Suasana di Gedung Berlian pada saat itu sangat ramai. Orang-orang yang datang pun bukanlah orang biasa. Semua yang datang ke acara tersebut, pasti mempunyai latar belakang istimewa.
Di antara semua tamu undangan yang hadir, ada salah satu orang pria yang memiliki penampilan paling berbeda di antara lainnya. Pria tersebut bernama David Smith, sekaligus merupakan suami dari Luna George. "Lihat itu! Siapa yang berjalan bersamanya?" "Hei, bukankah itu cucu dari Tuan Jhon George? Mengapa dia berjalan beriringan dengan pria miskin?" "Apakah pria miskin itu adalah suaminya?" "Aku merasa apa yang di lihat hari ini adalah mimpi," Suara bisik-bisik dari para tamu undangan mulai terdengar. Semua orang yang tadinya sibuk berbincang-bincang dengan sahabat atau teman lama, kini langsung terdiam. Semuanya menatap ke arah Luna George dan David Smith yang pada saat itu sedang berjalan secara beriringan. "Luna, siapa dia? Apakah dia pembantumu?" "Ataukah, dia adalah bodyguardmu?" Dua orang wanita berumur dua puluh lima tahun bertanya ketika Luna tiba di dekatnya. Apa yang mereka tanyakan itu sudah cukup untuk mewakili rasa penasaran semua orang. Sehingga semua tamu undangan pun menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut Luna George. "Perkenalkan, nona sakalian, namaku David Smith, aku adalah suami dari Luna George," sebelum wanita itu menjawab, ternyata David Smith sudah berbicara lebih dulu. Ia menjawab dengan suara yang cukup lantang. Jadi tidak heran kalau orang-orang di dalam gedung bisa mendengarnya secara jelas. "Apa? Kau suami Luna?" "Apakah aku tidak salah dengar?" Suara bisik-bisik kembali terdengar. Tidak hanya itu saja, bahkan hampir semua tamu undangan, kini mulai mentertawakan Luna dan David. Ketika semua orang sedang tertawa, terlihat dari depan sana ada seorang pria yang berjalan menghampiri. "Tuan, apa pekerjaanmu saat ini?" tanya pria tersebut. "Tidak ada. Aku hanya mantan pembantu di Keluarga George," jawab David Smith dengan jujur. Suara gelak tawa kembali memenuhi gedung. Saat itu, Luna benar-benar merasa direndahkan. Bagaimana tidak, harga diri Luna merasa diinjak-injak akibat kehadiran David Smith di acara tersebut. "Luna, apakah tidak ada lelaki lain diluar sana, sehingga kau mau menikah dengan pembantu miskin seperti dia?" Pria tadi menunjuk ke arah David. Suaranya terdengar sinis dan merendahkan. "Willie, aku ..." Belum lagi Luna selesai bicara, tiba-tiba seorang wanita bergaun putih kembali berjalan dari depan sana. "Luna, berani sekali kau membawa pria miskin ke pesta pernikahan sekaligus acara reuni kita? Hmm ... sahabat macam apa kau ini? Memalukan saja," Saras, pengantin sekaligus pemilik acara reunian berkata dengan suara benci. Luna semakin terpojok. Dia ingin menjawab, tapi tidak tahu harus bicara bagaimana. Dalam hati, Luna merasa sangat menyesal. Seandainya dia lebih tegas menolak permintaan David yang ingin ikut ke acara tersebut, mungkin nasibnya pun tidak akan berakhir menyedihkan seperti ini. Sementara itu, David yang mendengar semua penghinaan tersebut juga merasa marah. Tapi dia pun tahu bahwa sekarang bukan waktu yang tepat untuk mengambil tindakan. Jadi, dia memutuskan untuk tetap tenang dan bersikap sewajarnya. "Maaf, tuan dan nona sakalian, kedatangan kami kemari adalah untuk menghadiri acara pernikahan. Bukan untuk menerima hinaan," kata David berbicara dengan suara lantang. "Baiklah, kau boleh hadir di acara ini. Silahkan duduk di tempat yang sudah tersedia," kata Willie, selaku pengantin pria mengakhiri kejadian tersebut. "Sayang, apa yang kau lakukan? Pria miskin seperti dia tidak boleh hadir di acara pernikahan kita," Saras berbisik di telinga Willie. "Tenang saja, sayang. Aku punya rencana bagus untuknya," Willie tersenyum sinis sambil melirik sekilas ke arah David. Setelah itu, keduanya pun segera kembali ke tempat semula. Acara pernikahan Willie dan Saras berjalan dengan lancar. Para tamu undangan yang berasal dari keluarga besar atau pengusaha-pengusaha kaya sudah pulang beberapa saat yang lalu. Sekarang yang ada di gedung itu hanya tinggal teman-teman dari kedua pengantin. Acara perjamuan pun telah dimulai. Semua orang sedang menikmati makanan dan minumannya sendiri. "David kemarilah," Willie memanggil David sambil melambaikan tangan. David mengangguk. Dia kemudian berdiri lalu berjalan menghampirinya. "Ada apa, Willie?" tanyanya tanpa rasa curiga. "Kau suka minum anggur?" "Ya, aku suka," "Baiklah. Kalau begitu, mari kita minum," Willie memberikan satu gelas anggur kepada David. Keduanya lalu mengangkat gelas itu untuk melakukan "tos". Tiba-tiba, sesuatu tak diinginkan terjadi! Anggur milik Willie tumpah dan langsung membasahi pakaiannya. Sontak saja dia langsung marah sambil melotot ke arah David. "Hei, pria miskin! Apa-apaan ini? Mengapa kau menumpahkan anggurku? Aku mengajakmu minum dengan tulus, tapi kau malah membalas ketulusanku dengan kebusukan," Willie berteriak marah kepadanya. Hal itu membuat semua orang yang ada langsung menoleh ke arah mereka berdua. Suasana di sana langsung tegang, tidak ada seorang pun yang berani membuka suara. Luna yang juga melihat kejadian itu langsung marah besar. Ingin sekali dia memberikan pelajaran kepada suami yang tidak berguna itu. Tapi sayangnya dia tidak bisa melakukan hal tersebut, setidaknya untuk saat ini. "Tuan Willie, apa maksudmu? Bukankah anggur itu tumpah karena dirimu sendiri? Mengapa kau menyalahkan aku?" tanya David kebingungan. Sebenarnya dia memang tidak mengerti apa-apa. Terlebih karena David tidak merasa telah menumpahkan anggur milik Willie. "Persetan dengan ucapanmu! Sudah jelas kau menumpahkan anggurku," "Heh, pria miskin!" kata Saras ikut berbicara. "Cepat minta maaf dan bersihkan pakaian suamiku kalau kau tidak ingin mendapat musibah," "Nona Saras, aku tidak bersalah. Jadi untuk apa aku melakukannya?" David bertanya sembari memandang ke arah wanita itu. "Hmmm ... kalau kau tidak mau meminta maaf kepadaku, boleh saja. Asalkan, kau mau bersujud di hadapanku sekarang juga!" ucap Willie sambil menunjuk ke lantai. Kemarahan David semakin menjadi. Ketika berniat untuk memberikan pelajaran, tiba-tiba dia teringat akan kata-kata Luna, bahwa Willie Nelson itu bukanlah orang yang bisa disinggung. "Tuan Willie, mengapa kau memperlakukanku seperti ini? Apakah kalian berdua memang sengaja ingin mempermalukan aku?" Luna sudah tidak tahan lagi. Tiba-tiba dia bangkit dari tempat duduknya dan bertanya dengan suara lantang. "Sebenarnya aku tidak ada niat apapun terhadapmu, Nona Luna. Tapi setelah mengetahui bahwa suamimu adalah pria miskin, maka semuanya berubah," kata Willie sambil tersenyum sinis. "Hei, David, mengapa kau masih diam? Ayo lakukan perintah suamiku!" ucap Saras kembali bicara. "Tidak, Nona. Aku tidak akan pernah melakukannya!" tegas David menolak. Tanpa sadar, adu mulut mereka sudah mencuri perhatian semua orang. Puluhan pasang mata menatap ketiganya secara bergantian. Tidak hanya itu saja, bahkan sebagian dari mereka ada yang memilih untuk mengabadikan 'momen' tersebut. "Aku hitung sampai tiga, kalau kau tidak melakukan perintahku, maka aku pastikan kau akan menyesal," ujar Willie sengaja mengeraskan suaranya supaya semua orang mendengar. "Satu!" Willie memulai hitungan sambil memberikan tatapan mengintimidasi pada David. Willie melanjutkan, "Dua!" Rahang David mengeras atas tekanan dari Willie. Dia menelan ludah bersama rasa kesal. Willie tersenyum miring. "Rupanya nyalimu besar juga, pecundang. Baiklah, jika itu yang kamu inginkan, aku sudah memperingatkanmu. Akan aku selesaikan hitungan ini." Dia menoleh pada Luna. "Nona, bersiaplah untuk melihat suamimu menyesali kesombongannya." "Tunggu!"David Smith berteriak cukup lantang. Semua orang yang hadir di sana dapat mendengar suara tersebut. Bahkan semua orang pun merasa terkejut sekaligus penasaran. Dalam hati masing-masing, mereka memikirkan, kira-kira apa yang akan dilakukan oleh David Smith? "Baiklah, aku akan melakukan apa yang kau perintahkan," kata David seraya bangkit berdiri dari posisi duduknya. Mendengar itu, Willie dan Saras tersenyum dingin. Mereka benar-benar gembira. Karena memang jawaban itulah yang diinginkan oleh keduanya. "David! Apa yang akan kau lakukan?" Luna yang berada di belakangnya tiba-tiba angkat bicara. Wanita itu merasa terkejut atas jawaban David. Dia ingin mencegah, tapi suasana sudah tidak mengizinkan. Apalagi, Luna masih menyadari bahwa pengantin pria itu bukan orang yang tepat untuk disinggung. "Diam, Nona Luna!" ucap Willie sambil tersenyum penuh kemenangan. "Kau cukup duduk di tempatmu dan lihatlah pertunjukan selanjutnya," "Ayo bersujud di hadapan suamiku!" Saras membentak David.
"Tidak, Ayah. Aku tidak mau bersujud di hadapan pecundang ini," Willie dengan tegas menolak perintah ayahnya. "Memangnya dia ini siapa? Sehingga aku harus menyembahnya," "Ayah mertua, tolong jelaskan kepada kami terlebih dahulu. Siapa orang ini sebenarnya? Mengapa Ayah mertua begitu menghormatinya?" tanya Saras yang juga merasa penasaran terkait siapa David sebenarnya. "Percuma, istriku. Dia tidak akan mau menjelaskan apa-apa kepada kita. Mungkin Ayah sedang banyak masalah, sehingga sikapnya pun menjadi berubah," Willie Nelson sangat yakin dengan ucapannya. Sebagai anak kandung, tentu dia tahu persis bagaimana sikap ayahnya tersebut.Setiap kali sedang banyak pikiran, sifat dan karakter Jordan Nelson memang kerap kali mengalami perubahan. Meskipun perubahan yang dimaksud tidak seperti saat ini, namun Willie tetap percaya bahwa ucapannya tidak mungkin salah. Willie kemudian mengalihkan pandangan matanya. Ia menatap semua tamu undangan yang masih hadir di dalam Gedung Berlian. "Un
David Smith mengerutkan kening seraya menanti apa yang akan Jordan Nelson tunjukkan kepadanya.Jordan Nelson kemudian mengeluarkan sebuah kartu kredit warna hitam dari saku jas yang dia kenakan. "Terimalah kartu kredit ini, Tuan. Di dalamnya ada uang sebanyak tiga ratus miliar dollar," "Aku tidak butuh, Jordan," kata David menolak dengan cepat. "Tuan Dewa Iblis, tolong terimalah, jangan menolak," "Apakah ucapanku kurang jelas?" David berbicara dengan nada dingin sambil memicingkan matanya. Jordan Nelson menjadi merasa serba salah. Tapi, dia masih tetap berusaha supaya David mau menerima kartu kredit tersebut. "Tapi, Tuan Dewa Iblis, kartu ini sebenarnya bukan milikku. Seseorang telah menitipkannya kepadaku supaya memberikannya kepadamu," ucap Jordan memberikan sedikit penjelasan. "Siapa seseorang yang kau maksud?" "Aku tidak bisa menyebutkannya, Tuan. Tapi kalau Tuan mau menerima kartu kredit ini, maka dalam waktu dekat, orang tersebut pasti akan segera menemuimu," David Smit
David hanya bisa menghela nafas berat. Melihat sikap Luna yang sudah sulit untuk diajak bicara, maka dia tidak berani memaksa lagi. David Smith segera pergi ke belakang meninggalkan Luna yang sedang diliputi amarah. Keesokan harinya, Luna bangun sebelum matahari pagi muncul di ufuk sebelah barat. Dia segera mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke kantor secepat mungkin. "Aku harus berangkat lebih awal dari yang lain," gumamnya kepada diri sendiri. Setelah selesai mempersiapkan diri, Luna segera sarapan. Tidak lama setelah itu dia langsung mengambil kunci mobil. "Luna, tumben kau berangkat pagi-pagi sekali. Apakah di kantormu ada acara?" tanya David Smith yang tiba-tiba muncul dari sudut ruangan. "Itu bukan urusanmu," kata Luna menjawab dengan nada ketus. Dia tidak lagi menghiraukan pria yang tidak berguna itu. Luna segera pergi bahkan tanpa berpamitan kepada David. "Sepertinya dia masih marah kepadaku," gumam David seraya memandangi punggung Luna George. Beberapa waktu kemudi
"Tiga tahun belakangan, ada beberapa organisasi serupa yang tiba-tiba muncul. Mereka berusaha untuk merebut bisnis yang sudah kita jalani selama ini. Masing-masing dari organisasi itu juga mempunyai nama dan pengaruh yang cukup besar, sehingga semua petinggi di Organisasi Naga Hitam yakin bahwa jika dibiarkan, maka mereka akan menjadi masalah bagi kita," "Hal ini bukan cuma prediksi belaka, bahkan beberapa waktu lalu, ada salah satu dari mereka yang secara sengaja merebut lahan bisnis kita. Untung saja hal ini segera diketahui sehingga bisa diatasi dengan cepat," kata Daniel menceritakan kejadian di organisasi secara singkat. David Smith mengangguk beberapa kali. Dia juga cukup mengerti tentang hal ini. Bahkan jauh-jauh hari, dirinya sudah memprediksi bahwa hal seperti ini pasti akan terjadi. "Sebenarnya, sejak lama aku sudah menebak bahwa hal ini akan menimpa kita. Aku sudah memberitahu para petinggi Organisasi Naga Hitam, tapi yang percaya dengan ucapanku hanya sedikit. Mungkin k
"Hahaha ... kau ini benar-benar wanita yang bodoh, Luna. Ternyata sangat mudah menipu dirimu. Aku tidak menyangka akan hal ini," Sebuah suara yang telah dikenalinya tiba-tiba muncul dari sudut lain. Sesaat berikutnya, begitu Luna menoleh, ia segera melihat ada Willie yang sedang berjalan dengan angkuh. Di kanan kirinya ada dua orang pria bertubuh tinggi. Sepertinya mereka adalah pengawal yang sengaja dibawa Willie.Luna sontak terkejut karena tidak menyangka dengan kejadian ini. "Willie ..." ia bergumam perlahan karena saking kagetnya. "Kenapa? Apakah kau kaget, Nona George?" tanya Willie sambil tersenyum sinis. Luna tidak menjawab. Dia hanya menatap Willie dengan perasaan berkecamuk. "Luna, kau harus ingat bahwa malam ini, aku tidak akan membiarkanmu pergi!" ucap Willie dengan nada mengancam."Willie, apa maksudmu?" Luna masih belum mengerti sepenuhnya dengan ucapan anak dari Jordan Nelson tersebut. "Tidak perlu banyak tanya lagi. Sekarang juga, kau harus mau mencium kakiku! A
Willie tidak percaya dengan ancaman yang diberikan oleh David. Dia justru malah tersenyum sinis dan menganggap bahwa itu adalah sebuah lelucon. Dalam waktu yang bersamaan, Luna pun tidak mempercayai semua ucapan David. Dia tetap bersikeras ingin meminta maaf dan berlutut di bawah kaki David. "Luna, tolong percayalah kepadaku kali ini saja. Aku pastikan bahwa Willie akan segera menerima akibatnya," kata David yang masih mencoba untuk membuat Luna percaya. "Tidak, David!" Luna menolak keras-keras ucapan David. "Aku tetap akan berlutut. Sebenarnya aku sendiri tidak sudi, tapi, semua ini kulakukan demi melindungi Keluarga George," Luna hanya bisa menahan kesal ketika berkata demikian. Kalau bukan demi keluarga besarnya, niscaya dia tidak akan mau melakukan perintah tersebut. Tapi setelah dipikir-pikir, dia lebih memilih mengorbankan harga dirinya, daripada harus mengorbankan keluarganya. "Luna, mengapa kau keras kepala sekali?" tanya David sambil sedikit mengeluh. "Sejak kecil aku
"Tidak, Ayah. Aku tidak tahu siapa dia sebenarnya. Aku hanya tahu bahwa David adalah suami dari Luna George dan dia seorang pria miskin yang tidak berguna," jawab Willie sambil menundukkan kepalanya. "Bodoh! Benar-benar anak bodoh!" Jordan kembali memaki Willie karena saking marahnya kepada sang anak. "Dia itu adalah seseorang yang sedang menyamar. Apa yang kau lihat selama ini, itu tidak sesederhana seperti apa yang ada dalam pikiranmu," Willie langsung tertegun setelah mendengar ucapan ayahnya. Seketika dirinya khawatir. Benarkah David adalah seseorang yang sedang menyamar? Benarkah ddia telah salah menyinggung orang? Suasana di sana hening untuk sesaat. Setelah bisa menguasai diri, Jordan segera bercerita. "Dia itu sebenarnya merupakan orang yang paling disegani. Tuan David adalah Ketua dari sebuah organisasi terbesar yang sangat ditakuti. Jangankan aku, bahkan para pejabat sendiri merasa sungkan kalau mendengar namanya," "Setiap ucapannya adalah perintah! Dia tidak berbeda