Share

Bab 3 Mau tidak Mau

“A-apa? Kamu mengusirku?” tanya Gracia tidak percaya. "Kita belum selesai bicara, Adrian. Kita harus menyelesaikan masalah ini saat ini juga!"

"Aku ingin bicara dengan dia!" tegas Adrian sekali lagi.

"Ya sudah bicara saja. Kenapa harus menyuruhku untuk pergi?"

Greesel menelan ludah. Ia benar-benar merasa tidak berdaya karena terjebak di antara sepasang kekasih yang tak sepaham ini.

Rasanya, ia ingin pergi saja. Tapi Adrian masih menahan tangannya dengan erat seolah tak akan pernah melepaskannya.

"Aku bilang keluarlah!" Suara Adrian terdengar menahan amarah, tatapan tajamnya tertuju pada Gracia.

"Aku tidak mau! Aku tidak akan pergi sebelum kamu setuju dengan semua ini!" ujar Gracia tetap menolak dengan keras kepala. “Kamu hanya perlu—”

"Aku bilang pergi!" bentak Adrian dengan suara yang menggelegar.

Tidak hanya Gracia, tapi Greesel juga tersentak kaget. Suasana hening melingkupi mereka selama beberapa detik sampai akhirnya Gracia mendenguskan napas gusar.

"Baiklah, aku akan keluar. Tapi aku harap kamu bisa pikirkan semua ini baik-baik. Hanya ini jalan satu-satunya. Pikirkan apa yang akan terjadi jika kamu tidak menuruti apa kata Eyang," ucap Gracia mengingatkan Adrian.

Setelah itu, Gracia langsung pergi. Langkahnya sempat terhenti saat berada di hadapan Greesel. Ia menatapnya lekat, tapi tidak mengatakan apapun.

"Bu Gracia!" panggil Greesel panik, ingin mengejar Gracia.

Ia takut jika ditinggalkan berdua dengan pria yang sejak tadi berteriak-teriak seperti monster.

"Aku tidak mungkin menikah denganmu!"

Suara berat pria itu terdengar sangat dekat membuat atensi Greesel kini kembali padanya. Ia menarik tangannya dan mundur beberapa langkah menjauh dari pria itu.

Greesel menelan salivanya.

"Apa mungkin seorang pria sepertiku menikah dengan pelayan sepertimu? Apa menurutmu itu pantas?" tanya Adrian sinis.

Bukannya mendapatkan persetujuan, Greesel malah mendapatkan hinaan. Tetapi hal seperti itu mungkin adalah hal yang lumrah bagi Greesel. Dia sudah terbiasa mendapatkan kata-kata seperti itu. Nyatanya, dia memang seorang pelayan.

Greesel yang tidak mampu menyangkal hanya bisa menundukkan kepala, tidak berani menatap Adrian.

"Aku tidak peduli apa yang kau dapatkan dengan menikah denganku. Aku hanya tidak ingin berurusan denganmu. Jadi, apapun yang ditawarkan Gracia, kau harus menolaknya!" ujar Adrian penuh peringatan.

Deg!

Greesel yang begitu terkejut kembali mengangkat kepala dan memberanikan diri untuk menatap pria yang masih terlihat sangat marah. Bahkan tatapan mata itu semakin tajam menusuk sampai ke ulu hatinya.

"Aku tidak akan mungkin menikah denganmu. Apalagi harus mendapatkan keturunan dari wanita sepertimu.”

Kata-kata Adrian begitu merendahkan hingga Greesel tak sanggup berkata-kata.

“Kalaupun terpaksa, aku akan memilih wanita yang pantas dan layak untuk melahirkan anakku!"

Bibir Greesel tampak bergetar menahan tangis atas penghinaan Adrian padanya. Meskipun hatinya menolak untuk menikah dengan pria ini, tapi ia benar-benar tidak punya pilihan lain.

Greesel tidak punya cara lain untuk mendapatkan banyak uang dalam waktu singkat. "Tapi, Pak..."

"Tapi apa?” sela Adrian. “Kau sangat berharap bisa menikah denganku, heh? Apa kau pikir ini dunia dongeng?" sahut Adrian yang tidak memberikan kesempatan apa-apa pada Greesel untuk mengeluarkan pendapat.

Greesel terdiam, tidak bisa berbicara apa-apa. Ia menggigit bibir gelisah. Apa yang harus dia lakukan sekarang?

Air mata terlihat menggenang di pelupuk matanya. Greesel sudah merendahkan diri untuk menikah kontrak demi mendapatkan uang. Tapi pria yang dijanjikan kepadanya justru tidak menginginkan hal itu, membuat dia semakin tidak punya harga diri.

"Tolak apapun yang diberikan Gracia padamu sebagai imbalan, dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku!" ujar Adrian lagi karena Greesel tak kunjung bersuara. "Kau mendengarku?"

Greesel lantas hanya menjawab dengan anggukan kepala. Dia tidak punya pilihan dan mau tidak mau harus menuruti apa yang dikatakan Adrian. Greesel juga tidak mungkin memaksa Adrian.

"Sekarang, pergi dari sini!” usir Adrian dengan suara rendah.

Greesel yang merasa sudah tidak ada harapan memejamkan mata dan membuang perlahan nafasnya. Dengan perlahan, wanita yang tidak memiliki semangat itu membalikkan tubuh dan melangkahkan kakinya ke arah pintu.

‘Maafkan kakak Vano!’ batin Greesel penuh sesal, air mata yang sudah ia tahan-tahan akhirnya jatuh membasahi pipinya.

Di belakangnya, Greesel mendengar Adrian berbicara di telepon. Entah apa yang ia bicarakan dengan orang di seberang sambungan, yang pasti Greesel masih menangkap nada gusar dalam suaranya.

"Kau bilang apa?" tanya Adrian.

“Gibran membawa calon istrinya pada Nenek?”

"...."

"Kurang ajar! Jadi dia ingin mendahuluiku," gumam Adrian. "Sial!" umpat pria itu frustasi.

Greesel terkejut saat Adrian tiba-tiba membanting ponselnya ke lantai. Ia sempat menoleh ke belakang sebelum buru-buru melanjutkan langkahnya. Gadis itu tidak ingin ikut campur.

Greesel sudah memegang kenop pintu saat mendengar suara Adrian.

"Tunggu!"

Gadis itu menoleh, melihat Adrian berjalan ke arahnya dengan langkah lebar.

Adrian tiba-tiba memegang kenop pintu dengan tangan Greesel yang masih ada di sana, lalu menutup pintu itu kembali.

Greesel menatap pria itu bingung. Mulutnya sedikit terbuka, hendak bertanya ada apa.

Namun, kata-katanya tertahan di tenggorokan saat mendengar Adrian tiba-tiba bersuara.

“Kau harus menikah denganku.”

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status