"Tiga tahun belakangan, ada beberapa organisasi serupa yang tiba-tiba muncul. Mereka berusaha untuk merebut bisnis yang sudah kita jalani selama ini. Masing-masing dari organisasi itu juga mempunyai nama dan pengaruh yang cukup besar, sehingga semua petinggi di Organisasi Naga Hitam yakin bahwa jika dibiarkan, maka mereka akan menjadi masalah bagi kita,"
"Hal ini bukan cuma prediksi belaka, bahkan beberapa waktu lalu, ada salah satu dari mereka yang secara sengaja merebut lahan bisnis kita. Untung saja hal ini segera diketahui sehingga bisa diatasi dengan cepat," kata Daniel menceritakan kejadian di organisasi secara singkat. David Smith mengangguk beberapa kali. Dia juga cukup mengerti tentang hal ini. Bahkan jauh-jauh hari, dirinya sudah memprediksi bahwa hal seperti ini pasti akan terjadi. "Sebenarnya, sejak lama aku sudah menebak bahwa hal ini akan menimpa kita. Aku sudah memberitahu para petinggi Organisasi Naga Hitam, tapi yang percaya dengan ucapanku hanya sedikit. Mungkin karena mereka berpikir bahwa organisasi ini sudah besar, sehingga tidak ada yang berani mengusiknya," ucap David Smith seraya tersenyum dingin. Daniel belum menjawab lagi. Dia sendiri masih ingat betul ucapan David waktu itu. Di antara para petinggi, Daniel adalah salah satu orang yang percaya terkait ucapannya. "Maka dari itulah, aku dan beberapa petinggi lain sangat berharap bahwa Tuan bisa kembali dan bergabung lagi," ujar Daniel masih berusaha membujuk David secara halus supaya dia mau kembali bergabung. "Sudah aku katakan, Daniel, aku tidak bisa. Sekarang aku sudah mempunyai kehidupan yang baru. Pergilah, kalian pasti bisa mengatasi masalah ini tanpa kehadiranku," "Tapi, Tuan ..." "Pergi, Daniel!" Nada bicara David tiba-tiba berubah menjadi dingin dan tajam. Sorot matanya pun memperlihatkan suatu kewibawaan yang sangat besar. Menyadari bahwa situasinya sudah diluar kendali, maka Daniel tidak berani memaksa lagi. Dia segera mengajak orang-orang yang datang bersamanya untuk segera pergi dari sana. "Aku harap Organisasi Naga Hitam tidak akan musnah hanya karena masalah ini," gumam David sambil mengawasi kepergian Daniel dan yang lainnya. Perlu diketahui, dalam hal ini, tugas sebuah organisasi adalah melindungi perusahaan besar atau keluarga terkenal dari saingan bisnisnya masing-masing. Bisnis ini memang sangat menjanjikan, tapi juga terlalu berisiko. Maka dari itulah, David memutuskan keluar ketika dia telah menikahi Luna. Kini, sore hari sudah tiba. David baru saja menyelesaikan semua pekerjaannya. Ketika ia baru selesai mandi, pada saat itulah Luna sudah pulang dari kantornya. "Selamat sore, Luna. Mau makan dulu, atau mau mandi dulu?" tanyanya menyambut kedatangan sang istri. "Aku mau bertanya sesuatu dulu kepadamu," jawab Luna sambil memandang David lekat-lekat. "Kau ingin bertanya apa?" "Tentang kejadian di pesta pernikahan Willie. Apakah semua yang diceritakan oleh orang-orang itu benar adanya?" David Smith merenung sejenak. Dia sedikit terkejut mendengar ucapan Luna. Otaknya langsung berpikir cepat, dia yakin, apa yang terjadi di Gedung Berlian pasti telah menjadi bahan perbincangan banyak orang. "Oh, itu hanya kebetulan saja, Luna. Mungkin Jordan Nelson menganggap bahwa wajahku mirip dengan seseorang yang dia takuti. Sehingga Jordan mengajak anak sekaligus menantunya untuk bersujud di depanku," jawab David berusaha menutupi kejadian yang sebenarnya. Luna segera menatapnya dengan tajam. Ia memperhatikan David mulai dari atas sampai bawah. Kalau dipikir lebih lanjut, mungkin ucapannya memang masuk akal. Rasanya tidak mungkin Jordan mau bersujud begitu saja, apalagi wajah David tidak memperlihatkan kewibawaan sedikit pun. "Ada benarnya juga ucapanmu. Aku sendiri tidak percaya bahwa mereka benar-benar mau melakukan perbuatan rendahan tersebut. Mengingat kau tidak memiliki kewibawaan apapun," kata Luna dengan nada sinis. David Smith hanya tersenyum mendengar ucapan tersebut. Dia tidak mau memperpanjang masalah lagi. "Sudahlah, lupakan saja, Luna. Sekarang lebih baik kau mandi dulu, aku telah menyiapkan air hangat," Luna mengangguk pelan. Dia segera pergi dari hadapan David. Beberapa saat kemudian, Luna terlihat berjalan ke meja makan. Dia segera duduk dan melihat-lihat semua masakan yang tersedia di atas meja. "Selamat makan, semoga semua masakan ini sesuai dengan seleramu," ucak David yang sudah lebih dulu berdiri di sana. Luna tidak memberikan respon apapun. Dia hanya memandangnya sekejap, lalu segera duduk untuk melangsungkan makan malam. "Semua masakan ini tidak enak. Aku tidak mau memakannya lagi," kata Luna sambil meletakkan sendok dan garpu cukup keras. Dia segera bangkit berdiri dan kembali lagi ke kamar. Sebenarnya, setiap makanan yang dimasak David pasti memiliki rasa yang enak. Semuanya pas sesuai dengan selera. Sayangnya, semua hal itu tiba-tiba terasa hambar ketika Luna mengingat bagaimanakah sosok suaminya itu. David sendiri sudah tidak aneh lagi dengan sikap Luna yang seperti itu. Baginya hal tersebut sudah sangat biasa. "Di lemari pendingin ada buah-buahan segar. Jika kau tidak mau makan ini, maka makan saja buah-buahan itu. Perutmu tidak boleh kosong, Luna," ucapnya sambil tetap tersenyum. David meneruskan makan, setelah selesai, dia segera membereskan semua yang ada di atas meja. Tanpa terasa tengah malam sudah tiba. Saat itu David sedang tidur di kursi ruang tamu. Tiba-tiba dia terbangun ketika mendengar ada orang yang membuka pintu. "Luna, malam-malam begini, kau mau pergi ke mana?" tanya David yang tampak terkejut saat melihat Luna hendak pergi. "Aku mau bertemu dengan rekan bisnis," jawab Luna sambil menoleh sebentar. "Tapi ini sudah larut malam, Luna. Apakah pertemuan itu tidak bisa besok pagi atau sore saja?" "Tidak bisa. Orang itu ingin bertemu sekarang juga," "Luna, lihat jam! Sudah pukul 12 lewat," "Lalu, apa masalahnya? Semua ini aku lakukan untuk membiayai kehidupanku. Karena aku mempunyai suami yang tidak berguna. Sudahlah David, ini bukan urusanmu. Kau tidur saja dan nikmatilah kemiskinanmu!" ucap Luna sebelum menutup pintu cukup keras. David menghembuskan nafas panjang. Firasatnya langsung mengatakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Dia benar-benar heran, sebab rasanya tidak mungkin ada rekan bisnis yang ingin bertemu di tengah malam seperti ini. Maka dari itu, secara diam-diam David mengikuti ke mana Luna pergi. "Hemm ... siapa pria itu? Apa yang sedang mereka bicarakan?" David bertanya kepada diri sendiri ketika melihat Luna yang kini sedang duduk bersama seorang pria bertubuh tinggi di sebuah restoran. Karena merasa penasaran, diam-diam dia pun mendekat ke sana untuk menguping. "Luna, kau tahu siapa orang ini?" tanya pria tersebut sambil menunjukkan sebuah foto kepadanya. "Bukankah itu foto Willie Nelson?" tanya Luna kepada pria di hadapannya. "Benar, ini memang dia. Kau sudah berani membuat masalah dengannya. Dan kau harus mau mencium kaki Willie Nelson jika ingin karir dan bisnis keluargamu selamat," "Apakah kau sedang mengancamku?" tanya Luna sedikit terkejut. "Ini bukan hanya ancaman, Luna. Apa yang aku katakan bisa benar-benar terjadi jika kau tidak mau melakukannya," "Siapa sebenarnya dirimu? Bukankah kita bertemu di sini karena ingin melakukan kerja sama?""Hahaha ... kau ini benar-benar wanita yang bodoh, Luna. Ternyata sangat mudah menipu dirimu. Aku tidak menyangka akan hal ini," Sebuah suara yang telah dikenalinya tiba-tiba muncul dari sudut lain. Sesaat berikutnya, begitu Luna menoleh, ia segera melihat ada Willie yang sedang berjalan dengan angkuh. Di kanan kirinya ada dua orang pria bertubuh tinggi. Sepertinya mereka adalah pengawal yang sengaja dibawa Willie.Luna sontak terkejut karena tidak menyangka dengan kejadian ini. "Willie ..." ia bergumam perlahan karena saking kagetnya. "Kenapa? Apakah kau kaget, Nona George?" tanya Willie sambil tersenyum sinis. Luna tidak menjawab. Dia hanya menatap Willie dengan perasaan berkecamuk. "Luna, kau harus ingat bahwa malam ini, aku tidak akan membiarkanmu pergi!" ucap Willie dengan nada mengancam."Willie, apa maksudmu?" Luna masih belum mengerti sepenuhnya dengan ucapan anak dari Jordan Nelson tersebut. "Tidak perlu banyak tanya lagi. Sekarang juga, kau harus mau mencium kakiku! A
Willie tidak percaya dengan ancaman yang diberikan oleh David. Dia justru malah tersenyum sinis dan menganggap bahwa itu adalah sebuah lelucon. Dalam waktu yang bersamaan, Luna pun tidak mempercayai semua ucapan David. Dia tetap bersikeras ingin meminta maaf dan berlutut di bawah kaki David. "Luna, tolong percayalah kepadaku kali ini saja. Aku pastikan bahwa Willie akan segera menerima akibatnya," kata David yang masih mencoba untuk membuat Luna percaya. "Tidak, David!" Luna menolak keras-keras ucapan David. "Aku tetap akan berlutut. Sebenarnya aku sendiri tidak sudi, tapi, semua ini kulakukan demi melindungi Keluarga George," Luna hanya bisa menahan kesal ketika berkata demikian. Kalau bukan demi keluarga besarnya, niscaya dia tidak akan mau melakukan perintah tersebut. Tapi setelah dipikir-pikir, dia lebih memilih mengorbankan harga dirinya, daripada harus mengorbankan keluarganya. "Luna, mengapa kau keras kepala sekali?" tanya David sambil sedikit mengeluh. "Sejak kecil aku
"Tidak, Ayah. Aku tidak tahu siapa dia sebenarnya. Aku hanya tahu bahwa David adalah suami dari Luna George dan dia seorang pria miskin yang tidak berguna," jawab Willie sambil menundukkan kepalanya. "Bodoh! Benar-benar anak bodoh!" Jordan kembali memaki Willie karena saking marahnya kepada sang anak. "Dia itu adalah seseorang yang sedang menyamar. Apa yang kau lihat selama ini, itu tidak sesederhana seperti apa yang ada dalam pikiranmu," Willie langsung tertegun setelah mendengar ucapan ayahnya. Seketika dirinya khawatir. Benarkah David adalah seseorang yang sedang menyamar? Benarkah ddia telah salah menyinggung orang? Suasana di sana hening untuk sesaat. Setelah bisa menguasai diri, Jordan segera bercerita. "Dia itu sebenarnya merupakan orang yang paling disegani. Tuan David adalah Ketua dari sebuah organisasi terbesar yang sangat ditakuti. Jangankan aku, bahkan para pejabat sendiri merasa sungkan kalau mendengar namanya," "Setiap ucapannya adalah perintah! Dia tidak berbeda
"Aku masih ingat semaunya, Tuan," "Bagus. Kalau begitu, coba kau praktekkan sekarang juga!" Willie tersentak. Dia mengangkat wajahnya untuk sesat. Namun tanpa berkata sepatah kata pun, Willie langsung kembali bersujud dan bahkan benar-benar mencium kaki David Smith. Suami dari Luna George itu tersenyum simpul saat melihat apa yang dilakukan oleh Willie. 'Rupanya dia tidak main-main. Sepertinya Jordan telah menceritakan siapa aku,' batin David Smith sambil memperhatikan Willie. Sementara itu, setelah Willie selesai melakukan 'tugasnya', maka dengan segera David menyuruhnya untuk berdiri."Kali ini aku akan memaafkanmu, Willie. Tapi kalau di lain hari kau melakukan hal yang sama lagi, maka jangan pernah berharap bahwa aku akan memberikan maaf untuk kedua kalinya," ucap David tanpa ekspresi. Selesai berkata seperti itu, dia pun langsung pergi dari restoran tanpa menghiraukan Willie Nelson dan para pengunjung yang sejak tadi melihat kejadian tersebut. Waktu berganti pagi. Luna suda
Suasana di Gedung Berlian pada saat itu sangat ramai. Orang-orang yang datang pun bukanlah orang biasa. Semua yang datang ke acara tersebut, pasti mempunyai latar belakang istimewa. Di antara semua tamu undangan yang hadir, ada salah satu orang pria yang memiliki penampilan paling berbeda di antara lainnya. Pria tersebut bernama David Smith, sekaligus merupakan suami dari Luna George. "Lihat itu! Siapa yang berjalan bersamanya?""Hei, bukankah itu cucu dari Tuan Jhon George? Mengapa dia berjalan beriringan dengan pria miskin?" "Apakah pria miskin itu adalah suaminya?" "Aku merasa apa yang di lihat hari ini adalah mimpi," Suara bisik-bisik dari para tamu undangan mulai terdengar. Semua orang yang tadinya sibuk berbincang-bincang dengan sahabat atau teman lama, kini langsung terdiam. Semuanya menatap ke arah Luna George dan David Smith yang pada saat itu sedang berjalan secara beriringan. "Luna, siapa dia? Apakah dia pembantumu?" "Ataukah, dia adalah bodyguardmu?" Dua orang wa
David Smith berteriak cukup lantang. Semua orang yang hadir di sana dapat mendengar suara tersebut. Bahkan semua orang pun merasa terkejut sekaligus penasaran. Dalam hati masing-masing, mereka memikirkan, kira-kira apa yang akan dilakukan oleh David Smith? "Baiklah, aku akan melakukan apa yang kau perintahkan," kata David seraya bangkit berdiri dari posisi duduknya. Mendengar itu, Willie dan Saras tersenyum dingin. Mereka benar-benar gembira. Karena memang jawaban itulah yang diinginkan oleh keduanya. "David! Apa yang akan kau lakukan?" Luna yang berada di belakangnya tiba-tiba angkat bicara. Wanita itu merasa terkejut atas jawaban David. Dia ingin mencegah, tapi suasana sudah tidak mengizinkan. Apalagi, Luna masih menyadari bahwa pengantin pria itu bukan orang yang tepat untuk disinggung. "Diam, Nona Luna!" ucap Willie sambil tersenyum penuh kemenangan. "Kau cukup duduk di tempatmu dan lihatlah pertunjukan selanjutnya," "Ayo bersujud di hadapan suamiku!" Saras membentak David.
"Tidak, Ayah. Aku tidak mau bersujud di hadapan pecundang ini," Willie dengan tegas menolak perintah ayahnya. "Memangnya dia ini siapa? Sehingga aku harus menyembahnya," "Ayah mertua, tolong jelaskan kepada kami terlebih dahulu. Siapa orang ini sebenarnya? Mengapa Ayah mertua begitu menghormatinya?" tanya Saras yang juga merasa penasaran terkait siapa David sebenarnya. "Percuma, istriku. Dia tidak akan mau menjelaskan apa-apa kepada kita. Mungkin Ayah sedang banyak masalah, sehingga sikapnya pun menjadi berubah," Willie Nelson sangat yakin dengan ucapannya. Sebagai anak kandung, tentu dia tahu persis bagaimana sikap ayahnya tersebut.Setiap kali sedang banyak pikiran, sifat dan karakter Jordan Nelson memang kerap kali mengalami perubahan. Meskipun perubahan yang dimaksud tidak seperti saat ini, namun Willie tetap percaya bahwa ucapannya tidak mungkin salah. Willie kemudian mengalihkan pandangan matanya. Ia menatap semua tamu undangan yang masih hadir di dalam Gedung Berlian. "Un
David Smith mengerutkan kening seraya menanti apa yang akan Jordan Nelson tunjukkan kepadanya.Jordan Nelson kemudian mengeluarkan sebuah kartu kredit warna hitam dari saku jas yang dia kenakan. "Terimalah kartu kredit ini, Tuan. Di dalamnya ada uang sebanyak tiga ratus miliar dollar," "Aku tidak butuh, Jordan," kata David menolak dengan cepat. "Tuan Dewa Iblis, tolong terimalah, jangan menolak," "Apakah ucapanku kurang jelas?" David berbicara dengan nada dingin sambil memicingkan matanya. Jordan Nelson menjadi merasa serba salah. Tapi, dia masih tetap berusaha supaya David mau menerima kartu kredit tersebut. "Tapi, Tuan Dewa Iblis, kartu ini sebenarnya bukan milikku. Seseorang telah menitipkannya kepadaku supaya memberikannya kepadamu," ucap Jordan memberikan sedikit penjelasan. "Siapa seseorang yang kau maksud?" "Aku tidak bisa menyebutkannya, Tuan. Tapi kalau Tuan mau menerima kartu kredit ini, maka dalam waktu dekat, orang tersebut pasti akan segera menemuimu," David Smit