Share

Part 2

last update Last Updated: 2022-07-16 12:20:53

Ini uangku, Mas

Part 2

 

"Satu dua tiga empat ...."

 

"Banyak duit ya, Mbak?" Tiba-tiba Ima nongol depan pintu kamarku. Aku menghitung uang sisa hasil menulis karena dua juta sudah kubelikan ponsel. Alhamdulillah sisa sekitar delapan ratus ribu.

 

"Alhamdulillah," jawabku langsung memasukan uang ke saku baju daster yang kukenakan. Melihat gelagat Ima, pasti ada maunya.

 

Ima masuk. "Aku bisa pinjam uang nggak Mbak?"

 

Benar firasatku. Ima pasti ada maunya. Pantas bicaranya baik.

 

"Nggak bisa," jawabku dingin tanpa melihatnya. 

 

"Pelit amat sih, Mbak, lagian kalau tidak perlu aku juga nggak bakalan minjam."

 

Aku diam tidak memperdulikan Ima, lalu melangkah ke luar kamar. Ima mengikutiku dari belakang karena masih kukuh agar kupinjamkan uang.

 

"Lagian aku juga pengen beli hp buat Mimi, Mbak."

 

Aku langsung berpaling menatap wajah Ima. Ia memasang senyum termanis namun aku tahu itu senyum tak iklas.

 

"Beli hp minjam uang?" tanyaku memperjelas agar terdengar ibu dan mas Aga. Tapi sepertinya mas Aga tidak mendengar karena duduk di teras. Sengaja kuperjelas karena tadi ini pokok bahan perdebatan.

 

"Iya, aku juga pengen Mimi kayak Tia, katanya Tia artis tik tok, ya? Trus dapat duit banyak?"

 

"Kamu percaya aja yang diomongin Tia, mana ada anak kelas satu SMP bisa cari duit dengan gaya aneh itu," sanggah ibu sambil duduk memotong kuku.

 

"Tapi kata Mimi benar loh, Bu."

 

"Jangan mau dibodohi anak kecil."

 

"Tapi Mbak Mita juga dapat duit dari nulis cerita, buktinya ia bisa beli hp baru."

 

"Kamu tu bodoh atau oon? Ini cuma akal-akalan dia aja agar kita tak minta jatah, mungkin Mas mu lagi dapat bonus."

 

Astaga naga. Kapan ibu mertua bisa menghargaiku. Andaikan aku punya uang banyak buat ngontrak rumah, sudah lama aku minggat dari rumah ini. Lagian hasil dari menulis belum bisa kutabung, menulis baru dua bulan. Dan ini sisanya pasti terpakai menutupi hutang di warung. 

 

"Benaran Mbak? Mas Aga dapat bonus berapa?" Mendadak senyum dibibir Ima lenyap setelah mendengar ucapan ibu.

 

"Tanya tuh sama Mas Aga," jawabku menujuk suamiku.

 

"Pasti kutanya, awas ya, kalau Ibu benar dan Mbak nggak mau kasih, Mas Aga tu kakakku, aku juga punya hak loh." Ngancam nih benalu rumah tanggaku.

 

"Kalau kamu janda baru ada hak," jawabku duduk depan televisi ingin melipat baju. Tumpukan jemuran tadi siang belum sempat kulipat karena hampir semua pekerjaan rumah kuselesaikan. Menunggu Ima percuma, ia pemalas dan kerjanya nonton seharian. Ibu pun tidak menegurnya.

 

"Jadi Mbak niatkan aku menjada? Ngomong dipikir dong!" Suara Ima terdengar keras, hingga mas Aga masuk menatapku.

 

"Bukan gitu, Im, bukannya tadi kamu bilang tentang hak, makanya kuperjelas, hak kamu ya pada suamimu."

 

"Hey Mita, kamu tu punya mulut jangan asal ngomong, Ibu juga dengar kamu bilang tentang janda." Kali ini ibu ikut berduara. Seperti biasa, satu mulut lawan tiga mulut. Sebentar lagi mungkin suamiku ikut bersuara. Dari tatapannya sangat terlihat.

 

"Mas Aga, Mbak Mita keterlaluan, aku diniatkan menjanda." Ima mengeluarkan air mata mengadu.

 

Air mata buaya. Aku terpojokan. Ima biang kerok aku dimarahi mas Aga. Lama-lama bosan kalau diam. Diam bikin otakku sakit menahan emosi. Dan diam juga akan membenarkan pernyataan Ima.

 

"Mita, betul yang dikatakan Ima?" tanya suamiku.

 

"Bukan gitu, Mas. Tadi Ima bilang kalau ia masih punya hak atas uang yang kamu dapat karena ia adikmu. Kuperjelas, jika wanita sudah menikah, haknya ada bersama suami, kecuali ia janda."

 

"Iya, Im, Mita benar tuh. Lagian kenapa bilang masalah hak sih? Seperti nggak ada bahasan saja."

 

"Mas tega ya melupakan aku sebagai adik, mentang-mentang sudah beristri aku ... mmm." Tangis Ima pecah seketika. Lalu Ibu mendekatinya.

 

"Bukan gitu ...." Mas Aga kesulitan menjawab. Seperti tak enak karena melihat mimik wajah ibunya.

 

"Hey Ga! Kamu tu lebih dulu jadi kakak ketimbang jadi suami, apa lagi jadi anak. Jangan mentang-mentang beristri kamu bebas nyakitin saudara sendiri."

 

Tuh kan, apa yang kuduga terjadi juga. Ibu pasti membela putrinya dan memojokkan aku. Dan seperti biasa juga, mas Aga diam tak berani membantah ibu. Ujung-ujungnya aku disuruh diam dan mengalah. Tapi tak selamanya hati ini ingin mengalah.

 

"Iya, Bu. Maaf, lagian kenapa ngomong hak sih?" Suara mas Aga melunak.

 

Ima menghapus air matanya, lalu berucap, "Aku mau pinjam uang, tapi tak dapat, padahal uang Mbak Mita banyak, dulu saat Mas Aga belum nikah, aku sering dijatah perbulan, tapi sekarang ...."

 

'Tahan Mita, tahan,' ucapku di hati.

 

"Kalau punya uang banyak, pinjamin apa salahnya, Mit." Mas Aga melihatku.

 

"Uang dari mana? Toh uang dipinjam untuk beli hp buat Mimi. Bukankah hp benda tak penting dan menghamburkan uang saja," jawabku menyindir mereka bertiga.

 

"Iya, Im. Lagian kenapa beli hp, sih? Barusan ini sudah kita bahas."

 

"Aku mau Mimi juga kayak Tia, jadi artis tik tok, katanya dapat duit dengan joget-joget doank," jawab Ima meiba.

 

"Idih." Ibu mendorong bahu Ima. "Kirain buat hal penting, kamu mau niru orang joget-joget nggak jelas? Seperti orang gila aja," cerocos ibu. Sudah pasti menyindirku lagi.

 

"Ibu nih gimana sih? Kalau Mimi terkenal dan banyak duit, Ibu kubelikan mobil biar orang sekampung menghargai kita karena jadi orang kaya."

 

"Tapi itu nggak bakalan mungkin. Ini pasti akal-akalan si Mita agar tidak dimarahi beliin Tia hp."

 

Yah, kok membahas ponsel lagi. Baru juga diam.

 

"Tadi aja kulihat Mbak Mita lagi hitung duit, lagian sekarang tanggal tua, nggak mungkin Mbak Mita punya duit banyak."

 

Dasar ipar julid. Aku yang punya uang, ia yang sewot.

 

"Betul kamu punya uang banyak Mit?" tanya mas Aga.

 

"Nggak banyak kok," jawabku, sebenarnya tak ingin suamiku tahu, tapi mau gimana lagi, Ima terlanjur lihat. Sepertinya gerak gerikku dimata-matai di rumah ini.

 

"Apa salahnya kamu pinjamin Ima, ia adikku loh."

 

"Uangku cuma dikit, Mas, lagian aku mau beli daster, lihat nih dasterku pada bolong," jawabku sambil mengangkat ketek. Dasterku robek lalu ada bekas jahitan yang tak rapi, sebenarnya tak layak dijahit lagi karena sudah berulang kali dijahit di tempat yang sama.

 

"Beli daster bisa belakangan, lagian Ima lebih butuh agar Mimi juga punya hp seperti Tia."

 

"Loh, aku juga butuh daster, Mas. Masak untuk minjamin uang mengorbankan keperluanku. Lagian cuma buat beli hp, benda yang tak penting!" Sindirku lagi. Mulut ibu bertaut dan bergelombang melirikku.

 

"Trus, kenapa giliran Ima kamu nggak marah beli hp, Mas?" sambungku.

 

"Lagian aku belum tau gunanya apa, Mit."

 

"Trus, kenapa nggak jual aja cincin atau gelang emas Ima buat beli hp, ngapain pinjam kalau ada simpanan."

 

"Eh Mbak, ini emas buat lihatin ke tetangga biar aku dihargai. Lagian apa salahnya pinjamin uang yang kamu simpan, toh beli daster nggak seberapa kok."

 

Lama-lama iparku mau kugoreng lidahnya. Mau bergaya rela ngutang? Aku aja ingin beli daster usaha sendiri. Kalau pun ada uang lebih, ogah minjamin dia. Aku saja tak dihargai. Lagian suamiku tak peduli jika baju rumahku robek.

 

"Maaf ya, Im. Aku juga ingin dihargai dengan beli daster baru dan beli emas."

 

"Kamu tu pelit amat sih, Mit." Akhirnya ibu mertua mengeluarkan lagi suara lantangnya.

 

"Sudah lah, Mit, pinjamin apa salahnya, lagian itu uang juga dariku, mana ada nulis dapat uang segitu, kalahin gajiku pula lagi." Mas Aga meremehkanku.

 

Percuma berdebat. Aku langsung berdiri mendengar ucapan mas Aga.

 

"Ini bukan dari gajimu, Mas, ini hasilku menulis, uang kamu berikan sering kurang lantaran membiayai makan seisi rumah. Aku juga sering ngutang di warung karena tak cukup."

 

"Kalau tak cukup, itu gunanya kamu bisa mencukupi, itu gunanya hidup berumah tangga, kalau benar ada uangmu hasil menulis."

 

"Ini uangku, Mas."

 

"Apa salahnya dipinjamin," tukas ibu.

 

"Maaf, aku juga ada kebutuhan selain makan."

 

"Mita! Mita!" teriak suamiku. Aku berlalu masuk kamar tanpa mempedulikannya. Bukan saja mas Aga, ibu mertua juga ikut berteriak memanggilku. Sementara Ima semakin menjadi menangis agar uangku beralih ke tangannya. 

 

Bersambung ....

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Keluarga toxic dan egois
goodnovel comment avatar
Gary
tur tlg jgn buat mita lemah dan mengalah. jadikan dia wanita yg kuat dan tegas ya. aku br bc 1 eps sdh tertarik sm ceritanya... ......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ini Uangku, Mas!   Part 3

    Ini uangku, MasPart 3"Ibu ..., aku juga mau Mimi jadi artis, beliin aku hp, Mas Aga ..., bantuin mmm." Lebay sekali Ima menangis. Seperti anak kecil meraung minta dibelikan sesuatu. Padahal punya cincin emas yang bisa dijual, lah aku, hanya anting perak dan berdaster bolong."Tuh, istrimu perhitungan, ada duit bukannya bantu adikmu malah cuek seperti nggak punya perasaan." Suara ibu terdengar lantang menyindir. Aku tetap berbaring di kamar pura-pura tidur."Lagian Ima ada emas, jual saja kenapa?" Terdengar tanggapan mas Aga. Kali ini ia membelaku."Hey Ga, pikir ya, jika perhiasan dijual, ntar Ima nggak bisa membangga lagi di warung, apa lagi sama Mpok Leha, pasti ia cari cara membuat adikmu rendah.""Mpok Leha wajar punya uang banyak, suaminya baru jual tanah, jangan lihat ke atas lah, Bu.""Kamu mana ngerti, pergi pagi pulang sore, kalau Ima banyak emas, setidaknya Ibu juga ikut membangga, nggak malu punya mantu pelit kayak istrimu. Coba kamu menikah dengan wanita kaya, aku nggak

    Last Updated : 2022-07-16
  • Ini Uangku, Mas!   Part 4

    Ini uangku, MasPart 4(split, bukan pelit)Tiga ratus ribu sebulan? Yang makan tidak hanya keluarga kecilku, ada ibu dan Ima beserta putrinya. Baru juga memegang uang lebih, dan itu pun dari hasil pikiranku. Sementara Ima, ia seenak hati diberi ponsel dan berdadan ria dengan perhiasan emasnya. Padahal ia masih punya suami.Oke oke, Mas. Kamu kira aku diam tak berani melawan? Kita lihat saja. Terutama kamu Ima dan ibu mertua.Pagi harinya tetap kusiapkan kopi untuk mas Aga berangkat kerja. Ini gula dan kopi masih sisa kemarin yang masih banyak. Aku bersikap santai seperti biasa meskipun kulihat Ima dan putrinya berfoto ria dengan ponsel baru. Kulihat ibu juga ikut senyum-senyum melihat putrinya berpose mengeluarkan lidah seperti sok imut."Bi Ima, beli hp baru?" tanya Tia tiba-tiba ikut duduk di dekat Ima."Iya, emang kamu aja yang bisa beli hp? Kita juga bisa, iya, 'kan Mi?" Ima membangga sambil tersenyum dengan putrinya.Membangga dengan uang dapurku. Kesal sekali, tapi aku punya car

    Last Updated : 2022-07-16
  • Ini Uangku, Mas!   Part 5

    Ini uangku, MasPart 5(mengadu ke suamiku)"Lihat tu minantu Ibu, mentang-mentang anaknya artis silipgram dan baru juga nulis tak seberapa, sudah bergaya SOK TERKENAL! Dulu patuh, sekarang membangkang, dasar minantu durhaka, nggak sadar apa tinggal di mana!" Terdengar celotehan Ima mengompori ibu mertua atas sikapku hari ini tidak memasak. Berusaha cuek, toh bukan kewajibanku membiayai makan Ima dan Mimi. Kalau masalah ibu mertua, tentu sesuai keuangan yang diberikan mas Aga. Aku santai memegang ponsel, tentu ini cerbung terbaruku. Dengan kehidupan sehari-hari yang kualami, lahirlah cerbungku ini. Mudah-mudahan banyak yang baca dan aku bisa dapat uang buat ngontrak rumah. Tak tahan rasanya seatap dengan mertua dan adik ipar. "Menyesal Ibu merestui Aga menikahinya, awalnya aja kelihatan baik, tapi pelit minta ampun. Mana hp-mu Im? Cepatan telpon Mas-mu."Ibu semakin emosi. Seperti biasa, sindirian pedas selalu kudengar. Sangat tak nyaman di telinga, seharusnya ibu mertua pengganti ib

    Last Updated : 2022-07-16
  • Ini Uangku, Mas!   Part 6

    Ini uangku, MasPart 6 (kedatangan ibuku) "Eh, Bu Besan, ayo masuk. Ima! Bikinin teh hangat untuk Ibunya Mita!"Idih, ibu mertua terdengar sangaaaat baik. Oke mertua, aku tahu baiknya pasti ada mau. Kutes dulu ah, pura-pura tak dengar kalau ibuku datang."Iya, Bu!" Kali ini suara Ima terdengar baik. Seperti penjahat insaf saja. Mulut pun bersih dari kata sindiran."Bu Ros apa kabar? Sehat, Bu?" Terdengar suara ibuku menyapa ibu mertua. Itu lah ibu, suara tenang dan selalu ramah."Alhamdulillah, Bu Eli, Bu Eli sendirian saja?""Tadinya sama Papanya Mita, tapi karena Papanya ke notaris, makanya saya sendirian, Bu.""Notaris? Wah, sudah pensiun tetap sibuk ya, Bu.""Ya, karena ada yang diurus, Bu. Oh ya, Mita dan Tia mana, Bu?""Oh ada, Mita jam segini mah tidur siang, kalau Tia bermain. Sebentar saya panggilkan, Bu."Aku pura-pura berbaring tidur. Tak lama kemudian, terdengar pintu kamarku berderit ada yang masuk."Mit! Mita! Bangun, ada Ibumu, Nak." teriak ibu membangunkan.'Nak', tum

    Last Updated : 2022-07-19
  • Ini Uangku, Mas!   Part 7 Dapat Jatah Karna Ayah Jual Tanah

    Ini uangku, MasPart 7 (dapat jatah karena ayahku jual tanah)Berdiri di balik dinding luar dekat kaca jendela, terdengar ibu mertua memakai namaku untuk pinjam uang ke ibuku. Dan alasannya agar aku bisa punya baju daster baru. Oh Tuhan, ibu mertua banyak akalnya. Mentang-mentang dengar kabar ayahku jual tanah, langsung itu mata ingin lihat uang. Tapi tak akan kubiarkan itu berhasil. "Assalamualaikum," ucapku melangkah ke pintu."Waalaikumsalam," jawab ibuku dan ibu mertua serentak.Aku dan Tia masuk. Terlihat ibu mertua langsung terdiam tidak membahas itu lagi."Mita, bikinin jus jeruk untuk ibumu sana," titah ibu mertua. Kali ini mau cari alasan agar aku jauh dari ibu dan ia bisa melanjutkan aksi pinjam uang. Aku yakin itu rencana ibu mertua."Tidak usah, Bu Ros. Aku hanya ingin Mita tetap duduk di sampingku karena masih ada yang ingin kubicarakan," sanggah ibuku. Ibu mertua langsung terdiam menghela nafas pendek.Aku dan Tia duduk di samping ibuku. Tak lama kemudian, Ima dan Mimi

    Last Updated : 2022-07-19
  • Ini Uangku, Mas!   Part 8 Tiba-tiba Mertua Baik

    Ini uangku, MasPart 8 (tiba-tiba ibu mertua bersikap baik)Biasanya jika aku belum selesai membersihkan rumah atau mencuci pakaian, ibu sering ngomel-ngomel meskipun aku duduk sejenak istirahat. Ditambah Ima juga ikut mengompori ibunya. Aku seperti pembantu yang digaji gratis. "Ibu kenapa sih? Kok aku yang nyuci? Kukuku baru di cat, bentar lagi mau bikin vidio untuk IG." Terdengar tolakan Ima saat ibu menyuruhnya mencuci."IG IG gigimu! Ini lebih penting dari foto-foto tak jelas. Cepat kerjain sana!""Nggak mau, dia tidur-tiduran kok aku yang ngerjain?""Siniii."Tak terdengar lagi perdebatan ibu mertua dan adik iparku. Aku yakin Ima disuruh mengerjakan pekerjaan yang biasa kulakukan. Bisa jadi ibu memaksa Ima kali ini. Justru ini kumanfaatkan sebelum aku betul-betul pasti meninggalkan rumah ini. Kali ini tidak terdengar keributan. Biasanya suara ibu dan Ima lantang menyindirku hingga terdengar ke dalam kamar. Aku bisa mengetik cerbung dengan tenang. Alhamdulillah, dengan menulis d

    Last Updated : 2022-07-19
  • Ini Uangku, Mas!   Part 9 Diam dan Sabar Itu Menyiksa, Mas

    Ini uangku, MasPart 9 (diam dan sabar itu menyiksaku, Mas)Harga diri suamiku? Jadi harga diriku di rumah ini dibiarkan diinjak demi harga dirinya? Pernikahan apa yang kujalani jika sang suami hanya memikirkan dirinya ataupun keluarganya saja. Aku bukan malaikat yang selalu tahan disindir ataupun dihina adiknya. Dan baru hari ini ibu mertua bersikap baik."Jika aku mikirkan harga dirimu, trus harga diriku dibiarkan diinjak gitu?""Bukan gitu, Mit, sabar lah dulu hingga kukumpulkan uang dan kita bisa beli rumah." Suara suamiku melunak."Sampai kapan? Sementara uangmu saja dengan mudah diberikan buat Ima beli hp, kapan bisa nabung jika setiap bulan aku ngutang di warung demi bisa mencukupi isi perut adikmu beserta putrinya. Aku capek, Mas." Lalu aku masuk kamar. "Bukan gitu, Mit, aku hanya ingin kamu bersabar, lagian nanti Ima dan putrinya pasti ikut Ipul, kok." Mas Aga mengikutiku ke kamar."Sudah bertahun-tahun, Mas, lihat adikmu tak pernah dibawa suaminya, trus sampai kapan aku ber

    Last Updated : 2022-07-19
  • Ini Uangku, Mas!   Part 10 Terusir

    Ini uangku, MasPart 10 (terusir)"Jadi apa gunanya kamu menikah dengan putraku? Mengadah tangan saja?" Ibu melotot seakan aku tak ada gunanya. Padahal selama ini kukerjakan pekerjaan rumah komplit dengan mencuci baju Ima dan Mimi. Tapi tidak untuk kedepannya, sabar itu ada batasnya."Jika Ibu mengerti mana yang kewajiban dan mana yang hak, tidak bakalan kata-kata itu muncul dari mulut Ibu. Tapi jika kata-kata itu membuat batasan rasa hormat terhapus, itu akibat mulut Ibu sendiri." Aku berusaha tidak mengeluarkan air mata. Tetap saja sulit."Ibu bilang apa sih? Mita Istriku ya wajar lah kunafkahi, jangan bilang gitu lah, Bu.""Tapi bukan minantu seperti ini yang kumau, ada duit, pelit, perhitungan lagi.""Bu, kemampuanku hanya segitu, jadi apa yang mau diberikan lagi, ini saja aku harus bayar hutang ke Bu Tita. Tolong jangan buat aku pusing.""Hay Mas, Istrimu punya simpanan seharusnya membantumu, bukan membiarkanmu berhutang!" Ima menunjukku."Ini uangku, bukan uang hasil dari meramp

    Last Updated : 2022-07-19

Latest chapter

  • Ini Uangku, Mas!   Part 62 Ending

    Ini uangku, MasPart 62 ( ending )Sulit kuungkapkan kata-kata betapa terkejutnya aku dengan lamaran ini. Istri mantan suamiku ingin melamarku? Ide gila macam apa yang ada dipikiran Bulbul dan mas Aga. "Ini pasti lelucon. Bul, kamu sadar dengan maksud kedatanganmu?" Kuulangi bertanya.Bulbul menatap mas Aga sebentar. Mas Aga justru menatapku. Netranya membicarakan betapa ia menginkanku lagi jadi istrinya. Namun, tidak di diriku."Aku sadar, Kak. Kita berbagi suami, dan ini juga banyak terjadi di luar sana.""Aku akan berusaha adil, Mit," ucap mas Aga. Tak ada rasa bersalah dan ia berucap seperti seorang lelaki yang kuharapkan lagi seperti dulu. Justru dengan keadaan seperti ini membuatku semakin tak suka.Di cerbung yang kutulis. Ada beberapa kisah pelakor dengan judul 'Anaknya mirip suamiku' dan 'Acara di rumah ibumu'. Di sana kutulis ada yang terinspirasi dari kisah nyata. Tapi itu hanya cerita yang kugabung dari beberapa kisah. Intinya aku tak suka jika berbagi suami walaupun buka

  • Ini Uangku, Mas!   Part 61 Lamaran

    Ini uangku, MasPart 61 ( lamaran )"Dasar si Aga, siang hari mabuk, apa nggak punya malu," cerocos Ibu sambil meletakan secangkir kopi."Sudah, Bu, yang penting sekarang sudah aman," kata ayah."Iya, tapi tetap aja bukan contoh yang baik, lah mabuk terlihat Tia, apa dia nggak mikir, bodoh dipelihara.""Sst!" Ayah menempelkan telunjuk depan bibir menyuruh ibu diam. "Ada Tia, Bu, kasihan," ucap ayah melirik Tia yang sedang duduk di sampingku. Tentu kami menyimak obrolan ibu dan ayah.Kulihat Tia, ia seperti memikirkan sesuatu, pasti tentang papanya. Seharusnya ia tak melihat mas Aga mabuk. Dan ini pertama kalinya kulihat mantan suami seperti itu. Apakah karena ada masalah. Setahuku ia bukan tipe lelaki peminum alkohol.Mungkinkah tentang pelet itu benar? Kasihan Bulbul. Ia masuk ke keluarga yang salah. Seandainya sikap Ima dan ibunya berubah, aku yakin Bulbul bahagia bersama mas Aga. "Ma, jadi orang mabuk seperti Papa itu ya?" tanya Tia."Ya, tapi nggak usah dipikirkan," jawabku. "K

  • Ini Uangku, Mas!   Part 60 Kesadaran Dalam Musibah

    Ini uangku, MasPart 60 ( kesadaran dalam musibah )Pov BulbulDulu, aku tak peduli dengan kata cinta. Tujuan menikah dengan mas Aga sekedar ingin punya keturunan. Hidup sebatang kara. Berjuang sendiri agar dihargai. Dari kecil hinaan terus kuterima dengan sakit hati. Orang tuaku selalu mengajarkan, 'buktikan kamu sukses dengan pikiran, jika fisik yang kamu sesali berarti kamu membenci pemberian Tuhan', itulah yang selalu kutanamkan. Hingga menata hati tak akan pernah mencintai lelaki mana pun."Mas, ayo pulang." Kutarik tangan mas Aga. Ia masih suamiku, jika pernikahan ini karena pengaruh pelet, itu bukan salahnya."Bul, itu Mita kan?" Mas Aga menunjuk kak Mita. Bau minuman alkohol menyengat dari mulutnya. Dulu aku tidak cemburu karena aku tahu mereka sudah bercerai. Kak Mita tidak pernah menunjukan ingin rujuk. Itulah kenapa aku bisa menerima dengan akal sehat. Namun, kali ini aku cemburu. Aku tak rela melihat suamiku masih mengharapkan mantan istrinya. Apakah 'cinta' tak pernah b

  • Ini Uangku, Mas!   Part 59 Kacau

    Ini uangku, MasPart 59 ( kacau )Pov Aga_2Apa yang terjadi padaku? Kenapa Bulbul? Ah! Aku bingung. Rasa ingin jauh darinya. Kok mendadak rasaku bisa berubah dengan sekejap. Rasa cinta dan menggebu berubah seiring melihatnya tampak beda hari ini."Bu, Ima, ada apa dengan Mas Aga? Kenapa ia terlihat aneh hari ini?" Bulbul bertanya seolah ia istriku. Maksudku istri yang kucinta. Ah! Aku sulit menjelaskanya."Bulbul, mungkin Aga kurang enak badan," jawab ibu."Ibu, i-ini kenapa? Aku aku ...." "Sudahlah, Mas, ayo duduk dulu." Ima menarik tanganku."Ima, kenapa temanmu sekamar denganku?" bisiku saat melangkah ke kursi."Bulbul istrimu, Mas," jawab Ima juga berbisik."Nggak mungkin! Tapi bukan yang itu!" ucapku lantang karena tak menerima semua ini. Aku tak ingin menikahi Bulbul, lagian bukan Bulbul yang ini yang ingin kujadikan istri."Kecilkan suaramu, Mas." Ima berbisik menekan suara agar tak didengar Bulbul. "Apa yang tidak mungkin, Mas Aga?" tanya Bulbul. Kupalingkan ke belakang,

  • Ini Uangku, Mas!   Part 58 Astagfirullahalaziim

    Ini uangku, MasPart 58 ( pov Aga : Astagfirullah'alaziim! )Pov Aga"Mita! Tunggu dulu, aku belum selsai ngomong!"Mita terus melangkah memasuki pagar rumahnya."Mita! Atau seperempat aja bagianku! Aku butuh buat membahagiakan Bulbul, Mita!""Jangan teriak-teriak!" bentak Mita tanpa menoleh padaku."Maka dengarin, bukan pergi gitu aja.""Brisik!" Prak!Pintu dihempaskannya ditutup."Mita! Mita!"Ia tak peduli dengan panggilanku. Justru hempasan pintu yang kudapat seiring bentakannya. Dasar maruk!"Mita!"Sekencang apa pun aku memanggilnya, tetap saja ia tak peduli. Padahal sudah kuberi ide bagus agar kita sama-sama adil dalam memiliki Tia. Tanpa aku Tia belum tentu bisa ada di dunia ini, bibitku hebat bisa mempunyai anak berbakat. Seharusnya Mita menyadari itu.Kemana lagi kucari uang biar bisa beli mobil. Bulbul pasti senang jika aku juga mampu. Dengan gajiku tak akan cukup. Lagian ibu dan Ima juga harus kubiayai, belum lagi makan Mimi juga banyak. Ima dan Mimi sama banyak makanny

  • Ini Uangku, Mas!   Part 57 Bicara Pikirkan Dulu

    Ini uangku, MasPart 57 ( bicara dipikirkan dulu )Aku tak ingin masuk ke lubang yang sama. Bertahun-tahun sudah cukup bagiku mengenal ibu mantan mertua dan Ima, apa lagi mantan suamiku. Jika ia mengakui dosanya, itu bukan urusanku karena yang diperbuat itu lah yang dipetik.Hanya prihatin. Aku tak ingin ikut campur dengan urusan yang bukan urusanku. Jika pernikahan mas Aga dengan Bulbul di luar kesadaran mas Aga, yang patut dipersalahkan adalah ibunya dan adiknya. "Mita.""Astagfirullah'alaziim." Aku mengucap terkejut. Tiba-tiba pundakku ditepuk ibu dari belakang."Melamun aja, mikirin apa?" "Oh, nggak, nggak ada, Bu," jawabku lalu pura-pura sibuk melihat layar ponsel. "Kamu tu lahir dari rahim Ibu, kamu sedang bohong, pura-pura, sedih, atau menyembunyikan sesuatu, Ibu pasti tau."Tuh kan, sudah berusaha menghindari, tetap saja ibu tahu. Sebenarnya malas bicara jujur. Ujung-ujungnya aku pasti kena semprot jika membahas tentang keluarga mantan suamiku."Ya udah, tapi ingat, serapi

  • Ini Uangku, Mas!   Part 56 Sedih lihat anak

    Ini uangku, MasPart 56 ( pov bu Ros: aku yang lebih tersiksa melihat penderitaan anak-anaku )Melangkah pulang dengan hati kecewa. Mita menolak rujuk dengan Aga. Apakah sesulit itu baginya memaafkan yang terjadi? Atau aku yang tak menyadari penderitaanya selama ini?Di mana-mana, menantu yang kerjakan semua pekerjaan rumah suatu hal yang biasa. Itu gunanya ia tinggal di rumah. Tapi kenapa Mita seperti aku memperbudaknya? Apakah karena selama ini Ima juga ikut adil dalam memerintah? Kuakui, Ima punya sifat semena-mena akibat kumanjakan. Dulu saja aku hampir sakit saat Mita terusir dan aku lah yang mengerjakan semuanya. Apakah aku salah mendidik anak?"Ibu dari mana? Lihat Ima belum berhenti menangis seperti anak kecil, telingaku sakit!" Bulbul berdiri berkacak pinggang. Aku baru masuk langsung disambut dengan omongan tak enak. Ia berlagak seolah nyonya besar dan aku pembantunya."Itu aja kamu sewot," jawabku berusaha mengabaikanya."Lah iya lah aku sewot, Ima sangat berisik! Aku ing

  • Ini Uangku, Mas!   Part 55 Maaf?

    Ini uangku, MasPart 55 ( maaf )"Jangan menangis, Ma," ucap Tia menatapku.Aku duduk menyeka air mata. Rasa khawatir, takut jauh dari putriku. "Nak, jika suatu saat kamu tak nyaman bersama Mama, bicara lah." Kubelai pipi Tia."Mama bicara apa sih? Justru aku takut membebani Mama, aku hanya ingin Mama, aku juga sayang Papa, tapi kenyamananku bersama Mama."Ya Allah, terima kasih tidak menjauhkanku dari putriku. Hamba mohon, jangan pernah pisahkan kami. Tapi seandainya maut memisahkan, biarkan putriku di tangan orang yang tepat hingga hidupnya tak teraniaya. Pengalaman berumah tangga dan tinggal di rumah mertua sudah cukup memberiku pelajaran tentang hidup sesungguhnya.Jika dulu aku berpikir logis. Cinta tak cukup membuat bahagia, lingkungan saling menghargai itu penting. Seandainya sudah menjadi seorang ibu, tak ada yang lebih penting dari anak. Mantan suami ada, tapi mantan anak tidak akan pernah ada. Satu hal yang kuabaikan, firasat orang tua itu benar. "Mita! Mit!"Ibu memanggil

  • Ini Uangku, Mas!   Part 54 Muak

    Ini uangku, MasPart 54 ( pov Aga: aku muak dibilang anak durhaka!)"Kok diam, Bu? Ada apa dengan tiga hari lagi?" tanyaku lagi karena belum dijawab."Oh, itu, Ga, tiga hari lagi Ibu berencana mengadakan syukuran buat pernikahan kalian," jawab ibu."Iya, Mas, warga sini juga harus tau kalau kamu bukan suami Mbak Mita lagi, tapi suami Bulbul," ucap Ima."Tapi aku tak punya uang buat acara syukuran, Ibu tau itu kan?"Buat apa mengadakan acara syukuran jika yang datang dikasih makan angin. Aku tak yakin Bulbul mau, uangnya banyak terpakai."Nanti kita bicarakan lagi ke Bulbul, mana tau ia mau.""Jangan, Bu, aku tak enak dengan Bulbul, pasti ia marah dan aku nggak mau ia malah minta cerai, aku cinta Bulbul, Bu."Jujur dan terbuka lebih baik. Biar hati merasa lega. Lagian yang memperkenalkan Bulbul adalah Ima. "Mas Aga! Kok malah lemah gitu? Jadi laki ya harus tegas, lawan rasa lemahmu."Ima ngomong aja yang bisa. Apa ia merasakan yang kurasakan? Hati ini betul-betul terpaut pada Bulbul.

DMCA.com Protection Status