Ini uangku, MasPart 2"Satu dua tiga empat ....""Banyak duit ya, Mbak?" Tiba-tiba Ima nongol depan pintu kamarku. Aku menghitung uang sisa hasil menulis karena dua juta sudah kubelikan ponsel. Alhamdulillah sisa sekitar delapan ratus ribu."Alhamdulillah," jawabku langsung memasukan uang ke saku baju daster yang kukenakan. Melihat gelagat Ima, pasti ada maunya.Ima masuk. "Aku bisa pinjam uang nggak Mbak?"Benar firasatku. Ima pasti ada maunya. Pantas bicaranya baik."Nggak bisa," jawabku dingin tanpa melihatnya. "Pelit amat sih, Mbak, lagian kalau tidak perlu aku juga nggak bakalan minjam."Aku diam tidak memperdulikan Ima, lalu melangkah ke luar kamar. Ima mengikutiku dari belakang karena masih kukuh agar kupinjamkan uang."Lagian aku juga pengen beli hp buat Mimi, Mbak."Aku langsung berpaling menatap wajah Ima. Ia memasang senyum termanis namun aku tahu itu senyum tak iklas."Beli hp minjam uang?" tanyaku memperjelas agar terdengar ibu dan mas Aga. Tapi sepertinya mas Aga tidak
Ini uangku, MasPart 3"Ibu ..., aku juga mau Mimi jadi artis, beliin aku hp, Mas Aga ..., bantuin mmm." Lebay sekali Ima menangis. Seperti anak kecil meraung minta dibelikan sesuatu. Padahal punya cincin emas yang bisa dijual, lah aku, hanya anting perak dan berdaster bolong."Tuh, istrimu perhitungan, ada duit bukannya bantu adikmu malah cuek seperti nggak punya perasaan." Suara ibu terdengar lantang menyindir. Aku tetap berbaring di kamar pura-pura tidur."Lagian Ima ada emas, jual saja kenapa?" Terdengar tanggapan mas Aga. Kali ini ia membelaku."Hey Ga, pikir ya, jika perhiasan dijual, ntar Ima nggak bisa membangga lagi di warung, apa lagi sama Mpok Leha, pasti ia cari cara membuat adikmu rendah.""Mpok Leha wajar punya uang banyak, suaminya baru jual tanah, jangan lihat ke atas lah, Bu.""Kamu mana ngerti, pergi pagi pulang sore, kalau Ima banyak emas, setidaknya Ibu juga ikut membangga, nggak malu punya mantu pelit kayak istrimu. Coba kamu menikah dengan wanita kaya, aku nggak
Ini uangku, MasPart 4(split, bukan pelit)Tiga ratus ribu sebulan? Yang makan tidak hanya keluarga kecilku, ada ibu dan Ima beserta putrinya. Baru juga memegang uang lebih, dan itu pun dari hasil pikiranku. Sementara Ima, ia seenak hati diberi ponsel dan berdadan ria dengan perhiasan emasnya. Padahal ia masih punya suami.Oke oke, Mas. Kamu kira aku diam tak berani melawan? Kita lihat saja. Terutama kamu Ima dan ibu mertua.Pagi harinya tetap kusiapkan kopi untuk mas Aga berangkat kerja. Ini gula dan kopi masih sisa kemarin yang masih banyak. Aku bersikap santai seperti biasa meskipun kulihat Ima dan putrinya berfoto ria dengan ponsel baru. Kulihat ibu juga ikut senyum-senyum melihat putrinya berpose mengeluarkan lidah seperti sok imut."Bi Ima, beli hp baru?" tanya Tia tiba-tiba ikut duduk di dekat Ima."Iya, emang kamu aja yang bisa beli hp? Kita juga bisa, iya, 'kan Mi?" Ima membangga sambil tersenyum dengan putrinya.Membangga dengan uang dapurku. Kesal sekali, tapi aku punya car
Ini uangku, MasPart 5(mengadu ke suamiku)"Lihat tu minantu Ibu, mentang-mentang anaknya artis silipgram dan baru juga nulis tak seberapa, sudah bergaya SOK TERKENAL! Dulu patuh, sekarang membangkang, dasar minantu durhaka, nggak sadar apa tinggal di mana!" Terdengar celotehan Ima mengompori ibu mertua atas sikapku hari ini tidak memasak. Berusaha cuek, toh bukan kewajibanku membiayai makan Ima dan Mimi. Kalau masalah ibu mertua, tentu sesuai keuangan yang diberikan mas Aga. Aku santai memegang ponsel, tentu ini cerbung terbaruku. Dengan kehidupan sehari-hari yang kualami, lahirlah cerbungku ini. Mudah-mudahan banyak yang baca dan aku bisa dapat uang buat ngontrak rumah. Tak tahan rasanya seatap dengan mertua dan adik ipar. "Menyesal Ibu merestui Aga menikahinya, awalnya aja kelihatan baik, tapi pelit minta ampun. Mana hp-mu Im? Cepatan telpon Mas-mu."Ibu semakin emosi. Seperti biasa, sindirian pedas selalu kudengar. Sangat tak nyaman di telinga, seharusnya ibu mertua pengganti ib
Ini uangku, MasPart 6 (kedatangan ibuku) "Eh, Bu Besan, ayo masuk. Ima! Bikinin teh hangat untuk Ibunya Mita!"Idih, ibu mertua terdengar sangaaaat baik. Oke mertua, aku tahu baiknya pasti ada mau. Kutes dulu ah, pura-pura tak dengar kalau ibuku datang."Iya, Bu!" Kali ini suara Ima terdengar baik. Seperti penjahat insaf saja. Mulut pun bersih dari kata sindiran."Bu Ros apa kabar? Sehat, Bu?" Terdengar suara ibuku menyapa ibu mertua. Itu lah ibu, suara tenang dan selalu ramah."Alhamdulillah, Bu Eli, Bu Eli sendirian saja?""Tadinya sama Papanya Mita, tapi karena Papanya ke notaris, makanya saya sendirian, Bu.""Notaris? Wah, sudah pensiun tetap sibuk ya, Bu.""Ya, karena ada yang diurus, Bu. Oh ya, Mita dan Tia mana, Bu?""Oh ada, Mita jam segini mah tidur siang, kalau Tia bermain. Sebentar saya panggilkan, Bu."Aku pura-pura berbaring tidur. Tak lama kemudian, terdengar pintu kamarku berderit ada yang masuk."Mit! Mita! Bangun, ada Ibumu, Nak." teriak ibu membangunkan.'Nak', tum
Ini uangku, MasPart 7 (dapat jatah karena ayahku jual tanah)Berdiri di balik dinding luar dekat kaca jendela, terdengar ibu mertua memakai namaku untuk pinjam uang ke ibuku. Dan alasannya agar aku bisa punya baju daster baru. Oh Tuhan, ibu mertua banyak akalnya. Mentang-mentang dengar kabar ayahku jual tanah, langsung itu mata ingin lihat uang. Tapi tak akan kubiarkan itu berhasil. "Assalamualaikum," ucapku melangkah ke pintu."Waalaikumsalam," jawab ibuku dan ibu mertua serentak.Aku dan Tia masuk. Terlihat ibu mertua langsung terdiam tidak membahas itu lagi."Mita, bikinin jus jeruk untuk ibumu sana," titah ibu mertua. Kali ini mau cari alasan agar aku jauh dari ibu dan ia bisa melanjutkan aksi pinjam uang. Aku yakin itu rencana ibu mertua."Tidak usah, Bu Ros. Aku hanya ingin Mita tetap duduk di sampingku karena masih ada yang ingin kubicarakan," sanggah ibuku. Ibu mertua langsung terdiam menghela nafas pendek.Aku dan Tia duduk di samping ibuku. Tak lama kemudian, Ima dan Mimi
Ini uangku, MasPart 8 (tiba-tiba ibu mertua bersikap baik)Biasanya jika aku belum selesai membersihkan rumah atau mencuci pakaian, ibu sering ngomel-ngomel meskipun aku duduk sejenak istirahat. Ditambah Ima juga ikut mengompori ibunya. Aku seperti pembantu yang digaji gratis. "Ibu kenapa sih? Kok aku yang nyuci? Kukuku baru di cat, bentar lagi mau bikin vidio untuk IG." Terdengar tolakan Ima saat ibu menyuruhnya mencuci."IG IG gigimu! Ini lebih penting dari foto-foto tak jelas. Cepat kerjain sana!""Nggak mau, dia tidur-tiduran kok aku yang ngerjain?""Siniii."Tak terdengar lagi perdebatan ibu mertua dan adik iparku. Aku yakin Ima disuruh mengerjakan pekerjaan yang biasa kulakukan. Bisa jadi ibu memaksa Ima kali ini. Justru ini kumanfaatkan sebelum aku betul-betul pasti meninggalkan rumah ini. Kali ini tidak terdengar keributan. Biasanya suara ibu dan Ima lantang menyindirku hingga terdengar ke dalam kamar. Aku bisa mengetik cerbung dengan tenang. Alhamdulillah, dengan menulis d
Ini uangku, MasPart 9 (diam dan sabar itu menyiksaku, Mas)Harga diri suamiku? Jadi harga diriku di rumah ini dibiarkan diinjak demi harga dirinya? Pernikahan apa yang kujalani jika sang suami hanya memikirkan dirinya ataupun keluarganya saja. Aku bukan malaikat yang selalu tahan disindir ataupun dihina adiknya. Dan baru hari ini ibu mertua bersikap baik."Jika aku mikirkan harga dirimu, trus harga diriku dibiarkan diinjak gitu?""Bukan gitu, Mit, sabar lah dulu hingga kukumpulkan uang dan kita bisa beli rumah." Suara suamiku melunak."Sampai kapan? Sementara uangmu saja dengan mudah diberikan buat Ima beli hp, kapan bisa nabung jika setiap bulan aku ngutang di warung demi bisa mencukupi isi perut adikmu beserta putrinya. Aku capek, Mas." Lalu aku masuk kamar. "Bukan gitu, Mit, aku hanya ingin kamu bersabar, lagian nanti Ima dan putrinya pasti ikut Ipul, kok." Mas Aga mengikutiku ke kamar."Sudah bertahun-tahun, Mas, lihat adikmu tak pernah dibawa suaminya, trus sampai kapan aku ber