah berusaha untuk meyakinkan Asti. "Ibu, harus percaya pada Greesel dan semua akan baik-baik saja. Ibu tidak perlu mengkhawatirkan apapun!" ucap Greesel yang terus meyakinkan. Asti tersenyum dengan meme
Greesel dan Adrian yang sudah kembali di rumah Eyang. Mereka berdua yang memasuki kamar. "Aku akan tidur di ranjang dan kamu di sofa!" tegas Adrian yang langsung menentukan peraturan. Mata Greesel melihat sofa berwarna navy itu. Untuk sofa itu bisa di stel menjadi tempat tidur. Jadi pasti nyaman untuk Greesel. Sofa orang kaya jauh lebih empuk dari pada ranjang di rumahnya "Kau keberatan?" tanya Adrian. "Tidak!" Greesel menjawab dengan cepat sembari menggelengkan kepala. "Aku bahkan tidak mengatakan apa-apa sama sekali," jawab Greesel. "Bagus kalau begitu. Kau memang harus tahu diri dan tahu tempatmu di mana!" tegas Adrian. Greesel hanya mengangguk. "Siap-siaplah! Eyang menunggu kita makan malam!" tegas Adrian yang hendak pergi. "Tunggu sebentar!" Greesel menahan tangan Adrian dan langsung dengan cepat melepasnya yang merasa terlalu lancang. "Aku belum mengambil pakaianku di rumah! kapan aku bisa mengambil pakaianku?" tanya Greesel. "Kau tidak perlu membawa pakaian kotor dan
Adrian berada di dalam kamar yang berdiri di belakang Greesel yang duduk di sofa. Entah apa yang dilakukan Adrian di belakangnya yang terlihat menghubungi seseorang. "Baiklah! aku akan mengatur jadwalnya!" hanya kata itu yang diucapkan Adrian yang terdengar di telinga Greesel. Lalu Adrian mematikan telepon tersebut yang melihat ke arah Greesel yang masih tetap diam dan tidak mengatakan apa-apa. "Kau ikuti semua apa kata Eyang. Jika Eyang menyuruhmu untuk tetap bekerja di Hotel dengan posisi yang Eyang berikan maka terimalah!" tegas Adrian. Greesel hanya menganggukkan kepala. "Sebelum berangkat ke hotel Kau harus bertemu dengan seseorang yang setelah itu baru bekerja!" kata-kata Adrian membuat Greesel menoleh ke arah Adrian. "Se-seorang siapa?" tanya Greesel bingung. "Aku sudah membuat janji dengan salah satu guru yang akan mengajarimu, cara berbicara, cara makan, cara berpenampilan yang layak dan pantas untuk menjadi istriku dan tidak membuatku malu," jawab Adrian. "Maksudnya? a