Ini uangku, MasPart 56 ( pov bu Ros: aku yang lebih tersiksa melihat penderitaan anak-anaku )Melangkah pulang dengan hati kecewa. Mita menolak rujuk dengan Aga. Apakah sesulit itu baginya memaafkan yang terjadi? Atau aku yang tak menyadari penderitaanya selama ini?Di mana-mana, menantu yang kerjakan semua pekerjaan rumah suatu hal yang biasa. Itu gunanya ia tinggal di rumah. Tapi kenapa Mita seperti aku memperbudaknya? Apakah karena selama ini Ima juga ikut adil dalam memerintah? Kuakui, Ima punya sifat semena-mena akibat kumanjakan. Dulu saja aku hampir sakit saat Mita terusir dan aku lah yang mengerjakan semuanya. Apakah aku salah mendidik anak?"Ibu dari mana? Lihat Ima belum berhenti menangis seperti anak kecil, telingaku sakit!" Bulbul berdiri berkacak pinggang. Aku baru masuk langsung disambut dengan omongan tak enak. Ia berlagak seolah nyonya besar dan aku pembantunya."Itu aja kamu sewot," jawabku berusaha mengabaikanya."Lah iya lah aku sewot, Ima sangat berisik! Aku ing
Ini uangku, MasPart 57 ( bicara dipikirkan dulu )Aku tak ingin masuk ke lubang yang sama. Bertahun-tahun sudah cukup bagiku mengenal ibu mantan mertua dan Ima, apa lagi mantan suamiku. Jika ia mengakui dosanya, itu bukan urusanku karena yang diperbuat itu lah yang dipetik.Hanya prihatin. Aku tak ingin ikut campur dengan urusan yang bukan urusanku. Jika pernikahan mas Aga dengan Bulbul di luar kesadaran mas Aga, yang patut dipersalahkan adalah ibunya dan adiknya. "Mita.""Astagfirullah'alaziim." Aku mengucap terkejut. Tiba-tiba pundakku ditepuk ibu dari belakang."Melamun aja, mikirin apa?" "Oh, nggak, nggak ada, Bu," jawabku lalu pura-pura sibuk melihat layar ponsel. "Kamu tu lahir dari rahim Ibu, kamu sedang bohong, pura-pura, sedih, atau menyembunyikan sesuatu, Ibu pasti tau."Tuh kan, sudah berusaha menghindari, tetap saja ibu tahu. Sebenarnya malas bicara jujur. Ujung-ujungnya aku pasti kena semprot jika membahas tentang keluarga mantan suamiku."Ya udah, tapi ingat, serapi
Ini uangku, MasPart 58 ( pov Aga : Astagfirullah'alaziim! )Pov Aga"Mita! Tunggu dulu, aku belum selsai ngomong!"Mita terus melangkah memasuki pagar rumahnya."Mita! Atau seperempat aja bagianku! Aku butuh buat membahagiakan Bulbul, Mita!""Jangan teriak-teriak!" bentak Mita tanpa menoleh padaku."Maka dengarin, bukan pergi gitu aja.""Brisik!" Prak!Pintu dihempaskannya ditutup."Mita! Mita!"Ia tak peduli dengan panggilanku. Justru hempasan pintu yang kudapat seiring bentakannya. Dasar maruk!"Mita!"Sekencang apa pun aku memanggilnya, tetap saja ia tak peduli. Padahal sudah kuberi ide bagus agar kita sama-sama adil dalam memiliki Tia. Tanpa aku Tia belum tentu bisa ada di dunia ini, bibitku hebat bisa mempunyai anak berbakat. Seharusnya Mita menyadari itu.Kemana lagi kucari uang biar bisa beli mobil. Bulbul pasti senang jika aku juga mampu. Dengan gajiku tak akan cukup. Lagian ibu dan Ima juga harus kubiayai, belum lagi makan Mimi juga banyak. Ima dan Mimi sama banyak makanny
Ini uangku, MasPart 59 ( kacau )Pov Aga_2Apa yang terjadi padaku? Kenapa Bulbul? Ah! Aku bingung. Rasa ingin jauh darinya. Kok mendadak rasaku bisa berubah dengan sekejap. Rasa cinta dan menggebu berubah seiring melihatnya tampak beda hari ini."Bu, Ima, ada apa dengan Mas Aga? Kenapa ia terlihat aneh hari ini?" Bulbul bertanya seolah ia istriku. Maksudku istri yang kucinta. Ah! Aku sulit menjelaskanya."Bulbul, mungkin Aga kurang enak badan," jawab ibu."Ibu, i-ini kenapa? Aku aku ...." "Sudahlah, Mas, ayo duduk dulu." Ima menarik tanganku."Ima, kenapa temanmu sekamar denganku?" bisiku saat melangkah ke kursi."Bulbul istrimu, Mas," jawab Ima juga berbisik."Nggak mungkin! Tapi bukan yang itu!" ucapku lantang karena tak menerima semua ini. Aku tak ingin menikahi Bulbul, lagian bukan Bulbul yang ini yang ingin kujadikan istri."Kecilkan suaramu, Mas." Ima berbisik menekan suara agar tak didengar Bulbul. "Apa yang tidak mungkin, Mas Aga?" tanya Bulbul. Kupalingkan ke belakang,
Ini uangku, MasPart 60 ( kesadaran dalam musibah )Pov BulbulDulu, aku tak peduli dengan kata cinta. Tujuan menikah dengan mas Aga sekedar ingin punya keturunan. Hidup sebatang kara. Berjuang sendiri agar dihargai. Dari kecil hinaan terus kuterima dengan sakit hati. Orang tuaku selalu mengajarkan, 'buktikan kamu sukses dengan pikiran, jika fisik yang kamu sesali berarti kamu membenci pemberian Tuhan', itulah yang selalu kutanamkan. Hingga menata hati tak akan pernah mencintai lelaki mana pun."Mas, ayo pulang." Kutarik tangan mas Aga. Ia masih suamiku, jika pernikahan ini karena pengaruh pelet, itu bukan salahnya."Bul, itu Mita kan?" Mas Aga menunjuk kak Mita. Bau minuman alkohol menyengat dari mulutnya. Dulu aku tidak cemburu karena aku tahu mereka sudah bercerai. Kak Mita tidak pernah menunjukan ingin rujuk. Itulah kenapa aku bisa menerima dengan akal sehat. Namun, kali ini aku cemburu. Aku tak rela melihat suamiku masih mengharapkan mantan istrinya. Apakah 'cinta' tak pernah b
Ini uangku, MasPart 61 ( lamaran )"Dasar si Aga, siang hari mabuk, apa nggak punya malu," cerocos Ibu sambil meletakan secangkir kopi."Sudah, Bu, yang penting sekarang sudah aman," kata ayah."Iya, tapi tetap aja bukan contoh yang baik, lah mabuk terlihat Tia, apa dia nggak mikir, bodoh dipelihara.""Sst!" Ayah menempelkan telunjuk depan bibir menyuruh ibu diam. "Ada Tia, Bu, kasihan," ucap ayah melirik Tia yang sedang duduk di sampingku. Tentu kami menyimak obrolan ibu dan ayah.Kulihat Tia, ia seperti memikirkan sesuatu, pasti tentang papanya. Seharusnya ia tak melihat mas Aga mabuk. Dan ini pertama kalinya kulihat mantan suami seperti itu. Apakah karena ada masalah. Setahuku ia bukan tipe lelaki peminum alkohol.Mungkinkah tentang pelet itu benar? Kasihan Bulbul. Ia masuk ke keluarga yang salah. Seandainya sikap Ima dan ibunya berubah, aku yakin Bulbul bahagia bersama mas Aga. "Ma, jadi orang mabuk seperti Papa itu ya?" tanya Tia."Ya, tapi nggak usah dipikirkan," jawabku. "K
Ini uangku, MasPart 62 ( ending )Sulit kuungkapkan kata-kata betapa terkejutnya aku dengan lamaran ini. Istri mantan suamiku ingin melamarku? Ide gila macam apa yang ada dipikiran Bulbul dan mas Aga. "Ini pasti lelucon. Bul, kamu sadar dengan maksud kedatanganmu?" Kuulangi bertanya.Bulbul menatap mas Aga sebentar. Mas Aga justru menatapku. Netranya membicarakan betapa ia menginkanku lagi jadi istrinya. Namun, tidak di diriku."Aku sadar, Kak. Kita berbagi suami, dan ini juga banyak terjadi di luar sana.""Aku akan berusaha adil, Mit," ucap mas Aga. Tak ada rasa bersalah dan ia berucap seperti seorang lelaki yang kuharapkan lagi seperti dulu. Justru dengan keadaan seperti ini membuatku semakin tak suka.Di cerbung yang kutulis. Ada beberapa kisah pelakor dengan judul 'Anaknya mirip suamiku' dan 'Acara di rumah ibumu'. Di sana kutulis ada yang terinspirasi dari kisah nyata. Tapi itu hanya cerita yang kugabung dari beberapa kisah. Intinya aku tak suka jika berbagi suami walaupun buka
Ini uangku, MasPart 1"Ga, lihat tu istrimu beliin Tia hp, belagak orang kaya saja. Sayang, 'kan uang cuma buat benda tak berguna," cerocos ibu mertua saat suamiku baru masuk ke rumah, pulang kerja."Masak iya, Bu?" tanya mas Aga dengan alis bertaut. Sudah pasti ia juga sepemikiran dengan ibunya.Aku melirik sambil membuatkan secangkir kopi. Seperti biasa, jika ibu tak suka dengan yang kuperbuat, pasti mengadu ke mas Aga sambil menyindir, disertai adik ipar yang mengompori ibu. Aku diam menunggu reaksi suamiku. "Ini kopinya, Mas," ucapku sambil meletakkan secangkir kopi di meja."Mita, benar kamu beliin Tia hp?" tanya mas Aga sambil membuka sepatu."Iya, Mas, Tia sudah kelas 1 Smp, lagian hp tu penting untuk sekolahnya.""Sudah kubilang jangan kasih anak hp! Ini memanjakan seperti orang kaya saja, sadar kondisi lah, bukannya lebih baik kamu tabungkan uang itu!" Suara mas Aga terdengar lantang. Urat lehernya timbul berucap "Loh, Mas, hp ini penting untuk Tia belajar daring," jawabku